• Tidak ada hasil yang ditemukan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Bab V berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan skripsi ini serta saran dari penulis mengenai permasalahan dalam skripsi ini

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN EKSPLOITASI

B. Menurut Undang-Undang di Luar KUHP

1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam perjalanannya mengalami perubahan. Perubahan tentang UU Perlindungan Anak di tetapkan dengan Undang-Undang. Undang-Undang tersebut adalah UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perubahan UU Perlindungan Anak disebabkan karena alasannya untuk meningkatkan perlindungan terhadap anak perlu dilakukan penyesuaian terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Adapun bentuk perlindungan yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak di atur di dalam Pasal 68 yang berbunyi “ Perlindungan khusu bagi anak korban penculikan, penjualan dan/atau perdagangan dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan dan rehabilitasi”.81

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan

81 Definisi Perlindungan khusus dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak terdapat di dalam Pasal 1 angka 15 yaitu:

“Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum,, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran”.

29

hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.82

Negara menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak asasi Anak yang ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan baik yang bersifat nasional maupun yang bersifat internasional. Jaminan ini dikuatkan melalui ratifikasi konvensi internasional tentang Hak Anak, yaitu pengesahan Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak).

Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga dan Orang Tua berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan menjamin terpenuhinya hak asasi Anak sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Perlindungan terhadap Anak yang dilakukan selama ini belum memberikan jaminan bagi Anak untuk mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sesuai dengan kebutuhannya dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga dalam melaksanakan upaya

perlindungan terhadap Hak Anak oleh Pemerintah harus didasarkan pada prinsip hak asasi manusia yaitu penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan atas Hak Anak.

Anak sebagai korban eksploitasi berdasarkan UU No. 23/2002 mendapat perlindungan khusus berdasarkan pasal 59 dan hal itu merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.

Pasal 59 :

Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

Pasal 59 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diatur perihal kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan lembaga negara lainya, untuk memberikan perindungan khusus kepada :83

a. Anak dalam situasi darurat;

b. Anak yang berhadapan dengan hukum;

c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;

83 Ibid.,

31

d. Anak tereksploitasi secara ekonomi dan atau atau seksual ; e. Anak yang diperdagangkan;

f. Anak anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA);

g. Anak korban penculikan, penjualan, dan perdagangan;

h. Anak korban kekerasan, baik fisik dan atau atau mental;

i. Anak yang menyandang cacat; dan

j. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

Khusus untuk anak yang berhadapan dengan hukum, menurut Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, diarahkan pada anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana. Berdasarkan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui:

a. Pelaksanaan hak secara manusiawi dengan martabat dan hak-hak anak.

b. Penyediaan sarana dan prasarana khusus;

c. Penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini;

d. Pemantauan dan pencatatan terus-terusan terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum;

e. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga ; dan

f. Perlindungan dari pemberian identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.

Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan khusus kepada anak sebagai korban tindak pidana dilakukan melalui: 84

a. Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga;

b. Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi;

c. Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial; dan

d. Pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.

Di pasal 59 Undang-Undang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa perlindungan khusus wajib diberikan kepada anak yang berhadapan dengan hukum dan dalam pasal 64 ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa anak-anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban kejahatan.

Upaya perlindungan hukum terhadap anak, salah satunya melalui pencegahan dan pemberantasan perdagangan manusia, perlu secara terus menerus dilakukan demi tetap terpeliharanya sumber daya manusia yang berkualitas.

Kualitas perlindungan terhadap anak hendaknya memiliki derajat/tingkat yang sama dengan perlindungan terhadap orang-orang dewasa maupun pria, karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law).

84 Ibid.,

33

Pasal 13 Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa : 85

(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dan perlakuan:

a.Diskriminasi

b.Eksploitasi,baik ekonomi maupun seksual;

c.Penelantaran;

d.Kekejaman,kekerasan dan penganiayaan;

e.Ketidakadilan dan;

f.Perlakuan salah lainnya

(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

Pasal 13 ayat (2) UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatakan dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

Pasal 88 :

Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 10 (Sepuluh) Tahun dan/atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah).86

Tujuan perlindungan anak menurut undang-undang adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskrimisasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

Di Pasal 76I Undang-Undang Perlindungan Anak, disebutkan Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyeluruh melakukan, atau tururt serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak.

Pasal 17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa:

1. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:

a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;

b. Memperoleh bantuan hukum atau bantan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya yang berlaku; dan

c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

2. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan korban hukum berhak dirahasiakan.

86 Ibid.,

35

2. Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana