• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH :"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

KERINGANAN PERPAJAKAN DAERAH SEBAGAI BENTUK INSENTIF INVESTASI DI SUMATERA UTARA ( ANALISIS TERHADAP

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NO. 8 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF

DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL )

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

VIRGINIA MELIAS C.S NIM : 150200524

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM

MEDAN 2019

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan kasih setia-Nya yang selalu melindungi, memberi kekuatan dan harapan di saat sulit serta pertolongan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “KERINGANAN PERPAJAKAN DAERAH SEBAGAI BENTUK INSENTIF INVESTASI DI SUMATERA UTARA (ANALISIS TERHADAP PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NO. 8 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL)”. Skripsi ini ditujukan untuk melengkapi tugas-tugas serta memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini serta jauh dari kata sempurna. Dengan kerendahan hati dan pikiran yang terbuka, penulis mengharapkan kritik, saran serta masukan guna perbaikan penulisan skripsi ini kedepannya. Dalam kesempatan yang berbahagia ini, penulis secara khusus menyampaikan rasa sayang dan terima kasih kepada orangtua tercinta yakni ayahanda Ruslan Sitepu dan Ibunda Serta Malem Ulinasari Girsang, yang atas kasih sayang merekalah yang membuat penulis dapat mengenyam bangku pendidikan tinggi. Tidak lupa juga penulis ucapkan rasa sayang dan terima kasih untuk abang penulis Nino Paulus Bastanta Sitepu yang senantiasa memberikan motivasi dan semangat bagi penulis agar menjadi pribadi yang tahan

(4)

banting dalam setiap kondisi apapun begitu juga pengorbanan moril dan materi yang tak sedikit telah mereka korbankan untuk kepentingan pendidikan penulis.

Dalam kesempatan yang berbahagia ini, penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Ilmu Hukum Strata-1 di Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti pendidikan Program Studi Ilmu Hukum Strata-I pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Tri Murti Lubis, S.H., M.H., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Terima kasih secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I, dan Bapak Dr. Mahmul Siregar,

(5)

S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II penulis, yang telah membimbing penulis dengan sabar dan penuh perhatian dalam penulisan skipsi ini hingga selesai. Penulis berdoa agar bapak-bapak dilimpahi kesehatan dan umur yang panjang.

9. Ibu Dr. Yefrizawati, S.H., M.Hum selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis dan memberikan semangat serta motivasi kepada penulis selama mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Kepada Bapak, Ibu Dosen dan seluruh Staf Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan serta mengajarkan segala ilmu pengetahuan kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11. Keluarga besar Girsang dan Sitepu yang mendoakan serta memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

12. Terima kasih kepada Pdt. Philip Surbakti yang mendoakan, menggembalakan, dan memberi nasihat kepada penulis.

13. Untuk pemuda pemudi Gereja Kebangkitan Iman Indonesia (GKII) yakni David Surbakti, Yemima Surbakti, James Ginting, Kk Ferawati Nainggolan, Irfan Siahaan, Dani Surbakti, Steven Sinulingga, dan seluruh pemuda pemudi lainnya yang selalu mendukung dan mendoakan penulis

14. Untuk sahabatku Maria Aruan yang menemani penulis dari awal semester hingga akhir semester, terima kasih untuk nasehat yang diberikan dan selalu ada buat penulis saat suka maupun duka

(6)

15. Untuk teman-teman perklinisan yakni Maria Aruan, Ryo Simbolon, Titin Gultom, Daniel Sitanggang, Jisandi Nahampun, Elis, Tasya, Desi Siregar, Yuni Ega, Florence, Juni, Mufty, Sion, Edvardo, Andry, dan Al Rasyid, terima kasih buat kebersamaannya selama di perklinisan, serta semangat yang diberikan.

16. Terima kasih buat GMKI Komisariat Fakultas Hukum USU untuk kebersamaannya.

17. Buat teman-teman grup C yakni Ruth, Bella, Dewi, Vivi, Echa, Ristina, Pray, Devy, Armaida dan teman-teman yang lain. Terima kasih buat semangatnya.

18. Terima kasih teruntuk sahabatku Yossie Sihombing yang selalu mengingatkan penulis untuk tidak putus asa dalam mengerjakan skripsi.

19. Teruntuk guru-guru Sekolah Kristen Kalam Kudus yang sudah mendidik penulis hingga bisa ke tahap ini, penulis ucapkan terima kasih.

20. Terima kasih penulis ucapkan kepada Devi Hutabarat, Amanda Sianturi, Oki Tarigan, Sarah Aruan, Lastiar yang selalu memberi motivasi kepada penulis.

21. Untuk Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Departemen Hukum Ekonomi (IMAHMI) 2015 Universitas Sumatera Utara terima kasih telah menjadi tempat berbagi informasi.

22. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini, dan tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Medan, Juli 2019

Virgina Melias C.S

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... viii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penulisan ... 8

F. Tinjauan Kepustakaan ... 9

1. Pengertian dan Asas-asas Hukum Investasi atau Penanaman Modal ... 9

2. Insentif dalam Penanaman Modal ... 14

3. Pajak Daerah ... 17

G. Metode Penelitian ... 20

H. Sistematika Penulisan ... 24

BAB II : KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI DALAM PENYELENGGARAAN URUSAN PENANAMAN MODAL A. Pengaturan Penanaman Modal di Indonesia ... 27

(8)

B. Landasan Hukum Penyelenggaraan Urusan Penanaman Modal oleh Pemerintah Daerah Provinsi. ... 42 C. Ruang Lingkup Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dalam

Penyelenggaraan Urusan Penanaman Modal ... 46 BAB III :MEKANISME PEMBERIAN KERINGANAN PAJAK DAERAH

SEBAGAI BENTUK INSENTIF INVESTASI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

A. Pokok-Pokok Pengaturan Insentif Investasi di Indonesia ... 51 B. Landasan Hukum Pemberian Keringanan Pajak sebagai Bentuk

Insentif Investasi... 66 C. Tata Cara Pemberian Keringanan Pajak Daerah sebagai Bentuk

Insentif Investasi di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 8 Tahun 2014 ... 70

BAB IV : ANALISIS PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NO. 8 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DALAM KAITANNYA DENGAN KERINGANAN PAJAK DAERAH DI SUMATERA UTARA

A. Kesesuaian antara Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 8 Tahun 2014 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah... 89

(9)

B. Pelaksaaan Pemberian Keringanan Pajak Daerah di Sumatera Utara sebagai Bentuk Insentif Investasi yang dimuat dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 8 Tahun 2014 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal ... 93 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 95 B. Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA... 98

(10)

ABSTRAK Virginia Melias C.S1

Budiman Ginting2 Mahmul Siregar3

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal sudah sesuai dengan norma peraturan perundang-undangan diatasnya, namun implementasi terkait pemberian keringanan pajak kepada para investor tidak terlaksana karena ketidakpahaman aparatur dengan regulasi yang ada serta tidak adanya arahan pimpinan untuk dilaksanakan. Selain itu peraturan pelaksananya tidak ada sehingga dibutuhkan perumusannya dalam bentuk peraturan gubernur. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keringanan pajak daerah sebagai sebagai salah bentuk kemudahan investasi yang diberikan kepada investor di Provinsi Sumatera Utara tidak terlaksana dan hanya bersiifat normatif saja.

