TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN ANTARA
PERUSAHAAN DAERAH PENGELOLAAN AIR LIMBAH (BUMD) DAN PIHAK KETIGA PERUSAHAAN SWASTA (STUDI KASUS DI PD. PAL
JAYA)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH:
NAOMI SEPTINA TANIDA NIM: 130200493
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN ANTARA
PERUSAHAAN DAERAH PENGELOLAAN AIR LIMBAH (BUMD) DAN PIHAK KETIGA PERUSAHAAN SWASTA (STUDI KASUS DI PD. PAL
JAYA)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH:
NAOMI SEPTINA TANIDA NIM: 130200493
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
Disetujui oleh
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Prof. Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum NIP. 196603031985081001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum Dr. Edy Ikhsan, S.H., M.A.
NIP. 196202131990031002 NIP. 196302161988031002
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
NAMA : NAOMI SEPTINA TANIDA
NIM : 130200493
DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN
JUDUL SKRIPSI : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN ANTARA PERUSAHAAN DAERAH PENGELOLAAN AIR LIMBAH (BUMD) DAN PIHAK KETIGA
PERUSAHAAN SWASTA (STUDI KASUS DI PD. PAL JAYA)
Dengan ini menyatakan:
1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Medan, September 2016
NAOMI SEPTINA TANIDA NIM : 130200493
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Abstrak v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 9
C. Tujuan Penulisan 10
D. Manfaat Penulisan 10
E. Metode Penelitian 11
F. Keaslian Penulisan 13
G. Sistematika Penulisan 14
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian 16
B. Asas-Asas Perjanjian 18
C. Syarat Sahnya Perjanjian 24
D. Jenis-Jenis Perjanjian 27
E. Berakhirnya Perjanjian 31
BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN A. Pengertian Perjanjian Pemborongan 35
B. Jenis-Jenis Perjanjian Pemborongan 40
C. Para Pihak dalam Perjanjian Pemborongan 43
D. Berakhirnya Perjanjian Pemborongan 52
BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN ANTARA PERUSAHAAN DAERAH PENGELOLAAN AIR LIMBAH (BUMD) DAN PIHAK KETIGA PERUSAHAAN SWASTA A. Profil Umum Tentang PD. PAL JAYA 55
B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA 58
C. Pelaksanaan Perjanjian antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA 64
D. Bentuk Penyelesaian Sengketa yang Timbul di dalam Pelaksanakan Perjanjian antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 81
B. Saran 84
DAFTAR PUSTAKA 86
LAMPIRAN 89
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan karunia-Nya selama Penulis menuntut ilmu sampai pada menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun yang Penulis pilih sebagai judul Skripsi adalah “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN ANTARA PERUSAHAAN DAERAH PENGELOLAAN AIR LIMBAH (BUMD) DAN PIHAK KETIGA PERUSAHAAN SWASTA (STUDI KASUS DI PD. PAL JAYA)”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan berbagai keterbatasan Penulis, baik keterbatasan pengetahuan, pengalaman Penulis dalam menulis karya ilmiah, maupun segi ketersediaan literature. Oleh karena itu, Penulis dengan besar hati mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian.
Pada kesempatan ini Penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuannya secara moril maupun materil dalam proses penyelesaian skripsi ini kepada:
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Jelly Leviza, S.H, M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum selaku dosen Pembimbing Akademik Penulis.
6. Prof. Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I, terimakasih atas bimbingan, dukungan, dan motivasi yang sangat bermanfaat bagi Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H., M.A. selaku Dosen Pembimbing II, terimakasih atas bimbingan, dukungan, dan motivasi yang sangat bermanfaat bagi Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing Penulis selama masa perkuliahan.
10. Seluruh civitas Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, staf administrasi dan seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
11. Orang tua yang sangat Penulis kasihi papa Amistan Purba, S.E., M.M. dan mama Nurhaida Siregar, S.Th., yang selalu memberi dukungan, motivasi, kasih sayang serta doa dan nasihat yang sangat bermanfaat buat Penulis hingga Penulis menyelesaikan skripsi ini.
12. Kakak Penulis Elfriede Harde Tanida Purba, S.E., yang selalu menemani dan menjadi semangat bagi Penulis.
13. Ervando Getperson Freddy Sianturi, S.T., yang selalu memberi dukungan, semangat, kesabaran dan doa bagi Penulis serta yang selalu setia menemani Penulis hingga Penulis menyelesaikan skripsi ini.
14. Bapak Ir. Junifer Panjaitan, M.M., selaku Direktur Teknik dan Usaha PD.
PAL JAYA yang telah membimbing dan mengizinkan saya untuk melakukan riset skripsi di kantor PD. PAL JAYA, terimakasih atas dukungan dan motivasi yang diberikan kepada Penulis.
15. Nidea Hutabarat, S.H., Rosianna Tampubolon, Amd., Ria Angelina Tampubolon, S.H., terimakasih atas segala motivasi, bantuan dan doa yang telah diberikan kepada Penulis.
16. Ruth Diyantika Sitorus, Pima Claudia Markezia Sembiring, Rachel Yovani Napitupulu, Alamsyah Munthe, Giani Sitompul, Theresia Sitompul dan Vetty Kharisma, sahabat yang selalu menemani Penulis dalam suka duka, terimakasih atas dukungan, bantuan, doa dan kenangan indah bagi Penulis selama Penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
17. Pupi dan Lullaby, yang lucu dan selalu menghibur serta menemani Penulis.
18. Seluruh teman-teman Grup A dan teman-teman praktek peradilan semu (klinis hukum) Penulis, terimakasih atas semua memori selama Penulis menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
19. Semua pihak yang telah membantu Penulis baik secara moril maupun materil yang tidak dapat Penulis tuliskan satu persatu.
Demikian yang dapat Penulis sampaikan, semoga kita semua selalu diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Medan, September 2016 Penulis,
Naomi Septina Tanida
ABSTRAK Naomi Septina Tanida * Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum **
Edy Ikhsan, S.H., M.A. ***
Air limbah adalah air yang telah mengalami penurunan kualitas karena pengaruh manusia. Mengingat pencemaran air limbah di Indonesia tidak ada habisnya, maka pemerintah berkewajiban untuk mengatasi permasalahan air limbah ini, khususnya di daerah DKI Jakarta. Maka terbentuklah Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah Provinsi DKI Jakarta yang berperan sebagai perusahaan yang kompeten dalam meningkatkan kualitas lingkungan fisik kota dari dampak pencemaran air limbah. Dalam menjalankan tugasnya PD. PAL JAYA melakukan perjanjian dengan pihak ketiga perusahaan swasta, diantaranya adalah perjanjian kerjasama pemborongan kerja dengan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA dalam pemasangan jaringan pipa air limbah di Gedung Panin Bank.
