• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara."

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN EKSPLOITASI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN

ANAK NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

( Analisis Putusan No. 890/Pid.Sus-Anak/2018/PN-Btm)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh:

INDRI DAME YULINAR SIBARANI NIM: 160200239

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, pertolongan dan penyertaan-Nya sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan tugas akhir penulis sebagai mahasiswa untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Sumatera Utara.

Skripsi ini diberi judul PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN EKSPLOITASI DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 ( Analisis Putusan No. 890/Pid.Sus-Anak/2018/PN-Btm). Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi pembaca sekalian. Meskipun demikian, penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini sehingga segala kritik dan saran akan sangat berguna bagi penulis.

Dalam menyusun skripsi ini, penulis telah mendapat banyak doa dan bantuan, baik secara moril dan materil dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terkhusus untuk kedua orangtua penulis, Ayah, Irwan Sibarani dan Ibu, Delima Sihombing.

Terimakasih atas semua doa, dukungan, bimbingan, dan kasih sayang yang begitu besar dan tidak dapat dinilai dengan apapun kepada penulis selama ini hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

(4)

Hukum USU;

2. Bapak Prof. Dr. O.K Saidin, S.H., M.Hum., sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU;

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU;

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU;

5. Bapak Dr. M. Hamdan, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU.

6. Ibu Liza Erwina, S.H., M.Hum., sebagai Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU;

7. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum., sebagai Pembimbing Akademik Fakultas Hukum USU;

8. Bapak Prof.Dr. Syafruddin Kalo,SH.,M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran bagi penulis dalam skripsi ini;

9. Ibu Dr. Marlina, S.H., M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran bagi penulis dalam skripsi ini;

10. Seluruh dosen dan staf pada Fakultas Hukum USU yang telah memberi banyak ilmu bagi penulis selama masa perkuliahan;

11. Untuk saudara penulis, Irma Sibarani, Indra Sibarani, Intan Sibarani, Imelda Sibarani, Haposan Simanjuntak dan Yenni Hutahaean. Terimakasih atas semua doa dan semangat kepada penulis selama ini. Semoga kita semua selalu kompak, saling mendukung, sukses akan tujuan kita masing-masing dan menjadi anak-anak yang berguna dan membanggakan orangtua;

(5)

12. Untuk sahabat penulis sejak masa kecil, Arimbi Yuri Damanik, dan Nova Nelresia Sibarani. Terimakasih telah menjadi sahabat penulis dan selalu ada buat penulis selama ini. Semoga kita semua sukses dalam tujuan masing- masing dan tetap menjadi sabahat baik;

13. Untuk sahabat penulis sejak masa SMP, Vinky Aderamona Simanjuntak, Marissa Adelia Manik, Maya Sari Simbolon. Terimakasih untuk selama ini dukungannya semoga kita sukses dan dapat mencapai impian kita.

14. Untuk sahabat penulis sejak awal penulis di Medan, Firdha Maharani Siregar dan Nidia Purba. Terimakasih atas dukungannya selama ini semoga kita sukses dengan cita-cita kita.

15. Untuk sahabat penulis sejak awal perkuliahan MIKINKADES, Miseri Domini Purba, Kinki Vania Naibaho, Novida Gabriella Damanik, Kristina Delta Hutauruk, Adesi Simatupang, Surya Baginda Sirait, Jimmi Pratama Lumbangaol. Terimakasih atas semua doa dan dukungannya semoga impian dan cita-cita kita tercapai.

16. Untuk Cindy Febria Panjaitan, Nur Cahaya Pasaribu, dan Meiranda Ulyana teman baik penulis di dalam perkuliahan dan tempat kost penulis.

Terimakasih untuk semuanya semoga kita bisa sukses kedepannya.

17. Kepada teman-teman Panitia Natal FH USU 2019 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas kerja kerasnya dari awal pembentukan panitia hingga acara berlangsung dengan baik. Semoga sukses untuk kita kedepannya;

18. Untuk teman-teman penulis dalam Grup A 2016, teman-teman Departemen Pidana, dan teman-teman penulis stambuk 2016 lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas semuanya selama masa perkuliahan ini;

(6)

kita.

Medan, Februari 20120 Penulis,

Indri Dame Yulinar Sibarani NIM.160200239

(7)

ABSTRAK

Indri Dame Yulinar Sibarani Prof.Dr. Syafruddin Kalo,SH.,M.Hum 

Dr. Marlina S.H., M.Hum

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin dan melindungi anak dan terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, dan berkembang dengan optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta memperoleh perlindungan dari tindak kekeraan dan diskriminasi, ini demi tercapainya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Adapun permasalahaan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini yaitu bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana eksploitasi di Indonesia dan bagaimana penerapan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana eksplotasi di dalam putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor. 890/PID.SUS- ANAK/2018/PN-BTM.

Metode penelitian yang digunakan dalam penetitian ini adalah penelitian hukum normatif yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literature yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi (law in book). Data yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan, peraturan perundang-undangan, jurnal hukum, kamus hukum dan bahan kuliah yang berhubungan dengan penelitian ini.

Pengaturan mengenai perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban di Indonesia yang berlaku adalah terdapat didalam KUHP dan peraturan perundang-undangan di luar KUHP yaitu: didalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007. Dalam studi kasus putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor 890/PID.SUS-ANAK/2018/PN-BTM penerapan perlindungan hukum yang diberikan terhadap anak mulai dari tingkat penyidikan hingga pejatuhan putusan di dalam persidangan persidangan sudah sesuai dengan peraturan yang ada.