Pembangunan ekonomi membutuhkan modal atau investasi yang jumlahnya cukup besar sehingga pemerintah membutuhkan adanya investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh para investor baik asing maupun domestik. Guna menarik minat investor untuk melakukan penanaman modal di Indonesia, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah menyusun regulasi terkait penanaman modal serta mengatur kemudahan-kemudahan dan fasilitas yang dapat diberikan kepada para penanam modal atau investor yang ingin menanamkan modalnya di seluruh wilayah di Indonesia. Salah satu daerah yang telah menyusun regulasi terkait pemberian kemudahan dan fasilitas Penanaman Modal kepada investor adalah Provinsi Daerah Sumatera Utara yakni dengan diterbitkannya Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal. Dalam Perda tersebut terdapat salah satu kemudahan yang menarik untuk dicermati adalah keringanan pajak bagi investor, hal ini dikarenakan dalam Perda No. 14 Tahun 2014 tidak ada pengaturan mengenai mekanisme pemberian keringanan pajak tersebut serta tata cara pelaksanannya secara tertulis. Dengan demikian diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui tata cara pemberian keringanan pajak kepada para investor di daerah Provinsi Sumatera Utara.

Dalam penelitian ini digunakan dua metode yakni metode penelitian yuridis normatif untuk menganalisa sinkronisasi antara Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 8 tahun 2014 dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Serta metode penelitian yuridis empiris melalui wawancara terhadap aparautr terkait untuk mengetahui pelaksanaan pemberian keringanan pajak sebagai salah satu jenis kemudahan dan insentif yang diberikan kepada investor.

1 Mahasiswa Departemen Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2 Dosen Pembimbing 1, Staff Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3 Dosen Pembimbing 2, Staff Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang sedang membangun.4 Untuk membangun diperlukan adanya modal atau investasi yang besar. Apabila hanya mengandalkan modal dan sumber dana pemerintah, hampir dapat dipastikan agak sulit mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh pemerintah.5 Untuk itu perlu dicari sumber dana lain. Salah satu sumber modal yang dapat dimanfaatkan adalah melalui pranata hukum penanaman modal.6 Lewat pranata Hukum Penanaman Modal diharapkan ada payung hukum yang jelas bagi investor jika ingin menanamkan modalnya. Kegiatan penanaman modal di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1967, yaitu sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.7

4 Salim H.S., Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2008), hal.1

5Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2010 ), hal. 4

6Ibid

7Salim H.S., Op cit

Keberadaan kedua instrumen hukum itu, diharapkan agar investor baik investor asing maupun investor domestik dapat menanamkan investasinya di Indonesia. Dalam rangka pemenuhan program pembangunan di bidang investasi tersebut, pada tahun 2007, pemerintah telah mengesahkan dan mengundangkan undang-undang di bidang penanaman modal yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, LN Nomor 67 Tahun 2007, dan TLN Nomor 4724 yang di dalamnya sedapat

(12)

mungkinmengakomodasi kebijakan investasi tersebut di atas, sehingga mampu menjadi payung hukum bagi peningkatan investasi di Indonesia.8

Sebagaimana disadari, bahwa dalam setiap kegiatan penanaman modal selalu terkait dengan kemungkinan terjadinya resiko yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau bahkan hilangnya nilai modal.9 Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika sebelum melakukan kegiatan penanaman modal perlu dipertimbangkan faktor-faktor tertentu, sehingga diharapkan dapat menghasilkan keuntungan yang optimal dapat juga meminimalkan kerugian.10 Apabila seorang usahawan baik usahawan asing maupun usahawan dalam negeri akan menanamkan modalnya, maka bukan hukum atau perundang-undangan yang pertama dilihatnya.11 Banyak faktor lain yang akan dipelajari terlebih dahulu untuk menentukan sikapnya dalam menanamkan modalnya tersebut. Setiap penanaman modal terutama modal asing akan dipengaruhi oleh :12

1. Sistem politik dan ekonomi negara yang bersangkutan;

2. Sikap rakyat dan pemerintahannya terhadap orang asing dan modal asing;

3. Stabilitas politik, stabilitas ekonomi, dan stabilitas keuangan;

4. Jumlah dan daya beli penduduk sebagai calon konsumennya;

5. Adanya bahan mentah atau bahan penunjang untuk digunakan dalam pembuatan hasil produksi;

6. Adanya tenaga buruh yang terjangkau untuk produksi;

7. Tanah untuk tempat usaha;

8. Sturktur perpajakan, pabean dan cukai;

9. Kemudian perundang-undangan dan hukum yang mendukung jaminan usaha.

Hal di atas dikakukan semata-mata agar para investor baik itu investor lokal maupun asing terhindar dari kendala-kendala yang terjadi ketika

8Ana Rokhmatussa’dyah, Suratman, Hukum Investasi & Pasar Modal, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009), hal. 55

9 Ibid, hal. 5

10Ibid

11Ibid

12Ibid, hal.6

(13)

dilakukannya penanaman modal. Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi untuk mendatangkan investasi asing, sebagaimana diinventarisasi oleh BKPM, yaitu kendala internal dan eksternal.13 Hal-hal yang termasuk dalam kendala internal adalah: 14

1. Kesulitan perusahaan mendapatkan lahan atau lokasi proyek yang sesuai;

2. Kesulitan memperoleh bahan baku;

3. Kesulitan dana/pembayaran;

4. Kesulitan pemasaran; dan

5. Adanya sengketa atau perselisihan di antara pemegang saham.

Sedangkan kendala eksternal meliputi:15

1. Faktor lingkungan bisnis, baik nasional, regional dan global yang tidak mendukung serta kurang menariknya insentif atau fasilitas investasi yang diberikan oleh pemerintah;

2. Masalah hukum;

3. Keamanan, maupun stabilitas politik yang merupakan faktor eksternal ternyata menjadi faktor penting bagi investor untuk menanamkan modal di Indonesia;

4. Adanya peraturan daerah, keputusan menteri, undang-undang yang turut mendistorsi kegiatan penanaman modal. Setidaknya BKPM telah mengumpulkan 262 Perda yang berkaitan dengan iklim investasi di Indonesia. Dari jumlah tersebut 206 Perda berdasaran kajian potensial menghambat investasi di Indonesia. Sebut saja misalnya pajak penerangan jalan (PPJ) yang mewajibkan setiap penggunanaan listrik dari non PLN dikenakan pajak 5-10 persen dari nilai jual tenaga listirk yang dihitung berdasarkan kapasitas tersedia atau taksiran penggunaan listrik. Padahal begitu banyak industri yang menggunakan genset untuk menjalankan operasi pabrik; dan

5. Adanya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang menimbulkan ketidakpastian dalam pemanfaaatan areal hutan bagi industri pertambangan.

