• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.7.4 Pihak-pihak yang Membutuhkan

Menurut Almilia dan Kristiadji (2003), prediksi financial distress (kesulitan keuangan) perusahaan menjadi perhatian dari banyak pihak. Pihak-pihak yang menggunakan model tersebut meliputi:

1. Pemberi pinjaman

Penelitian berkaitan dengan financial distress mempunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan memberikan suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan.

2. Investor

Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu

perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.

3. Pembuat peraturan

Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab

mengawasi kesanggupan membayar hutang dan

menstabilkan perusahaan individu, hal ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan.

4. Pemerintah

Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah dalam antitrust regulation.

5. Auditor

Informasi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi seorang auditor dalam membuat penilaian mengenai going concern (kelangsungan hidup) suatu perusahaan.

6. Manajemen

Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara dan biaya tidak langsung (kerugian penjualan atau kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan adanya model prediksi

financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan. Apabila manajemen perusahaan bisa mendeteksi kebangkrutan ini lebih awal, maka tindakan-tindakan penghematan bisa dilakukan, misalnya dengan melakukan merger atau restrukturisasi keuangan sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari.

Posisi keuangan auditee mungkin memiliki implikasi penting pada keputusan mempertahankan Kantor Akuntan Publik (KAP). Kondisi perusahaan klien yang terancam bangkrut cenderung meningkatkan evaluasi subjektivitas dan kehati-hatian auditor. Dalam kondisi seperti ini suatu perusahaan akan cenderung melakukan auditor switching. Auditor switching juga bisa disebabkan karena perusahaan sudah tidak lagi memiliki kemampuan untuk membayar biaya audit yang dibebankan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang diakibatkan penurunan kemampuan keuangan perusahaan.

2.1.8 Opini Audit

Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya.

Ada lima tipe pendapat laporan audit yang diterbitkan oleh auditor (Mulyadi, 2002: 20) yaitu pendapat wajar tanpa pengecualian, pendapat

wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas, pendapat wajar dengan pengecualian, pendapat tidak wajar dan pernyataan tidak memberikan pendapat.

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion)

Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan.

2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (Unqualified Opinion Report with Explanatory Language)

Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau telah sesuai standar auditing. Penyajian laporan keuangan sesuai prinsip akuntansi yang diterima umum, tetapi terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan lain laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan.

3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion)

Auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit apabila lingkup audit dibatasi oleh klien,

auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor, laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum, dan prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten.

4. Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion)

Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan dari pendapat wajar tanpa pengecualian. Akuntan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien.

5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer of Opinion)

Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no opinion report). Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat adalah:

1) pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit,

2) auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.

2.1.9 Fee Audit

Fee audit adalah honorarium atau upah yang dibebankan oleh akuntan publik kepada perusahaan auditee atas jasa audit yang dilakukan akuntan publik terhadap laporan keuangan. Fee audit merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam penerimaan penugasan audit. Besarnya fee anggota dapat bervariasi tergantung oleh risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan, dan pertimbangan profesional lainnya. Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi. Masyarakat pada umumnya cenderung mengasosiasikan harga yang mahal sebanding dengan kualitas yang didapatkan, dan sebaliknya

Menurut Halim (2008), ada beberapa cara dalam penentuan atau penetapan fee audit antara lain: (1) per diem basis, (2) flat atau kontrak basis dan (3) maksimum fee basis. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Per diem basis

Pada cara ini fee audit ditentukan dengan dasar waktu yang digunakan oleh tim auditor. Pertama kali audit fee per jam ditentukan, kemudian dikalikan dengan jumlah waktu atau jam yang dihabiskan oleh tim. Tarif fee audit per jam untuk tiap tingkatan staf tertentu dapat berbeda-beda.