Kata Kunci: Kekerasan, Anak sebagai Pelaku, Perlindungan Hukum

Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

 Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

 Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 10

E. Keaslian Penulisan ... 11

F. Tinjauan Pustaka ... 13

1. Pengertian Anak ... 13

2. Hak-Hak Anak ... 15

3. Pengertian Eksploitasi Anak ... 16

4. Bentuk-Bentuk Eksploitasi Anak ... 17

5. Tindak Pidana ... 18

G. Metodologi Penulisan... 19

H. Sistematika Penulisan... 23

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN EKSPLOITASI A. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ... 25

(9)

B. Menurut Undang-Undang di Luar KUHP ... 28

1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ... 28

2. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradila Anak ... 35

3. Undang-Undang No. 31 Tahun Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban ... 40

4. UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ... 45

BAB III PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU EKSPLOITASI ANAK DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BATAM NO. 890/PID.SUS-ANAK/2018/PN-BTM A. Kasus Posisi ... 55

1. Dakwaan ... 58

2. Fakta-fakta Hukum ... 60

3. Keteranga Saksi, Keterangan Ahli dan Keterangan Terdakwa ... 63

4. Tuntutan ... 81

5. Putusan Hakim ... 81

B. Analisis Putusan ... 82

(10)

BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU EKSPLOITASI ANAK DALAM PENGADILAN NEGERI BATAM NO. 890/PID.SUS- ANAK/2018/PN-BTM

A. Dasar Pertimbangan Hakim ... 87 B. Analisis Pertimbangan Hakim ... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 106 B. Saran ... 107 DAFTAR PUSTAKA

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan anugerah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dilindungi dan diberi kehidupan yang layak. Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-cita luhur bangsa, calon-calon pemipin bangsaa di masa mendatang dan sebagai sumber harapan bagi generasi terdahulu, perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, dan sosial. Anak merupakan Tumpuan Harapan bangsa, Negara, masyarakat ataupun keluarga.26

Definisi anak secara nasional didasarkan pada batasan usia anak menurut hukum pidana, hukum perdata, hukum adat dan hukum islam. Menurut undang- undang di antaranya menjelaskan anak adalah seorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah. Ada yang mengatakan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, sedangkan undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, anak adlah orang dlaam perkara anak nakal telah mencapai usia 8 tahun tetapi belum mencapai usia 18 tahun dan belumpernah menikah.

Defenisi seseorang dikatakan anak atau dewasa yang ditetapkan pada beberapa negara adalah berbeda. Ada beberapa negara mendefenisikan seseorang dinggap masih seorang anak dilihat dari umur dan aktivitas atau kemampuan

26 Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, (Bandung: P.T.Citra Aditya Bakti, 1997),

(12)

berfikirnya. Di negara Inggris pertanggungjawaban pidana diberikan kepada anak berusia 10 (sepuluh) tahun tapi tidak untuk keikutsertaan dalam politik. Anak baru dapat ikut atau mempunyai hak polotik apabila telah berusia di atas 18 Tahun. Perbedaan pengertian anak pada setiap negara, dikarenakan adanya perbedaan pengaruh sosial perkembangan anak di setiap negaar. Aktifitas sosial dan budaya serta ekonomi disebuah negara mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkat kedewasaan seorang anak.27

Merujuk dari Kamus Umum bahasa Indonesia mengenai pengertian anak secara etimologis diartikan dengan manusia yang masih kecil ataupun manusia yang belum dewasa. Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak sendiri anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.28 Menurut hukum Positif di Indonesia, dalam pasal 1 ayat 5 Undang-Undang 21 Tahun 2007 tentang Pemberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang dapat dikategorikan sebagai anak adalah “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Perlidungan anak dan orang dewasa sangat lah berbeda, kerena secara fisik dan mental anak belum bertumbuh dan matang seutuhnya membuat anak belum bisa mengambil keputusan sendiri dan menjaga diri sendiri sehingga anak harus mendapatkan perlindungan khusus. Perlindungan khusus adalah perlindungan

27 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, (Bandung: PT Refika Aditama), 2009, hlm. 36.

28 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Hukum

(13)

3

yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zar adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang catat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.29

Perlindungan Hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban, perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.30 Pengertian perlindungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menentukan bahwa perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Negara telah menjamin kesejahteraan bagi warga negaranya, termasuk perlindugan terhadap anak yang merupakan hak asasi manusia. Hak asasi manusia merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam undang-undang dasar 1945 Pasal 28A sampai 28J, Hak-hak anak dalam konvensi PBB, dan perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 Bab III Pasal 4 sampai Pasal 19 mengenai

29 Ibid.,

(14)

Hak Anak.31 Perlindungan anak secara hukum dapat diartikan sebagai upaya perlindungan nya dari kebebasan dan hak asasi anak. Perlindungan anak telah menentukan bahwa setiap anak memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang sehingga orang tua dilarang menelantarkan anaknya. Orang tua dapat di kenakan sanksi hukuman kurungan yang cukup berat, termasuk perusahaan jika mempekerjakan anak dibawah umur.32

Selain hak-hak anak, dalam kehidupannya masih diperlukan adanya tanggung jawab orangtua terhadap anak, sehingga hak-hak anak dapat berjalan dengan baik. Tanggung jawab orang tua terhadap anak merupakan perwujudan atas hak-hak yang dimiliki anak, apabila orang tua mampu berperan sebagaimana yang diharpkan oleh peraturan dan kasih sayang orang tua terhadap anak.

Pada kenyataannya hak-hak anak hingga saat ini masih lah belum terpenuhi seluruhnya. Saat ini anak masih kerap keberadaannya diperjakan padahal umur anak tersebut belum cukup untuk menjadi pekerja.

Demi terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Seperti yang tercantum dalam UU. No. 30 tahun 2014 Jo UU No. 23 Tahun 2002 pasal 15, dimana setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:

a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;

b. Pelibatan dalam sengketa senjata;

c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;

d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;

e. Pelibatan dalam peperangan; dan f. Kejahatan seksual

31 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Hukum

32 Ibid.,

(15)

5

Tanggung jawab orang tua terhadap anak diatur dalam Konvensi PBB.