Dengan memperhatikan kendala-kendala tersebut, ada berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli untuk mengatasi masalah di atas yang kiranya patut diketengahkan di sini sebagai berikut:16

13 Salim H.S., Budi Sutrisno, Op cit, hal. 96

14Ibid

15Ibid

16 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, (Jakarta:Sinar Grafika,2010), hal.38

(14)

1. Dalam pengurusan penanaman modal seyogiyanya diterapkan sistem “ one stop service” dimana investor cukup pergi ke Balai Penanaman Modal (dalam hal ini BKPM) untuk mengurus berbagai izin berkaitan dengan investasinya, untuk itu di kantor BKPM seyogiyanya telah disiapkan aparat dari instansi terkuat yang diberi wewenang untuk mengeluarkan izin yang diperlukan misalnya, aparat kantor pertanahan untuk izin lokasi, aparat PU untuk IMB, aparat Pemda untuk UUG/HO, dan sebagainya.

2. Untuk mengatasi kecenderungan praktik-praktik pungutan tidak resmi seyogiyanya dibuat suatu pedoman biaya untuk pengurusan izin dan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam rangka investasi.

3. Dihapuskannya pembatasan bidang usaha melalui DNI. Langkah ini dimulai sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 secara sangat liberal. Di samping itu, seyogiyanya juga dihapuskannya sistem/tata niaga yang juga merupakan bagian dari non tariff barier.

4. Kewajiban divestasi seyogiyanya diserahkan kepada masing-masing pihak mengenai pelaksanaannya. Hal ini pun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 telah diberikan batas waktu yang memadai yakni 15 tahun sejak berproduksi komersial dengan jumlah saham yang dialihkan tergantung kesepakatan para pihak.

5. Masalah Hak Guna Usaha (HGU) bagi investor asing sudah memadai apabila dikuatkan dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang menentukan bahwa HGU akan berlangsung 25-35 tahun dan dapat diperpanjang selama 25 tahun lagi. Saat ini melalui Peraturan Kepala BPN Nomor 32 Tahun 1992 ditegaskan bahwa HGU diberikan untuk jangka waktu 35 tahun lagi dan dapat diperpanjang selama 25 tahun serta dapat dimohonkan pembaruan haknya selama 35 tahun lagi dan dapat diperpanjang selama 25 tahun. Dengan demikian secara kumulatif HGU dapat berlangsung selama 120 tahun, meskipun perolehannya tidak secara otomatis.

6. Kendala yang diakibatkan karena kelemahan faktor infrastruktur harus dibenahi dengan jalan mempriotiaskan pembangunan sarana dan prasarana fisik agar dapat dimanfaatkan secara optimal. Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 diharapkan justru pembenahan infrastruktur seyogiyanya dilakukan oleh investor asing telah terbuka luas antara lain dalam bidang telekomunikasi, pelayanan, penerbangan, air minum, dan sebagainya.

7. Dengan dibenahinya berbagai peraturan pendukung peningkatan perekonomian Indonesia, seperti Rancangan Undang-Undang PT yang sekarang ini dalam tahap final, diharapkan akan lebih mendukung kepastian hukum. Tambahan pula kewibawaan aparat penegak hukum seyogiyanya lebih ditegakkan, misalnya diberdayakan sistem precedent atas keputusan hakim yang mencerminkan keadilan dan kewibawaan pengadilan. Hal ini juga akan mengurangi upaya-upaya ekstra legal (di luar hukum) yang sering dilakukan pengusaha untuk menyelesaikan sengketa kepastian dan konsistensi hukum juga bisa di bidang hak milik intelektual, hukum perburuhan, secara konsisten akan

(15)

membawa pengaruh positif bagi masuknya investor asing ke Indonesia.

8. Pemberian izin keringanan pajak (tax holiday) yang diperluas tidak saja kawasan berikat tetapi untuk keseluruhan industri yang berwawasan ekspor. Keirnganan pajak akan mengurangi beban biaya produksi, sehingga laba tertahan (retain earning) yang diperoleh dapat dipergunakan untuk mendorong produktivitas dan diversifikasi usaha.

Adanya diversifikasi usaha ini akan memperluas perluasan objek pajak (tax base) yang baru. Hal ini secara tidak langsung akan meningkatan pendapatan negara.

Solusi-solusi yang dikemukakan oleh para ahli di atas merupakan cara yang dapat dilakukan agar investor tertarik untuk melakukan penanaman modal atau investasi. Salah satu solusi yang menarik untuk dicermati sebagaimana yang tertulis di atas yaitu adanya pemberian keringanan pajak (tax holiday) kepada para investor agar dapat meningkatkan produktifitas usaha. Keringanan pajak yang diberikan pemerintah kepada investor juga merupakan salah satu cara agar investor tertarik untuk melakukan investasi tanpa harus takut akan beban pajak yang terlalu berat apabila berinvestasi dalam suatu bidang tertentu.

Keringanan pajak dalam pelaksanaannya dapat diberikan oleh pemerintah, baik itu pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabubapaten/Kota kepada para investor sebagai suatu bentuk kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan penanaman modal. Contoh kebijakan pemberian keringanan pajak salah satunya dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang menerapkan kebijaan pemberian keringanan pajak sebagai bentuk insentif kepada para investor. Dasar hukumnya terdapat pada Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal. Dalam Perda tersebut telah diatur bahwa salah satu bentuk insentif yang dapat diberikan kepada investor adalah keringanan pajak atau pengurangan pajak. Akan tetapi, mekanisme pemberian keringanan pajak kepada investor tidak dijelaskan secara

(16)

rinci mengenai tahap-tahap pengajuan oleh investor dan tata cara pemberiannya kepada pemerintah serta jenis pajak yang seperti apa yang diberi keringanan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada investor. Merupakan suatu hal yang menarik untuk mengkaji mekanisme pemberian keringanan pajak oleh pemerintah kepada investor khususnya di daerah provinsi Sumatera Utara, selain itu dampak atau pengaruh dari pemberian keringanan pajak kepada investor juga patut untuk diamati sebagai perwujudan pelaksanaan Perda Nomor 8 Tahun 2014 tersebut.

Maka dengan demikian, berdasarkan pembahasan yang dijelaskan sebagaimana yang dimaksud di atas, timbul keinginan untuk mengkaji tentang keringanan pajak sebagai bentuk insentif investasi di Sumatera Utara beserta mekanisme pemberiannya serta dampak atau pengaruh keringanan pajak tersebut bagi investor dan menganalisisnya dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan oleh penulis maka yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimana kewenangan Pemerintah Provinsi dalam penyelenggaraan urusan penanaman modal ?

2. Bagaimana mekanisme pemberian keringanan Pajak Daerah sebagai bentuk insentif investasi di Provinsi Sumatera Utara?

3. Apakah pelaksanaan keringanan Pajak Daerah sebagai bentuk insentif investasi di Sumatera Utara telah sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi

(17)

Sumatera Utara Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui kewenangan Pemerintah Provinsi dalam penyelenggaran urusan penanaman modal.

