• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB PT. POS INDONESIA TERHADAP KONSUMEN DALAM PENGIRIMAN BARANG YANG HILANG DAN

MENYEBABKAN KERUSAKAN PADA BARANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

(Studi Kasus Pada Kantor Pos Pusat Medan)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh:

NANDA ZAHARA MANDRY 130200563

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA (BW)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 (Studi Kasus Pada Kantor Pos Pusat Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

NANDA ZAHARA MANDRY NIM:130200563

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA (BW)

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Perdata

Prof. Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum NIP. 196603031985081001 NIP.196602021961032002

(3)

Tanggung Jawab PT. Pos Indonesia Terhadap Konsumen Dalam Pengiriman Barang Yang Hilang Dan Menyebabkan Kerusakan Pada Barang Menurut

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Studi Kasus Pada Kantor Pos Pusat Medan)

ABSTRAK

Nanda Zahara Mandry Hasim Purba 

Rosnidar Sembiring

Banyaknya perusahaan yang bergerak dibidang jasa pengiriman barang ini karena semakin banyaknya konsumen yang membutuhkan jasa pengiriman barang. Dalam melaksanakan kewajibannya, PT. Pos Indonesia berusaha memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen. Akan tetapi dalam kenyataannya tetap ada pelaksanaan pelayanan pos yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan.Semakin banyaknya konsumen yang mengirim barang semakin besar juga kemungkinan terjadinya permasalahan didalamnya, seperti kerusakan dan kehilangan barang, dan ketika permasalahan itu terjadi apa dan bagaimana sebenarnya bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh jasa pengiriman kepada konsumen. Untuk itu dibuatlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang dapat melindungi hak-hak konsumen.

Didalam skripsi ini penulis mendapatkan 3 permasalahan didalamnya yaitu, bagaimanakah bentuk tanggung jawab Kantor Pos Pusat Medan terhadap konsumen jika barang yang dikirim hilang atau rusak, Perlindungan hukum yang diberikan Kantor Pos Pusat Medan terhadap konsumen, dan yang terakhir adalah bagaimana cara menyelesaikan perselisihan antara Kantor Pos Pusat Medan dengan konsumen jika konsumen merasa dirugikan. Metode penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan empiris. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier serta data primer dengan melakukan studi lapangan di Kantor Pos Pusat Medan. Metode analisa data yang digunakan adalah metode kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dari pihak Kantor Pos Pusat Medan.

Kesimpulan yang dapat ditarik dalam skripsi ini adalah bentuk perlindungan hukum dan tanggung jawab Kantor Pos Pusat Medan jika mengalami malasah kerusakan, kehilangan dalam pengiriman barang. Untuk menyelesaikan masalah ini Kantor Pos Pusat Medan akan mengganti rugi barang tersebut dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Bentuk tanggung jawab itu sudah mengikuti Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen khususnya dalam pasal 7. Jika ada perselisihan antara Kantor Pos Pusat Medan dengan konsumen, maka akan diselesaikan dengan cara musyawarah antara kedua belah pihak.

) Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

) Pembimbing I

) Pembimbing II

(4)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdullilah penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “TANGGUNG JAWAB PT. POS INDONESIA TERHADAP KONSUMEN DALAM PENGIRIMAN BARANG YANG HILANG DAN MENYEBABKAN KERUSAKAN PADA BARANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 (Studi Kasus Pada Kantor Pos Pusat Medan)”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis menyadari bahwa yang disajikan dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, untuk itu penulis mengharapakan saran dan kritik yang sifatnya membangun sehingga dapat menjadi perbaikan dimasa yang akan datang.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak baik secara moril maupun materil, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas masukan, nasihat, bimbingan, terhadap penulisan serta bantuan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

(5)

5. Para Dosen, serta staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa mendidik dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepada Orangtua yang sangat penulis sayangi dan cintai selamanya, Ayahanda H. Hendry Mandry dan Ibunda Milfa Yetti yang tiada henti memberikan kasih sayangnya, dukungan, semangat dan doa serta nasihat kepada penulis selama penulis berkuliah dan bisa menyelesaikan skripsi ini. Semoga selalu sehat dan bahagia di dalam hidupnya, Amin.

7. Kepada saudara-saudara penulis tersayang Andrea Ardilla Mandry SE, Juanna Indha Fristy Mandry S.pd, Siti Vanny Mandry SP dan Salsabila Mandry, yang selalu ada, telah menghibur dan memberikan dukungan kepada penulis serta memberikan motivasi kepada penulis.

8. Kepada sepupu-sepupu penulis Rahmad Juanda, Mhd. Iqbal, May sharah, Garin Prasetyo, Fardillah harsyah, Ilsa Shafira atas dukungan dan doa yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada Endra Rahmadan yang selalu memberikan semangat, masukan, kritikan serta doa untuk penulis dalam mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas semangat yang engkau berikan.

10. Kepada Sahabat-Sahabat penulis Tria Noverisa, Anggita, Gladys, Memed, Mita Afryanti, T. Fairuz, Andre Botem, Desita Muzdalifah, Liza Dwi, Maher syalal, Puput, dan semua teman-teman Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang sejak awal masuk kuliah hingga sekarang selalu bersama-sama berjuang untuk sukses dalam kuliah dan masa depan.

Terima kasih atas kebersamaan yang terjalin bersama kalian di perkuliahan. Semoga apa yang kita cita-citakan terwujud,amin.

.