Dalam konvensi PBB tentang Hak-hak Anak, hanya terdapat satu peraturan tentang tanggung jawab orang tua terhdap anak, yaitu orang tua bertanggung jawab untuk membesarkan dan membina anak, negara mengambil langkah membantu orang tua yang bekerja agar anak mendapat perawatan dan fasilitas.33

Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapis masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak bagi nusa dan bangsa dikemudian hari.34 Segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar wajar baik fisik, mental dan sosial.35 Dengan adanya perwujudan keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermayarakat. Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum, baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.36

Perlindungan anak dapat dibedakan dalam 2 (dua) bagian, yaitu:

perlidungan anak yang bersifat yuridis, yang meliputi: perlindungan dalam bidang hukum publik dan dalam bidang hukum keperdataan; perlindungan anak ynag

33 Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, ( Jakarta: Djambatan, 2007), hlm.8.

34 Maidin Gutom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (Bandung: PT. Refika Aditama,2008), hlm.40.

35 Ibid, hlm. 40.

(16)

bersifat nonyuridis, meliputi: perlindungan dalam bidang sosial, bidang kesehatan, bidang pendidikan.37

Pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, Pemerintah, dan Negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlidungi hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan agar dapat tercapainya tujuan guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Supaya terwujudnya kehidupan yang baik bagi anak, sehingga anak dapat diharapkan berpotensi sebagai penerus bangsa yang mempunyai jiwa yang tanggung, nasionalisme, akhlak yang mulia, dan nilai panacsila.

UU No. 35 Tahun 2014 Jo. UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 26 ayat (1) “ Bahwa Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

a. Mengasuh, memelihara, mendidik. Dan melindungi anak;

b. menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya;

c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

Perdagangan Orang dapat diartikan sebagai rekruitmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, dengan anacaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk tekana lain, penculikan, pemalsuan, penipuan, atau pencurangan, atau penyalahunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun, penerimaan/pemberian bayaran, atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi, yang secara minimal termasuk eksploitasi lewat prostitusi atau

37 Ibid, hlm. 41.

(17)

7

bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-prakrik yang menyerupainya, adopsi illegal atau pengambilan organ-organ tubuh.38

Indonesia telah mengatur tentang perlindungan anak yang telah dibuat dalam Undang-undang dan juga telah mengatur hak-hak anak. Tetapi masih banyak orang masih memperkerjakan seorang anak tanpa memikirkan hak-hak anak tersebut. Di kota-kota besar masih banyak ditemukan anak-anak yang masih dibawah umur menjadi pekerja. Sedangkan anak tersebut belum cukup umur untuk bekerja. Kasus merupakan bentuk pelanggaran hak anak yang mengarah terhadap pengeksploitasia anak, dan imbas dari ketidak keberdayaan anak ketika berhadapan dengan orang deawa yang memanfaatkan anak untuk memperoleh keuntungan. Banyaknya kasus kekerasan anak yang terjadi di Indonesia dianggap salah satu indikator buruknya kualitas perlindungan anak. Keberadaan anak yang belum mampu untuk hidup mandiri tentunya sangat membutuhkan orang-orang sebagai tempat ia berlindung.

Undang-Undang Perlindungan Anak seperti yang tercantum dalam UU No.35 Tahun 2014 Jo. UU No. 23 Tahun 2002 pasal 13 ayat (1); “Setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali, atau pihak yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat peringungan:

a. Diskriminasi;

b. Eksplotasi, bai ekonomi maupun seksual;

c. Penelantaran

38 Maidin Gutom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan, (Bandung: PT.

(18)

d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

e. Ketidakadilan; dan f. Perlakuan salah lainnya.

Anak dalam konteksnya mempunyai hak yang bersifat asasi sebagaimana yang dimiliki oleh orang dewasa. Tetapi perlindungan hak-hak anak tidaklah mendapatperhatian pemerintah lebih berbeda ketika masalah HAM yang menyangkut orang dewasa. Sehingga pada saat ini masih banyaknya anak-anak dibawah umur menjadi objek dalam pelanggaran hak-hak anak. Di negara kita, masih banyak dan dan sangat lah mudah menjumpai anak yang masih dipekerjakan menjadi pengemis dan pengamen yang sangat lah mudah dijumpai dijalanan. Upaya-upaya pengekploitasian anak masih lah yang terlihat dengan jelas masih banyak lagi kasus yang tidak terliat dan tidak kita ketahui.

Kondisi ini sangat lah memprihatinkan dan sangat kontardiktif dengan aa yang diamanatkan dalam penjelasan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang memerintahkan untuk melindungi anak, sekaligus menjamin hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indinesai yang berkualitas.

Latar belakang di atas dan sebab-sebab maraknya eksplotasi anak maka penulis tertarik untuk membahas makalah tersebut dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi dengan judul : “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Eksploitasi DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

(19)

9

PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 (Analisis Putusan No. 890/Pid.Sus-Anak/2018/PN-Btm)”

B. Rumusan Masalah

Setelah mengetahui uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap sebagai Anak Korban Eksploitasi?

2. Bagaimana Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Eksploitasi Anak Dalam Putusan Pengadilan Negeri Batam No. 890/Pid.Sus-Anak/2018/PN- Btm?

3. Apa yang Menjadi Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku Eksploitasi Anak Dalam Putusan Pengadilan Negeri Batam No.

890/Pid.Sus-Anak/2018/PN-Btm?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai penulis melalui penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan perlindungan hukum terhadap anak korban eksploitasi.

2. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana terhadap pelaku eksploitasi anak dalam putusan Pengadilan Negeri Batam No. 890/Pid.Sus-Anak/2018/PN-Btm.

(20)

3. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhada pelaku eksploitasi anak.

D. Manfaat Penulisan

Dengan tercapainya tujuan diatas, diharapkan hasil penelitian ini akan memperoleh manfaat dan kegunaan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep dan ilmu pengetahuan secara umum maupun secara khusus ilmu hukum yang dapat berguna bagi semua orang dapat memahami persoalan di bidang hukum dalam perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban eksploitasi.