2. Untuk mengetahui mekanisme pemberian keringanan pajak daerah sebagai bentuk insentif investasi di Provinsi Sumatera Utara

3. Untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan keringanan pajak daerah sebagai bentuk insentif investasi di Sumatera Utara berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal.

D. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penulisan skripsi ini berdasarkan rumusan masalah serta tujuan penulisan yang diuraikan adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Dengan adanya penulisan tentang keringanan pajak daerah sebagai bentuk insentif investasi di Sumatera Utara dalam skripsi ini diharapkan dapat menjadi salah satu literatur bacaan guna memperoleh informasi mengenai Pelaksanaan Keringanan Pajak Daerah sebagai Bentuk Insentif Investasi di Sumatera Utara beserta Mekanisme Pelaksanaannya.

(18)

2. Manfaat Praktis

Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan dapat membantu para akademisi dan juga mahasiswa ataupun khalayak umum untuk menganalisis pengaruh antara keringanan pajak daerah dengan investasi yang dilakukan di suatu daerah terkhusus di daerah Provinsi Sumatera Utara. Selain itu penulisan skripsi ini juga dapat bermanfaat bagi pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara sebagai bahan evaluasi kebijakan pemberian insentif penanaman modal di Provinsi Sumatera Utara yang dimuat dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 8 Tahun 2014 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal.

E. Keaslian Penulisan

Judul skrpisi ini adalah KeringananPerpajakan Daerah Sebagai Bentuk Insentif Investasi Di Sumatera Utara (Analisis Terhadap Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 8 Tahun 2014 Tentang Pemberian Insentif Dan Kemudahan Penanaman Modal). Judul skripsi ini belum pernah ditulis oleh siapapun, namun objek penelitian skripsi ini terkait dengan keringanan perpajakan daerah sebagai bentuk insentif investasi sudah ada yang mengkaji namun dengan judul yang berbeda dan rumusan masalah yang berbeda, yakni sebagai berikut:

1. Skripsi oleh Linda Asri Nurlita, Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia dengan judul Analisis Kebijakan Pemberian Insentif Pajak Penghasilan Pada PP No. 52/2011 dalam Rangka Mendorong Investasi Industri Komponen Otomotif di Indonesia

(19)

2. Skripsi oleh Rian Anata Praja, Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Andalas dengan judul Pelaksanaan Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Terhadap Penanaman Modal dalam Penanaman Modal di Kota Padang.

3. Tesis oleh Hartina, Universitas Bina Nusantara dengan judul Analisis Pengaruh Kebijakan Tax Holiday dan Tax Allowance terhadap Perkembangan PMA dan PMDN Di Indonesia.

Semua penelitian yang diuraikan diatas sangat berkaitan dengan objek penelitian yang dikaji oleh penulis dalam skripsi ini, namun walaupun demikian latar belakang masalah dan rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian tersebut berbeda dengan kajian yang diuraikan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini, dengan demikian isi keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian dan Asas-asas Hukum Investasi atau Penanaman Modal

Dalam berbagai kepustakaan hukum ekonomi atau hukum bisnis, terminologi penanaman modal dapat berarti penanaman modal yang dilakukan secara langsung oleh investor lokal (domestic investor), investor asing ( Foreign Direct Investment, FDI), dan penanaman modal yang dilakukan secara tidak langusng oleh pihak asing ( Foreign Indirect Investment, FII).17

17 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, (Jakarta :Sinar Grafika, 2010, hal.1)

Investasi langsung adalah investasi dimana investor langsung memperoleh hak atas surat

(20)

berharga atau kekayaan.18 Contohnya seperti pembelian saham, obligasi, sejumlah kekayaan riil, atau mata uang langka dengan maksud untuk memelihara nilai atau memperoleh penghasilan. Menurut Nindyo Purnomo bahwa dalam investasi langsung, investor mengendalikan manajemen, biasanya dilakukan oleh perusahaan trans nasional dan periode waktunya panjang karena menyangkut barang-barang. Modal investasi langsung lebih tertarik pada besar dan tingkat pertumbuhan pasar, tenaga kerja, dan biaya produksi serta infrastruktur.19 Dari beberapa pandangan dan pengertian di atas terlihat bahwa investasi langsung adalah adanya keterlibatan langsung pihak investor terhadap investasi yang dilakukannya, baik dalam permodalan, pengokohan dan pengawasan. Sementara itu investasi tidak langsung adalah investasi yang dilakukan dalam suatu portofolio atau kelompok surat berharga atau kekayaan.20

18

Contohnya seperti pembelian saham dari dana bersama (mutual fund), yaitu portofolio surat berharga yang dikeluarkan oleh berbagai perusahaan, sehingga investor memiliki hak atas sebagaian portofolio. Pada investasi portofolio, investor hanya menyediakan modal keuangan dan tidak terlibat dalam manajemen. Investornya adalah investor institusional, bersifat jangka pendek dan mudah dilikuidasi dengan cara menjual saham yang dibeli. Jika dilihat dari pengaturan investasi tidak langsung, dalam hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM).

https://www.academia.edu/8271418/TATA_CARA_DAN_BENTUK_PENANAMAN_

MODAL_ASING_MELALUI_INVESTASI_LANGSUNG_DAN_TIDAK_LANGSUNG, diakses pada tanggal 30 Mei 2019, Pukul 18.18 WIB

19Ibid

20Ibid

(21)

Istilah investasi berasal dari bahasa latin, yaitu investere (memakai), sedangkan dalam bahasa inggris disebut dengan investment. 21 Para ahli memiliki pandangan yang berbeda mengenai konsep teoretis tentang investasi. Fitzgeral mengartikan investasi adalah:22

1. Penarikan sumber dana yang digunakan untuk pembelian barang modal;dan

“Aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber (dana) yang dipakai untuk mengadakan barang modal pada saat sekarang, dan dengan barang modal akan dihasilkan aliran produk baru di masa yang akan datang”

Dalam definisi ini investasi dikonstruksikan sebagai sebuah kegiatan untuk:

2. Barang modal itu akan dihasilkan produk baru

Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Investasi digunakan istilah investment ( investasi) yang mempunyai arti:23

Sementara dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dinyatakan bahwa penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Salah bentuk penanaman modal yang dilakukan adalah dengan cara

“ Penggunaan modal untuk menciptakan uang, baik melalui sarana yang menghasilkan pendapatan maupun melalui ventura yang lebih berorientasi ke resiko yang dirancang untuk mendapatkan modal. Investasi dapat pula berarti menunjuk ke suatu investasi keuangan (di mana investor menempatkan uang ke dalam suatu sarana) atau menunjuk ke investasi suatu usaha atau waktu sesorang yang ingin memetik keuntungan dari keberhasilan pekerjaannya.”