Perjanjian yang dilakukan antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA adalah perjanjian pengadaan barang dan jasa. Adapun permasalahan yang dibahas terkait dengan pelaksanaan perjanjian antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA, pengaturan hak dan kewajiban dalam perjanjian antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA dan model penyelesaian sengketa yang timbul di dalam pelaksanakan perjanjian antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dan empiris yang bersifat deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder serta data primer yang diperoleh melalui wawancara. Data kemudian dikategorisasi dan selanjutnya diurai secara sistematis untuk menggambarkan secara jelas hal-hal yang dipersoalkan dalam penelitian ini.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah perjanjian pemborongan kerja antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA telah sesuai ketentuan berlaku, baik PD. PAL JAYA maupun PT. GODHAR UTAMA KHARISMA telah memenuhi hak dan kewajiban mereka seperti yang telah tertuang dalam kontrak serta tidak ada ditemukan sengketa dalam proses perjanjian pekerjaan konstruksi tersebut. Perjanjian ini dilakukan dengan pengumuman di beberapa surat kabar lokal, lalu dilakukan metode pelelangan umum dengan proses prakualifikasi, menggunakan kontrak harga satuan, tahun tunggal, pengadaan tunggal dan pekerjaan tunggal. Apabila terjadi perselisihan dalam perjanjian ini maka akan diselesaikan degan cara damai atau musyawarah sebelum diselesaikan melalui jalur pengadilan.
Kata kunci : Perjanjian, Pemborongan, Kontrak Kerja.
* Mahasiswa Departemen Hukum Perdata BW Fakultas Hukum USU
** Dosen Pembimbing I
*** Dosen Pembimbing II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dihuni oleh masyarakat yang semakin hari semakin bertambah jumlahnya. Padatnya jumlah warga dan aktifitas manusia yang ada sangat berpengaruh terhadap air pembuangan atau air limbah yang dihasilkan. Air limbah tidak hanya dihasilkan dari perumahan (rumah tangga) saja tetapi juga dari industri, pabrik, bangunan, perdagangan, perkantoran, pertanian, pertambangan dan lain sebagainya. Air limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia disebut juga sebagai air limbah domestik. Air limbah domestik dapat berupa air yang bersumber dari kamar mandi, air hasil cucian piring, air hasil cucian pakaian dan sebagainya. Sedangkan air limbah non domestik adalah air yang sumbernya berasal selain dari manusia, seperti air limbah industri dan sebagainya.
Air biasanya disebut tercemar ketika terganggu oleh kontaminan antropogenik dan ketika tidak bisa mendukung kehidupan manusia, seperti air minum, dan/atau mengalami pergeseran ditandai dalam kemampuannya untuk mendukung komunitas penyusun biotik, seperti ikan. Fenomena alam seperti gunung berapi, ledakan alga, kebinasaan ikan, badai, dan gempa bumi juga menyebabkan perubahan besar dalam kualitas air dan status ekologi air.1
Air limbah adalah air yang telah mengalami penurunan kualitas karena pengaruh manusia. Air limbah perkotaan biasanya dialirkan di saluran air
1 “Pencemaran Air”, https://id.wikipedia.org/wiki/Pencemaran_air, diakses pada tanggal 26 April 2016.
kombinasi atau saluran sanitasi, dan diolah di fasilitas pengolahan air limbah atau septic tank. Air limbah yang telah diolah dilepaskan ke badan air penerima melalui saluran pengeluaran. Air limbah, terutama limbah perkotaan, dapat tercampur dengan berbagai kotoran seperti feses maupun urin.
Sistem pembuangan air adalah infrastruktur fisik yang mencakup pipa, pompa, penyaring, kanal, dan sebagainya yang digunakan untuk mengalirkan air limbah dari tempatnya dihasilkan ke titik di mana ia akan diolah atau dibuang.
Sistem pembuangan air ditemukan di berbagai tipe pengolahan air limbah, kecuali septic tank yang mengolah air limbah di tempat.2
Dengan adanya pencemaran air limbah maka dari itu selain pentingnya peran masyarakat DKI Jakarta juga dibutuhkannya suatu perusahaan yang dapat membantu mengatasinya. Salah satu perusahaan daerah yang berperan sebagai perusahaan yang kompeten dalam meningkatkan kualitas lingkungan fisik kota dari dampak pencemaran air limbah adalah PD. PAL JAYA.3
PD. PAL JAYA adalah Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah DKI Jakarta yang sah didirikan berdasarkan Perda Nomor 10 Tahun 1991 tanggal 26 September 1991 tentang PD PAL Jaya yang sebelumnya bernama Badan Pengelola Air Limbah (BPAL) yang sah berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum (PU) No. 510/KPTS/1987 tanggal 26 Oktober 1987 tentang Pembentukan Badan Pengelola Air Limbah DKI Jakarta.4 PD. PAL JAYA menyediakan beberapa sarana diantaranya yaitu Pengolahan Air Limbah Sistem
2 “Air Limbah”, https://id.wikipedia.org/wiki/Air_limbah, diakses pada tanggal 26 April 2016.
3 “Tentang PD. PAL JAYA”, http://www.paljaya.com/profil/tentang-kami, diakses pada tanggal 26 April 2016.
4 “Sejarah Singkat PD. PAL JAYA”, http://www.paljaya.com/profil/sejarah-singkat, diakses pada tanggal 26 April 2016.
Perpipaan, Sistem Setempat, Layanan Lumpur Tinja Terjadwal, Pemeriksaan Laboratorium, Peralatan Pemeliharaan dan Air Daur Ulang.5
Menurut Pergub Prov. DKI Jakarta No. 273 Tahun 2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah DKI Jakarta dalam Pasal 2 ayat (2), PD. PAL JAYA dipimpin oleh seorang Direktur Utama dibantu oleh 2 (dua) orang Direktur yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Gubernur.6 Dalam menjalankan tugasnya PD. PAL JAYA melakukan perjanjian-perjanjian dengan pihak ketiga perusahaan swasta, diantaranya adalah perjanjian kerjasama pemborongan kerja dengan PT.
GODHAR UTAMA KHARISMA dalam pemasangan jaringan pipa air limbah di Gedung Panin Bank. Perjanjian tersebut dibuat dalam rangka pemenuhan jasa layanan PD. PAL JAYA yaitu penyediaan sarana pengelolaan air limbah sistem perpipaan / sistem terpusat untuk mengatasi masalah pencemaran air tanah dan air permukaan di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Sesuai dengan Perda Prov. DKI.
Jakarta No. 7 Tahun 2014 tercantum tujuan dari Perusahaan Daerah, dimana Perusahaan Daerah bertujuan membantu dan menunjang kebijakan umum Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan jasa pelayanan dengan pengelolaan air limbah termasuk penyaluran, pengumpulan, pemeliharaan, dan pengolahannya.7 Merujuk pada Keputusan Gubernur Nomor 45 Tahun 1992, bahwa setiap bangunan yang berada di daerah yang sudah terpasang pipa air limbah wajib membuang air limbahnya ke pipa
5 “Jasa Layanan PD. PAL JAYA”, http://www.paljaya.com, diakses pada tanggal 26 April 2016.
6 Pasal 2 ayat (2) Pergub Prov. DKI Jakarta No. 273 Tahun 2014.
7 Pasal 5 ayat (1) Perda Prov. DKI Jakarta No. 7 Tahun 2014.
tersebut melalui pipa sambungan persil.8
Dengan membuang air limbah ke saluran perpipaan PD PAL Jaya, masyarakat tidak perlu membuat tanki septik atau Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Setempat. Air limbah dari bekas cucian (grey water) dan dari buangan biologis seperti tinja manusia (black water) akan dialirkan melalui sistem perpipaan menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat. Air limbah yang masuk ke IPAL selanjutnya diolah sampai memenuhi baku mutu untuk dibuang ke badan air penerima (sungai).
Keuntungan lain menggunakan sistem perpipaan PD PAL Jaya, yaitu:
1. Memperkecil pencemaran air tanah dari limbah tinja akibat kebocoran tanki septik;
2. Menjaga keseimbangan biota air permukaan, karena limbah yang dialirkan ke sungai sudah melalui proses pengolahan;
3. Lahan kosong untuk penempatan tanki septik atau IPAL setempat dapat dimanfaatkan untuk penggunaan ruang lainnya (seperti parkir atau lahan hijau).
Layanan air limbah sistem perpipaan menyalurkan buangan air limbah domestik dari bangunan rumah tangga, perkantoran, hotel, apartemen, rumah sakit, pasar, sekolah, pertokoan & mall, dsb dialirkan melalui sistem perpipaan menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat Waduk Setiabudi untuk dilakukan proses pengolahan sampai memenuhi baku mutu yang ditetapkan sebelum dibuang ke badan air (sungai).
Wilayah yang sudah terlayani sistem perpipaan meliputi Kawasan HR.
8 Pasal 2 ayat (1) Keputusan Gubernur Prov. DKI Jakarta Nomor 45 Tahun 1992.
Rasuna Said, Mega Kuningan, Jalan Jenderal Sudirman, SCBD, Senayan, Gatot Subroto, Manggarai, Guntur dan Setiabudi.9
Undang-Undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam, yaitu:
a. perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu;
b. perjanjian kerja/perburuhan; dan c. perjanjian pemborongan – pekerjaan 10
Pasal 1601 b KUH Perdata mengartikan pemborongan kerja sebagai suatu persetujuan.11 Perjanjian pemborongan – pekerjaan, yaitu suatu perjanjian antara seorang (pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak yang memborong pekerjaan), dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disangggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran suatu jumlah uang sebagai harga pemborongan. Bagaimana cara pemborong mengerjakannya tidaklah penting bagi pihak pertama tersebut, karena yang dikehendaki adalah hasilnya, yang akan diserahkannya kepadanya dalam keadaan baik, dalam suatu jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.12
Perjanjian pemborongan – pekerjaan dibedakan dalam dua macam, yaitu : a. dimana pihak pemborong diwajibkan memberikan bahannya untuk
pekerjaan tersebut, dan
b. dimana si pemborong hanya akan melakukan pekerjaannya saja.
Dalam halnya si pemborong diwajibkan memberikan bahannya, dan pekerjaannya dengan cara bagaimanapun musnah sebelumnya diserahkan kepada
9 “Pengolahan Air Limbah Sistem Perpipaan”, http://www.paljaya.com/jasa-layanan- kami/air-limbah-sistem-perpipaan, diakses pada tanggal 30 April 2016.
10 R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2014), hal. 57.
11 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung, Alumni, 1986), hal. 258.
12 R. Subekti, Op. Cit. hal. 58.
pihak yang memborongkan, maka segala kerugian adalah atas tanggungan si pemborong, kecuali apabila pihak yang memborongkan telah lalai untuk menerima hasil pekerjaan itu. Jika si pemborong hanya diwajibkan melakukan pekerjaan saja, dan pekerjaan musnah, maka ia hanya bertanggungjawab untuk kesalahannya (pasal 1605 dan 1606 KUH Perdata). Ketentuan yang terakhir ini mengandung maksud bahwa akibat suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa bahan-bahan yang telah disediakan oleh pihak yang memborongkan, dipikulkan pada pundaknya pihak yang memborongkan ini.
Baru apabila dari pihaknya pemborong ada kesalahan mengenai kejadian itu, hal mana harus dibuktikan oleh pihak yang memborongkan, maka si pemborong dapat dipertanggungjawabkan sekadar kesalahannya itu mengakibatkan kemusnahan bahan-bahan tersebut.13
Pihak pemborong mengikatkan diri kepada pihak pemberi borongan untuk
“menyelesaikan” suatu borongan “tertentu”, dan sebagai imbalan atas penyelesaian tersebut, pihak pemborong mendapat prestasi harga tertentu sebagai upah.
Upah tertentu dalam pemborongan ini tidak hanya dimaksudkan semata- mata hanya upah yang telah ditentukan lebih dulu. Tidak itu saja maksudnya. Tapi harus diartikan lebih luas dari pada itu yaitu : meliputi upah yang dapat ditentukan kemudian.
Prestasi upah yang diterima pemborong dalam pemborongan kerja, tergantung pada objek kerja yang diborongnya. Bisa saja si pemborong hanya menyediakan bahan-bahan atau barang-barang borongan. Namun bisa juga
13 R. Subekti, Op. Cit. hal. 65.
sekaligus pemborong itu sendiri yang menyediakan bahan dan menyiapkan kerja borongan. Seperti memborong bangunan rumah. Seorang pemborong hanya ditugaskan untuk menyediakan bahan bangunan saja. Sedang pembangunan rumah diserahkan kepada pemborong lain. Tetapi bisa juga sekaligus alat bangunan dan pembangunan rumah diserahkan kepada seorang pemborong.14
Seperti yang kita uraikan di atas; pada pemborongan – kerja, bisa saja terjadi persetujuan yang sekaligus menempatkan si penerima borongan, baik menyediakan bahan dan menyiapkan kerja borongan itu sendiri (pasal 1604 KUHPerdata).