2. Manfaat Praktis a. Mahasiswa.

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan bisa memberikan informasi pada mahasiswa baik yang menjalankan skripsi. Agar dalam pengerjaan skripsinya dapat berjalan dengan lancar dalam pemecahan masalah dan menjadi acuan dan bahan pengetahuan yang berkaitan dengan Perlindungan anak korban.

b. Pendidikan

Penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan dalam bidang pendidikan khususnya

(21)

11

dalam penyeusunan tugas akhir skripsi mengenai Perlindungan anak sebagai korban.

c. Penulis

Memiliki pemahaman mengenai faktor-faktor pengahambat dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi pada mahasiswa.

E. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Eksploitasi DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 ( Analisis Putusan No. 890/Pid.Sus-Anak/2018/PN-Btm)” adalah merupakan hasil pemikiran penulis sendiri yang berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis di perpustakaan Universitas Sumatera Utara khusunya diperpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumetera Utara bahwa tidak ada kesamaan judul maupun pokok permsalahan yang dibahas dengan skripsi lainnya. Atas dasar itu penulisan skripsi ini merupakan sesuatu yang baru dan asli yang dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah dan transparan maupun kritikan yang bersifat membangun sesuai dengan topik dan permasalahan. Di lingkungan Fakultas Hukum USU bahwa belum pernah ada mahasiswa yang menulis berkaitan tentang perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana eksploitasi, namun penulis menemukan ada mahasiswa di Universitas lain yang membahas perlindungan hukum terhadap anak korban

(22)

1. NAMA : Dwiveni Afghina Zalita (FH Universitas Lampung)

JUDUL : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kesusilaan Oleh Orang Tua (Studi Putusan Nomor 404/PID/Sus/2014/PN.Gns)

RUMUSAN MASALAH :

1. Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Tindak Pidana Kesusilaan oleh Orang Tua

2. Faktor-Faktor Pemnghambat dalam Upaya Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Tindak Pidana Kesusilaan Oleh Orang Tua 2. NAMA : Yeremia Arifianto Natanael

(FH Universitas Katolik Soegijapratama)

JUDUL : Perlindungan Hukum Bagi Anak sebagai Korban Eksploitasi Yang dipekerjakan sebagai Pengamen Studi Kasus di Kota Semarang.

RUMUSAN MASALAH :

1. Penyebab Akibat Eksploitasi Anak yang Dipekerjakan sebagai Pengamen

2. Perspektif Undang-Undang Khususnya Mengenai Perlindungan Hukum bagi Anak yang Dipekerjakan sebagai Pengamen

3. Peran serta Pemerintah dan Masyarakat untuk Menghapus Eksploitasi Anak yang Dipekerjakan sebagai Pengamen

3. NAMA : Rini Meylani Nasution

(FH Universitas Sumatera Utara)

JUDUL : Analisis Yuridis Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Anak Secara Berlanjut (Studi Putusan Nomor 101/Pid.B/2014/PN.Rap)

RUMUSAN MASALAH :

1. Pengaturan Tidak Pidana Perdagangan Orang Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007

2. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tidak Pidana Perdagangan Orang

(23)

13

3. Analisis Yuridis Tindak Pidana Perdagangan Anak Secara Berlanjut (Studi Putusan Nomor 101/Pid.B/2014/PN.Rap)

4. NAMA : Pranto Pirhot Situmorang (FH Universitas Sumatera Utara)

JUDUL : Analisis Yuridis Perlindungan Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi di Pengadilan Negeri Medan)

RUMUSAN MASALAH :

1. Pengaturan Hukum Terhadap Perlindungan Anak sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang

2. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang 3. Kebijakan Hukum Pidana dalam Memberikan Perlindungan

Hukum terhadap Anak sebagai Korban Tindak Pidana

Perdagangan Orang dalam Putusan Nomor

133/Pid.B/2013/PN.Mdn

Karena substansi yang terdapat di dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul diatas. Kemudian pengajuan judul skripsi yang penulis angkat ini juga telah melalui proses uji bersih di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

F. Tinjaun Pustaka 1. Anak

a. Pengertian Anak

Anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena anak merupakan bagian dari generasi muda. Selain anak, di dalam generasi muda ada yang disebut remaja dan dewasa.

(24)

Masa kanak-kanak dibagi menjadi tiga tahap, yaitu masa bayi umur 0 – menjelang 2 tahun, masa kanak-kanak pertama umur 2 – 5 tahun dan masa kanak- kanak terakhir antara umur 5 – 12 tahun.39

Anak merupakan harapan bangsa dan apabila sudah sampai saatnya akan menggantikan generasi tua dalam melanjutkan eoda kehidupan negara, dengan demikian, anak perlu dibina dengan baik agar mereka tidka salah dalam kehidupannya kelak.40

Secara umum dekatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak.

Defenisi anak sendiri terdapat banyak pengertiannya, pengertian tersebut terdiri dari beberapa peraturan yang berlaku di Indonesia, diantaranya yaitu:

1. Menurut UU No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

Pasal 1 angka 2 UU No. 4 Tahun 1979 menentukan:

Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun atau dan belum pernah menikah.

2. Menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 menentukan:

39 Gatot Supramono, op.cit., hlm. 1.

40 Maidin Gultom, op.cit., hlm. 68-69.

(25)

15

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

3. Menurut Konvensi Tentang Hak-Hak Anak

Pasal 1 Konvensi tentang Hak-Hak Anak menentukan:

Untuk tujuan-tujuan Konvensi ini, seorang anak berarti setiap manusia dibawah umur 18 (delapan belas) tahun, kecuali menurut undang-undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai lebih awal.