21 Salim H.S., Budi Sutrisno, Op cit, halaman 31

22Ibid, halaman 31

23 Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung :CV Nuansa Aulia, 2010), hal.31

(22)

penanaman modal langsung. Investasi langsung sebagai bentuk aliran modal mempunyai peranan utama bagi pertumbuhan ekonomi negara berkembang, karena bukan hanya memindahkan modal barang, tetapi juga mentrasnfer pengetahuan dan modal sumber daya manusia.24

Apabila mengacu pada definisi yang dijelaskan di atas, dapat ditelaah objek dan ruang lingkup kajian hukum investasi.25 Objek kajian merupakan sasaran di dalam penyelidikan atau pengkajian hukum investasi. Objek itu dibagi menjadi dua macam, yaitu objek materil dan objek formal.26 Objek materil yaitu bahan (materiil) yang dijadikan sasaran dalam penyelidikannya. Objek materil hukum investasi adalah manusia dan investasi.27

1. Hubungan antara investor dengan negara penerima modal ;

Objek forma, yaitu sudut pandang tertentu terhadap objek materilnya. Jadi, objek forma hukum investasi adalah mengatur:

2. Bidang-bidang usaha yang terbuka untuk investasi;serta

3. Prosedur dan syarat-syarat dalam melakukan investasi dalam suatu negara.

Hubungan antara investor dengan penerima modal sangat erat karena investor sebagai pemilik uang/modal akan bersedia menanamkan investasinya di negara penerima modal, dan negara penerima modal harus dapat memberikan kepastian hukum, perlindungan hukum, dan rasa aman bagi investor dalam berusaha.28

24Ibid, hal. 38

25Op cit, hal.12

26Ibid

27 Ibid

28Ibid

(23)

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri jo Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri tidak ditemukan ketentuan yang menyebutkan tentang asas- asas hukum di dalam pelaksanaan investasi di Indonesia. Namun dalam Pasal 3 ayat (1) Undanng-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan 10 asas dalam penanaman modal atau investasi. Dalam Pasal tersebut disebutkan sejumlah asas dalam penanaman modal, yakni:29

a. Asas kepastian hukum, adapun maksud asas ini adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuam peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal;

b. Asas keterbukaan, adapun maksud ini adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal;

c. Asas akuntabilitas, adapun maksud asas ini adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari

penyelenggaraan penanaman modal harus

dipertanggunggjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara.

Adapun maksud asas ini adalah asas perlakuan pelayanan non diksriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing lainnya;

e. Asas kebersamaan, adapun maksud asas ini adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejehtaraan rakyat;

f. Asas efisiensi berkeadilan, adapun maksud asas ini adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan

29 Sentosa Sembiring, Op cit, halaman 132

(24)

mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.

g. Asas berkelanjutan, adapun maksud asas ini adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang;

h. Asas berwawasan lingkungan, adapun yang dimaksud dengan asas ini, adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup;

i. Asas kemandirian, adapun yang dimaksud dengan asas ini adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi; dan

j. Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, adapun yang dimaksud asas ini adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.

2. Insentif dalam Penanaman Modal

Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagai dasar hukum utama pelaksanaan penanaman modal dan peraturan-peraturan pelaksanaannya, cakupan materinya juga memberikan berbagai insentif berupa pelayanan, fasilitas, kemudahan dan jaminan bagi investor yang diberikan dalam kegiatan penanaman modal.30Insentif yang diberikan meliputi insentif langsung dan insentif tidak langsung.31 Pemberian insentif ini bertujuan untuk lebih dapat menarik investor. Paragraf-paragraf berikut menguraikan insentif-insentif penanaman modal yang di atur dalam Undang-Undang Penanaman Modal yakni sebagai berikut:32

30 Ermanto Fahamsyah, Hukum Penanaman Modal,( Yogyakarta: Laksbang Pressindo, 2015), hal. 14

31Ibid

32Ibid, hal.16

(25)

- Insentif Langsung

a. Kepemilikan Modal 100% Bagi Penanaman Modal Asing

Undang-Undang Penanaman Modal memberikan kemungkinan bagi penanaman modal asing yang kepemilikan modalnya 100% dimiliki oleh penanam modal asing. Pengaturan pemerintah yang memperkenankan kepemilikan modal 100% bagi penanaman modal asing dimaksudkan untuk memberi insentif atau kelonggaran bagi penanaman modal asing. Namun, pengaturan tersebut tentunya belum juga bisa dikatakan final karena masih harus memenuhi persyaratan lain seperti bidang usaha, sifat usaha, bentuk usaha, komposisi pemilikan saham dan divestasi.

b. Pengalihan Aset, Transfer, dan Repatriasi

Pemberian insentif dalam hal kemudahan pengalihan aset, transfer dan repatriasi diberikan dalam rangka untuk lebih mendorong investor untuk menanamkan modalnya ke Indonesia. Berbagai pihak menilai pemberian insentif ini terlalu memberikan kemudahan. Meskipun demikian, ada juga yang berpendapat bahwa pemberian insentif ini, khususnya dalam pengambilalihan aset, harus kembali dilihat dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas.

c. Ketenagakerjaan

Pengaturan masalah ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Penanaman Modal terdapat dalam ketentuan Pasal 10 yang mengatur aspek-aspek ketenagakerjaan, dimana perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia. Sebagaimana diketahui hal penting yang diharapkan dengan adanya penanaman modal, khususnya penanaman modal asing yang juga biasa disebut Foreign Direct Investment ( FDI) adalah adanya transfer teknologi.

d. Perpajakan

Kegiatan penanaman modal merupakan kegiatan yang berorientasi untuk mencari keuntungan (profit oriented). Oleh karena itu, pemberian insentif di bidang perpajakan akan sangat membantu menyehatkan cash flaw dan mengurangi secara substansial biaya produksi (production cost) yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan profit margin dari suatu kegiatan penanaman modal.

Berkenaan dengan hal tersebut, Undang-Undang Penanaman Modal juga memuat ketentuan yang mengatur pemberian fasilitas fiskal yang berupa insentif pajak.

Fasilitas perpajakan dalam Undang-Undang Penanaman Modal diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (4),(5) dan (6). Adapun bentuk

(26)

fasilitas perpajakan yang diberikan kepada penanaman modal dapat berupa:

1. Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu

2. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang, modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi dalam negeri

3. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu.

4. Pembebasan atau penangguhan pajak pertambahan nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu.

5. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat;dan

6. Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.