Antara persetujuan hanya menyediakan bahan borongan, dengan persetujuan di samping menyediakan bahan sekaligus menyiapkan kerja borongan; terdapat “perbedaan resiko” :
- Kalau pemborong pada suatu borongan kerja, di samping menyiapkan kerja borongan juga sekaligus menyediakan bahan-bahan borongan yang diperlukan untuk menyiapkan kerja borongan. Lantas barang yang diborong musnah; baik musnahnya itu terjadi dengan cara apa sekalipun, dan musnahnya itu terjadi sebelum barang yang diborong di serahkan kepada pihak pemberi pemborongan. Maka resiko kemusnahan menjadi
“tanggungan pihak pemborong”. Kecuali jika kemusnahan itu akibat
“kelalaian pihak pemberi borongan”.
Umpamanya pemberi borongan lalai menerima penyerahan hasil kerja borongan, maka pembeli boronganlah yang memikul risiko kemusnahan (pasal 1605 KUH Perdata).
14 M. Yahya Harahap, Loc. Cit.
- Kalau si pemborong hanya melakukan kerja borongan saja; kemudian apa yang telah siap dikerjakannya itu musnah, pemborong hanya bertanggungjawab atas kemusnahan yang ditimbulkan oleh kesalahannya.
Jika apa yang telah dikerjakan musnah sebelum diserahkan kepada pemberi borongan, dan kemusnahan bukan karena kesalahannya serta tak pernah lalai memeriksa apa-apa yang dikerjakan; pemborong tak dapat menuntut harga upah yang telah diperjanjikan, kecuali timbulnya kemusnahan karena akibat kwalitas bahan yang dipergunakan kurang baik (pasal 1607 KUH Perdata).15
PD. PAL JAYA tidak dapat secara langsung melakukan pemasangan pipa air limbah di Gedung Panin Bank, maka perlu untuk mengadakan perjanjian pemborongan dengan pihak ketiga perusahaan swasta, yaitu PT. GODHAR UTAMA KHARISMA. PD. PAL JAYA dipercaya oleh Gubernur DKI Jakarta untuk menangani pengelolaan air limbah lingkungan sekitar DKI Jakarta.
Dalam pelaksanaan proyek pemborongan kerja ini para pihak yang terlibat tidak boleh mengabaikan akta perjanjian. Pemborong dalam melaksanakan pekerjaannya harus selalu berpatokan pada isi perjanjian yang telah disepakati bersama antara pemborong dengan yang memborongkan, karena apabila terjadi penyimpangan dapat dijadikan alasan untuk menyatakan telah terjadi wanprestasi, dan isi perjanjian harus memperhatikan asas keadilan dan keseimbangan.
Pada masa sekarang ini banyak perjanjian yang bermasalah, banyak isi perjanjian yang sifatnya hanya menguntungkan salah satu pihak tanpa memperhatikan pihak lain, sehingga asas keadilan dan keseimbangan tidak terlihat
15 M. Yahya Harahap, Op. Cit. hal. 259.
lagi sehingga tidak sesuai dengan apa yang diharapkan kedua belah pihak. Selain itu, dalam proses pekerjaan di lapangan tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati bersama dalam perjanjian, sehingga banyak proyek itu yang berhenti sebelum selesai proses pekerjaannya.16
Melihat kejadian di atas, maka diadakanlah penulisan skripsi ini, karena melalui skripsi ini dapat diketahui apakah proses pelaksanaan perjanjian kerjasama pemborongan dalam pemasangan pipa saluran air limbah di wilayah DKI Jakarta telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku atau tidak. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk membuat skripsi mengenai perjanjian kerjasama pemborongan kerja dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Antara Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah (BUMD) dan Pihak Ketiga Perusahaan Swasta.” Penulis juga sangat mengharapkan agar skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada penulis pribadi dan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam tulisan ini sebagai berikut :
1. Apa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA?
2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian antara PD. PAL JAYA dan PT.
GODHAR UTAMA KHARISMA?
3. Bagaimana bentuk penyelesaian sengketa yang timbul di dalam pelaksanakan perjanjian antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR
16 Nidea Hutabarat (Skripsi): Tinjauan Yuridis Tentang Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak) antara Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Utara dengan CV. Rymandho Medan, (Medan, Fakultas Hukum USU, 2014), hal. 6-7.
UTAMA KHARISMA?
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA.
2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan perjanjian antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA.
3. Untuk mengetahui bentuk penyelesaian sengketa yang timbul dalam pelaksanakan perjanjian antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA.
D. Manfaat Penulisan
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis :
1. Secara Teoritis
Penulisan skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi dunia pendidikan pada umumnya serta dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan perjanjian pemborongan pada khususnya. Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dalam pembuatan karya ilmiah dan sebagai sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan di bidang hukum yang pernah penulis dapatkan selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Secara Praktis
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi masyarakat yang masih awam mengenai perjanjian pemborongan serta dapat memberikan tambahan bagi instansi pemerintah tentang cara membuat perjanjian pemborongan yang baik dan melaksanakannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengakui masih banyak kekurangan- kekurangan karena keterbatasan kemampuan penulis. Namun kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara atau prosedur yang dipergunakan untuk melakukan penelitian sehingga mampu menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian.17 Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk mendukung isi skripsi ini adalah :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meneliti hanya pada bahan pustaka atau data-data sekunder.18 Penelitian hukum yang bersifat deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan serta menjelaskan suatu keadaan yang diperoleh melalui penelitian yang dilakukan ke lapangan yang dapat mendukung teori yang sudah ada.
17 “Metode Penelitian”, http://www.slideshare.net/romiandrian73/metode-penelitian- 34447416, diakses pada tanggal 29 April 2016.
18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, UI-PRESS, 2005), hal. 52.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder yang diperoleh disusun secara sistematis dan kemudian dianalisis secara yuridis untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan. Adapun data sekunder adalah data yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang seperti peraturan perundang- undangan dan putusan hakim. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, yakni: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 jo. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.19 Bahan sekunder disini yang dimaksud oleh penulis adalah doktrin-doktrin yang ada di dalam buku, jurnal hukum dan internet.
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder;
contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.20
19 Ibid.
20 Ibid.
Selanjutnya data primer yang diperoleh langsung dari sumbernya yaitu dengan melalui wawancara mengenai perjanjian pemborongan antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara : a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap data-data yang diperoleh dari literatur, catatan kuliah, kliping, majalah-majalah ilmiah yang ada kaitannya dengan skripsi ini dan digunakan sebagai rujukan dalam pembahasan skripsi ini untuk memperkuat dalil dan fakta penelitian.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
yaitu dengan melakukan wawancara langsung pada sumber yang ada kaitannya dengan pembahasan skripsi ini di kantor PD. PAL JAYA.