4. Menurut UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

b. Hak-Hak Anak

Anak mempunyai hak-hak yang melekat pada diri anak tersebut yang telah diatur, karena hak-hak anak tersebut harus dilindungi dan dijaga agar berkembang secara wajar. Landasan hukum yang digunakan dalam melaksanakan pemenuhan hak-hak anak tersebut diatur dalam:

1. Pada tanggal 20 November 1959 Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mensahkan Dekalrasi tentang hak-hak anak. Dalam Mukadimah Deklarasi ini, tersirat bahwa umat manusia berkewajiban memberikan yang terbaik bagi anak-anak. Deklarasi ini memat 10 (sepuluh) asas tentang hak-hak anak;41

2. UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Perkawinan, dijumpai pengaturan hak dan perlindungan hak anak;

(26)

3. Pasal 2 UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak;

4. Pasal 66 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

5. Hak-hak anak yang diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan.

2. Eksploitasi Anak

1. Pengertian Eksplotasi Anak

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), pengertian eksploitasi adalah pemanfaatan untuk keuntungan sendiri, penghisapan, pemerasan atas diri orang lain yang merupakan tindakan tidak terpuji. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak, yang dimaksud denegna anak adalah seseorang yang berusia di bawha 21 Tahun dan belum menikah, sedangkan menurut Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Undang-undang tersebut menyatakan, anak adalah siapa saja yang belum berusia 18 tahun, belum meikah, dan temasuk anak yang masih di dalam kandungan (berarti segala kepintingan yang mengupayakan perlindungan terhadap anak sudah dimulai sejak berada di dalam kadnungan hingga berusia 18).

Adapun usaha perlindungan anak harus diterapkan sebaik mungin, karena perlindungan anak merupakan cerminan dari adanya keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dalam suatu masyarakat. Memperhatikan dan menanggulangi masalah perlindungan anak merupakan suatu kewajiban bersama-sama oleh setiap

(27)

17

orang anggota masyarakat dan pemerintah apabila igin berhasil melakukan pembangunann nasional dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

Adapun yang dimaksud dengan eksploitasi anak oleh orangtua atau pihak lainnya, yaitu menempatan, membiarkan, melakukan, atau seksula terhadap anak (Pasal 66 ayat 3 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Eksploitasi Anak). Jelaslah bahwa eksploitasi anak merupakan tindakan tidak terpuji, karena tindakan eksploitasi anak telah merampas hak-hak anak, seperti mendapatkan kasih sayang dari orangtua, pendidikan yang layak, dan sarana bermain yang sesuai dengan usianya. Selain itu, eksploitasi pada anak dapat berdampak pada gangguan fisik maupun psikologi anak. Gangguan pada anak juga dapat berdampak panjang pada masa depan anak yang kurang dapat membedakan antara yang benar dan yang salah karena rendahnya tingkat pendidikan anak yang dieksploitasi.

b. Bentuk-Bentuk Eksploitasi Anak42

1. Eksploitasi Fisik

Eksploitasi fisik adalah penyalahgunaan tenaga anak untuk dipekerjakan demi keuntungan orangtuanya atau orang lain seperti menyuruh anak bekerja dan menjuruskan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya belum dijalaninya.

(28)

2. Eksploitasi Sosial

Eksploitasi sosial adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional anak.

3. Eksploitasi Seksual

Eksploitasi seksual adalah keterliban anak dalam kegiatan seksual yang tidak dipahaminya. bisnis prostitusi.

3. Tindak Pidana

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana yaitu strafbaarfeit walaupun istilah ini terdapat dalam Wvs Belanda, tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaarfeit itu.

Menurut Adam Chazawi (2002: 70) mengemukakan:

“Strafbaarfeit itu dikenal dalam hukum pidana, diartikan sebagai delik, peristiwa pidana, dan tindak pidana. Strafbaarfeit terdiri dari 3 (tiga) kata yaitu straf, baar, dan feit. Straf diartikan sebagai pidana dan hukum, baar diartikan sebagai dapat dan boleh. Sedangkan feit diartikan sebagai

tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan. Bahasa inggrisnya adalah delict. Artinya, seutu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman (pidana).”

(29)

19

Pengertian tindak pidana adalah tindakan yang tidak hanya dirumuskan oleh KUHP.43 Istilah tindak pidana sebagai terjamahan dari strafbaarfeit menunjukkan pengertian gerak-gerik tingkah laku seseorang.

Para sarjana Indonesia mengistilahkan strafbarfeit itu dalam arti yang berbeda, diantaranya Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yaitu :

“perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa larangan tersebut”44

Istilah tindak pidana ini timbul dan berkembang dari pihak Kementrian Kehakiman yang sering dipakai dalam perundang-undangan meskipun lebih pendek dari pada perbuatan, akan tetapi tindak pidana menunjukkan kata yang abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya menunjukkan hal yang konkrit.45

G. Metode Penulisan

Dalam memperoleh ataupun mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode yaitu:

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Dilihat dari segi sifatnya, penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis, artinya penelitian yang menggambarkan objek tertentu dan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan atau melukiskan secara sistematis fakta-fakta atau

43 S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapan, Cet. 3, (Jakarta:

Storia Grafika, 2002), Hlm.204.

44 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004), Hlm.54.

45 Wiryono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung:

(30)

karakteristik populasi tertentu dalam bidang tertentu secara factual dan cermat.46 Penelitian ini bersifat deskriptif analisis karena penelitian ini semata-mata menggambarkan suatu objek untuk menggambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum.47

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.48

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif atau doktriner yang juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen, Karena lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.49 Yang didasarkan pada bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yaitu inventarisasi peraturan mengacu kepada norma-norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam hal ini berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban eksploitasi, yang bertujuan mendapatkan landasan hukum yang jelas.

46 Sarifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 7.

47 Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fak. Psikologi UGM, 1986), hlm.3.

48 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo, 2011), hlm.1.

49 Ediwarman, Monograf Metodologi Penelitian Hukum Panduan Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Medan: PT. Sofmedia, 2012), hlm. 94.

