• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

B. Pihak-pihak yang Terlibat di dalam Pengangkutan Barang

Yang dimaksud dengan pihak-pihak dalam pengangkutan adalah merupakan para subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan.14

13

Folorensus, Hukum tentang Perjanjian Pengangkutan,

Adapun yang menjadi pihak-pihak dalam pengangkutan menurut pendapat yang dikemukakan oleh para ahli antara lain :

diakses

tanggal 7 Januari 2014

14

Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut Perspektif Teori Dan Praktek, Pustaka

1) Wiwoho Soedjono menjelaskan bahwa dalam pengangkutan di laut terutama mengenai pengangkutan barang, maka perlu diperhatikan adanya tiga unsur, yaitu pengirim barang, pihak penerima barang, dan barang itu sendiri.15

2) HMN Purwosutjipto mengemukakan bahwa pihak-pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan pengirim. Pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang lain dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Lawan dari pihak pengangkut ialah pengirim yaitu pihak yang mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan, dimaksudkan juga ia memberikan muatan.16

3) Abdulkadir Muhammad menjelaskan bahwa pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan niaga adalah mereka yang langsung terkait memenuhi kewajiban dan memperoleh hak dalam perjanjian pengangkutan niaga. Mereka adalah pengangkut yang berkewajiban pokok menyelenggarakan pengangkutan dan berhak atas biaya angkutan, pengirim yang berkewajiban pokok membayar biaya angkutan dan berhak atas penyelenggaraan pengangkutan barangnya dan penumpang yang berkewajiban pokok membayar biaya angkut dan berhak atas penyelenggaraan pengangkutan.17

Dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan pengangkutan barang, akan melibatkan pihak-pihak sebagai berikut :

1. Pengirim Barang 15 Ibid, hal. 12. 16 Ibid, hal. 12. 17 Ibid, hal. 12.

Mengenai pengirim barang, tidak ada ditemukan definisinya di dalam KUHD. Namun, secara ringkas dapat dikemukakan bahwa pengirim adalah orang yang mengikatkan diri untuk mengirim sesuatu barang dengan membayar uang angkutan.18

a. Perjanjian yang dibuat antara ekspeditur dengan pengirim disebut dengan perjanjian ekspedisi, yaitu perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim, dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang baik bagi si pengirim, sedangkan si pengirim mengikatkan diri untuk membayar provisi kepada ekspeditur.

Pengirim belum tentu adalah pemilik barang. Sering kali dalam praktik, pengirim adalah ekspeditur atau perantara lain dalam bidang pengangkutan. Pasal 86 ayat (1) KUHD menyatakan bahwa ekspeditur adalah orang yang pekerjaannya menyuruh orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang.

Karena merupakan perantara, ada dua jenis perjanjian yang perlu dibuat oleh ekspeditur yaitu sebagai berikut :

b. Perjanjian antara ekspeditur atas nama pengirim dengan pengangkut disebut perjanjian pengangkutan19

Dari dua jenis perjanjian tersebut, maka hubungan hukum, hak dan kewajiban ekspeditur adalah sebagai berikut :

a. Sebagai Pemegang Kuasa

18

Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaanya di Indonesia, PT

Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal.147.

19

Ekspeditur melakukan perbuatan hukum atas nama pengirim. Dengan demikian, ketentuan-ketentuan tentang pemberian kuasa yang yang tercantum dalam Pasal 1792 samapi dengan 1819 KUHPerdata berlaku baginya.

b. Sebagai Komisioner

Kalau ekspeditur berbuat (melakukan perbuatan hukum) atas namanya sendiri, maka diberlakukanlah kepadanya ketentuan-ketentuan hukum mengenai komisioner sebagaimana tercantum dalam Pasal 76 KUHD dan seterusnya.

c. Sebagai Penyimpan Barang

Sebelum ekspeditur dapat menemukan pengangkut yang memenuhi syarat, sering juga ekspeditur terpaksa harus menyimpan dulu barang-barang pengirim di gudangnya. Dalam hal ini ketentuan-ketentuan yang berlaku baginya adalah ketentuan mengenai penyimpanan barang sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1694 KUHPerdata.

d. Sebagai Penyelenggara Urusan (Zaakwaarneming)