- Insentif tidak langsung

a. Jaminan Terhadap Tindakan Nasionalisasi

Salah satu bentuk insentif tidak langsung di bidang penanaman modal adalah jaminan terhadap tindakan nasionalisasi. Pengaturan tentang nasionalisasi terdapat dalam Pasal 7 Undang-Undang Penanaman Modal. Berkaitan dengan jaminan tindakan nasionalisasi, pemerintah Indonesia tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-undang.

b. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal

Pasal 32 Undang-Undang Penananamn Modal memuat ketentuan tentang Penyelesain Sengketa. Dalam ketentuan tersebut, menguraikan beberapa cara dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal. Cara- cara tersebut adalah sebagai berikut:

1. Para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat

2. Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah mufakat tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan

(27)

3. Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan

4. Ayat (4) menentukan, dalam hal ini terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati para pihak.

3. Pajak Daerah

Sebagai salah satu komponen penerimaan PAD, potensi pungutan pajak daerah lebih banyak memberikan peluang bagi daerah untuk dimobilisasi secara maksimal bila dibandingkan dengan komponen-komponen penerimaaan PAD lainnya. 33

a. Pajak Kendaraan Bermotor

Dalam UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagai pengganti dari UU No. 18 tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 tahun 2000 juga telah dipertegas tentang pengertian pajak daerah, yakni pajak daerah adalah kontibusi wajib pajak kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Adapun jenis-jenis pajak daerah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 terdiri atas dua jenis yakni pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Dalam ayat (1) dinyatakan bahwa jenis pajak provinsi terdiri atas:

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

33www.djpk.kemenkeu.go.id/wp-content/uploads/2018/08pajak_daerah-1.pdf , diakses pada tanggal 30 Mei 2019, pukul 18.42 WIB.

(28)

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan; dan

e. Pajak Rokok

Sementara dalam ayat (2) dinyatakan bahwa jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas :

a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan Jalan

f. Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan g. Pajak Parkir

h. Pajak Air Tanah

i. Pajak Sarang Burung Walet

j. Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan;Dan k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

Dalam kaitannya dengan sumber penerimaan asli daerah, ada beberapa kriteria dari pajak daerah yakni sebagai berikut:34

a. Pungutan bersifat pajak dan bukan retribusi

Pungutan tersebut harus sesuai definisi pajak yang dituangkan dalam Undang-Undang yaitu merupakan kontribusi wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah dengan ketentuan :

- Tanpa imbalan langsung yang seimbang;

34Ibid

(29)

- Dapat dipaksakan berdasarkan perundang-undangan; dan

- Digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah

b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas cukup rendah, serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Pajak ditujukan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antara pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketentraman dan kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan.

d. Potensi pajak memadai, artinya hasil penerimaan pajak harus lebih besar dari biaya pemungutan.

e. Objek pajak bukan merupakan objek pajak pusat

Jenis pajak yang bertentangan dengan kriteria ini, antara lain adalah pajak ganda (double tax), yaitu pajak dengan objek dan/atau dasar pengenaan yang tumpang tindih dengan objek dan/atau dasar pengenaan pajak lain yang sebagaian atau seluruh hasilnya diterima oleh daerah.

f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif

Pajak saja tidak mengganggu alokasi sumber ekonomi dan tidak meringtangi arus sumber daya ekonomi antar daerah maupun kegiatan ekspor impor

(30)

g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Aspek keadilan antara lain :

- Objek dan subjek pajak harus jelas sehingga dapat diawasi;

- Pemungutannya;

- Jumlah pembayaran pajak dapat diperkirakan oleh wajib pajak;dan

- Tarif pajak ditetapkan dengan memperhatikan keadaan wajib pajak.

h. Aspek kemampuan masyarakat

Pajak memperhatikan kemampuan subjek pajak untuk memukul tambahan beban pajak, sehingga beban besar dari beban pajak tersebut tidak dipikul oleh masyarakat yang relatif kurang mampu

i. Menjaga kelestarian lingkungan

Pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada daerah atau pusat atau masyarakat untuk merusak lingkungan.

G. Metode Penelitian

Penulisan skripsi ini membutuhkan adanya data dan keterangan yang dapat dijadikan bahan untuk menganalisa masalah yang ada. Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data dan keterangan tersebut penulis menggunakan metode sabagai berikut :

1. Spesifikasi Penelitian

Metode penelitian hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitianyuridis normatif (penelitian hukum

(31)

doktriner) dan metode penelitian yuridisempiris (studi lapangan).

Metode penelitian normatif dalam penulisan skripsi ini ditujukan untuk mengkaji hukum tertulis yang berkaitan dengan keringanan pajak sebagai bentuk insentif investasi di Sumatera Utara. Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan mengenai peraturan perundang-undangan tentang insentif investasi di Provinsi Sumatera Utara.Selain itu, melalui metode penelitian normatif, hal yang ingin dianalisis adalah sinkronisasi antara peraturan yang berkaitan dengan pemberian insentif dan kemudahan penanaman modal, yakni sinkronisasi antara Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 8 tahun 2014 dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Metode penelitian yang bersifat yuridis empiris dilakukan dengan studi lapangan untuk mengetahui pelaksanaan pemberian keringanan pajak sebagai insentif investasi oleh aparatur yang bersangkutan.

Sifat penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian bersifat deskiptif yaitu penelitian yang menggambarkan secara jelas, rinci, dan sistematis mengenai obyek yang akan diteliti.35

2. Data Penelitian

Penelitian deskriptif ini dilakukan untuk melihat secara jelas, rinci, sistematis mengenai keringanan pajak sebagai bentuk insentif investasi di Sumatera Utara yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No.8 Tahun 2014

35 Muhamad Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2004), hal.155

(32)

Materi dalam skripsi ini diambil dari data primer dan data sekunder sebagaimana yang dimaksud di bawah ini :

a. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui penelitian di lapangan. Dalam penulisan skripsi ini, data primer diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan kepada Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang memiliki pemahaman akan pokok bahasan dalam penulisan skripsi ini.

Selain itu wawancara akan dilakukan terhadap Pegawai Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Utara terkait pokok bahasan.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang pembahasannya terkait dengan penanaman modal atau investasi serta insentif terhadap penanaman modal atau investasi. Data sekunder dieproleh dari bahan-bahan hukum sebagai berikut :

(1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer dalam penulisan skripsi ini terdiri dari peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penanaman modal yakni Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah, Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 8 Tahun

(33)

2014 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal.

(2) Bahan hukum sekunder

Bahan-bahan yang ada kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. Semua dokumen yang dapat menjadi sumber informasi mengenai perlakuan dan pemberian fasilitas kepada penanam modal, seperti hasil seminar atau makalah dari pakar hukum. Koran, majalah, kasus-kasus yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini, dan juga sumber-sumber lain yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan permasalahan yang dibahas.

(3) Bahan hukum tertier

Bahan hukum tertier mencakup kamus bahasa untuk pembenahan tata bahasa Indonesia dan juga sebagai alat bantu pengalih bahasa beberapa istilah asing.

3. Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

a. Studi pustaka yang dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder, dengan cara membaca dan mempelajari instrumen hukum serta literatur yang relevan dan berkaitan dengan keringanan pajak sebagai bentuk insentif investasi yang disertai dengan identifikasi data yang sesuai dengan pokok bahasan skripsi ini.

(34)

b. Studi lapangan yakni dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan data secara langsung ke lapangan dengan menggunakan teknik wawancara terhadap narasumber yang relevan terkait objek penelitian dalam skripsi ini. Dalam hal ini narasumber yang akan diwawancarai adalah pegawai Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Utara dan pegawai Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara.