Dengan mempergunakan metode tersebut diatas, diharapkan penulisan skripsi ini akan mencapai hasil yang semaksimal mungkin.
F. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Antara Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah (BUMD) dan Pihak Ketiga Perusahaan Swasta.”
Judul skripsi ini belum pernah ditulis karena penulis telah mendaftarkan terlebih dahulu ke perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyusun skripsi ini dengan mencari sumber informasi melalui media
referensi seperti buku-buku dan media elektronik (internet) sebagai sarana penunjang informasi jaringan perpustakaan terluas, dan studi kasus pada data sekunder yaitu menelaah pada dokumen surat perjanjian antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA.
Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa skripsi ini merupakan penulisan yang pertama dan hasil buah karya asli penulis.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulis skripsi ini, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur dan saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penulisan skripsi, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan diakhiri dengan sistematika penulisan skripsi.
BAB II : Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian
Bab ini merupakan bab yang memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dengan pengertian perjanjian, asas- asas perjanjian, syarat sahnya perjanjian, jenis-jenis perjanjian serta berakhirnya perjanjian.
BAB III : Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian Pemborongan
Bab ini merupakan bab yang memberikan penjelasan mengenai pengertian perjanjian pemborongan, jenis-jenis perjanjian
pemborongan, para pihak dalam perjanjian pemborongan dan berakhirnya perjanjian pemborongan.
BAB IV : Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Antara Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah (BUMD) dengan
Pihak Ketiga Perusahaan Swasta
Bab ini merupakan bab yang menguraikan tentang profil umum PD. PAL JAYA, pelaksanaan perjanjian antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA, pengaturan hak dan kewajiban dalam perjanjian antara PD. PAL JAYA dan PT.
GODHAR UTAMA KHARISMA serta model penyelesaian sengketa yang timbul di dalam melaksanakan perjanjian antara PD. PAL JAYA dan PT. GODHAR UTAMA KHARISMA.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini. Di mana bab ini berisi kesimpulan dan saran terhadap hasil analisa dari bab-bab sebelumnya.
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN
A. Pengertian Perjanjian
Perjanjian merupakan suatu “perbuatan” yaitu perbuatan hukum, perbuatan yang mempunyai akibat hukum. 21 Dimana akibat hukum yang dihasilkan membentuk sebuah perikatan. Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst (bahasa Belanda), contract / agreement (bahasa Inggris), dan sebagainya yang merupakan istilah yang dalam hukum kita dikenal sebagai
”kontrak” atau ”perjanjian”. Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang sama, sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut digunakan secara bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi hukum.22
Salah satu definisi kontrak adalah yang diberikan oleh salah satu kamus, bahwa kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan (promissory agreement) di antara dua atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hukum (Black, Henry Campbell, 1968 : 394).
Selanjutnya ada juga yang memberikan pengertian kepada kontrak sebagai suatu perjanjian, atau serangkaian perjanjian di mana hukum memberikan ganti rugi terhadap wanprestasi terhadap kontrak tersebut, atau terhadap pelaksanaan
21 Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak, (Bandung, Mandar Maju, 2012), hal. 20.
22 “Hukum Perjanjian”, https://0wi3.wordpress.com/2010/04/20/hukum-perjanjian/, diakses pada tanggal 5 Mei 2016.
kontrak tersebut oleh hukum dianggap sebagai suatu tugas (Gifis, Steven H., 1984 : 94). 23
Sedangkan Treitel mengemukakan, “contract is an agreement giving rise to obligations which are enforced or recognize by law”.24 Bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, kontrak adalah sebuah perjanjian yang menimbulkan kewajiban yang diberlakukan atau diakui oleh hukum.
Adapun istilah kontrak atau perjanjian dapat kita jumpai di dalam KUHPerdata, bahkan didalam ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian perjanjian atau kontrak. Pengertian perjanjian atau kontrak tersebut diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tepatnya pada Buku III title Kedua Tentang Perikatan-Perikatan yang Dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian, yaitu “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
Dari berbagai definisi di atas, dapat dikemukakan unsur-unsur yang tercantum dalam kontrak, sebagaimana dikemukakan berikut ini :
1. Adanya kaidah hukum
Kaidah dalam hukum kontrak dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum kontrak tertulis adalah adalah kaidah- kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum kontrak tidak tertulis adalah kaidah- kaidah hukum yang timbul, tumbuh dan hidup dalam masyarakat. Contoh jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain-lain. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat.
23 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 4.
24 G.H. Treitel, Law of Contract, (London, Sweet & Maxwell, 1995), page 1.
2. Subjek Hukum
Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Yang menjadi subjek hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang berutang.
3. Adanya pretasi
Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur.
Prestasi terdiri dari :
a. memberikan sesuatu, b. berbuat sesuatu, dan c. tidak berbuat sesuatu.
4. Kata sepakat
Di dalam pasal 1320 KUH Perdata ditentukan empat syarat sahnya perjanjian. Salah satunya kata sepakat (konsesnsus). Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.
5. Akibat hukum
Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Hak adalah suatu kenikmatan dan kewajiban adalah suatu beban.25
B. Asas-Asas Perjanjian
Di dalam hukum kontrak dikenal lima asas penting, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepastian hukum (asas pacta sunt
25 Salim H. S., Hukum Kontrak (Teori & Teknik Penyusunan Kontrak), (Jakarta, Sinar Grafika, 2009), hal. 4-5.
servanda), asas itikad baik, dan asas kepribadian. Kelima asas itu disajikan berikut ini :26
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas Kebebasan Berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral di dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para pihak. Asas ini dilatarbelakangi oleh paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, dilanjutkan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat pada zaman Renaissance (dan semakin ditumbuhkembangkan pada zaman Aufklarung) melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Groot, Thomas Hobbes, John Locke, dan Rousseau. Perkembangan ini mencapai puncaknya setelah periode Revolusi Perancis. Sebagai asas yang bersifat universal yang bersumber dari paham hukum, asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) muncul bersamaan dengan lahirnya paham ekonomi klasik yang mengagungkan laissez faire atau persaingan bebas.27 Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendakinya.
Paham individualisme meberikan peluang yang luas kepada golongan yang kuat (ekonomi) untuk menguasai golongan lemah (ekonomi). Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat, dungkapkan dalam exploitation de homme par l’homme.