Medan, Januari 2017 Penulis ,

Nanda Zahara Mandry (130200563)

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan... 9

E. Keaslihan Penulisan ... 9

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Perlindungan Konsumen ... 15

1. Pengertian Konsumen ... 15

2. Hak dan Kewajiban Konsumen ... 19

3. Asas Perlindungan Konsumen ... 24

4. Tujuan Perlindungan Konsumen... 27

B. Pelaku Usaha ... 31

1. Pengertian Pelaku Usaha ... 31

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ... 32

3. Larangan Bagi Pelaku Usaha ... 35

4. Tanggung Jawab Pelaku Usaha ... 38

(7)

BAB III PT. POS INDONESIA SEBAGAI PERUSAHAAN BERBADAN HUKUM

A. Tinjauan Umum Tentang PT. Pos Indonesia ... 46

1. Sejarah PT. Pos Indonesia ... 46

2. Visi, Misi dan Tujuan PT. Pos Indonesia ... 52

B. PT. Pos Indonesia Sebagai Perusahaan Berbadan Hukum ... 55

1. PT. Pos Indonesia Sebagai Pelaku Usaha ... 55

2. PT. Pos Indonesia Sebagai Perusahaan Berbadan Hukum ... 60

3. Tugas dan Tanggung Jawab PT. Pos Indonesia ... 62

BAB IV TANGGUNG JAWAB PT. POS INDONESIA TERHADAP KONSUMEN DALAM PENGIRIMAN BARANG YANG HILANG DAN MENYEBABKAN KERUSAKAN PADA BARANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 (Studi Kasus Pada Kantor Pos Pusat Medan) A. Tanggung Jawab PT. Pos Indonesia Terhadap Konsumen Akibat Kelalaian Dalam Pengiriman Barang Yang Menyebabkan Hilang Dan Rusaknya Barang ... 64

B. Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa PT. Pos Indonesia Dalam Pengiriman Barang Yang Hilang Dan Rusak ... 68

C. Penyelesaian Perselisihan Akibat Kelalaian PT. Pos Indonesia Terhadap Konsumen Dalam Pengiriman Barang ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76

(8)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan dan perkembangan dunia yang sangat pesat ditandai dengan arus globalisasi disegala bidang yang membawa dampak cukup pesat dalam perkembangan perekonomian kehidupan masyarakat di Indonesia. Pembangungan dan perkembangan perekonomian telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi dan dinikmati keberadaannya. Dengan kemajuan era globalisasi dimasa sekarang yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi bartas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa tersebut dapat dinikmati sebagai suatu kebutuhan hidup.

Salah satu kebutuhan hidup yang tidak kalah penting dalam era globalisasi sekarang ini adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk di Indonesia yang menggunakan jasa pengiriman untuk mengirim barang dari tempat yang jauh membuat jasa pengiriman barang sangatlah dibutuhkan pada masa sekarang.

Berdasarkan kenyataan tersebut banyak bermunculan jasa pengiriman barang di Indonesia. Ada jasa pengiriman barang swasta dan jasa pengiriman barang pemerintah dari dahulu sampai sekarang hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero).

PT. Pos Indonesia adalah Perusahaan BUMN yang pertama dibentuk di Batavia (sekarang jakarta) oleh Gubernur Jendral G.W Baron van Imhoff pada

(10)

tanggal 26 Agustus 1746 dengan tujuan untuk menjamin keamanan surat-surat penduduk, terutaman bagi mereka yang berdagang dari kantor-kantor diluar Jawa.

Sejak itulah pelayanan pos telah lahir mengemban peran dan fungsi pelayanan kepada publik.1

Penyelenggaraan PT. Pos Indonesia ditujukan sebagai pendukung pembangunan dalam pengiriman barang dengan memberikan pelayanan yang sebaik mungkin tanpa membedakan. PT. Pos Indonesia merupakan perusahaan yang besar dalam pelayanan jasa pengiriman barang di Indonesia.

PT. Pos Indonesia sudah berdiri lama dan sekarang merupakan jaringan yang vital disetiap negara. Pada dasarnya keberdaan PT. Pos Indonesia (Persero) merupakan pembangunan nasional, yaitu mempercepat pembangunan melalui pembangunan jaringan komunikasi antar daerah atau kota. Oleh karena itu penyelenggaraan Pos dijalankan oleh Negara demi kepentingan umum dan bertujuan menunjang pembangunan nasional.

Sebelum dikeluarkannya Undang-undang No. 38 Tahun 2009 Tentang Pos, Pos artinya pengantaran surat-surat, namun setelah keluarnya Undang- undang tersebut, pos merupakan lembaga umum yang bertugas sebagai layanan jasa pengiriman atau pengangkutan surat dan paket.2

PT. Pos Indonesia sebagai pelaku usaha jasa pengiriman barang tentulah berhubungan dengan konsumen yang dalam hal ini pengguna jasa pos. Maka dari itu timbul suatu perjanjian antara pos sebagai pelaku usaha dan konsumen sebagai pengguna jasa pos. Dimana konsumen wajib membayar sejumlah uang atas

1 http://www.posindonesia.co.id/index.php/profil-perusahaan/sejarah-pos diakses pada tanggal 30 Mei 2016

2 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,( Jakarta:

Djambatan 1995), hal. 82

(11)

3

pengiriman barang dan pos berkewajiban untuk menghantarkan barang tersebut sampai pada tujuannya.

Kondisi seperti ini, pada satu sisi menguntungkan konsumen, karena kebutuhan terhadap barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi dengan beragam pilihan. Namun pada sisi lain, fenomena tersebut menempatkan kedudukan konsumen berada pada posisi lemah. Karena konsumen menjadi objek aktifitas bisnis untuk meraup keuntungan yang besarnya melalui promosi dan cara penjualan yang merugikan konsumen.3

Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan yang universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya berbagai kelemahan pada konsumen sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”. Oleh karena itu, secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal juga. Mengingat lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam banyak hal misalnya dari segi ekonomi maupun pengetahuan mengingat produsenlah yang memproduksi barang, sedangkan konsumen hanya membeli produk yang telah tersedia di pasaran, maka pembahasan perlindungan konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji ulang serta masalah perlindungan konsumen ini terjadi didalam kehidupan sehari-hari.

Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan

3Zulham. 2013. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, halaman 1.