4. Analisis Data

Adapun data-data yang diperoleh dalam penelitian yang terkait dalam penulisan skripsi ini diolah dengan menggunakan metode analisis secara kualitatif, yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang tersusun secara teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif. Sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisa.36

H. Sistematika Penulisan

Data dalam penelitian ini akan diuraikan ke dalam kalimat-kalimat yang tersusun secara sistematis, sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan secara induktif sebagai jawaban singkat dari permasalahan yang diteliti.

Skripsi ini diuraikan dalam 5 (lima) bab, guna mempermudah pemahamanakan skripsi ini maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

36 Muhamad Abdulkadir, Op cit, hal. 127

(35)

Bab I yang terdiri dari pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang, perumusan masalah/permasalahan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematikapenulisan.

Bab II membahas mengenai kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam penyelenggaraan urusan penanaman modal yang terdiri dari dua sub bahasan dengan sub bahasan yang pertama mengkaji tentang landasan hukum penyelenggaraan urusan penanaman modal oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan sub bahasan yang kedua mengkaji tentang ruang lingkup kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dalam Penyelenggaraan Urusan Penanaman Modal.

Bab III membahas mengenai mekanisme pemberian keringanan Pajak Daerah sebagai bentuk insentif investasi di Provinsi Sumatera Utara yang terdiri atas dua sub bahasan, yang mana sub bahasan yang pertama mengkaji tentang landasan hukum pemberian keringanan Pajak Daerah sebagai bentuk insentif investasi di Provinsi Sumatera Utara dan sub bahasan kedua mengkaji tentang tata cara pemberian keringanan Pajak Daerah sebagai bentuk insentif investasi di Provinsi Sumatera Utara

Bab IV membahas tentang analisis Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No 8 Tahun 2014 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi dalam kaitannya dengan Keringanan Pajak Daerah di Sumatera Utara yang terdiri dari dua sub bahasan, dimana sub bahasan yang pertama mengkaji tentang kesesuaian antara Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 8 Tahun 2014 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan

(36)

Penanaman Modal dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah.Adapun sub bahasan kedua mengkaji tentang Pelaksanaan Pemberian Keringanan Pajak Daerah di Sumatera Utara sebagai bentuk insentif investasi yang dimuat dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 8 Tahun 2014 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal.

Bab V terdiri atas kesimpulan dan saran. Merupakan bab penutup dari penulisan skripsi yang mana didahului dengan pembasahan yang dimuat dalam rangkaian bab bab. Kesimpulan merupakan intisari dari penyusunan skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran terkait penulisan skripsi ini.

(37)

BAB II

KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI DALAM PENYELENGGARAAN URUSAN PENANAMAN MODAL

A. Pengaturan Penanaman Modal di Indonesia

Setelah menanti cukup lama akhirnya ketentuan investasi yang selama empat puluh tahun diatur dalam dua undang-undang yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri ( PMDN), dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM). Undang-Undang Penanaman Modal dinyatakan berlaku sejak diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) tahun 2007 Nomor 67 pada tanggal 26 April 2007.37

Ada lima pertimbangan diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu :38

1. Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dilaksanakan pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan;

2. Penanaman modal merupakan bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional yang berdasar atas demokrasi ekonomi untuk mencapai tujuan bernegara;

3. Untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah ekonomi potensial

37 Sentosa Sembiring, Op cit, hal. 126

38 Salim HS, Budi Sutrisno, Op cit, hal. 108

(38)

menjadi kekuatan ekonomi riil, dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri;

4. Menghadapi perubahan ekonomi global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional perlu diciptakan suatu iklim penanaman modal yang lebih kondusif dan promotif

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970, dipandang perlu untuk diganti.

Undang-undang tentang Penanaman Modal, tidak hanya mengatur tentang penanaman modal dalam negeri, tetapi juga mengatur tentang penanaman modal asing. Ketentuan-ketentuan yang mempunyai hubungan dengan penanaman modal dalam negeri, meliputi:

1. Pasal 1 angka 2, angka 7 tentang pengertian penanaman modal dalam negeri dan modal luar negeri;

2. Pasal 3 tentang asas dan tujuan penanaman modal;

3. Pasal 4 tentang kebijakan dasar penanaman modal;

4. Pasal 5 ayat (1) tentang bentuk badan usaha;

5. Pasal 6 ayat (1) tentang perlakuan terhadap penanaman modal;

6. Pasal 9 tentang tanggung jawab hukum yang belum diselesaikan oleh penanam modal;

7. Pasal 10 tentang penggunaan tenaga kerja;

8. Pasal 11 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial;

(39)

9. Pasal 12 tentang badan usaha;

10. Pasal 15 sampai dengan Pasal 17 tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab penanam modal;

11. Pasal 18 sampai dengan Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 24 tentang fasilitas penananam modal;

12. Pasal 32 ayat (1) sampai dengan ayat (3) tentang penyelesaian sengketa;

13. Pasal 33 sampai dengan Pasal 34 tentang sanksi

Pasal 33 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengatur tentang:

1. Larangan bagi investor domestik; dan 2. Pengakhiran perjanjian atau kontrak kerja.

Investor domestik dilarang untuk membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseoran terbatas untuk dan atas nama orang lain.39 Ketentuan ini sebenarnya terdapat dalam Pasal 33 ayat (1) UUPM dan biasa disebut dengan nominee share agreement. Konsep nominee tidak mendapatkan pengakuan dalam sistem hukum di Indonesia.40

39Ibid, hal.110

40 Lucky Suryo, Kepastian Hukum Nominee, Jurnal Hukum, Volume 23, Januari 2016, hlm.51

Hal ini disebabkan adanya pelanggaran terhadap syarat objektif dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai sebab yang halal beserta penjabarannya dalam Pasal 1377 KUHPerdata, yang mana nominee agreement tidak dapat dituntut pelaksanaan dan pemenuhannya di mata hukum dikarenakan bertentangan dengan Pasal 52 ayat (4) UU PT yang berisi ketentuan bahwa setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi. Hal ini merupakan konsep kepemilikan saham secara

(40)

dominimum plenum (mutlak). Selain itu, salah satu syarat pendirian PT adalah terdapat dua pemegang saham atau lebih, yang jelas bertentangan dengan konsep nominee agreemnet Konsekuensi logis dari investor yang membuat perjanjian/pernyataan itu adalah batal demi hukum. Artinya perjanjian itu dari semula dianggap tidak ada.Hal ini dikarenakan konsep dari nominee agreement ini terdiri atas beneficiary yakni selaku pihak yang menerima manfaat dengan memberikan kuasa kepada nominee untuk mewakili kepentingan-kepentingan dari beneficiary. Dalam praktiknya, nominee adalah pihak yang tercatat secara hukum sedangkan benficiary tidak tercatat secara hukum namun kepentingannya terakomodir oleh nominee yang mewakilinya dalam suatu perjanjian. Kondisi seperti ini tentu sangat bertentangan dengan asas-asas perjanjian dalam KUHPerdata.