(31)

21

2. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder atau yang diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data sekunder adalah data yang tidak didapat secara langsung dari obyek penelitian. Data sekunder yang digunakan di antaranya:

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, antara lain:

i. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

ii. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

iii. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

iv. Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA);

v. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

b) Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer, berupa Putusan No. 890/Pid.Sus-Anak/2018/PN-Btm , kasus tentang anak sebagai korban eksploitasi, serta buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel terkait, laporan-laporan dan sebagainya, yang diperoleh baik melalui media cetak maupun media elektronik.

b) Bahan-bahan hukum tersier, merupakan bahan penunjang dalam memberikan informasi tentang bahan primer dan sekunder. Contohnya seperti abstrak perundang-undangan, direktori pengadilan, ensiklopedi hukum, kamus hukum, dan lain-lain.

(32)

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan digunakan metode penelitian hukum normative yakni dengan menggunakan suatu penelitian kepustakaan (Library Reseach).

Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan atau disebut dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama bahan acuan dalam bidang hukum atau rujukan bidang hukum.

Metode library research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan- bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah.50

4. Analisis data

Data yang di peroleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif (menggambarkan kenyataan-kenyataan yangada berdasarkan hasil penelitian, dengan menguraikan secara sistematis untuk memproleh kejelasan dan memudahkan pembahasan).

Kemudian ditarik suatu kesimpulan dengan menggunakan metode induktif (metode penarikan data yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus).

50 Bambang Sunggono, Metode penelitian hukum, (Jakarta:PT.Raja Grafindo,1997), hlm 41.

(33)

23

Setelah itu ditarik kesimpulan yang bersifat umum, guna menjawab permasalahan yang diajukan. Analisis data dilakukan dengan:

a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang di teliti.

b. Memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan penelitian.

c. Mensistematiskan kaidah-kaidah hukum, azas atau doktrin.

d. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, Pasal atau doktrin yang ada.

e. Menarik kesimpulan dengan pendekatan dedukatif sehingga akan dapat merangkum dari jawaban terhadap permasalahan yang telah disusun Data sekunder yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab rumusan masalah yang diangkat dalam skripsi ini.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 4 (empat) Bab

Bab I membahas tentang latar belakang, rumusan masalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan (pengertian anak, hak-hk anak, pengertian eksploitasi, bentuk-bentuk eksploitasi dan pengertian tindak pidana), metode penulisan serta sistematika penulisan.

Bab II berisi tentang pengaturan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban eksploitasi yang menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, di luar KUHP, dan Bentuk perlindungan hukum yang diperoleh anak yang merupakan korban eksploitasi anak.

(34)

Bab III membahas tentang penerapan hukum pidana terhadap pelaku eksploitasi anak dalam putusan Pengadilan Negeri Batam Putusan No.

890/Pid.Sus-Anak/2018/PN-Btm yang memuat Putusan Pengadilan Negeri Batam No. 890/Pid.Sus-Anak/2018/PN-Btm.

Bab IV berisi tentang yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku eksploitasi anak yang terdapat dalam putusan Pengadilan Negeri Batam Putusan No. 890/Pid.Sus-Anak/2018/PN-Btm.

Bab V berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan skripsi ini serta saran dari penulis mengenai permasalahan dalam skripsi ini.

(35)

BAB II

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN EKSPLOITASI

A. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Perlindungan anak dalam perspektif hukum pidana, pada umumnya diatur dalam Kitab-kitab Hukum Pidana (KUHP) dan sebagian lagi tersebar dalam undang-undang lain yang ada memuat ketentuan pidana.51

Hukum pidana yang berlaku di Indonesia adalah hukum pidana yang telah dikodifikasi artinya aturan hukum itu sudah disusun dalam suatu kitab undang- undang secara sistematis, bulat, lengkap, dan tuntas.52

KUHP atau Kitab Und` ang-undang Hukum Pidana adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbuatan pidana secara materiil di Indonesia. KUHP yang sekarang diberlakukan adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlands-Indië. Pengesahannya dilakukan melalui Staatsblad Tahun 1915

nomor 732 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918.

Menegaskan kembali pemberlakuan hukum pidana pada masa kolonial tersebut, pada tanggal 26 Februari 1946, pemerintah kemudian

51 Aminah Aziz, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Medan: USU Press, 1998), hlm.54.

(36)

mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Undang-undang inilah yang kemudian dijadikan dasar hukum perubahan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht (WvS), yang kemudian dikenal dengan nama Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana.

Hukum pidana yang akan dibahas adalah hukum pidana materil, yaitu hukum yang dilihat dari isinya bersifat mengatur secara trperinci (detail) terhadap semua perbuatan yang dilarang begi setiap orang atau kalangan tertentu.

Sumber hukum pidana (materil) yang paling utama adalah Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), yang terdiri dari 3 buku yaitu:78

1. Buku pertama berisi tentang aturan umum, yang mencakup isinya tentang:

Batas berlakunya hukum pidana di Indonesia, Pidana, Alasan Pengajuan atau Penarikan Kembali Pengaduan, Hapusnya Kewenangan Penuntutan Pidana serta Istilah-istilah yang digunakan dalam KUH Pidana.