(12)

distribusi produk barang atau jasa dengan cara seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut. Untuk itu semua cara pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang berisfat negatif bahkan tidak terpuji yang berawal dari iktikad buruk. Dampak buruk yang lazim terjadi, antara lain menyangkut kualitas dari barang/jasa tersebut.

Informasi yang dibuat oleh pelaku usaha dan didapatkan oleh konsumen merupakan suatu hak bagi konsumen seperti yang sudah diatur didalam Pasal 4 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

PT. Pos Indonesia sebagai pemberi jasa kepada konsumen hendaknya memberikan pelayanan yang terbaik terhadap konsumen. Namun didalam setiap pengiriman barang tidaklah berjalan dengan mulus. Dapat terjadi beberapa hal-hal yang tidak disangka-sangka dan tidak diinginkan seperti, barang yang diterima rusak atau barang yang telah dikirim tidak sampai ketangan konsumen alias hilang. Dengan hal tersebut diatas adalah masalah sejauh mana tanggung jawab PT. Pos Indonesia kepada konsumen jika terjadi hal-hal seperti diatas tersebut.

Untuk menghindari hal-hal seperti ini Indonesia mempunyai Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 yang dimana undang-undang tersebut dipergunakan untuk melindungi konsumen dari pelaku usaha yang bersifat merugikan konsumen. Dalam pertimbangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dikatakan:4

4 M. sadar, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Jakarta: Akademia 2012), hal 55

(13)

5

(a) Bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945;

(b) Bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen;

(c) Bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globalisasi erkonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah dan keamanan barang dan/atau jasa yang diperolehnya;

(d) Bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkankembangkan sikap perilaku usaha yang bertanggung jawab;

(e) Bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di Indonesia belum memadai

(f) Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat;

(14)

(g) Bahwa untuk itu perlu dibentuk undang-undang tentang perlindungan konsumen.

Konsumen merupakan bagian tak terpisahan dari kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dengan pelaku usaha.5

Konsumen seringkali berada pada posisi yang lemah, oleh karena itu harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat. Jadi sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya.

Faktor utama yang menjadi penyebab eksploitasi terhadap konsumen sering terjadi adalah masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen atas haknya.

Oleh karena itu, keberadaan Undang-undang Perlindungan Konsumen adalah sebagai landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM) untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang bertujuan untuk membantu dan melindungi konsumen agar tidak dirugikan dalam mengkonsumsi barang dan jasa, belum sepenuhnya dapat membantu dan melindungi sebagaimana yang diharapkan.

Perlindungan Konsumen diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), didalam pasal 1 ayat 1 perlindungan konsumen adalah “ segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

5 Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi konsumen Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers 2013), hal 1

(15)

7

memberi perlindungan kepada konsumen”.6 Tetapi perlu ditegaskan bahwa adanya undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha. Oleh karena itu, ketentuan yang memberikan perlindungan kepada konsumen juga harus diimbangi dengan ketentuan yang memberikan perlindungan kepada produsen.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen justru bisa mendorong usaha yang sehat serta mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan yang ada dengan menyediakan barang dan/jasa terutama jasa pengiriman barang yang berkualitas.

Tidak jarang banyak konsumen merasa dirugikan oleh perusahaan jasa pengiriman barang karena barang yang dikirim rusak dang hilang sehingga meresahkan para konsumen. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu ditetapkan kewajiban pelaku usaha jasa pengiriman barang atas tanggung jawab dalam pengiriman barang tersebut.

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan dan hilangnya barang dalam pengiriman. Kerugian yang dialami konsumen harus dibuktikan secara benar dan pasti agar pelaku usaha dapat bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaian yang diperbuatnya. Hal ini bukan untuk membuat para pelaku usaha menjadi rugi, melainkan menjadi motivasi untuk membuat pelayanan yang lebih baik lagi kepada konsumen yang menggunakan jasa perusahaannya.

Dari uraian diatas jelaslah yang menjadi latar belakang persoalan pembahasan skripsi ini sekitar tentang tanggung jawab PT. Pos Indonesia dalam

6 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 Ayat (1)

(16)

pengiriman barang yang merugikan konsumen dengan judul ”Tanggung Jawab PT. Pos Indonesia Terhadap Konsumen Dalam Pengiriman Barang Yang Hilang Dan Menyebabkan Kerusakan Pada Barang Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Studi Kasus Pada Kantor Pos Pusat Medan)”

B. Rumusan Masalah

Setiap pelaksanaan penelitian penting diuraikan permasalahan karena dengan hal yang demikian dapat diketahui pembatasan dari pelaksanaan penelitian dan juga pembahasan yang akan dilakukan.

1. Bagaimanakah bentuk tanggung jawab PT. Pos Indonesia apabila terjadi masalah dalam pengiriman barang yang merugikan konsumen?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pengguna jasa PT. Pos Indonesia apabila barang yang dikirim hilang atau rusak?

3. Bagaimana bentuk penyelesaian sengketa yang diterapkan PT. Pos indonesia khususnya kantor pos pusat medan apabila pengiriman barang tersebut merugikan pihak konsumen?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang akan menjadi objek pembahasan dalam penelitian ini, maka tujuan yang diharapkan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab PT, Pos Indonesia dalam menanggapi keluhan konsumen dalam pengiriman barang di kantor pos pusat medan.

(17)

9

2. Untuk mengetahui apakah kantor pos pusat medan sudah memberikan perlindungan hukum sesuai dengan undang-undang perlindungan konsumen.

3. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya penyelesaian sengketa yang diterapkan antara kantor pos pusat medan dengan pengguna jasa pos di kantor pos pusat Medan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teorotis

Manfaat pembahasan dalam masalah ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum bagi konsumen terhadap tanggung jawab PT. Pos Indonesia dalam pengiriman barang.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan penjelasan kepada PT. Pos Indonesia (Persero) maupun kepada masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajiban sert tanggung jawab masing-masing.

b. Dengan penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai penambah wawasan bagi masyarakat dan PT. Pos Indonesia (Persero).

