• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PELANGGARAN HAK-HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PEREMPUAN YANG MENJADI KORBAN PERANG DILIHAT DARI PRESPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS PERANG

SURIAH)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

DESITA MUZDALIFAH 130200454

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

SURIAH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

DESITA MUZDALIFAH NIM:130200454

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Perdata

Dr. Chairul Bariah, SH., M.Hum NIP. 195612101986012001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Chairul Bariah, SH., M.Hum Makdin Munthe, SH., M.Hum NIP. 195612101986012001 NIP.195508081980031004

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

ABSTRAK

TINJAUAN PELANGGARAN HAK-HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PEREMPUAN YANG MENJADI KORBAN PERANG DILIHAT DARI PRESPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS PERANG

SURIAH) *) Desita Muzdalifah **) Chairul Bariah

***) Makdin Munthe

Konflik bersenjata di Suriah berlangsung di saat skripsi ini masih di tulis dan belum ada tanda-tanda konflik tersebut akan berhenti. Konflik tersebut telah menyebabkan banyak korban jiwa dan banyak yang mengungsi ke negara-negara tetangga Suriah seperti Turki, Lebanon, Yordania, dan Irak. Para korban jiwa umumnya adalah perempuan dan anak-anak.

Skripsi ini mengemukakan permasalahan mengenai bentuk-bentuk pelanggaran terhadap perempuan korban perang di Suriah ditinjau menurut hukum internasional, diantara banyak kekerasan yang di hadapin perempuan pada umumnya, kekerasn serta Pelanggaran HAM terhadap perempuan semakin merajalela di saat perang suriah berlangsung, ketika kekerasan serta pelanggaran HAM tersebut di dukung oleh institusi Negara dalam beberapa kasus dilakukan dengan maksud memusnahkan etnis-etnis atau budaya tertentu., perempuan sebagai manusia juga memiliki hak-hak yang sifatnya mendasar dan harus di hormati, diantaranya hak untuk hidup, kesetaraan, perlindungan hukum tanpa adanya pembedaan, hak untuk hidup , kesetaraan, perlindungan hukum tanpa upaya pembedan, hak untuk bekerja dan termasuk pula didalamnya hak untuk tidak menjadi korban penyiksaan atau tindakan kejam/ penghukuman yang tidak perikemanusiaan.

Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif, penelitian hukum normatif adalah penelitian dengan mengambil data sekunder atau data yang berasal dari kepustakaan (dokumen). yakni mengacu pada berbagai norma hukum, dalam hal ini adalah hukum internasional yang terdapat pada berbagai sumber dan perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia bagi perempuan di masa perang suriah serta mengenai hukum perang dalam kaitannya untuk menegakkan hak asasi manusia dalam perang suriah

Kata Kunci : Pelanggaran HAM terhadap Perempuan, Suriah, Hukum Internasional

*Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**Dosen Pembimbing I

***Dosen Pembimbing II

(4)

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdullilah penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “TINJAUAN PELANGGARAN HAK- HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PEREMPUAN YANG MENJADI KORBAN PERANG DILIHAT DARI PRESPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS PERANG SURIAH Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis menyadari bahwa yang disajikan dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, untuk itu penulis mengharapakan saran dan kritik yang sifatnya membangun sehingga dapat menjadi perbaikan dimasa yang akan datang.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak baik secara moril maupun materil, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan II, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., selaku Wakil Dekan III, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang juga selalu memberikan motivasi, nasihat dan semangat bagi penulis selama di bangku perkuliahan.

5. Ibu Dr. Chairul Bariah, SH., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

6. Bapak Makdin Munthe, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas masukan, nasihat, bimbingan, terhadap penulisan serta bantuan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

7. Bapak Dr. Sutiarnoto, SH., M.Hum., yang selalu memberikan arahan dan masukan kepada penulis selama di bangku perkuliahan

8. Bapak Prof. Sulaiman SH, selaku Dosen Penasihat Akademik

9. Seluruh Staf Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

10. Kepada Orangtua yang sangat penulis sayangi dan cintai selamanya, Ayahanda Tarmizi Husein dan ibunda Devi Oktavia, yang senantiasa mencurahkan kasih saying, doa, serta semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, terima kasih ayah bunda.

11. Kepada saudara-saudara penulis, dr. Riska Meutiarani, Muhammad Aulia Ramadhan, dan Muhammad Farhan, terimakasih uti dan adek-adek yang selalu mendukung, menghibur serta selalu memberikan semangat kepada penulis hingga saat ini.

(6)

dukungan, doa, dan semangat dari kalian hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,

13. Kepada GS (Genk Sukses), Nazma Husna, Bunga Wulan Sari, Dara Ade Suandi, Nurliza, sutan sorik, fazli, denny, yohana, terima kasih atas doa, dukungan, kasih saying kepada penulis sehingga penulis selalu memiliki motivasi untuk menjadi yang lebih baik kedepannya.

14. Kepada Teman-teman tersayang, Nanda Zahara Mandry (makasih nandut, atas semangat skripsinya), Amirah, Tengku Fairuz Jasmine, Mita Afriyanti, dan seluruh teman-teman se –grup F yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

15. Kepada Senior, Adek-adek, dan Rekan-rekan di Badan Ta’mirul Musholla (BTM) yang senantiasa memberikan arahan dan masukan kepada penulis 16. Kepada Teman-teman ILSA (International Law Student Association)

2016, Keep Solid Guys!

17. Kepada Seluruh Teman-teman Fakultas Hukum USU angkatan 2013 yang dari awal hingga saat ini berjuang bersama dalam menuntut ilmu di fakultas hukum usu ini. semoga kita sukses selalu

Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi kemajuan pengetahuan ilmu hukum.

Medan, Januari 2017 Penulis,

Desita Muzdalifah (130200454)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penulisan ... 11

D. Keaslian Penulisan ... 12

E. Tinjauan Kepustakan ... 10

F. Metode Penulisan ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PELANGGARAN HAK- HAK ASASI MANUSIA DI LIHAT DARI ASPEK HUKUM INTERNASIONAL A. Hak Asasi Manusia Menurut Hukum Internasional ... 23

B. Pelanggaran HAM Berat Dalam Hukum Internasional ... 32

C. Perkembangan HAM Bagi Kaum Perempuan ... 39

BAB III BEBERAPA BENTUK PELANGGRAN HAM TERHADAP KORBAN PERANG A. Hubungan Antara Perang Dan Pelanggaran HAM ... 51

B. Bentuk Pelanggaran Terhadap Korban Perang ... 56

C. Kondisi Perempuan Yang Menjadi Korban Perang ... 62

(8)

BERSENJATA DI SURIAH

A. Latar Belakang Terjadinya Konflik Perang Suriah ... .... 70 B. Keadaan Yang Terjadi Pada Perempuan Yang Menjadi

Korban Pelanggaran HAM Pada Konflik Perang Suriah ... 76 C. Perangkat Hukum Internasional Dalam Menangani Kasus-

Kasus Kejahatan Pada Perempuan Diwaktu Perang ... 86 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 104 B. Saran ... 106 DAFTAR PUSTAKA ... 117

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adapun alasan-alasan yang melatar belakangi penulisan skripsi ini adalah bahwa pada era globalisasi sekarang ini dimana perbincangan mengenai masalah HAM memang tidak pernah habis untuk dibicarakan, bahkan pembicaraan Mengenai HAM itu semakin berkembang dan sangat kompleks . HAM sangat berpengaruh terhadap kehidupan nasional dan internasional suatu Negara. Oleh karena itu HAM membutuhkan perhatian yang sangat khusus. Terlebih pelanggran-pelanggran yang terjadi pada perempuan dimana kita lihat tidak jarang perempuan yang mendapatkan perlakuan yang tidak pantas serta adanya diskriminasi.

Kekerasan seksual yang dialami oleh kaum perempuan ini dikenal dalam banyak bentuk. Ia tidak hanya terjadi ditempat tertentu atau pada golongan tertentu saja, melainkan terjadi di seluruh belahan dunia, desa maupun kota, Negara maju maupun Negara berkembang dan dalam berbagai macam keadaan.