2. Buku kedua berisi tentang hal ikhwal kejahatan.

3. Buku ketiga berisi tentang pelanggaran.

KUHP memberikan perlindungan kepada korban perdagangan manusia berupa penggantian kerugian yang diderita korban perdagangan manusia oleh pelaku perdagangan manusia melalui ketetapan hakim dalam menjatuhkan pidana bersyarat atau sebagai pengganti pidana pokok. 79

78 Ilhami Bistri, Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm.42,

79 http://e-journal.iainpekalongan.ac.id/index.php/Muwazah/article/view/269

(37)

27

Sekalipun KUHP mencantumkan aspek perlindungan korban kejahatan berupa pemberian ganti kerugian, namun ketentuan ini tidak luput dari berbagai kendala dalam pelaksanaannya, yaitu:

1. Penetapan ganti rugi tidak dapat diberikan oleh hakim sebagai sanksi yang berdiri sendiri disamping pidana pokok, jadi hanya sebagai “syarat khusus”

untuk dilaksanakannya atau dijalaninya pidana pokok yang dijatuhkan kepada terpidana;

2. Penetapan syarat khusus berupa ganti kerugian ini hanya dapat diberikan apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau pidana kurungan;

3. Syarat khusus berupa ganti rugi ini pun menurut KUHP hanya bersifat fakultatif, tidak bersifat imperatif.

Perlindungan anak sebagai korban tindak pidana perdagangan orang diatur dalam KUHP terdapat dalam Pasal 301 “Barang siapa memberi atau menyerahkan kepada orang lain seorang anak yang ada di bawah kekuasaannya yang sah dan yang umurnya kurang dari dua belas tahun, padahal diketahui bahwa anak itu akan dipakai untuk atau di waktu melakukan pengemisan atau untuk pekerjaan yang berbahaya, atau yang dapat merusak kesehatannya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Perlindungan anak sebagai korban tindak pidana diatur dalam Buku II KUHP tentang kejahatan. Disini perlindungan diberikan berupa pemberantan hukuman terhadap pelaku tindak pidana yang korbannya adalah anak-anak.80

(38)

B. Menurut Undang-Undang di Luar KUHP

1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam perjalanannya mengalami perubahan. Perubahan tentang UU Perlindungan Anak di tetapkan dengan Undang-Undang. Undang-Undang tersebut adalah UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perubahan UU Perlindungan Anak disebabkan karena alasannya untuk meningkatkan perlindungan terhadap anak perlu dilakukan penyesuaian terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Adapun bentuk perlindungan yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak di atur di dalam Pasal 68 yang berbunyi “ Perlindungan khusu bagi anak korban penculikan, penjualan dan/atau perdagangan dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan dan rehabilitasi”.81

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-

81 Definisi Perlindungan khusus dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak terdapat di dalam Pasal 1 angka 15 yaitu:

“Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum,, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran”.

(39)

29

hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.82

Negara menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak asasi Anak yang ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan baik yang bersifat nasional maupun yang bersifat internasional. Jaminan ini dikuatkan melalui ratifikasi konvensi internasional tentang Hak Anak, yaitu pengesahan Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The Child (Konvensi Tentang Hak- Hak Anak).

Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga dan Orang Tua berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan menjamin terpenuhinya hak asasi Anak sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Perlindungan terhadap Anak yang dilakukan selama ini belum memberikan jaminan bagi Anak untuk mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sesuai dengan kebutuhannya dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga dalam melaksanakan upaya

(40)

perlindungan terhadap Hak Anak oleh Pemerintah harus didasarkan pada prinsip hak asasi manusia yaitu penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan atas Hak Anak.

Anak sebagai korban eksploitasi berdasarkan UU No. 23/2002 mendapat perlindungan khusus berdasarkan pasal 59 dan hal itu merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

Pasal 59 :

Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

Pasal 59 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diatur perihal kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan lembaga negara lainya, untuk memberikan perindungan khusus kepada :83

a. Anak dalam situasi darurat;

b. Anak yang berhadapan dengan hukum;

c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;

83 Ibid.,

(41)

31

d. Anak tereksploitasi secara ekonomi dan atau atau seksual ; e. Anak yang diperdagangkan;

f. Anak anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA);

g. Anak korban penculikan, penjualan, dan perdagangan;

h. Anak korban kekerasan, baik fisik dan atau atau mental;

i. Anak yang menyandang cacat; dan

j. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

Khusus untuk anak yang berhadapan dengan hukum, menurut Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, diarahkan pada anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana. Berdasarkan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui:

a. Pelaksanaan hak secara manusiawi dengan martabat dan hak-hak anak.

b. Penyediaan sarana dan prasarana khusus;

c. Penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini;

d. Pemantauan dan pencatatan terus-terusan terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum;

e. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga ; dan

f. Perlindungan dari pemberian identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.

(42)

Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan khusus kepada anak sebagai korban tindak pidana dilakukan melalui: 84

a. Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga;

b. Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi;

c. Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial; dan

d. Pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.

Di pasal 59 Undang-Undang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa perlindungan khusus wajib diberikan kepada anak yang berhadapan dengan hukum dan dalam pasal 64 ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa anak-anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban kejahatan.

Upaya perlindungan hukum terhadap anak, salah satunya melalui pencegahan dan pemberantasan perdagangan manusia, perlu secara terus menerus dilakukan demi tetap terpeliharanya sumber daya manusia yang berkualitas.

Kualitas perlindungan terhadap anak hendaknya memiliki derajat/tingkat yang sama dengan perlindungan terhadap orang-orang dewasa maupun pria, karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law).

84 Ibid.,

(43)

33

Pasal 13 Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa : 85

(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dan perlakuan:

a.Diskriminasi

b.Eksploitasi,baik ekonomi maupun seksual;

c.Penelantaran;

d.Kekejaman,kekerasan dan penganiayaan;

e.Ketidakadilan dan;

f.Perlakuan salah lainnya

(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

Pasal 13 ayat (2) UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatakan dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

Pasal 88 :

Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara

(44)

paling lama 10 (Sepuluh) Tahun dan/atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah).86

Tujuan perlindungan anak menurut undang-undang adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskrimisasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

Di Pasal 76I Undang-Undang Perlindungan Anak, disebutkan Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyeluruh melakukan, atau tururt serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak.

Pasal 17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa:

1. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:

a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;

b. Memperoleh bantuan hukum atau bantan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya yang berlaku; dan

c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

2. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan korban hukum berhak dirahasiakan.

86 Ibid.,

(45)

35

2. Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Undang-undang terbaru yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”) yang mulai diberlakukan dua tahun setelah tanggal pengundangannya, yaitu 30 Juli 2012 sebagaimana disebut dalam Ketentuan Penutupnya (Pasal 108 UU SPPA). Artinya UU SPPA ini mulai berlaku sejak 31 Juli 2014.