Pada akhir abad ke-19, akibat desakan paham etis dan sosialis, paham individualisme mulai pudar, terlebih-lebih sejak berakhirnya Perang Dunia II.
26 Ibid. hal. 9.
27 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial), (Jakarta, Kencana, 2013), hal. 108.
Paham ini tidak mencerminkan keadilan. Masyarakat ingin pihak yang lemah lebih pihak banyak dapat perlindungan. Oleh karena itu, kehendak bebas tidak lagi diberi arti mutlak, akan tetapi diberi arti relatif dikaitkan selalu dengan kepentingan umum. Pengaturan substansi kontrak tidak semata-mata dibiarkan kepada para pihak namun perlu diawasi. Pemerintah sebagai pengemban kepentingan umum menjaga keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Melalui penerobosan hukum kontrak oleh pemerintah terjadi pergeseran hukum kontrak ke bidang hukum public. Melalui campur tangan pemerintah ini terjadi pemasyarakatan (vermastchappelijking) hukum kontrak.
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :
a. membuat atau tidak membuat perjanjian;
b. mengadakan perjanjian dengan siapapun;
c. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; dan d. menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.28 2. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara
28 Salim H. S., Op. Cit. hal. 9.
formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Di dalam hukum Jermani tidak dikenal asas konsensualisme, tetapi yang dikenal adalah perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (kontan dalam hukum Adat). Sedangkan yang disebut perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta autentik maupun akta di bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUH Perdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.
3. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum.
Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang- undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”
Asas pacta sunt servanda pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Di dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian apabila ada kesepakatan kedua belah pihak dan dikuatkan dengan sumpah. Ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangannya asas pacta sunt servanda diberi arti pactum, yang berarti sepakat tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya.
Sedangkan nudus pactum sudah cukup dengan sepakat saja.29 4. Asas Itikad Baik (Goede Trouw)
Asas itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata.
Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. “Asas itikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.
Asas itikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.30
Menurut Hoge Raad, dalam putusannya tanggal 9 Februari 1923 (Nederlandse Jurisprudentie, hlm. 676) memberikan rumusan bahwa: perjanjian
29 Ibid. hal. 10.
30 Ibid. hal. 10-11.
harus dilaksanakan “vvolgens de eisen van redelijkheid en billijkheid”, artinya itikad baik harus dilaksanakan menurut kepatutan dan kepantasan.31
5. Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini bahwa seserang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun, ketentuan itu ada pengecualian nya, sebagaimana yang diintrodusir dalam Pasal 1317 KUH Perdata, yang berbunyi: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, dengan suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.
31 Agus Yudha Hernoko, Op. Cit. hal. 135.
Jika dibandingkan kedua pasal itu maka dalam Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata untuk kepentingan:
a. dirinya sendiri, b. ahli warisnya, dan
c. orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.
Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUH Perdata, ruang lingkupnya yang luas.32
C. Syarat Sahnya Perjanjian
Agar suatu kontrak oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka kontrak tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu.33
Dalam hukum Eropa Kontinental, syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata atau Pasal 1365 Buku IV NBW (BW Baru) Belanda.
Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu (1) adanya kesepakatan kedua belah pihak,
(2) kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, (3) adanya objek, dan
(4) adanya kausa yang halal.
Keempat hal itu, dikemukakan berikut ini.
a. Kesepakatan (Toesteming/Izin) Kedua Belah Pihak
Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus pada pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH
32 Salim H. S., Op. Cit. hal. 12-13.
33Munir Fuady, Op. Cit. hal. 33.
Perdata. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan:
1) bahasa yang sempurna dan tertulis;
2) bahasa yang sempurna secara lisan;
3) bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan.
Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi tidak dimengerti oleh pihak lawannya;
4) bahasa isyarat asal dapat diterma oleh pihak lawannya;
5) diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan (Sudikno Mertokusumo, 1987:7).
Pada dasarnya, cara yang paling banyak diakukan oleh para pihak, yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan dan sebagai alat bukti yang sempurna, di kala timbul sengketa di kemudian hari.
b. Kecakapan Bertindak
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang- orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Orang yang cakap dan
berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa.
Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum:
1) anak di bawah umur (minderjarigheid),
2) orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dan
3) istri (Pasal 1330 KUH Perdata). Akan tetapi dalam perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA No.3 Tahun1963.
c. Adanya Objek Perjanjian (Onderwerp der Overeenskomst)
Di dalam berbagai literature disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur (Yahya Harahap, 1986: 10;
Mertokusumo, 1987: 36). Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif.
Prestasi terdiri atas:
1) memberikan sesuatu, 2) berbuat sesuatu, dan
3) tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).
Misalnya jual beli rumah. Yang menjadi prestasi/pokok perjanjian adalah menyerahan hak milik atas rumah dan menyerahkan uang dari harga dari pembelian rumah itu. Contoh lainnya, dalam perjanjian kerja maka yang menjadi pokok perjanjian adalah melakukan pekerjaan dan membayar upah. Prestasi itu harus dapat ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang.
Dapat ditentukan artinya di dalam mengadakan perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan dalam arti dapat ditentukan secara cukup. Misalnya, A membeli lemari
pada B dengan harga Rp. 500.000,00. Ini berarti bahwa objeknya itu adalah lemari, bukan benda lainnya.
d. Adanya Causa yang Halal (Geoorloofde Oorzaak)
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian orzaak (causa yang halal). Di dalam Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabia bertentangan dengan undang- undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan orzaak sebagai sesuatu yang menjadi tujuan para pihak. Contoh A menjual sepeda motor kepada B. karena B menginginkan barang yang dibelinya itu barang yang sah.
Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian.
Apabila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah.
Syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.34
D. Jenis-Jenis Perjanjian
Perjanjian atau kontrak ini dapat dibedakan menurut berbagai aspek (tinjauan), sehingga timbullah berbagai jenis perjanjian.
34 Salim H. S., Op. Cit. hal. 33-35.
Jenis-jenis perjanjian ini secara umum dikelompokkan menjadi 5, yaitu:35 1. Perjanjian Konsensuil, Perjanjian Formil dan Perjanjian Riil (Perjanjian
menurut Persyaratan Terjadi/Terbentuknya) a. Perjanjian Konsensuil
Perjanjian yang dianggap sah kalau sudah ada consensus diantara para pihak yang membuat. Perjanjian semacam ini untuk sahnya tidak memerlukan bentuk tertentu. Misalnya, perjanjian jual-beli menurut Pasal 1457 KUH Perdata terjadi sepakat mengenai barang dan harganya.
b. Perjanjian Formil
Suatu perjanjian yang harus diadakan dengan bentuk tertentu, seperti harus dibuat dengan akta notariil. Jadi perjanjian semacam ini baru dianggap sah jika dibuat dengan akta notaris dan tanpa itu maka perjanjian dianggap tidak pernah ada. Misalnya, pembebanan jaminan fidusia.
c. Perjanjian Riil
Suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata.36 Perjanjian ini memerlukan kata sepakat, tetapi barangnya pun harus diserahkan. Misalnya, perjanjian penitipan barang menurut Pasal 1741 KUH Perdata dan perjanjian pinjam pakai menurut Pasal 1754 KUH Perdata.