E. Keaslihan Penulisan

Judul dari penulisan skripsi ini adalah mengenai ”Tanggung Jawab PT.

Pos Indonesia Terhadap Konsumen Dalam Pengiriman Barang Yang Hilang Dan Menyebabkan Kerusakan Pada Barang Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Studi Kasus Pada Kantor Pos Pusat Medan)”

(18)

Skripsi yang dibuat oleh penulis adalah murni hasil pemikiran dan penelitian dari penulis. Setelah diperiksa di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), tidak ditemukan judul yang sama. Apabila di kemudian hari terdapat judul yang sama maka penulis bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan hal penting dalam mencapai tujuan tertentu dalam penulisan skripsi. Dimana hal ini dilakukan untuk menghindari sebuah penilaian bahwa penulisan skripsi dibuat dengan cara asal-asalan dan tanpa didukung oleh data yang lengkap. Oleh karena itu, dalam melakukan penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian dalam penulisan skripsi ini merupan jenis penelitian gabungan yaitu penelitian hukum normatif (penelitian hukum doktriner) dan penelitian hukum empiris. Yang dimaksud dengan penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum dengan cara mengkaji asas-asas hukum dan peraturan perundang-undangan. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktriner. Penelitian hukum jenis ini mengkonsepsikan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas.7

7 Zainal Asikin dan Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2004), hal 118

(19)

11

Sedangkan penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan empiris tentang hubungan hukum terhadap masyarakat, yang dilakukan dengan cara mendekati masalah yang diteleti dengan sifat hukum yang nyata atau yang sesuai dengan kehidupan yang nyata dalam masyarakat dan dihubungkan pada analisis terhadap peraturan perundang-undangan.8

Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan, yang bersifat mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang, yaitu Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer seperti pendapat para ahli yang diambil dari berbagai buku.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi kepustakaan (Library research) yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan dan sumber lainnya yang berhubungan dengan perlindungan hukum terdahadap konsumen terhadap pengiriman barang yang rusak dan hilang.

b. Studi lapangan (Field reseacrh) yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung turun kelapangan. Perolehan data ini dilakukan dengan cara

8 Bambang Suggono, Metodologi Peneltian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2005), hal 29

(20)

wawancara langsung dengan pihak Kantor Pos Pusat Medan sebagai perusahaan jasa pengiriman barang.

3. Analisis Data

Analisi data yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah menggunakan metode pendekatan kualitatif, karena tanpa menggunakan rumus statistik. Yaitu suatu analisis data yang secara jelas diuraikan ke dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh gambaran dan maksud yang jelas yang berhubungan dengan skripsi ini. Dalam skripsi ini penulis melakukan wawancara dengan pihak Kantor Pos Pusat Medan.

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab dan masing- masing bab dibagi lagi dalam beberapa sub bagian sesuai dengan kepentingan penulisan, yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisikan mengenai Latar Belakang Penulisan Skripsi, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslihan Penulisan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Yang didalamnya mengemukakan rumusan dan pengertian dari istilah yang terkait dengan judul untuk memberikan batasan dan pembahasan mengenai istilah-istilah tersebut sebagai gambaran umum dari skripsi ini.

(21)

13

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dalam bab ini mengajak pembaca untuk lebih mengerti dan memahami Tinjauan Umum Tentang Konsumen, perlindungan hukum terhadap konsumen serta asas-asa dan tujuan perlindungan konsumen. Dan juga membahasas tentang Tinjauan Umum Pelaku Usaha, hak dan kewajiban pelaku usaha, serta tanggung jawab pelaku usaha dan larangan-larangan bagi pelaku usaha.

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG PT. POS INDONESIA

Didalam bab ini membahas sekilas gambaran tentang PT. Pos indonesia. Baik itu merupakan sejarah, visi dan misi, tujuan PT.

Pos indonesia serta membahas tugas dan tanggung jawab PT. Pos Indonesia sebagai pelaku usaha yang berbadan hukum.

BAB IV : TANGGUNG JAWAB PT. POS INDONESIA TERHADAP KONSUMEN DALAM PENGIRIMAN BARANG YANG HILANG DAN MENYEBABKAN KERUSAKAN PADA BARANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 (Studi Kasus Pada Kantor Pos Pusat Medan)

Didalam bab ini menguraikan secara jelas permasalahan mengenai tanggung jawab PT. Pos Indonesia dalam pengiriman barang dan perlindungan hukum terhadap konsumen yang merasakan dirugikan serta bagaimana penyelesaian perselisihan antara PT. Pos indonesia dan konsumen.

(22)

BAB V : PENUTUP

Bab ini adalah bab terakhir yang berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran yang mungkin bergunan dan dapat dipergunakan untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini.

(23)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Konsumen

Praktis sebelum tahun 1999, hukum positif Indonesia belum mengenal istilah konsumen. Namun demikian, hukum positif Indonesia berusaha untuk menggunakan istilah yang pengertiannya berkaitan dengan konsumen. Variasi penggunaan istilah yang berkaitan dengan konsumen tersebut mnegacu kepada perlindungan konsumen, namun belum memiliki ketegasan dan kepastian hukum tentang hak-hak konsumen.9

Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumen, secara harfiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia yang memberi kata consumer sebagai pemakai atau konsumen. Kamus Umum Bahasa Indonesia mendefinisikan konsumen sebagai lawan produsen, yakni pemakai barang dan jasa.10

Pengertian konsumen telah diatur didalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimana terdapat dalam Pasal 1 angka 2 yaitu Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

9 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2013), hal 13

10 Ibid, hal 15

(24)

Pengertian konsumen dalam Pasal 1 angka 2 UUPK mengandung unsur- unsur sebagai berikut :11

a. Konsumen adalah setiap orang

Maksudnya adalah orang perorangan dan termasuk juga badan usaha (badan hukum atau non badan hukum).

b. Konsumen sebagai pemakai

Pasal 1 angka 2 UUPK hendak menegaskan bahwa UUPK menggunakan kata

“pemakai” untuk pengertian konsumen sebagai konsumen akhir (end user).

Hal ini disebabkan karena pengertian pemakai lebih luas, yaitu semua orang mengkonsumsi barang dan/atau jasa untuk diri sendiri.

c. Barang dan/atau jasa

Barang yaitu segala macam benda (berdasarkan sifatnya untuk diperdagangkan) dan dipergunakan oleh konsumen. Jasa yaitu layanan berupa pekerjaan atau prestasi yang tersedia untuk digunakan oleh konsumen.

d. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia dalam masyarakat

Barang dan/atau jasa yang akan diperdagangkan telah tersedia dipasaran, sehingga masyarakat tidak mengalami kesulitan untuk mengkonsumsinya.

e. Barang dan/atau jasa digunakan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain atau makhluk hidup lain.

Dalam hal ini tampak adanya teori kepentingan pribadi terhadap pemakaian suatu barang dan/atau jasa.

11Abdul Hakim Siagian, Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Baku, (Medan: Jabal Rahmat 2012), hal 13

(25)

17

f. Barang dan/atau jasa tidak untuk diperdagangkan.

Pengertian konsumen dalam UUPK dipertegas, yaitu hanya konsumen akhir, sehingga maksud dari pengertian ini adalah konsumen tidak memperdagangkan barang dan/atau jasa yang telah diperolehnya, namun untuk dikonsumsi sendiri.

Berdasarkan dari beberapa pengertian konsumen yang telah dikemukakan, maka konsumen dapat dibedakan kepada tiga batasan, yaitu :

1. Konsumen komersial (commercial consumer) adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk memproduksi barang dan/atau jasa lain dengan tujuan mendapatkan keuntungan.

2. Konsumen antara (intermediate consumer) adalah setiap orang yang mendapat barang dan/atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan kembali juga dengan tujuan mencari keuntungan.

3. Konsumen akhir (ultimate consume/end user) adalah setiap orang yang mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan kehidupan pribadi, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lainnya dan tidak untuk diperdagangkan kembali dan/atau untuk mencari keuntungan kembali.

Pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) diatas lebih luas dibanding dengan dua (dua) rancangan undang-undang perlindungan konsumen lainnya, yaitu pertama dalam Rancangan Undang- Undang Perlindungan Konsumen yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, yang menentukan bahwa:

(26)

“Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain yang tidak untuk diperdagangkan kembali.”12

Sedangkan yang kedua dalam naskah final Rancangan Akademik Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut Rancangan Akademik) yang disusun oleh Fakultas Hukum Univeristas Indonesia bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Departemen Perdagngan RI menentukan bahwa, konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan.

Dapat diketahui pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) lebih luas daripada pengertian konsumen pada kedua Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang telah disebutkan terakhir ini, karena dalam UUPK juga meliputi pemakaian barang untuk kepentingan makhluk hidup lain. Hal ini berarti bahwa UUPK dapat memberikan perlindungan kepada konsumen yang bukan manusia (hewan, maupun tumbuh-tumbuhan). Pengertian konsumen yang luas seperti ini, sangat tepat dalam rangka memberikan perlindungan seluas-luasnya kepada konsumen.

Walaupun begitu masih perlu disemprunakan sehubungan dengan penggunaan istilah “pemakai” demikian pula dengan eksistensi “badan hukum” yang tampaknya belum masuk dalam pengertian tersebut.

12 Ahmadi Miru, Op. Cit., hal 5

(27)

19

2. Hak dan kewajiban konsumen

Istilah ‘perlindungan konsumen’ berkaitan dengan perlindungan hukum.

Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekdar fisik, melainkan terlebih- lebih hak-haknya bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hak- hak konsumen.13

Secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu:14 1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);

2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed);

3. Hak untuk memilih (the right to choose);

4. Hak untuk didengar (the right to be heard).

Empat hak dasar ini diakui secara Internasioanl. Dalam perkembangannya, organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International Organization of Consumer Union (IOCU) menambahkan lagi beberapa hak,

seperti hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan 9 (sembilan) hak konsumen sebagai penjabaran dari pasal-pasal yang bercirikan Negara kesejahteraan. Hak-hak tersebut adalah sebagai berikut:15

13 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika 2014), hal 30

14 Ibid, hal 30-31

15 Abdul Hakim Siagian, Op.Cit., hal 20

(28)

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalm mengkonsmsi barang dan/atau jasa;

Konsumen berhak mendapatkan keamanan dari barang dan jasa yang ditawarkan kepadanya. Produk barang dan jasa itu tidak boleh membahayakan jika di konsumsi sehingga kosnumen tidak dirugikan baik secara jasmani dan rohani. Hak untuk memperoleh keamanan ini penting ditempatkan pada kedudukan utama karena berabad-abad berkembang suatu falsafah berfikir bahwa konsumen (terutama pembeli) adalah pihak yang wajib berhati-hati, bukan pelaku usaha.

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

Dalam mengonsumsi suatu produk, kosnumen berhak menentukan pilihannya. Konsumen tidak boleh mendapat tekanan dari pihak luar sehingga ia tidak lagi bebas untuk membeli atau tidak membeli.

Kosnumen juga harus dilindungi dari permainan harga yang tidak wajar, dengan kata lain kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa yang dikonsumsi harus sesuai dengan nilai uang yang dibayar sebagai penggantinya.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

Setiap produk yang diperkenalkan kepada kosnumen harus disertai informasi yang benar. Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak

(29)

21

sampai mempunyai gambaran yang keliru atas produk barang dan jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

Hak untuk didengar ini merupakan hak dari kosnumen agar tidak dirugikan lebih lanjut, atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang produk tersbut kurang memadai.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

Hak ini tentu saja dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan produk, dengan melalui jalur hukum.