Di dalam bukunya Hamid Awaluddin, yang adalah mantan Menteri Hukum dan HAM periode 2004-2007 yang sekarang mengajar di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, menulis bahwa HAM berkaitan dengan konsep dasar tentang manusia dan hak. Konsep tentang manusia, dalam Bahasa Inggris disebut human being. Pada umumnya ketika kita endengar kata manusia,

(10)

maka secara otomatis kita berpikir tentang sosok makhluk yang memiliki cita rasa, akal budi, naluri, emosi, dan seterusnya. Wujud konkret ini adalah orang.1

Kekerasan terhadap perempuan terjadi baik pada saat perang ataupun damai. Namu, tingkat kekerasan dan pelanggran HAM terhadap perempuan terjadi baik pada saat perang ataupun damai. Namun, tingkat kekerasan terhadap perempuan akan meningkat dengan drastic pada saat pecahnya perang

Kekerasan terhqadap Perempuan dapat dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan Negara. Untuk kekerasan keluarga dapat berupa :

a. Penyerangan fisik (Pembunuhan, Penganiayaan, Penyunatan, Penegendalian alat reproduksi, pembunuhan terhadap bayi perempuan) b. Penganiayaanseksual (Perkosaan, Insect) dan penganiayaan mental

(pengurungan, kawin paksa).

Untuk kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat dapat berasal dari : a. Tradisi atau adat (kekerasan fisik, penganiayaan, hukuman fisik,

pengendalian alat reproduksi, perkosaan)

b. Kekerasan ditempat kerja ( pelecehan dan intimidasi seksual, kekerasan yang diperdagangkan, perdagangan perempuan, pelacuran paksa)

c. Media massa (pornografi, memperlakukan tubuh perempuan sebagai barang dagangan )

Untuk kekerasan yang dilakukan oleh Negara dapat berupa :

1 Hamid Awaluddin, HAM, Politik, Hukum & Kemunafikan Internasional, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2012), hlm 60

(11)

3

a. Kekerasan politik lewat kebijakan Negara atau undang-undang (penahanan tidak sah, sterilisasai paksa, kekerasan terhadap perempuan yang dibiatkan Negara)

b. Kekerasan dalam tahanan yang dilakukan oleh militer atau polisi (perkosaan, penyiksaan)2

Kekerasan terhadap perempuan terjadi baik pada saat perang ataupun damai. Namun, tingkat kekerasan terhadap perempuan akan meningkat dengan drastic pada saat pecahnya perang. 3 Pada kenyataannya meskipun telah dicanangkan The Universal Declarations of Human Rights masih saja terjadi pelanggaran HAM mulai dari yang tingkat yang paling ringan sampai ang paling berat. Seperti yang ada di suriah. Salah satu Negara Arab di Timur Tengah yang sedang dilanda qngin revolusi atau yang dikenal dengan Musim Semi Arab atau Arab Spring oleh dunia Internasional. Pelanggaran HAM terutama pada perempuan pada konflik bersenjata di Suriah yang dialami oleh warga sipil.

Konflik suriah merupakam konflik antara Negara dengan masyarakat.

Negara yang dalam hal ini dipimpin oleh Presiden Suriah yang saat ini masih dijabat oleh Bashar Al Assad anak dari Hafez al Assad yang adalah Presiden Suriah sebelumnya. Bashaar al Assad menjawab para demosntran yang menuntut perubahan kea rah yang lebih baik dengan mengerahkan tentara yang pro pemerintah untuk membaki para demonstran secara membabi buta4. Konflik senjata di suriah merupakan revolusi rakyat yang artinya lanjutan dari revolusi

2Newsletter Jurnal Perempuan, dikutip dari Toeti Heraty Noerhadi, ‘’Kekerasan Negara Terhadap Perempuan”, dalam Negara dan Kekerasan Terhadap Perempuan, Kartini Syahrir, cd., (Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan, 2000), hal 31

3Galuh Wandita, “ Air Mata Telah Terkuras, Kekerasan Belum Berakhir : Memahami Kekerasan Terhadap Perempuan sebagai Prasyarat Sebuah Transformasi” ,, hal 127

4Trias Kuncahyono, Musim Semi di Suriah, (Jakarta : PT Kompas Nusantara, Ghalia Indonesia, 1985), hlm 21

(12)

Arab Spring. Musim sei pertama terjadi di Tunisia berlanjut ke Mesir, Libya dan Yaman. Musim semi di Suriah di mulai pada 15 maret 2011. Di saat skripsi ini ditulis konflik bersenjata di Suriah masih berlangsung dan belum ada tanda-tanda konflik tersebut akan berakhir. Fakta telah dilakukannya perkosaan terhadap perempuan di waktu perang sebagai alat ukur memenangkan perang dimulai menjadi bahan pembicaraan pada awal tahun 1990-an yang pada mulanya masih banyak yang memperdebatkan teori tersebut. Namun, dengan banyaknya kasus yang muncul dan diangkat kepermukaan fakta yang ada tidak dapat lagi ditutup- tutupi . posisi perempuan yang lemah telah digunakan oleh kelompok-kelompok yang bersengketa untuk menvapai tujuannya.

Para Pelaku pelanggaran HAM haruslah dianggap sebagai musuh seluruh umat manusia. Pasal 28 dari DUHAM adalah salah satu pasal yang resonansinya sangat kental bagi perlindungan HAM secara internasional sampai saat ini. Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial atau tatanan internasional dimana hak dan kebebasan yang diatur dalam DUHAM dapat direalisasikan. Batas wilayah kedaulatan seharusnya tidak bisa menjadi halangan bagi penegakan HAM yang universal, sehingga Bab VII dari piagam PBB memberikan kewenangan bagi dewan keamanan PBB untuk melakukan intervensi terhadap kedaulatan negara dimana terjadi pelanggaranHAM yang dapat mengancam perdamaian dunia.

DUHAM diproklamirkan oleh Majelis Umum PBB sebagai standar umum pencapaian bagi semua orang dan semua bangsa, sehingga DUHAM harus dipromosikan melalui pendidikan dan upaya-upaya progresif secara nasional dan internasional untuk menjamin pengakuan dan kepatuhan universal dan efektif.

Hak asasi manusia yang telah diakui secara universal, idealnya haruslah dihormati

(13)

5

dan dilindungi oleh semua pihak, baik negara, organisasi internasional antar pemerintah, organisasi internasional non pemerintah, orang perorangan baik individu maupun kolektif. Hanya dengan penghormatan dan perlindungan yang optimal, maka Hak Asasi Manusia benar-benar dapat ditegakkan dalam kehidupan nyata baik nasional maupun internasional. Dalam hukum internasional, sebuah negara dianggap melakukan pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (gross violation of human rights) apabila:

1. Negara tidak berupaya melindungi atau justru meniadakan hak-hak asasi warganya. Atau

2.Negara yang bersangkutan membiarkan terjadinya atau justru melakukan melalui aparat-aparatnya tindakan kejahatan internasional(international crime) atau kejahatan serius(serious crime) berupa kejahatan terhadap kemanusiaan(crimes against humanity), kejahatan genosida (crimes of genocide), kejahatan perang(crimes of war) dan atau kejahatan agresi(agression). Berdasarkan 2 poin di atas maka teoritis dapat disimpulkan bahwa setiap subyek hukum yang berkewajiban untuk menghormati dan melindungi Hak Asasi Manusia, berpotensi pula untuk melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia .Peristiwa pelanggaran HAM dapat terjadi dimana saja di muka bumi ini, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang Hal itu dilakukan oleh negara melalui aparat-aparatnya, oleh individu ataupun kolaborasi antara keduanya. Sejarah telah mencatat tentang pelanggaran HAM oleh negara,dimana kebanyakan pelanggaran HAM justru dilakukan oleh negara, baik secara langsung melalui tindakan-tindakan yang dilakukan

(14)

oleh aparatnya terhadap warga negaranya sendiri maupun warga negara lain, dan jugasecara tidak langsung melalui kebijakan-kebijakankan baik di tingkatan nasional maupun internasional yang berdampak pada tidak dipenuhinya hak-hak asasi warga negaranya sendiri atau hak-hak asasi warga negara lain.Sebagai contoh empiris dari teori di atas yang terjadi dewasa ini adalah konflik di Negara Suriah, yang kemudian penulis pilih sebagai judul untuk penulisan skripsi ini. Adapun posisi kasusnya secara garis besar adalah sebagai berikut: Kerusuhan di Suriah dimulai di kota selatan Deraa pada bulan Maret 2011 ketika penduduk lokal berkumpul untuk menyerukan tuntutan pembebasan 14 mahasiswa yang ditangkap dan dilaporkan disiksa oleh pasukan keamanan Suriah setelah menulis di dinding, slogan terkenal dari pemberontakan rakyat di Tunisia dan Mesir:

"Orang-orang ingin kejatuhan rezim”. Para demonstran juga menyerukan demokrasi dan kebebasan yang lebih besar. Aksi ini awalnya berjalan damai walau pun diikuti oleh begitu banyak demonstran dan berkeliling kota setelah sholat Jumat. Aksi ini diadakan pada tanggal 18 Maret, namum justru disambut oleh pasukan keamanan dengan melepaskan tembakan yang menewaskan 4(empat) orang. Hari berikutnya, mereka menembaki pelayat di pemakaman korban. Dalam hitungan hari, kerusuhan di Deraa telah berputar di luar kendali pemerintah setempat.