UU SPPA ini merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (“UU Pengadilan Anak”) yang bertujuan agar dapat terwujud peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan saksi tindak pidana. Menurut Pasal 1 ayat 3 Undang 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) menyatakan bahwa Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang telah mencapai usia 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun. Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Berhadapan Hukum yaitu:87

(46)

1. Perlindungan Terhadap Anak Pelaku

Pasal 1 ayat 3 UU No. 11 Tahun 2012 memberikan batasan usia terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Batasan usia anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, dan tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun.

Kemudian dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak mencantumkan dengan tegas apa saja yang menjadi hak-hak anak dalam peradilan pidana.

Pada saat proses peradilan pidana anak hak-hak anak harus mendapatkan perlindungan dari setiap tingkatan, perlindungan tersebut diberikan sebagai salah satu bentuk penghormatan hak asasi anak. Perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum ini mengalami perubahan yang mendasar yakni pengaturan secara tegas mengenai “keadilan restoratif dan diversi”. Pengaturan ini dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan, sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.

2. Perlindungan Terhadap Anak Korban

Perlindungan terhadap anak korban kejahatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 1 ayat (2) Perlindungan Anak adalah segala kegiatan yang menjamin dan melindungi anak dan hak- haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi, secara optimal

(47)

37

sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta medapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Penanganan perkara anak yang berhadapan dengan hukum khususnya korban anak, harus ditangani secara khusus baik represif maupun tindakan preventif demi menciptakan masa depan anak yang baik dan sejahtera. Mengenai anak korban, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa:“Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut sebagai anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.”Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 90 ayat (1) menjelaskan bahwa Anak korban dan Anak saksi berhak atas upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga”. Selain hakhak tersebut, terdapat beberapa hak anak sebagai korban untuk mendapatkan bantuan medis dan bantuan rehabilitasi psiko-sosial.

3. Perlindungan Terhadap Anak Saksi

Anak sebagai saksi sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak:

“Anak yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut anak saksi adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat memberikan keterangan

(48)

guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri”.

Pengaturan mengenai saksi anak alam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak diatur dalam Bab VII pada Pasal 89 s/d Pasal 91. Pada Pasal 89 disebutkan bahwa Anak Korban dan/atau Anak Saksi berhak atas semua perlindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

UU SPPA ini memberikan kemudahan bagi anak saksi atau anak korban dalam memberikan keterangan di pengadilan. Saksi/korban yang tidak dapat hadir untuk memberikan keterangan di depan sidang pengadilan dengan alasan apapun dapat memberikan keterangan di luar sidang pengadilan melalui perekaman elektronik yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan setempat, dengan dihadiri oleh Penyidik atau Penuntut Umum, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya yang terlibat dalam perkara tersebut. Anak saksi/korban juga diperbolehkan memberikan keterangan melalui pemeriksaan jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi audiovisual. Pada saat memberikan keterangan dengan cara ini, anak harus didampingi oleh orang tua/Wali, Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lainnya (Pasal 58 ayat (3) UU SPPA).

Perlindungan terhadap anak merupakan kewajiban dan tanggung jawab kita semua, anak korban harus mendapatkan perhatian dan perlindungan terhadap hak-haknya. Penanganan perkara anak yang berhadapan dengan hukum khususnya korban anak, harus ditangani secara khusus baik represif maupun tindakan preventif demi menciptakan masa depan anak yang baik dan sejahtera.

(49)

39

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak membagi tiga bagian terhadap anak yang perkara dengan hukum, hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa: 88

“Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut sebagai anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.”

Dari ketentuan Pasal 1 ayat (4) tersebut dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami suatu tindak pidana. Kasus yang dialami oleh anak akhir-akhir ini cendrung mengalami peningkatan hal ini dapat kita lihat dari pemberitaan yang ada baik melalui media cetak maupun elektronik, melihat kondisi yang ada dibutuhkan suatu upaya yang serius dalam menanggulangi tindak kekerasan terhadap anak. Peran aktif dari para aparat penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan terhadap anak sangat diperlukan sebagai suatu usaha yang rasional dari masyarakat.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 90 ayat (1) menjelaskan bahwa Anak korban dan Anak saksi berhak atas“ upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga”. Yang dimaksud dengan rehabilitasi medis tersebut adalah proses kegiatan pengobatan secara terpadu dengan memulihkan kondisi fisik anak, anak korban dan atau anak saksi. Kemudian yang dimaksud dengan rehabilitasi sosial adalah proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik,

Referensi

Dokumen terkait

3. suatu sebab yang halal. Pos Indonesia bergerak dalam bidang jasa, maka faktor yang sangat penting yang perlu di perhatikan adalah kepercayaan pengguna jasa, dimana

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian. Bahan hukum primer yang

Maka dengan demikian, berdasarkan pembahasan yang dijelaskan sebagaimana yang dimaksud di atas, timbul keinginan untuk mengkaji tentang keringanan pajak sebagai bentuk insentif

Jawaban : Dalam hal ini sudah jelas disini dengan adanya penerapan klausula baku yang secara sepihak disini yang juga konsumen tidak dapat diberikan pilihan selain ikut

Hal ini sama seperti yang diatur dalam Pasal 15 UNCLOS 1982 yang menyatakan dalam hal pantai dua negara yang letaknya berhadapan atau berdampingan satu dengan

Bank Negara Indonesia, Tbk Kantor Wilayah Jakarta Kota merupakan salah satu institusi keuangan yang dimiliki oleh Pemerintah (BUMN), dalam aktivitasnya juga harus tunduk

Skripsi ini mengemukakan permasalahan mengenai bentuk-bentuk pelanggaran terhadap perempuan korban perang di Suriah ditinjau menurut hukum internasional, diantara banyak

Bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK” sebagaimana yang didakwakan