2. Perjanjian Sepihak dan Perjanjian Timbal Balik (Perjanjian menurut Hak dan Kewajiban Para Pihak yang Membuatnya)
a. Perjanjian Sepihak
35 “Jenis-Jenis Perjanjian”, http://berbagitentanghukum.blogspot.co.id/2012/01/jenis- jenis-perjanjian-dan-perikatan.html, diakses pada tanggal 26 Juni 2016.
36 Salim H. S., Perkembangan Hukum Kontrak Inominaat di Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika, 2004), hal. 19.
Suatu perjanjian dengan mana hak dan kewajiban hanya ada pada salah satu pihak saja. Misalnya, perjanjian hibah/pemberian menurut Pasal 1666 KUH Perdata, maka dalam hal itu yang dibebani kewajiban hanya salah satu pihak, yaitu pihak yang memberi, dan pihak yang diberi tidak dibebani kewajiban untuk berprestasi kepada pihak yang memberi.
b. Perjanjian Timbal Balik
Suatu perjanjian yang membebankan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Di sini tampak adanya prestasi yang seimbang satu sama lain.37 Misalnya, perjanjian jual-beli, perjanjian tukar-menukar dan lain-lain.
3. Perjanjian Obligatoir dan Perjanjian Kebendaan (Perjanjian menurut Sifat dan Akibat Hukumnya)
a. Perjanjian Obligatoir (Obligatoir Overeenkomst)
Suatu perjanjian yang hanya membebankan kewajiban bagi para pihak, sehingga dengan perjanjian di situ baru menimbulkan perikatan. Perjanjian Obligatoir ini juga menurut Pasal 1313 jo. Pasal 1349 KUH Perdata, adalah perjanjian yang timbul karena kesepakatan kedua belah pihak atau lebih dengan tujuan timbulnya suatu perikatan untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain. Misalnya, pada perjanjian jual-beli, maka dengan sahnya perjanjian jual-beli itu belum akan menyebabkan beralihnya benda yang dijual. Tetapi dari perjanjian itu menimbulkan perikatan, yaitu bahwa pihak penjual diwajibkan menyerahkan barang dan pihak pembeli diwajibkan membayar sesuai dengan harganya.
Selanjutnya untuk beralihnya suatu benda secara nyata harus ada levering/penyerahan, baik secara yuridis maupun empiris.
37 Ibid. hal. 20.
b. Perjanjian Kebendaan (Zakelijke Overeenkomst)
Suatu perjanjian yang ditimbulkan oleh hak kebendaan, diubah atau dilenyapkan, hal itu untuk memenuhi perikatan.38 Perjanjian penyerahan benda atau levering yang menyebabkan seorang yang memperoleh itu menjadi mempunyai hak milik atas benda yang bersangkutan. Jadi perjanjian itu tidak menimbulkan perikatan, dan justru perjanjian itu sendiri yang menyebabkan beralihnya hak milik atas benda. Misalnya, perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik.
4. Perjanjian Pokok dan Perjanjian Accessoir (Perjanjian menurut Sifatnya) a. Perjanjian Pokok
Suatu perjanjian yang dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada perjanjian yang lainnya. Misalnya, perjanjian pinam-meminjam uang, perjanjian kredit dan lain-lain.
b. Perjanjian Accessoir
Suatu perjanjian yang keberadaannya tergantung pada perjanjian pokok, merupakan perjanjian tambahan. Dengan demikian perjanjian accessoir tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian pokok. Misalnya, perjanjian pembebanan hak tanggungan (fidusia), perjanjian pendidikan, dan perjanjian penjaminan.
5. Perjanjian Bernama dan Perjanjian Perjanjian Tidak Bernama (Perjanjian menurut Penamaan dan Sifat Pengaturan Hukumnya)
a. Perjanjian Bernama (Benoemde Contract atau Nominaat Contract)
38 Ibid.
Perjanjian-perjanjian yang disebut serta diatur dalam Buku III KUH Perdata atau di dalam KUHD, seperti : perjanjian jual-beli, perjanjian pemberian kuasa, perjanjian kredit, perjanjian asuransi, dan lain-lain. Perjanjian bernama ini juga mempunyai nama sendiri yang telah diatur secara khusus dalam KUH Perdata Bab V sampai dengan Bab XVIII.
b. Perjanjian Tidak Bernama (Inominaat Contract)
Perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata dan KUHD, dan yang tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata, tetapi timbul dan berkembang di masyarakat berdasarkan asas kebebasan membuat kontrak menurut Pasal 1338 KUH Perdata, antara lain perjanjian penyerahan hak milik sebagai jaminan dan perjanjian jual-beli dengan angsuran/cicilan.
Kedua perjanjian tersebut tunduk pada ketentuan yang terdapat dalam Bab I, Bab II dan Bab IV Buku III KUH Perdata pasal 1319.
- Bab I : mengatur ketentuan-ketentuan tentang perikatan pada umumnya.
- Bab II : mengatur ketentuan-ketentuan tentang perjanjian sebagai sumber daripada perikatan.
- Bab IV : mengatur ketentuan-ketentuan tentang hapusnya perikatan. Bab I, II, dan IV dalam hukum perdata disebut sebagai ajaran umum daripada perikatan.
E. Berakhirnya Perjanjian
Berakhirnya kontrak merupakan selesai atau hapusnya sebuah kontrak yang dibuat antara dua pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur tentang sesuatu hal.
Pihak kreditur adalah pihak atau orang yang berhak atas suatu prestasi, sedangkan
debitur adalah pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Sesuatu hal di sini bisa berarti segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh kedua pihak, bisa jual beli, utang piutang, sewa-menyewa, dan lain-lain.
Di dalam Rancangan Undang-Undang Kontrak telah ditentukan tentang berakhirnya kontrak. Pengakhiran kontrak dalam rancangan itu diatur dalam Pasal 7.3.1. sampai dengan Pasal 7.3.5. Ada lima hal yang diatur dalam pasal tersebut, yaitu:
1. hak untuk mengakhiri kontrak, 2. pemberitahuan pengakhiran,
3. ketidakpelaksanaan yang sudah diantisipasi,
4. jaminan yang memadai dari ketidakpelaksanaan tersebut, dan 5. pengaruh dari pengakhiran secara umum.