Pada akhir Maret, tentara dengan kendaraan lapis baja di bawah komando Maher al Assad 1diturunkan ke kerumunan para pengunjuk rasa.Puluhan orang tewas, ketika tank menembaki kawasan pemukiman dan pasukan menyerbu rumah serta menangkap warga yang dianggap demonstran.

(15)

7

Rangkaian tindakan represif aparat justru itu gagal menghentikan kerusuhan di Deraa, namun justru memicu protes anti-pemerintah di kota- kota lain di Suriah, di antaranya Baniyas, Homs, Hama dan pinggiran kota Damaskus. Tentara kemudian mengepung mereka yang dianggap sebagai penyebab kerusuhan. Pada pertengahan Mei, jumlah korban tewas telah mencapai 1.000 orang. Pergolakan politik di Suriah telah berlangsung lebih dari satu tahun serta menimbulkan berbagai macam konflik dan perang saudara diantara sesama warga Suriah, dan diantara pihak oposisi Suriah dengan pihak militer dan pemerintah di bawah pimpinan Presiden Bashar Al-Assad. Serangkaian tindakan kekerasan fisik maupun mental juga terjadi di Suriah dalam kurun waktu satu tahun belakangan ini, mulai dari pembunuhan, pengeboman, penculikan, penembakan, pemerkosaan, penyiksaan dan lain sebagainya. Namun di tengah-tengah situasi sosial politik yang terus memburuk di Suriah, Presiden Bashar Al-Assad ternyata masih dapat mempertahankan rezim kekuasaannya karena dukungan dari pihak militer dan aparat birokrasi pemerintah yang masih loyal dan cukup kuat.Selama terjadi pergolakan politik, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat lebih dari 29.000 warga Suriah tewas dalam setahun terakhir. Ini belum termasuk korban tewas dari tentara maupun polisi dan pemerintah.5Bahkan warga Suriah yang tidak tahan melihat negerinya terkoyak dan menginginkan kehidupan yang lebih baik justru memilih kabur ke luar negeri seperti Lebanon dan Turki6

5 http://www.jakarta-media.com/korban-perang-suriah-29-000-jiwa.html diakses pada tanggal 11 desember 2017, pukul 03:08 wib

6 http://www.tempo.co/read/news/2012/11/24/115443837/JumlahPengungsiSuriah-Hampir- Setengah-Juta diakses pada tanggal 11 desember 2016, pukul 12.05

(16)

Mereka memilih meninggalkan tanah air mereka, sementara warga yang bertahanharus beradaptasi dengan teror, desing peluru, darah, ledakan bom, penculikan,pembunuhan dan kekejian lainnya. Situasi keamanan Suriah yang semakin memburuk dan telah menyebabkan terjadinya tragedi kemanusiaan itukemudian disoroti oleh dunia internasional, bahkan oleh Negara-negara yang selama ini dikenal memiliki hubungan yang sangat baik dengan Suriah seperti Russia, China, dan Iranjuga mulai menekan pemerintah Suriah untuk tidak bertindak represif dan melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap warga negaranya sendiri

Berbeda dengan kejahatan perang lainnya, karakteristik diskriminasi yang sangat khusus dan sifatnya sangat pribadi, menyangkut kehormatan/ harga diri serta nilai-nilai tradisional yang dianut masyarakat, membuat kasus-kasus tersebut seringkali tidak terangkat kepermukaan. Efek psikologis yang muncul karena kasus diskriminasi yang dialami oleh korban menyebabkan korban maupun keluarga korban cenderung untuk diam, hal ini semakin mempersulit penanganan kasus-kasus semacam ini.

Menyadari begitu sering terjadinya pelanggran terhadap nilai-nilai kmanusiaan selama berlangsungnya perang, beberapa Negara di dunia sepakat untuk membuat sebuah peraturan internasional yang khusus mengatur batasan kemanusiaan bagi Negara-negara yang terlibat dalam konflik bersenjata.

Pengaturan tersebut termuat dalam sebuah konvensi yang ditandatangani oleh lebih dari 120 negara pada tanggal 12 agustus 1949 di Jenewa dengan 28 negara diantaranya melakukan reservasi terhadap beberapa pasal-pasal dari konvensi

(17)

9

tersebut7. Konvensi ini kemudian lebih dikenal dengan nama Konvensi Jenewa 1949 (Geneva Convention 1949).

Perlindungan terhadap perempuan dari berbagai bentuk tindak kekerasan banyak diatur dalam berbagai perjanjian internasional diantranya adalah sebagai berikut :

1. International Convention for the Suppression of the Traffic in Women and Children (19170

2. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (1979)

3. Vienna Declaration and Frograme of Action (World Conference on Human Rights, Vienna, 14-25 june 1993)

4. Declaration in the Elimination Of Violence Aginst Women (1994) 5. Beijing Declaration 1995.

Namun, untuk kekerasan yang terjadi di waktu perang hanya diatur dalam Konvensi Jenewa tahun 1949, dimana konvensi ini terdiri dari empat pembagian yaitu : Konvensi Jenewa I mengatur mengenai perlindungan bagi mereka yang terluka dan sakit pada saat terjadinya perang ( Convention (1) For The Amelioration of The Condition of the Wounded And Sick In Armed Forces In the Field). Konvensi Jenewa II mengatur perlindungan terhadap anggota angkatan bersenjata yang berada dilaut yang dalam keadaan terluka atau sakit ( Convention (1) For The Amelioration of The Condition of the Wounded And Sick and Shipwrecked Members of Armed Forces at Sea). Konvensi Jenewa III mengatur perlindungan terhadap tawanan perang ( Convention (III) Relative to The

7http://www.icrc.org, diakses 15 November 2016

(18)

Treatment of Prisioners of War) dan Konvensi Jenewa IV mengatur mengenai perlindungan terhadap penduduk sipil selama berlangsungnya perang ( Convention (IV) Relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War).

Dalam Konvensi Jenewa IV tahun 1949 inilah diatur mengenai perlindungan terhadap anak-anak dan wanita sebagai warga sipil dari segala macam bentuk kekerasan selama berlangsungnya perang. Konvensi ini terutama bertujuan untuk melindungi wanita dan anak-anak dari berbagai macam tindak kekerasan Selma berlangsungnya perang, termasuk pula didalamnya kejahatan terhadap kehormatan (perkosaan)8. Meskipun secara internasioan sudah ada aturan yang mengatur mengenai pelarangan terhadap perkosaan di waktu perang, perlindungan hukum dan kesadaran akan pentingnya perlindungan hukum atas hak-hak wanita selama berlangsungnya perang masih sangat minim hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus perkosaan terhadap kaum perempuan di waktu perang yang terjadi namun masih minimnya pengadilan Internasional bagi penjahat perang untuk kasus bersangkutan.

B. Rumusan Masalah

Permasalah merupakan pernyataan yang menunjukan adanya jarak antara rencana dan pelaksanaan, antara harapan dan kenyataan, juga antara das sollen dan das sein.9Dari latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka tulisan ini bermaksud untuk membahas sebagai berikut ;

8PBB, Konvensi Jenewa IV Tahun 1949(Relative to The Protection of Civilan Persons in Time of War), Pasal 27.

9Ronny Hanitjo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hlm 21

(19)

11

1. Bagaimana tinjauan umum terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia yang menjadi korban perang dilihat dari aspek Hukum Internasional ? 2. Apa saja bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia korban perang?

3. Bagaimana bentuk pelaksanaan penerapan perangkat hukum dalam menyelesaikan beberapa kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia bagi perempuan yang menjadi korban perang suriah menurut hukum internasional?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun Tujuan yang hendak dicapai dengan dilakukannya penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan umum terhadap pelanggaran hak- hak asasi manusia yang menjadi korban perang dilihat dari aspek Hukum Internasional

2. Untuk mengetahui apa bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia korban perang

3. Untuk mengetahui bagaimanakah bentuk pelaksanaan penerapan perangkat hukum dalam menyelesaikan beberapa kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia bagi perempuan yang menjadi korban perang di suriah menurut hukum internasional

Adapun Manfaat dari penulisan ini terdiri dari dua hal, yaitu : 1. Manfaat teoritis

Memberikan sumbangan akademis bagi perkembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum internasional. Selain itu penulisan skripsi

(20)

ini diharapkan dapat memberikan gambaran atas bentuk-bentuk pelanggaran HAM serta diskriminasi yang dialami oleh warga sipil Suriah terkhusus pada Perempuan korban perang di Suriah, dan bagaimana upaya dunia Internasional untuk memberikan perlindungan terhadap HAM terhadap perempuan korban perang di suriah dengan mengacu pada Hukum Internasioanl

2. Manfaat Praktis

Tulisan ini bermanfaat untuk menjadi suatu bahan refrensi pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara secara khusus dan pembaca pada umumnya serta dapat dijadikan sebgai bahan refrensi bagi para pihak akademisi dalam menambah pengetahuan terutama di bidang hukum internasional.

D. Keaslian Penulisan

Adapun skripsi yang berjudul “Tinjauan Pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia Terhadap Perempuan yang Menjadi Korban Perang Dilihat dari Prespektif Hukum Internasioanal (Studi Kasus Perang Suriah)” merupakan tulisan yang masih baru.

Dan belum ada tulisan lain dalam bentuk skripsi yang membahas tentang hal ini sebelumnya, terkhusus untuk perbandingan dengan skripsi yang ada di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pengesahan dari pihak administrator perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Yang menyatakan bahwa tidak ada judul dan tulisan yang sama dengan judul skripsi ini. Dan telah disetujui oleh ketua departemen internasional.

(21)

13

E. Tinjauan Kepustakaan

Penelitian ini memeperoleh bahan tulisannya dari buku-buku, laporan – laporan, dan informasi dari internet untuk itu penulis akan memberikan penegasan pengertian dari judul dari penelitian yang diambil dari sumber-sumber buku yang memberikan pengertian dari judul penelitian yang diambil dari sumber- sumber buku yang memberikan pengertian dari judul skripsi ini yang penulis tinjau dari sudut etimologi atau arti kata dan pengertian-pengertian lainnya dari sudut ilmu hukum maupun dari pendapat-pendapat para sarjana sehingga mempunyai arti yang lebih tegas.

Menurut J. G Starke, Hukum Internasional dapat dirumuskan sebagai kumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dank arena itu biasanya ditaati dalam hubungan antra Negara-negara satu sama lin, yang juga meliputi :

a. peraturan-peraturan hukum mengenai pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi itu masing-masing serta hubungannya dengan Negara-negara dan individu-individu.

b. peraturan-peraturan hukum tersebut mengenai individu-individu dan kesatuan-kesatuan bukan Negara, sepanjang hak-hak atau kewajiban- kewajiban individu dan kesatuan itu merapukan bmasalah persekutuan internasional.

Hukum Internasional adalah seluruh kaidah dan asas yang bersifat mengatur atau persoalan yang melintasi batas antar Negara antara :

a. Negara dengan Negara

b. Negara dengan subjek hukum lain bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara, satu sama lain.

(22)

Secara teoritis dapat dikemukakan bahwa subjek hukum internasional sebenarnya hanyalah Negara. Perjanjian Internasional seperti misalnya Konvensi Jenewa tahun 1994 tentang perlindungan korban perang memberikan hak dan kewajiban tertentu. Hak dan kewajiban tersebut diberikan konvensi secara tidak langsung kepada orang perorangan (individu) melalui Negara yang menjadi peserta konvensi itu.10 Dengan demikian banyak keadaan atau peristiwa yang menjadika individu sebagai subjek hukum internasional. Dalam perkembangannya Hukum Internasional mulai memasukkan unsure lain sebagai subjeknya, yaitu :

1. Negara yang berdaulat 2. Tahta Suci Vatikan

3. Palang Merah Internasional 4. Organisasi Internasional

5. Individu yang dengan syarat-syarat tertentu diakui oleh masyarakat internasional bahwa sumber hukum internasional adalah :

1. Perjanjian Internasional, baik yang umum maupun yang khusus yang mengandung ketentuan-ketentuan yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang mengandung ketentuan-ketentuan yang dikaui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa;

2. Kebiasaan Internasional sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum;

3. Prinsip Hukum Umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab;

4. Keputusan-keputusan Hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai negara sebagai sumber hukum tambahan.

10Mochtar Kusumaatmadja, Pengatar Hukum Internasioanl, PT. Alumni, Bandung, 2003, hal. 95-96

(23)

15

Hak Asasi Manusia secara sederhana dapat dipahami sebagai hak dasar (asasi) yang dimiliki oleh manusia, Hak Asasi Manusia keberadaannya tidak tergantung dan bukan berasal dari manusia, melainkan berasal dari yang lebih tinggi daripada manusia. Oleh karena itu, hak asasi tidak dapat direndahkan dan dicabut oleh hukum positif manapun, bahkan dengan prinsip demikian hak asasi wajib diadopsi oleh hukum positif.11

Menurut Black’s Law Dictionary, Hak Asasi Manusia adalah kebebasan, kekebalan, serta keuntungan-keuntungan yang mana menurut nilai-nilai modern (terutama dalam tataran internasional), memungkinkan semua umat manusia untuk mengakuinya sebagai hak dalam masyarakat dimana mereka tinggal.12

Hak Asasi Manusia itu sendiri sangat berhubungan erat dengan Hukum Inernasional. Hal ini dapat dibuktikan dari perlindungan HAM yang lahir dari instrument internasional di bidang perlindungan HAM, demikian pula sebaliknya banyak fenomena HAM yang pada akhirnya melahirkan berbagai instrument internasional di bidang perlindungan HAM, The International Bill Of Rights dan International Convention On Elimination Of All Forms Of Racial Discrimination ( Konvensi Internasional mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial) yang lahir dari keadaan

Adalah fakta sejarah, sejak Perang Dunia II yang telah merobek peradaban manusia, dimana banyak umat manusia yang tidak berdosa kehilangan hak- haknya sebagai manusia. Agenda utama yang mengisi lembaran-lembaran sejarah kita , adalah soal hak asasi manusia (HAM). Agenda smakion menguat setelah

11Dadang Juliantara (dalam) M. Afif Hasbullah, Politik Hukum Ratifikasi Konvensi Hak Asasi Manusia Indonesia Upaya Mewujudkan Masyarakat Yang Demokratis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal. 17.

12Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary Seventh Edition, West Goup, Usa, 1999, hal.

745

(24)

berakhirnya Perang Dingin. Didalam bukunya Hamid Awaludin mengutip pendapat Thomas Brugenthal yang berkesimpulan bahwa mungkin tidak pernah ada masa dalam sejarah umat manusia, masalah HAM Ndibicarakan seperti kita membicarakan pada abad sekarang.13

Hamid Awaludin menambahkan pula pada tujuh agenda utama dalam hubungan internasional, yaitu :

1. HAM telah menjadi agenda utama dalam hubungan internasional.

2. Negara telah diwajibkan untuk melaksanakan norma-norma HAM melalui instrumen-insturumen hukum internasional mengenai HAM yang telah disepakati bersama. Disini pembentukn kelembagaan untuk menangani HAM, baik segi pemberdayaan maupun solusi untuk menangani HAM. Di mana hal ini dilakukan bukan hanya dalam level internasional saja, tetapi nasional juga.

3. Individu telah memiliki status hukum untuk dilindungi dari segala bentukpelanggaran HAM.

4. Konsep kedaulatan HAM terpenetrsi oleh Negara.

5. Aktor utama dalam pemajuan dan penegakan HAM, tidak lagi menjadi monopoli Negara, tetapi juga aktor nonnegara, bahkan perusahaan- perusahaan multinasionalpun sudah ikut mengagendakan ini.

6. Individu-individu yang memiliki pengaruh dan charisma serta komitemen- komitmen dan kepemimpinan kuat, ikut menentukan jalannya pemajuan dan penegakan HAM

13Hamid Awaludin, Op Cit. Hlm 7

(25)

17

7. Telah terjadi perubahan-perubahan persepsi dan pendekatan mengenai HAM. masalah HAM tidak lagi ditekankan pada aspek-aspek legal semata, tetapi semua aspek kehidupan dikaitkan dengan HAM14.

Hamid Awaludin yang adalah mantan Menteri Hukum dan HAM 2004-2007 yang sekarang mengajar di Universitas Hasanuddin, Makassar menambahkan lagi bahwa dalam tataran praktis, gambaran umum mengenai HAM dapat disederhanakan sebagai berikut :

1. Negara-negara yang melakukan pelanggraan HAM secara konsisten, pada umumnya melakukan tidnkan represif dengan cara, antara lain, menekan media massa dengan melakukan control ang ketat

2. Setelah menekn dan mengontrol informasi, resim seperti ini biasanya amat aktif melakukan penolakan atas segala sangkaan dan bukti-bukti yang diajukan untuk mendakwa perbuatannya, Bila rezim pelanggar HAM berhadapan dengan situasi seperti ini mereka pun amat terampil memobilisasi kelompok-kelompok tertentu dengan meniupkan sentiment nasionalisme untuk menghadapi serangan-serangan tersebut. Dalam hal ini rezim yang berkuasa bersangkutan akan membaurkan sentiment nasionalisme dengan ide bahwa HAM itu adalah nilai-nilai Barat yang tak sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan yang dianut oleh suatu Negara.

3. Bila rezim-rezim tersebut tidak tahan dengan gempuran, maka mereka melakukan taktik konsesi. Dengan cara mengubah perilaku atau mengambil tindakan yang bias dikesankan menghormati HAM dengan cara member konsesi tertentu pada kekuatan-kekuatan internal yang

14Ibid. hlm 7-8

(26)

melawannya. Biasanya juga rezim-rezim bersangkutan memberi konsesi- konsesi tertentu pada kekuatan eksternal yang menekannya.

4. Rezim-rezim anti HAM tiba-tiba menjadikan norma-norma HAM sebagai terapi sosial. Rezim-rezim inui menerima norma-norma HAM sebagai bagian integral dari kebijkan mereka dan menjadikannya landasan huku,.

Maka, instrument-instrumen hukum internasional mengenai HAM, diratifikasi dan dijadikan hukum nasional. Malah berbagai bentuk institusi didirikan untuk kepentingan HAM. Semua ini masih kontradiksi dengan realitas yang ada. HAM belum juga dipraktikkan secara sempurna.15 Bila kita tarik garis kebelakang, sebenarnya dimulai seteah Perang Dunia II dan lahirnya berbagai intrumen hukum internasioanl mengenai HAM.

Piagam PBB, khususnya pasal 55 telah member mandate kepada setiap Negara anggota PBB untuk mempromosikan dan melaksanakan prinsip- prinsip HAM fundamental tanpa melakukan diskriminasi berdasarkan ras, etnikm jenis kelamin, agama, dan bahasa.

F. Metode Penulisan

Metode penelitian adalah suatu cara atau usaha bersifat sistematis dan objektif untuk memperoleh keterangan yang teliti. Sebagaimana suatu tulisan yang bersifat ilmiah dan untuk mendapatkan data yang relevan dengan tujuan penulisannya maka penulis berusaha semaksimal mungkin untuk mengumpulkan bahan-bahan dalam penulisan skripsi ini.

15Ibid, hlm 8-9

(27)

19

1. Jenis Penelitian

Adapun jenis dari penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian hukum normative ( legal research), yakni mengacu pada berbagai norma hukum, dalam hal ini adalah hukum internasional yang terdapat pada berbagai sumber dan perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia bagi perempuan di masa perang suriah serta mengenai hukum perang dalam kaitannya untuk menegakkan hak asasi manusia dalam perang.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam bentuk umum dikenal ada dua teknik pengumpulan data yaitu : a. L ibrary Research (Studi Kepustakaan)

yaitu pengumpulan data-data melalui bahan buku, karangan ilmiah, media massa, majalah ditambah dnegan media elektronik yaitu televisi yang berhubungan dengan judul skripsi ini.

b. Field Research (Studi Lapangan)

yaitu melakukan penelitian imiah melalui wawancara, observasi dan lain-lain. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengumpulkan data melalui metode Library Research (Studi Kepustakaan)

3. Sumber Data Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu produk-produk hukum erupa konvensi-konvensi internasional seperti Konvensi Jenewa 1949 tentang perlindungan warga sipil di

(28)

waktu perang terutama perlindungan terhadap perempuan. Protokol Tambahan tahun 1977, The Universal Declarations of Human Rights tahun 1948 (Deklarasi HAM Universal), Statuta Roma 1988, serta Undang-undang No. 26 tahun 2006 Tentang Pengadilan HAM.

b. Bahan Hukum Skunder

Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku yang membahas hak asasi manusia, tindak pidana internasional, buku-buku yang membahas perang saudara di Suriah, Jurnal-jurnal, majalah-majalah, surat kabar dan internet seperti www.google.comdan www.wikipedia.com

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan hukum yang member penjelasan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa Kamus Hukum, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

4. Analisis Data

Data primer yang diperoleh dari lapangan, data sekunder, dan data tersier, terhadap data tersebut selanjutnya dilakukan pengolahan data yakni kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis yang selanjutnya akan dianalisis secara kualitatif yang lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif dimana data kualitatif merupakan data yang lebih banyak berupa narasi, cerita da dokumen tertulis.

(29)

21

G. Sistematika Penulisan

Secara keseluruhan penulisan ini terbagi menjadi lima bab dimana tiap- tiap bab akan dijabarkan lebih lanjut lewat sub-sub dan apabila dibutuhkan penjelasan lebih lanjut maka sub bab tersebut akan dibagi kembali dengan sub-sub bab. Selain itu terdapat pula bagian khusus untuk lampiran yang berguna untuk menunjang kesahan keterangan yang disampaikan dalam penulisan ini.

BAB I : PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini merupakan bab pengantar yang akan mengantarkanpenulis dalam pembahasan bab-bab berikutnya.

Dalam bab pendahuluan ini memeuat beberapa sub bab yaitu : latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TERHADAP PELANGGARAN HAK- HAKASASI MANUSIA YANG MENJADI KORBAN

PERANG DILIHATDARI ASPEK HUKUM

INTERNASIONAL

Dalam BAB kedua ini penulis akan menguraikan tentang background adanya hak-hak asasi manusia yang diakui secara universal. Dimana bab kedua ini terdiri dari beberapa sub bab yaitu : hak asasi manusia menurut hukum internasional, Pelanggaran HAM Berat Dalam Hukum Internasional serta perkembangan hak asasi manusia bagi kaum perempuan

(30)

menurut hukum internsional, bentuk-bentuk pelanggaran atau diskriminasi terhadap perempuan dalam konflik peperangan.

BAB III : BEBERAPA BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KORBAN PERANG

Dalam bab ke tiga ini penulis menguraikan tentang Hubungan antara Perang dengan Hukum internasional, serta penulis juga membahas tentang beberapa masalah kejahatan terhadap perempuan di waktu perang, serta penulis juga memaparkan kondisi perempuan yang menjadi korban perang

BAB IV : PELANGGARAN HAK ASASI TERHADAP PEREMPUAN YANG TERJADI PADA KONFLIK BERSENJATA DI SURIAH

Didalam bab ke 4 ini penulis membahas tentang latar belakang konflik perang Suriah, lalu penulis juga membahas tentang keadaan yang terjadi pada perempuan yang menjadi korban perang suriah, serta penulis juga memaparkan tentang perangkat hukum internasional dalam menangani kasus-kasus kejahatan pada perempuan di waktu perang

BAB V : PENUTUP

Didalam bab ke 5 ini berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran yang mungkin berguna dan dapat dipergunakan untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini.

(31)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP PELANGGARAN HAK-HAK ASASI MANUSIA YANG MENJADI KORBAN PERANG DILIHAT DARI ASPEK

HUKUM INTERNASIONAL

A. Hak Asasi Manusia Menurut Hukum Internasional

Pieter van Dijk memberikan penjelasan bahwa hak asasi manusia, sebagai bagian dari hukum internasional, paling tidak dimulai dari pengakuan hukum humaniter, yang bertujuan memberikan jaminan penghormatan terhadap manusia serta membatasi kerugian dan penderitaan manusia akibat peperangan. Menurut dijk, paling tidak ada 2 jenis hukum perang humaniter. Pertama, hukum perang dalam arti luas, mencakup semua norma internasional berkaitan dengan konflik bersenjata, dapat dikelompokkan dalam dua klasifikasi utama, yakni : (1) hukum tentang tata cara berperang ( conduct of war) dan (2) hukum perang humaniter dalam ar4ti sebenarnya. Selanjutnya, yang kedua hukum humaniter uang bertujuan memelihara perdamaian, menurut Dijk, mengutip Jean pictet, masih belum secara tegas mengklasifikasikan norma-nora internasional yang dapat dimasukkan ke dalam kategori hukum humaniter yang bertujuan melarng kekerasan dan perang sebagai sarana menyelesaikan konflik 16

Dari jaminan-jamina hak asasi dan kebebesan-kebebasan fundamental, yang di muat dalam hukum humaniter tersebut, muncul hukum tertulis yang secara khusus memberikan perhatian kepada hak dan kepentingan pribadi dan

16P. Van Dijk dalam edisi buku sebelumya, Mr. Pieter Van Dijk. “Hukum Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia” dalam Adnan buyung Nasuition , et.al (eds). Burhan Tsany dan S.Maimoen (penerjemah). 2001. Insrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia Edisi ke- 2. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, hlm . 3-57

(32)

kelompok, dengan tujuan utama mempromosikan (to promote), menghormati (to respect), melindungi (to protect) , serta memfasilitasi (to facilitate) dan menyediakan (to provide) pemenuhan (fulfillment) hak asasi manusia. Hukum internasional tentang hak asasi manusia ini, tidak saja berlaku di saat damai, melainkan juga tetap berlaku dalam situasi perang dan konflik perang..

Secara singkat, Karel Vasak, membagi 3 fase perkembangan hukum internasioanl hak asasi manusia, menurutya, hak asasi manusia generasi pertama, merupakan hukum yang berkaitan dengan hakphak sipil dan politik (Sipol), selanjutnya generasi kedua berkaitan dengan catalog-katalohg hak-hak ekonomi sosial dan budaya (Ekosob). vasak memperkenalkan, apa yang disebutnya hak asasi generasi ketiga, yakni hak-hak kolektivitas yang dimiliki sebuah bangsa, seperti menentukan nasib sendiri, perdamaaian dan seterusnya. Dijk sendiri pengeritik pembagian generasi semacam ini, karena mengandaikan, hak asasi dalam generasi yanag satu lebih dulu muncul ketimbang hak asasi dalam generasi yang berikutnya17

Dilihat dari aspek perkembangan sejarah konsepsi hak asasi manusia yang dirumuskan secara normative dan eksplisit, dimulai pada abad ke-18. Namun demikian, pada dasarnya prinsip-prinsip hak asasi manusia sudah ada dan dihidupi sejak lama. Prinsip-prinsip persamaan manusia, penghargaan terhadap hak milik misalnya, jauh hari sudah dimuat dalam kitab perjanjian lama, Al-qur’an dan kitab agama-agama lainnya. Meskirpun pengertian “hak-hak asasi manusia” baru dirumuskan secara eksplisit di abad ke-18, asal mula pendapat dari segi hukum kodrat dalam periode 600 sampai dengan 400 Sebelum Masehi. Walaupun dalam

17 Ibid, hlm 10

(33)

25

praktiknya masih terjadi bentuk-bentuk perbudakan, para filsuf Yunani kuno dan Romawi, sudah meletakkan dasar-dasar filsafat hukum untuk persamaan manusia.

Perang dunia I dan II TELAH mengubah sejarah umat manusia, di mana pada masa itu banyak terjadi pelanggaran HAMsehingga menggugah hati Presiden Amerika Serikat, Woodrow Wilson untuk mendirikan Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Meskipun demikian Amerika Serikat sendiri tidak peranah bergabung dengan organisasi ini.

Liga bangsa-bangsa adalah sebuah organisasi internasional yang didirikan setelah konfrensi Perdamaian Paris 1919, tepatnya pada tanggal 10 januari 1920.

Fungsi utamanya adalah melucuti senjata, mencegah perang melalui keamanan kolektif, menyelesaikan pertententangan antara negara-negara melalui negosiasi dan diplomasi, serta memperbaiki kesejahteraan kehidupan global. Tujuan LBB ini adalah juga untuk menegakkan HAM Pasca Perang Dunia I. Sejumlah 42 negara menjadi anggota saat LBB didirikan. 23 diantaranya tetap bertahan sebagai anggota hingga LBB dibubarkan pada tahun 1946.

LBB tidakmemiliki angkatan bersenjata dan hanya bergantung pada kekuatan internasional untuk menjaga agar resolusi-resolusinya dipatuhi.

Meskipun awalnya menunjukkan keberhasilan dalam menjalankan tugasnya LBB akhirnya gagal mencegah berbagai serangan yang dilakukan kekuatan Poros pada tahun 1903. Terjadinya Perang Dunia II kembali memperjelas keadaan LBB telah gagal dalamtugasnya untuk mencegah pecahnya perang. Dan di dalam Perang Dunia II peanggaran HAM juga lebih banyak dibandingkan sewaktu Perang Dunia I. Sehingga pada tanggal 18 april 1946 LBB resmi diubarkan18

18http;//id.wikipedia.org/wiki/Liga Bangsa-Bangsa. Diakses pada tanggal 21 januari 2017.

(34)

Liga Bangsa-Bangsa (LBB) dianggap gagal mencegah meletusnya Perang Dunia II pada Tahun 1939-194519 untuk mencegah perang dunia ketiga yang mana tidak diinginkan oelh seluruh umat manusia, maka pada tahun 1945 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan untuk menggantikan LBB. Yang gagal dalam memelihara perdamaian internasional dan menigkatkan kerjasaama dalam memecahkan masalah ekonomi, sosial, dan kemanusiaan internasional. Di mana banyak pelanggran HAM mulai dari tigkat yang paling tinggi sampai yang palig berat pada Perang Dunia II.

Rencana konkrit untuk organisasi dunia ini dimulai di bawah Departement Luar Negeri AS pada Tahun 1939. Freanklin D. Rosesevelt dipercaya sebagai orang yang pertaama menciptakan istilah “United Nations” atau Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai istilah untuk menggambarkan negara-negara saekutu.

Istilah ini pertama kali digunakan secara resmi pada tanggal 1 januari 1942, ketika 26 pemerintah menandatangani Piagam Atlantik, dimana masing-masing negara berjanji untuk melanjutkan usaha persng.

Pada tanggal 25 April 1945, Konfrensi PBB tentang Organisasi Internasional dimulai di San Fransisco yang dihadiri oleh 50 pemerintah dan sejumlah anggota non-pemerintah yang terlibat dalam sejumlah penyusunan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. PBB resmi dibentuk pada 25 oktober 1945.