Di samping itu, dalam Pasal 34 telah ditentukan sanksi bagi investor domestik yang tidak memenuhi kewajiban dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Sanksinya berupa sanksi administratif Pasal 15 ini, berkaitan dengan tidak dilaksanakan kewajiban dengan baik oleh investor domestik. Kewajiban yang tidak dilaksanakan itu meliputi :41

1. Tidak menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;

2. Tidak melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;

3. Tidak membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;

4. Tidak menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan

41Ibid, hal. 111

(41)

5. Tidak mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jenis sanksi administratif, yang dijatuhkan kepada investor domestik berupa:

1. Peringatan tertulis

2. Pembatasan kegiatan usaha

3. Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal;atau 4. Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal

Pada dasarnya tidak setiap penanaman modal dalam negeri dapat melakukan kegiatan investasi di Indonesia. Investor domestik yang dapat melakukan investasi di Indonesia harus berbentuk badan usaha yakni badan usaha yang terbuka, terbuka bersyarat yang tidak ditutup bagi penanaman modal. Hal tersebut tercantum dalam Lampiran I dan III Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. Dalam Lampiran I telah dicantumkan bidang usaha yang tidak dapat dilakukan untuk kegiatan penanaman modal atau tertutup untuk penanaman modal yakni bidang usaha dalam hal budidaya ganja, penangkapan species ikan, pemanfaatan koral/karang dari alam untuk bahan bangunan, industri pembuat chor alkali, industri bahan aktif pestisida, dll. Sementara itu, bidang usaha yang terbuka bersyarat sebagaimana dalam Lampiran III meliputi bidang usaha di bidang pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan, energi dan sumber daya mineral, perindustrian, pertahanan dan keamanan, pekerjaan umum, perdagangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, perhubungan, komunikasi dan informatika, keuangan, perbankan, tenaga kerja, pendidikan, kesehatan. Pasal 3 Perpres No. 44

(42)

Tahun 2016 menyatakan bahwa segala jenis bidang usaha yang tidak tercantum dalam bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan merupakan bidang usaha terbuka. Semua permohonan penanaman modal baik dengan atau tanpa fasilitas yang diajukan ke instansi manapun dan pada tanggal berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 belum disetujui, harus diproses sesuai mekanisme dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, yang artinya ditandatangani oleh PSP BKPM {Pasal 37 ayat (3)}42

Secara garis besar, dalam pengaturan penanaman modal sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengatur hal-hal sebagai berikut:

. Ketentuan Peralihan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 menyatakan:

“ semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo Nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diatur dengan peraturan pelaksana yang baru berdasarkan undang-undang ini”.

43

1. Pengaturan Penanaman Modal

a. Tempat : seluruh wilayah NKRI; penanam modal: Warga Negara Indonesia/Warga Negara Asing;

b. Bentuk usaha : perorangan/ badan usaha/ pemerintah asing/penanam modal asing ( wajib perseroan terbatas utamanya yang mengajukan permohonan fasilitas);

c. Jenis usaha : tunduk pada ketentuan perundang-undangan/

perizinan yang berlaku; dalam hal ini dalam Pasal 12 ayat (1)

42Hendrik Budi Untung, Op cit, hal.105

43Ibid

(43)

UUPM dinyatakan bahwa bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal adalah semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. Dalam Pasal 12 ayat (2) dinyatakan bahwa bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah :

- Produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang, dan

- Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.

Secara rinci bidang usaha atau jenis usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan bagi penanaman modal diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal. Semua jenis usaha yang tidak merupakan jenis usaha tertutup atau terbuka dengan persyaratan merupakan jenis usaha terbuka.

d. Dapat memperoleh fasilitas ( Pasal 18 sampai dengan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007), dilayani lewat

“PTSP” BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) merupakan upaya untuk meningkatkan pelayanan kepada investor. Pemberian fasilitas-fasilitas atau kemudahan ini adalah dimaksudkan agar investor domestik maupun investor

(44)

asing mau menanamkan investasinya di Indonesia.44

Adapun fasilitas fiskal yang diberikan kepada investor domestik maupun investor asing antara lain :

Bentuk fasilitas yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal meliputi kemudahan perpajakan (fiskal) dan kemudahan perizinan (non fiskal).

a. Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan nettosampai tingkat tertentu terhadap jumlah penamanan modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;

b. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi dalam negeri;

c. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;

d. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;

e. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat;

44http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/66639/Chapter%20III- V.pdf?sequence=2&isAllowed=y, diakses pada hari Jumat, 14 Juni 2019, pukul 17.58 WIB

(45)

f. Keringanan pajak bumi dan bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah kawasan tertentu.

Selain fasilitas fiskal, pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanam modal untuk memperoleh:

a. Hak atas tanah terdiri dari:

- Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun;

- Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan

- Hak pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun.

Ketentuan mengenai penggunaan hak atas tanah ini diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Penanaman

(46)

Modal, namun ketentuan penggunaan tanah sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 22 ayat (1) UUPM dinyatakan tidak mengikat oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI).45

(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal.

Tepatnya dalam Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 21-22/PUU-V/2007, tanggal 25 Maret 2007 dalam perkara permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam amar putusan, Mahkamah Konstitusi berpendapat Pasal 22 ayat (2) sepanjang menyagkut kata-kata “ di muka sekaligus”, Pasal 22 ayat (4) sepanjang menyangkut kata-kata “sekaligus di muka” Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga Pasal 22 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dimaksud menjadi berbunyi sebagai berikut:

(2) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dan diperpanjang untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan antara lain:

45Ibid, hal. 161

(47)

a. Penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing;

b. Penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan;

c. Penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas;

d. Penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah negara; dan

e. Penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.

(3) Hak atas tanah dapat diperbarui setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak.

(4) Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan dan yang dapat diperbarui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dihentikan atau dibatalkan oleh Pemerintah jika perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa menurut hemat hakim, pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum adalah merupakan hal yang refresif akibat perbuatan yang dilakukan karena

Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian Kepustakaan dilakukan dengan menganalisis Putusan

3. suatu sebab yang halal. Pos Indonesia bergerak dalam bidang jasa, maka faktor yang sangat penting yang perlu di perhatikan adalah kepercayaan pengguna jasa, dimana

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian. Bahan hukum primer yang

Ketidakterlaksanaannya suatu kontrak konstruksi dapat menimbulkan perselisihan atau yang sering disebut dengan “sengketa konstruksi” diantara pihak pengguna dengan pihak

Maka, atas pertimbangan tersebutlah Majelis Hakim menyatkan bahwa terdakwa harus dilepaskan dari tuntutan hukum (ontslag van rechtvervolging). Dari pemaparan

Skripsi ini mengemukakan permasalahan mengenai bentuk-bentuk pelanggaran terhadap perempuan korban perang di Suriah ditinjau menurut hukum internasional, diantara banyak

Bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK” sebagaimana yang didakwakan