Hak untuk mengakhiri kontrak diatur dalam Pasal 7.3.1. yang berbunyi:
“Suatu pihak dapat mengakhiri kontrak tersebut di mana kegagalan untuk melaksanakan suatu kewajiban sesuai dengan kontrak tersebut mencapai pada tingkat ketidakpelaksanaan yang mendasar (Pasal 7.3.1. ayat (1).”
Hal-hal yang harus dipertimbangkan untuk menentukan kegagalan dalam melaksanakan suatu kewajiban pada tingkat ketidakpelaksanaan yang mendasar, yaitu
1. ketidakpelaksanaan tersebut prinsipnya telah menghilangkan hak dari pihak yang dirugikan untuk mengharapkan apa yang menjadi haknya sesuai dengan kontrak tersebut, kecuali pihak lainnya tidak menduga atau tidak dapat menduga atau tidak dapat menduga secara layak hasil semacam itu;
2. kesesuaian yang sangat ketat dengan kewajiban yang tidak dilaksanakan adalah penting sesuai dengan kontrak tersebut;
3. ketidakpelaksanaan tersebut telah dilakukan secara sengaja atau karena kecerobohan;
4. ketidakpelaksanaan tersebut memberikan kepada pihak yang dirugikan alasan untuk percaya bahwa pihak tersebut tidak dapat menyandarkan diri pada pelaksanaan di masa yang akan dating dari pihak lainnya;
5. pihak yang tidak dapat melaksanakan tersebut akan menderita kerugian yang tidak proporsional sebagai persiapan dari pelaksanaan apabila kontrak diakhiri (Pasal 7.3.1. Rancangan Undang-Undang Kontrak).39 Di samping itu, dalam KUH Perdata juga telah diatur tentang berakhirnya perikatan. Berakhirnya perikatan diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata. Cara berakhirnya perikatan itu dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:40
1. Karena Undang-Undang a. konsignasi,
b. musnahnya barang terutang, dan c. daluwarsa.
2. Karena Perjanjian a. pembayaran,
b. novasi (pembaruan utang), c. kompensasi,
d. konfusio (percampuran utang), e. pembebasan utang,
39 Salim H.S., Op. Cit. hal. 163-164.
40 Ibid. hal. 165.
f. kebatalan atau pembatalan, dan g. berlaku syarat batal.
Di samping ketujuh cara tersebut, dalam praktik dikenal pula cara berakhirnya kontrak, yaitu:
1. jangka waktunya berakhir, 2. dilaksanakan objek perjanjian, 3. kesepakatan kedua belah pihak,
4. pemtusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak, dan 5. adanya putusan pengadilan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa berakhirnya kontrak dapat digolongkan menjadi dua belas macam, yaitu:
1. pembayaran,
2. novasi (pembaruan utang),
3. kompensasi atau perjumpaan utang, 4. konfusio (percampuran utang), 5. pembebasan utang,
6. kebatalan atau pembatalan, 7. berlakunya syarat batal,
8. jangka waktu kontrak telah berakhir, 9. dilaksanakan objek perjanjian, 10. kesepakatan kedua belah pihak,
11. pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak, dan 12. adanya keputusan pengadilan.
BAB III
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN
A. Pengertian Perjanjian Pemborongan
Dalam skripsi ini dipergunakan secara bersama-sama atau secara berganti- gantian masing-masing istilah “konstruksi” dan “pemborongan“. Sungguhpun barangkali jika dikaji-kaji ada perbedaan di antara kedua istilah tersebut, tetapi dalam teori dan praktek hukum, kedua istilah tersebut dianggap sama, terutama jika dikaitkan dengan istilah “hukum/kontrak konstruksi” atau “hukum/kontrak pemborongan”. Karena itu, dalam tulisan ini juga kedua istilah tersebut digunakan untuk arti yang sama. Walaupun begitu, sebenarnya istilah “pemborongan”
mempunyai cakupan yang lebih luas dengan istilah “konstruksi”. Sebab, dengan istilah “pemborongan” dapat saja berarti bahwa yang diborong tersebut bukan hanya konstruksinya (pembangunannya), melainkan dapat juga berupa
“pengadaan” barang saja (procurement).
KUH Perdata vide Pasal 1601 b memberi arti kepada kontrak pemborongan (KUH Perdata memakai istilah perjanjian “Pemborongan Kerja”) sebagai suatu perjanjian dengan mana pihak pertama, yaitu kontraktor, mengikatkan dirinya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan untuk pihak lain, yaitu bouwheer, dengan harga yang telah ditentukan.
Dari definisi yang diberikan oleh KUH Perdata tersebut terlihat bahwa undang-undang secara keliru memandang kepada kontrak konstruksi sebagai suatu jenis kontrak unilateral, dimana seolah-olah hanya pihak kontraktor yang mengikatkan diri dan harus berprestasi. Padahal dalam perkembangan saat ini,
baik pihak kontraktor maupun pihak bouwheer saling mengikat diri, dengan masing-masing mempunyai hak dan kewajibannya sendiri-sendiri.41
Dengan demikian definisi perjanjian pemborongan yang benar sebagai berikut: Pemborongan pekerjaan adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang lain, yang memborong, mengikatkan diri untuk membayar suatu harga yang ditentukan.
Dari definisi tersebut di atas dapat dikatakan:
- Bahwa yang membuat perjanjian pemborongan atau dengan kata lain yang terkait dalam perjanjian pemborongan adalah dua pihak saja yaitu: Pihak kesatu disebut yang memborongkan/prinsip/bouwheer/aanbesteder/pemberi
tugas dan sebagainya. Pihak kedua disebut
pemborong/kontraktor/rekanan/annemer/pelaksana dan sebagainya.
- Bahwa objek dari perjanjian pemborongan adalah pembuatan suatu karya (het maken van werk).
Perjanjian pemborongan diatur dalam Bab 7A Buku III KUH Perdata Pasal 1601 b, kemudian Pasal 1604 sampai dengan Pasal 1616. Perjanjian pemborongan merupakan salah satu perjanjian untuk melakukan pekerjaan, sebab Bab 7A Buku III KUH Perdata yang berjudul “Perjanjian untuk melakukan pekerjaan” itu di dalamnya terdapat tiga macam perjanjian yaitu:
1. Perjanjian kerja
2. Perjanjian pemborongan 3. Perjanjian menunaikan jasa.
41 Munir Fuady, Kontrak Pemborongan Mega Proyek, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1998), hal. 12-13.