PBB memiliki lima anggota tetap yang memiliki hak veto yaitu Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Cina, dan Rusia20

Ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan Piagam PBB salah satunya adalah untuk menegaskan kembvali dasar-dasar hak asasi manusia, dalam

19http;//id.wikipedia.org/wiki/Perang_Dunia II. Diakses pada tanggal 21 januari 2017

20http;//id.wikipedia.org/wiki/Perserkatan-Bangsa-bangsa. Diakses pada tanggal 21januari 2017

(35)

27

kesamaan hak antara pria dan wanita, serta antara bangsa besar dan kecil. Didalam buku Dokumen-dokumen Pokok Mengenai Hak Asasi Manusia yang disunting oleh Ian Brownlie memuat tujuan PBB Mengenai Hak Asasi yang terdapat dalam pasal 1 :

Tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah :

1. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional, dan demi tujuan itu;

mengambil tindakan bersama yang efektif untuk mencegah dan menghilangkan ancaman bagi perdamaian, dan untuk menyelenggarakannya degan cara damai dan dilakukan yang selaras dengan prinsp-prinsip keadilan hukum internasional, penyesuaian atau penyelesaian perselisihan internasional atau situssi yang mungkin menyebabkan pelanggaran perdamaian;

2. Mengembangkan hubungan yang bersahabat antara bangsa-bangsa berdasarkan penghormatan pada prinsip persamaan hak dan hak suatu bangsa menentukan nasibnya sendiri, serta untuk mengambil tindakan yang sesuai guna memperkuat perdamaian dunia;

3. untuk mencapai kerjasama internasional dalam menyelesaikan masalah-maslah internasional mengenai perekonomian, sosial, budaya, atau besifat memperjuangkan kesejahteraan umat manusia, dan dalam mengembangkan serta meningkatkan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, dan untuk kebebasan yang mendasar bagi semuanya tanpa perbedaan seperti ras, jenis kelamin, atau agama; dan

4. menjadi suatu pusat untuk menyelaraskan tindakan bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan bersama ini.21

21Ian Brownlie, Dokumen –Dokumen Hak-Hak asasi manusia, Universitas Indonesia, Jakarta. Hlm 4

(36)

Dari tujuan-tujuan didirikannya PBB maka jelaslah bahwa organisasi Internasional ini sangat memperjuangkan HAM. Hal ini ikut ditambah dengan pendirian Mahkamah Kriminal untuk mengadili penjahat Perang Dunia II di Tokyo dan Nurenberg untuk pertama kalinya,

Rujukan terhadap hak-hak asasi manuia dalam Piagam Perserikatan Bngsa-Bangsa yang tercantum dalam Pasal 1, 55, 56, 62, 68 dan 78 memberikan dasar bagi pengembangan kandungan buku dan perlengkapannya bagi pelaksanaan perlindungan Hak-hak asasi manusia.22 Didalam bukunya Hamid Awaluddin mengatakan bahwa kaitan Piagam PBB dan DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) 1948 lainnya dapat dilihat pada pasal 62 ayat 2 dan 3, pasal 68 dan pasal 76 Piagam PBB. Semua itu mengacu pada penciptaan kondisi dunia secara damai sehingga HAM bias dijalankan secara penuh.

Dalam deklarasi Universal HAM tahun 1948 atau The Universal Declaration of Human Rights (UDHR) Ini ada dua tema besar yang dirangkum, yakni hak-hak sipil dan politik yang meliputu : hak atas perlindungan individual dari kesewenang-wenangan negara, misalnya hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanaan individu, hak utuk tidak di siska, hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif, hak untuk tidak ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang., hak untuk memperoleh peradilan yangbebas dan adil, hak untuk tidak dinyatakan bersalah sehingga ada keputusan pengadilan, hak untuk privasi, hak untuk memiliki kebebasan, hak untuk mengajukan pendapat dan berekspresi, hak untuk berserikat dan sebagainya 23

22Ibid, hlm 26.

23Hamid awaludin, Op. Cit. hlm 142

(37)

29

Sementara hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya menyangkut hak memperoleh lapangan kerja, hak untuk memperoleh jaminan sosial untuk membentuk dan menjadi anggota serikat buruh, hak untuk beristirahat, hak untuk untuk memenuhi kehidupan yang memenuhi standar minimal kesehatan, hak untuk memperoleh penidikan, hak untuk memiliki kebudayaan dan sebagainya.24

Menguti pendapat Hamid Awaludin bahwa Deklarasi HAM Universal tahun 1948 sesungguhnya mengandung tiga prinsip, yakni :

1. Prinsip Ownership (kepemilikan). Prinsip ini jelas terumus bahwa HAM adalah milik tiap orang dan semua orang tanpa memandang siapa dia.Prinsip kepemilikan ini secara gamblang ditegaskan bahwa we the peoples, adalah etnis yang memiliki hak asasi manusia. Disini dengan jelas pula bias dikatakan bahwa hak pemberian kasihan dari negara kepada tiap orang. Hak ini ada karena adalah manusia.

2. Prinsip obligation yang mewajibkan negara untuk secara aktif memperoleh dan melindungi hak-hak untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak yang dimiliki pribaipribadi dan komunitas dunia.

3. prinsip ketiga adalah integration yang menyatakan bahwa HAM tidak mengenai tingkatan atau hirarkis. Maksudnya adalah, HAM satu tidak boleh dianggap lbih penting daripada HAM lainnya. HAM adalah sebuah konsep, norma dan patron yang menyeluruh dan saling terkait satu sama lain. Dalam perspektif ini, HAM adalah sebuah totalitas yan menyeluruh dan besifat universal.

24Ibid, hlm 143

(38)

Itulah sebabnya, mengapa semua rumusan normative yangada dalam deklarasi ini, tidak peranh kita jumpai kata unless atau except untuk membatasi atau memberipembenaran untuk mlaksanakan sesuatu. Tidak ada misalnya rumusan yang menyatakan kecuali wanita atau suku terasing, maka…. Ini menunjukkan bahwa rumusan-rumusan ini berlaku secara universal.25

Bila kita melihat secara jeli, UDHR ini membawa dua tema besar yang menjadi prinsip utama kehidupan umat manusia bermartabat, yaitu prinsip kebebasa dan pesamaan. Kebebasan dan persamaan selalu berjalan seiring dan searah. Itulah sebabnya adalah : All humans beings are born free and equal in dignity and rights. Prinsip ini kemudaian membawa kita kepada prinsip equal before the law

Hubungan antara kebebasan dan persamaan bukanlah hubungan hirarkies, dalam pengertian yang , satu lebih penting daripada yang lain. Kebebasan dan persamaan saling menopang. Dengan kebebasanlah sehingga persamaan bias diraih. Dan dengan persamaan pulalah sehingga kita bias memiliki kebebasan.

Karena tanpa kebebasan ,manusia tidak akan dapat berkarya dan berekspresi.

Pada tanggal 25 juni 1993, di Kota Wina, Austria, umat manusia yang mewakili negara, kembali memberi penegasan sikap dan prinsip mengenai HAM.

dalam konfrensi nasional tersebut wail-wakil negara telah mengadopsi prinsip- prinsip HAM secara konsesnsus yang tidak tesentuh sebelumnya. Di mana konfrensi ini selanjutnya dikenal dngan nama Konfrensi Wina yang menghasilkan komitmen bersama dalam pelaksanaan perlindungan HAM di seluruh dunia sesuai dengan UDHR dan instrument lain yang kaitanya dengan HAM dan hukum

25Hamid Awaudin, Op Cit. hlm 143-144

(39)

31

internasional.26 Sampai sat ini hak asasi manusia menjadi perhatian setiap negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia.

Penerapan hukum kebiasaan internasional dalam kejahatan/pelanggaran HAM, terutama pelaggaran HAM berat menjadi lengkap kalau dikaitkan dengan sumber keempat, prinsip-prinsip hukum umum yang diakui bangsa beradab, deikian pandangan William schabas (komnas HAM, 2002). Hal ini akan mempermudah menjerat para penjahat HAM yang dilakukan jauh sebelum berlakunya onvensi internasional HAM, sebelum pembentukan pengadilan criminal internasional, sebagaimana amanat Statuta Rhoma 1998. Hal ini terkait dengan pelanggaan HAM berat, misalnya di Kampuchea, eks Yugoslavia, Rwanda, dan dibelahan dunia lainnyha, di mana kekejaman manusia terhadap manusia lain sudah benar-benar diluar batas perikemanusiaan. Hal ini membangkitkan pemikiran perlunya asas retroaktivitas dan tanggung jawab komando dikaji atau diterapkan asas tersebut. Dengan demikian, diharapkan substansi/ide hukum kebiasaan dapat membantu meluruskan bahkan ikut mempercepat proses pelaksanaan satu keputusan yang diambil oleh badan peradilan, baik tingkat nasional maupun internasional ataupun oleh bdan-badan negara lainnya. Karena itu fungsi hukum kebiasaan internasional dapat melengkapi ketentuan hukum tertulis yang ada.