2. Flat atau Kontrak basis

Pada cara ini audit fee dihitung sekaligus secara borongan tanpa memperhatikan waktu audit yang dihabiskan. Yang penting pekerjaan terselesaikan sesuai dengan aturan atau perjanjian. 3. Maksimum fee basis

Cara ini menggunakan gabungan dari kedua cara diatas. Pertama kali tentukan tarif per jam, kemudian dikalikan dengan jumlah waktu tertentu tetapi dengan batasan maksimum. Hal ini dilakukan agar auditor tidak mengulur-ulur waktu sehingga menambah jam atau waktu kerja.

Seorang auditor tentunya bekerja untuk memperoleh penghasilan yang memadai. Oleh sebab itu, penentuan fee audit harus disepakati bersama baik oleh klien maupun auditor tersebut. Pengurangan fee audit telah diidentifikasi dalam penelitian sebelumnya sebagai alasan utama dalam auditor switching.

Eichenseher dan Shields (1983) dalam Chadegani et.al (2011) menemukan bahwa fee audit dan hubungan kerja yang baik merupakan dua faktor penting yang dapat mempengaruhi keputusan pemilihan auditor yang dilakukan perusahaan.

Perusahaan tentunya dihadapkan dengan persoalan-persoalan baru yang muncul setiap waktu yang dapat memicu kenaikan dalam fee audit. Ketika fee audit melampaui batas toleransi yang ditetapkan perusahaan, perusahaan akan mencari auditor dengan penawaran fee audit yang lebih rendah meskipun mereka harus melepas auditor yang biasa mereka gunakan untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan. Saat manajer merasa tidak nyaman dengan fee audit yang mereka bayarkan, mereka akan mencoba untuk melakukan pergantian KAP sehingga dapat menemukan penawaran yang lebih baik dengan fee audit yang mereka tawarkan.

2.1.10 Pergantian Kantor Akuntan Publik (KAP)

Auditor switching merupakan perpindahan KAP yang dapat dilakukan oleh perusahaan klien. Perpindahan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya merjer antara dua perusahaan yang

kantor akuntan publiknya berbeda, ketidakpuasan terhadap kantor akuntan public yang dahulu, dan merjer antara kantor akuntan publik (Halim, 2008). Sinarwati (2010) menjelaskan bahwa pergantian auditor bisa dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu pergantian yang bersifat peraturan (mandatory) dan yang bersifat sukarela (voluntary). Klien yang mengganti auditornya ketika tidak ada aturan yang mengharuskan pergantian dilakukan mungkin menghadapi dua masalah yaitu auditor mengundurkan diri atau auditor dipecat oleh klien.

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang pergantian kantor akuntan publik dan partner audit bagi perusahaan di Indonesia. Undang-undang tersebut pertama kali diberlakukan di tahun 2002 dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri keuangan Nomor 423 tahun 2002. Pasal 6 ayat 4 dalam peraturan tersebut mengatur mengenai pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk 5 (Lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.

Peraturan yang dikeluarkan pada tahun 2002 tersebut tidak bertahan lama, karena pada tahun 2003 Pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 359/KMK.06/2003 yang menjelaskan mengenai jangka waktu pengauditan yang sama dengan peraturan tahun 2002 sebelumnya. Peraturan yang mengatur mengenai jangka waktu pengauditan ini akhirnya berubah pada tanggal 5 Februari

2008, dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan No.17/PMK.01/2008 tentang “Jasa Akuntan Publik”. Peraturan ini cukup berbeda dengan peraturan tahun 2003 sebelumnya, dimana perbedaan tersebut terlihat pada jangka waktu perikatan audit yang dilakukan oleh sebuah KAP yang semakin bertambah. Pasal 3 dalam peraturan tersebut menjelaskan bahwa Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas yang dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Peraturan ini berbeda dengan Peraturan di tahun 2002 dan 2003 yang menyatakan bahwa KAP diperbolehkan mengaudit paling lama untuk 5 (lima) laporan keuangan sebuah perusahaan.

Dokumen terkait