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan agar konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk, karena dengan pendidikan kosnumen tersebut, kosnumen akan dapat menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan.

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

(30)

Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif maksudnya adalah tidak ada perbedaan berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya.

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Selain terdapat pengaturan mengenai hak-hak konsumen juga terdapat pengaturan mengenai kewajiban konsumen. Dalam memberikan perlindungan hukum tidak hanya ditujukan kepada konsumen, akan tetapi juga harus diperhatikan kewajiban dari konsumen yang merupakan hak bagi pelaku usaha sehingga tidak merugikan pelaku usaha.16

Pengaturan tentang kewajiban konsumen di Indonesia telah diatur didalam Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan

16 Abdul Hakim Siagian, Komentar Atas Undang-Undang Perlindungan Konsumen, ( Medan:

Jabal Rahmat 2014), hal 38

(31)

23

b. Beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Adanya kewajiban konsumen membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan, merupakan hal penting mendapat pengaturan.

Adapaun pentingnya kewajiban ini karena sering pelaku usaha telah menyampaikan peringatan secara jelas pada label suatu produk, namun konsumen tidak membaca peringatan yang telah disampaikan kepadanya.

Menyangkut kewajiban konsumen beriktikad baik hanya tertuju pada transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan transaksi dengan produsen. Berbeda dengan pelaku usaha kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang dirancang/diproduksi oleh produsen (pelaku usaha).

Kewajiban konsumen membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakatai dengan pelaku usaha adalah hal yang sudah biasa dan sudah semestinya demikian.

Kewajiban lain yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Kewajiban ini dianggap sebagai hal baru, sebab sebelum diundangkannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen hampir

(32)

tidak dirasakan adanya kewajiban secara khusus seperti ini dalam perkara perdata, sementara dalam kasus pidana tersangka/terdakwa lebih banyak dikendalikan oleh aparat kepolisian dan/atau kejaksaan.

Untuk dapat meminimalisir sengketa dalam menjalankan hak, pelaksanaannya harus selalu beriringan dengan kewajiban. Tidak hanya sebatas itu, kewajiban yang melekat harus dilaksanakan dari hati nurani sebagai manusia.

Dengan demikian, kerja sama dalam bertransaksi akan menjadi simbiosis mutualisme dan bermanfaat bagi pihak lain diluar konsumen dan pelaku usaha itu sendiri.

3. Asas Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh pihak yang terkait, masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah berdasarkan lima asas, yang menurut pasal 2 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini adalah :

1. Asas Manfaat

Maksud dari asas ini adalah mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

Asas ini menghendaki bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak diatas pihak lain atau sebaliknya, tetapi adalah memberikan kepada masing masing pihak, produsen, pelaku usaha, konsumen apa yang menjadi haknya. Dengan demikian, diharapkan bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan

(33)

25

konsumen bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat dan pada gilirannya bermanfaat bagi kehidupan berbangsa.

2. Asas Keadilan

Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas ini menghendaki bahwa melalui pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen ini, konsumen dan produsen pelaku usaha dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan penunaian kewajiban secara seimbang. Oleh karena itu, undang undang ini mengatur sejumlah hak dan kewajiban konsumen dan produsen pelaku usaha.

3. Asas Keseimbangan

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.

Asas ini menghendaki agar konsumen, produsen pelaku usaha dan pemerintah memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen. Kepentingan antara konsumen, produsen pelaku usaha, dan pemerintah diatur dan harus diwujudkan secara seimbang sesuai dengan hak dan kewajbannya masing masing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada salah satu pihak yang mendapat perlindungan atas kepentingannya yang lebih besar dari pihak lain.

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

(34)

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang dikonsumsi atau dipakainya, dan sebaliknya bahwa produk itu tidak akan mengancam ketentraman dan keselamatan jiwa dan harta bendanya. Oleh karena itu, undang undang ini membebankan sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi dan menetapkan sejumlah larangan yang harus dipatuhi oleh produsen-pelaku usaha dalam memproduksi dan mengedarkan produknya.

5. Asas Kepastian Hukum

Asas ini dimaksudkan agar, baik perilaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Artinya undang undang ini mengharapkan bahwa aturan aturan tentang hak dan kewajiban yang terkandung didalam undang undang ini harus diwujudkan dalam kehidupan sehari hari sehingga masing masing pihak memperoleh keadilan. Oleh karena itu, negara bertugas dan menjamin terlaksananya undang undang ini sesuai dengan bunyinya.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, perlindungan konsumen bertujuan untuk melindungi konsumen dalam rangka pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen dan tidak bertujuan untuk mematikan pelaku usaha, melainkan

(35)

27

menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas produk dan pelayanannya.17

4. Tujuan Perlindungan Konsumen

Setiap manusia mempunyai kepentingan, yaitu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dapat dipenuhi. Kepentingan manusia yang dilindungi oleh hukum disebut sebagai hak. Setiap hak mempunyai empat unsur, yaitu; subyek hukum, obyek hukum, hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban dan perlindungan hukum. Pada hakekatnya kepentingan mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya.18

Dalam memenuhi kepentingannya, manusia membutuhkan manusia lain.

Oleh karena itu, manusia hidup bermasyarakat. Manusia dalam memenuhi kepentingannya, manusia akan menghadapi bahaya. Dengan hidup bermasyarakat diharapkan akan lebih kuat kedudukannya dalam menghadapi bahaya terhadap kepentingannya dan akan lebih terjamin perlindungannya.

Kehidupan bermasyarakat menyebabkan terjadinya interaksi atau hubungan satu sama lain. Namun mengingat banyaknya kepentingan dimungkinkan terjadi konflik kepentingan. Konflik akan terjadi apabila pelaksanaan kepentingan seseorang telah merugikan kepentingan orang lain.

Manusia membutuhkan rasa aman dalam melaksanakan kepentingannya agar dapat melaksanakannya dengan tenang. Oleh karena itu, manusia mengharapkan

17 Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta: Visimedia 2008) hal 17

18 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty 1991) hal 61

(36)

kepentingan-kepentingannya dilindungi dari konflik, gangguan, bahaya yang mengancam serta menyerang kepentingan dirinya dalam kehidupan bersama.

Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa di mana ada hubungan antar manusia maka diperlukan perlindungan kepentingan. Perlindungan itu dapat dicapai dengan terciptanya pedoman atau peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia harus bertingkah laku baik dalam masyarakat agar tidak merugikan kepentingan orang lain dan kepentingan dirinya sendiri. Pedoman itu disebutkan sebagai kaedan sosial. Kaedah sosial yang ada adalah kaedah keprcayaan, kaedah kesusilaan, kaedah sopan santun atau adat, dan kaedah hukum. Ketiga kaedah yang disebut pertama, dirasa belum cukup memuaskan sehingga diperlukan kaedah hukum. Kaedah hukum adalah kaedah yang menuntut legalitas, yang berarti bahwa yang dituntut adalah pelaksanaan atau penataan kaedah.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum adalah perlindungan terhadap kepentingan manusia yang dilindungi hukum atau hak agar dalam pelaksanaan untuk memenuhi untuk merugikan orang lain melalui kaedah hukum.

Perlindungan hukum memang sering dibicarakan, namun pengertian dari perlindungan hukum itu sendiri tidak banyak diuraikan. Undang Undang Perlindungan Konsumen memberikan pergertian perlindungan konsumen dalam Pasal 1 ayat (1), yaitu segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen menurut Az.

Nasution dapat ditinjau dari sudut hukum maupun sosial ekonomi.19

19 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Daya Widya 1999) hal 56

(37)

29

Berdasarkan pengertian perlindungan hukum diatas, maka yang dimaksud dengan perlindungan hukum bagi konsumen adalah perlindungan terhadap kepentingan konsumen melalui kaedah hukum untuk menjamin kepastiaan pelaksanaan kepentingannya baik secara preventif maupun secara represif.

Kepentingan yang dimaksud adalah kepentingan yang dilindungi oleh hukum atau hak.

Perlindungan konsumen cenderung untuk memberikan keadilan bagi konsumen yang selama ini masih dalam posisi yang lemah dari berbagai aspek.

Aspek-aspek tersebut antara lain; aspek tentang pengetahuan produk, bagaimana pemakaian yang tepat, isi dan sususan barang maupun jasa, dan aspek pengetahuan hukum mengenai upaya yang ditempuh untuk mempertahankan hak.

Dalam Undang Undang Perlindungan Konsumen pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen sebagai berikut.

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

b. Mengangkat harkat dan marabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang/jasa.

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

(38)

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

f. Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dam keselamatan konsumen.

Dalam upaya melindungi hak-hak dan kepentingan konsumen serta pelaku usaha, maka Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur hak serta kewajiban konsumen dan pelaku usaha secara terperinci. Salah satu perwujudan tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen adalah dengan pelaksanaan kewajibannya dengan itikad baik.

Dengan diterapkannnya perlindungan konsumen di Indonesia, maka kedudukan konsumen yang tadinya cenderung menjadi sasaran pelaku usaha untuk meraih keuntungan kini menjadi sejajar dengan posisi pelaku usaha.

Dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen maka praktek-praktek yang merugikan konsumen akan dikenakan sanksi.

Dengan kondisi demikian, kepentingan konsumen dapat terlindungi dari praktek-praktek yang merugikan pihaknyamelalui hak gugat yang dimiliki konsumen. Dengan dipatuhinya ketentuan-ketentuan dalam perlindungan konsumen maka konsumen ditempatkan sebagai subjek yang memiliki hak seimbang dengan pelaku usaha.

(39)

31

B. Pelaku Usaha

1. Pengertian Pelaku Usaha

Pengertian pelaku usaha sudah dapat ditemukan didalam Pasal 1 angka (3) UUPK yang menyatakan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbetuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importer, pedagang, distributor dan lain-lain.

Pada dasarnya apabila ditinjau dari status yuridisnya, maka badan usaha dibedakan atas badan usaha yang termasuk badan hukum dan badan usaha yang bukan badan hukum. Badan usaha yang berbentuk badan hukum, yang menjadi subyek hukumnya adalah badan usaha itu sendiri. Pada badan usaha ini, harta kekayaan perusahaan terpisah dari harta kekayaan pribadi para pengurus atau anggotanya. Bentuk-bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum antara lain:

PT, Koperasi, Yayasan.

Badan usaha yang bukan badan hukum, yang menjadi subyek hukum disini adalah orang-orang yang menjadi pengurusnya. Pada badan usaha ini harta perusahaan bersatu dengan harta pribadi pengurus atau anggotanya. Bentuk badan usaha ini adalah antara lain: firma, Cv atau Persekutuan Komanditer.

Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen cukup luas karena meliputi grosir, leveransir, pengecer, dan sebagainya. Cakupan luasnya pengertian pelaku usaha dalam Undang-Undang

(40)

Perlidnungan Konsumen tersebut memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam Masyrakat Eropa terutama Belanda, bahwa yang dapat dikualifikasi sebagai produsen adalah: pembuat produk jadi (finished product); pengahsil bahan baku; pembuat suku cadang; setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen, dengan jalan mencantumkan namnya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu; importer suatu produk dengan maksud dijualbelikan, disewakan, disewagunakan (leasing) atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan; pemasok (supplier), dalam hal identitas dari produsen atau importer tidak dapat ditentukan.20

Dengan demikian tampak bahwa pelaku usaha yang dimaksudkan dalam UndangUndang Perlindungan Konsumen sama dengan cakupan produsen yang dikenal di Belanda, karena produsen dapat berupa perorangan atau badan hukum.

Dalam pengertian pelaku usaha tersebut, tidaklah mencakup eksportir atau pelaku usaha diluar negeri, karena Undang-Undang Perlindungan Konsumen membatasi orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia.

Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas tersebut, akan memudahkan konsumen menuntut ganti kerugian.

2. Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pelaku usaha memiliki hak-hak yang harus diberikan dan dihormati oleh pihak-pihak lain dalam perdagangan tersebut, misalnya konsumen. Adapun hak pelaku usaha sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 UUPK adalah :

20 Ahmadi Miru, Op.Cit., hal 8

(41)

33

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beriktikad tidak baik

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, meunujukkan bahwa pelaku usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan/atau jasa yang diberikannya kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang berlaku pada umumnya atas barang dan/atau jasa yang sama. Dalam praktek yang biasa terjadi suatu barang dan/atau jasa yang kualitasnya lebih rendah daripada barang yang serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih murah.

Dengan demikian yang dipentingkan dalam hal ini adalah harga yang wajar.21 Hak diatas tersebut diimbangi dengan dibebankannya kewajiban pada pelaku usaha yang harus ditaati dan dilaksanakan. Adapun kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7, yakni :

21 Ibid, hal 50-51

(42)

a. Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminasi

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mecoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

g. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/

atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Kewajiban pelaku usaha beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya merupakan salah satu asa hukum perjanjian. Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata ketentuan mengenai iktikad baik, khususnya yang berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) yang menetapkan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

(43)

35

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen pelaku usaha diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

Kewajiban pelaku usaha atas pentingnya penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen mengenai suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran mengenai suatu produk tertentu. Penyampaian informasi terhadap konsumen tersebut dapat berupa representasi, peringatan, maupun yang berupa instruksi.

Apabila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha.

Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha.

3. Larangan Bagi Pelaku Usaha

Seperti diketahui bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan tujuan perlindungan konsumen antara lain adalah untuk mengangkat harkat kehidupan konsumen, maka untuk maksud tersebut berbagai hal yang membawa akibat negatif dari pemakaian barang dan/atau jasa harus dihindarkan dari aktivitas perdagangan pelaku usaha. Sebagai upaya untuk menhindarkan akibat negatif pemakaian barang dan/atau jasa tersebut, maka undang-undang menentukan bebagai larangan sesuai dengan Pasal 8 sebagai berikut :

(44)

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku

(45)

37

usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;

j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

Dalam ketentuan pasal 10 dan 11 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, berkaitan dengan larangan-larangan representasi yang tertuju pada perilaku pelaku usaha guna memastikan produk yang diperjualbelikan di masyarakat diproduksi dengan jalan sesuai dengan peraturan yang berlaku/tidak melanggar hukum.

Dalam ketentuan pasal 12 dan 13 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen masih berkaitan dengan larangan yang tertuju pada cara-cara penjualan yang dilakukan melalui sarana penawaran, promosi atau pengiklanan dan larangan untuk mengelabui atau menyesatkan konsumen.

(46)

Pelaku usaha dalam menawarkan produknya ke pasaran, dilarang untuk mengingkari untuk memberikan hadiah melalui undian berhadiah kemudian melakukan pengumuman di media massa terhadap hasil pengundian agar masyarakat mengetahui hasil dari pengundian berhadiah tersebut, hal ini diatur dalam ketentuan pasal 14 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan :

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk :

a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;

b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa;

c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;

d.mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

Dalam memasarkan produknya, pelaku usaha dilarang untuk melakukan cara-cara penjualan dengan cara tidak benar dapat mengganggu secara fisik maupun psikis konsumen. Hal ini diatur dalam ketentuan pasal 15 UUPK yang bunyinya :

“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.”

4. Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Satu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Setiap orang harus bertanggung jawab secara

(47)

39

hukum atas segala perbuatannya. Berarti setiap orang harus memikul tanggung jawab atas sanksi yang diberikan oleh hukum akibat perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Sanksi biasanya ditujuan langsung kepada subyek dari tanggung jawab hukum dan subyek dari kewajiban hukum.

Di dalam teori tradisional tanggung jawab dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

1. Tanggung jawab yang didasarkan kepada kesalahan, yang dimaksud dengan kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum.

Pengertin hukum, tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga kepatutan, kesusilaan, agama dalam masyarakat (Liability based on fault).

2. Tanggung jawab absolut adalah tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan (Strict Liability).22

Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Tanggung Jawab Berdasarkan Atas Unsur Kesalahan (Liability based on fault) Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata.

Dalam KUHPerdata, pasal 1365, 1366, 1367 prinsip ini dipegang secara teguh.

Prinsip ini menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUHPerdata yang dikenal sebagai pasal tentang PMH mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu: a) adanya perbuatan; b) adanya unsur

22 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Grasindo 2002), hal 72

Referensi

Dokumen terkait

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian. Bahan hukum primer yang

Maka dengan demikian, berdasarkan pembahasan yang dijelaskan sebagaimana yang dimaksud di atas, timbul keinginan untuk mengkaji tentang keringanan pajak sebagai bentuk insentif

Maka, atas pertimbangan tersebutlah Majelis Hakim menyatkan bahwa terdakwa harus dilepaskan dari tuntutan hukum (ontslag van rechtvervolging). Dari pemaparan

Menimbang, bahwa menurut hemat hakim, pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum adalah merupakan hal yang refresif akibat perbuatan yang dilakukan karena

Pembahasan terhadap judul skripsi tentang “IMPLEMENTASI HAK IMUNITAS ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 (ANALISIS PUTUSAN

Skripsi ini mengemukakan permasalahan mengenai bentuk-bentuk pelanggaran terhadap perempuan korban perang di Suriah ditinjau menurut hukum internasional, diantara banyak

Bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK” sebagaimana yang didakwakan

Bank Negara Indonesia, Tbk Kantor Wilayah Jakarta Kota merupakan salah satu institusi keuangan yang dimiliki oleh Pemerintah (BUMN), dalam aktivitasnya juga harus tunduk