Negara beradab adalah negara cinta damai dan menghormati HAM. HAM menjadi salah satu garis politik dan menjadi salah satu variable utama didalam mengambil kebijaksanaan pemerintah. Dengan demikian, semua anggota PBB dianggap beradab manakala telah menaati Piagam PBB. Dengan kata lain, negara

26Mahrus Ali dan Syarif Hidayat, Penyelesaian Pelanggaran HAM berat In Court System and Out Court System, Gramata Publishing, Jakarta,2011, hlm 5

(40)

cinta damai (love peace nations) adalah beradab, bukan negara harus perang dan menghormati HAM. Dilihat dari sisi ini, pada prisnipnya semua negara dapat member sumbangan pemikiran untuk memperkaya prinsip hukum umum yang sudh ada. Sehubungan dengan itu, disamping ada negara cinta damai (golongan pacifitsts) terdapat pula golongan tersebut sulit bertemu “…militarist look on war as inevitable, as a natural expression of man’s aggressive instinct, as a necessary element in a nation’s growth and as a normal means by which it plays its role in history. Pacifists think that violence and bloodshed, whatever tendencies man may have to ward indulging his fighting, instinct, are so wrong in themselves that to use them even for defense is to use an evil means for good end..” (1972:394)

Asas/ prinsip hukum umum yang memuat nilai-nilai moral yag leluhur, agung dan relative abadi perlu dieliti terus.

B. Pelanggaran HAM berat Dlam Hukum Internasional 1. Tindak Pidana Internasional

Sebelum membahas mengenai tindak pidana internasional, maka terlebih dahulu diketahui pengertian tindak pidana internasional. Di dalam bukunya mengenai tindak pidana internasional, Oentoeng Wahjoe engatakan bahwa definisi dari tindak pidana internasional dapat ditemukan dalam putusan Peradilan Tindak Pidana Perang di Amerika Serikat dalam kasus Hostages, yang menyatakan sebagai berikut :

“An International crime is such an act universally recognized as a criminal which is considered a grave matter of international and for some valid reason cannot be

(41)

33

left within the exclusive jurisdiction of the state, that would have control over it under normal circumstance”

Makna dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tindak pidana internasional adalah suatu tindakan secara universal diakui sebagai suatu tindak pidana, pengakuan secara internasional itu disebabkan karena tindak pidana tersebut merupakan persoalan yang sangat besar dan menjadi perhatian masyarakat internasional. Dengan demikian, terhadap tindak pidana ini hanya tuduk pada yurisdiksi negara tertentu saja, tetapi dapat tunduk pada yurisdiksi semua negara atau dapat diterapkan secara universal27

Oentoeng wahjoe juga mengutip pendapat Bassiouni yang telah melakukan penelitian terlebih dari 315 konvensi internsional yang mengatur tentang tindak pidana internasional, yang lahir antara tahun 1815-Mei 1996. Dari hasil penelitian tersebut, Bassiouni berpendapat bahwa suatu perbuatan melawan hukum internsional dpat dikualifikasikan sebagai tindak pidana internasional apabila memenuhi 3 faktor, yaitu :

1. Perbuatan melanggar kepentingan internasional yang sangat signifikan;

2. Perbuatan melanggar nilai-nilai bersama masyarakat dunia;

3. Perbuatan itu menyangkut lebih dari satu negara atau melintasi batas-batas wilayah negara, baik itu karena pelaku, korban, maupun perbuatannya sendiri28

Pasal 19 Draf Articles membedakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh negara yaitu delik internsional dan tindak pidana internasional.

Konsep perbedaan kedua perbuatan melawan hukum internasional menjadi crimes

27Oentoeng Wahjoe. Hukum Pidana Internasional. Erlangga, Jakarta 2011. Hlm 27

28Ibid, hlm 27

(42)

dan delicts tersebut dibuat dalam rangka membedakan kualitas perbuatan melawan hukum internsional. Sebagaimana dicontohkan dalam perdebatan di ILC (International Law Commission) bahwa pelanggaran terhadap kedaulatan negara du ruang udara akan berbeda dengan tindakan genosida. Kedua perbandingan perbuatan melawan hukum tersebut memberikan gambaran tentang adanya perbedaan antara crimes dan delicts 29

Dengan demkian, perbuatan melawan hukum yang melanggar ketertiban masyarakat internawsional secara fundamental berbeda dengan delik biasa bukan pelanggaran terhadap masyarakat internasional yang terdiri dari negara-negara merdeka, berdaulat, dan sama derajatnya serta berdasarkan tertib hukum yang koordinatif. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tindak pidana internasional adalah tindak pidana yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Berkaitan dengan persyaratan tindak pidana internasional, Bassiouni memberikan 3 persyaratan :

a. Memiliki unsure Internasional

Yang dimaksud dengan memiliki unsure internasional adalah kejahatan tersebut dapat mengancam, baik secara langsung maupun tidak langsung, perdamaian dan keamanan manusia secara keseluruhan. Selain itu pula, kejahatan tersebut diakui ebagai perbuatan menggoncangkan hati nurani umat manusia atau melanggar nilai-nilai umat manusia.

b. Memiliki unsure keharusan

unsure ini dimaksud dalam rangka pemberantasan dan penegakan hukum pidana internasional, diperlukan kerja sama internasional. Kerja sama tersebut

29Ibid, hlm 28

(43)

35

dikarenakan kejahatan tersebut sudah menjadi delicto jus gentium oleh karena itu terhadap kejahatan tersebut semua negara berhak dan berkewajiban menangkap, menahan, dan menuntut serta mengadili pelaku kejahatan di mana pun tindak pidana itu dilakukan30

2. Tindak Pidana Terhadap Kemanusiaan

Pengertian tindak pidana keanusiaan (crime against humanity) Pasal 7 Statuta Roma menetapkan bahwa tindak pidana terhadap kemanuisaan merupakan salah satu atau lebih dari beberapa perbuatan dan meluas yang langsung ditujukan kepada penduduk sipil yang meliputi pembunuhan, pembasmian, pembudakan, deportasi atau pemindahan penduduk secara paksa, pegurangan atau pencabutan kemerdekaan fisik secara sewenang-wenang dan melanggar aturan-aturan dasar hukum internasional, penyiksaan, pemerkosaan, perbudakan seksual, pelecuran secara paksa, atau berbagai kekerasan seksual lainnya, penindasan sebagai suatu kelompok yang dikenal atau terhadap suatu keompok politik, ras, bangsa, etnis, budaya, agama, gender, atau kelompok lainnya yang secara universal tidak diperbolehkan oleh hukum internasional31

Dengan demikian, tindak pidana terhadap kemanusiaan dapat dilakukan denganberbagai bentuk tindak pidana lainnya. Yang dilakukan secara sistematis dan langsung membuat penderita baik secara fisik maupun mental, ataupun terbunuhnya manusia yang bertentangan dengan peradaban manusia serta melanggar prinsip-prinsip hukum internasional. Tindak pidana ini pertama kali ditetapkan pada putusan Nurenberg Trials 1946 dan merupakan konsep tindak

30Ibid, hlm 30-31

31Ibid, hlm 55

Referensi

Dokumen terkait

3. suatu sebab yang halal. Pos Indonesia bergerak dalam bidang jasa, maka faktor yang sangat penting yang perlu di perhatikan adalah kepercayaan pengguna jasa, dimana

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian. Bahan hukum primer yang

Ketidakterlaksanaannya suatu kontrak konstruksi dapat menimbulkan perselisihan atau yang sering disebut dengan “sengketa konstruksi” diantara pihak pengguna dengan pihak

Maka dengan demikian, berdasarkan pembahasan yang dijelaskan sebagaimana yang dimaksud di atas, timbul keinginan untuk mengkaji tentang keringanan pajak sebagai bentuk insentif

Jawaban : Dalam hal ini sudah jelas disini dengan adanya penerapan klausula baku yang secara sepihak disini yang juga konsumen tidak dapat diberikan pilihan selain ikut

Maka, atas pertimbangan tersebutlah Majelis Hakim menyatkan bahwa terdakwa harus dilepaskan dari tuntutan hukum (ontslag van rechtvervolging). Dari pemaparan

Bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK” sebagaimana yang didakwakan

Menimbang, bahwa menurut hemat hakim, pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum adalah merupakan hal yang refresif akibat perbuatan yang dilakukan karena