Untuk melaksanakan tugas/amanat pengirim, sering kali ekspeditur berurusan dengan pihak ketiga, seperti misalnya melaksanakan ketentuan-ketentuan tentang pengeluaran dan pemasukan barang-barang di pelabuhan, bea cukai dan lain-lain. Disini ada urusan zaakwaarneming. 20 Selain ekspeditur, dalam pengangkutan laut dikenal pula pihak-pihak yang terkait lainnya, yaitu sebagai berikut :

20

HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Pengetahuan

1) Pengatur Muatan

Pengatur muatan atau juru padat adalah orang yang tugasnya menetapkan tempat dimana suatu barang harus disimpan dalam ruangan kapal. Pengatur muatan ini merupakan perusahaan tersendiri dan mempunyai anak buah tersendiri. Dengan demikian, pengatur muatan terlepas dari perusahaan pengangkut/pemilik kapal. Namun, dalam melaksanakan tugasnya di kapal pengangkut, pengatur muatan harus tunduk pada aturan yang ada di kapal (Pasal 321 KUHD). Jadi, perbuatan yang merugikan pengirim yang dilakukan oleh pengatur muatan dan/atau anak buahnya di dalam kapal menjadi tanggung jawab pengusaha kapal.

2) Per-Veem-An/Ekspedisi Muatan Laut

Per-Veem-An dan ekspedisi muatan laut adalah dua jenis perusahaan yang biasa terkait dalam proses pengangkutan barang dan lazim ada dalam praktik pengangkutan laut di Indonesia. Kedua jenis perusahaan ini diatur bersamaan dalam PP No. 2 Tahun 1969 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut. Sementara itu, untuk persyaratan usaha Per-Veem-An dan usaha ekspeditur ditetapkan oleh Menteri Perdagangan dengan Surat Keputusan No. 122/Kp/VI/1970 tanggal 8 Juni 1970 tentang Persyaratan dan Prosedur Memperoleh Izin Usaha. Surat Keputusan Menteri Perdagangan ini dikeluarkan sebagai pelaksanaan Pasal 28 (1) PP No. 2 Tahun 1969.

Menurut PP No. 2 Tahun 1969 yang dimaksudkan dengan Per-Veem-An adalah “usaha yang ditujukan kepada penampungan dan penumpukan

barang-barang yang dilakukan dengan mengusahakan gudang-gudang, lapangan-lapangan, dimana dikerjakan dan disiapkan untuk diserahkan kepada perusahaan pelayaran untuk dikapalkan, yang meliputi antara lain kegiatan ekspedisi muatan, pengepakan, pengepakan kembali, sortasi, penyimpanan, pengukuhan, penandaan dan lain-lain pekerjaan yang bersifat teknis ekonomis yang diperlukan perdagangan dan pelayaran.” Dari ketentuan Pasal 1 PP No. 2 Tahun 1969 tersebut, maka tugas Per-Veem-An dapat dirinci diantaranya :

i) Pengurusan dokumen-dokumen dan pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut penerimaan dan penyerahan barang-barang muatan yang diangkut melalui lautan untuk diserahkan kepada perusahaan pengangkutan

ii) Pengepakan atau pengepakan kembali, penandaan barang-barang untuk kepentingan pemilik barang dan pengiriman selanjutnya dari barang-barang dimaksud dengan angkutan laut

iii) Penerimaan dan penyimpanan barang dalam gudang-gudang, lapangan-lapangan yang diusahakan untuk itu tanpa mengerjakan perubahan yang bersifat teknis kepada barang-barang

iv) Sortasi barang-barang untuk kepentingan pemilik barang

Sementara itu, tugas ekspedisi muatan laut menurut peraturan pemerintah yang sama adalah usaha yang ditujukan kepada pengurusan dokumen-dokumen dan pekerjaan yang menyangkut penerimaan/penyerahan muatan

yang diangkut melalui lautan untuk diserahkan kepada/diterima dari perusahaan pelayaran untuk kepentingan pemilik barang.

Dengan memperhatikan pengertian dan tugas Per-Veem-An serta tugas ekspedisi muatan kapal laut di atas, tampaknya sama dengan tugas dari ekspeditur, pengatur muatan, Agen Duane. Oleh karena itu, dalam praktik sekarang ini hanya dikenal istilah EMKL atau Ekspedisi Muatan Kapal Laut. 21

a. Perusahaan pengangkutan di laut, disebut juga perusahaan pelayaran, selanjutnya ditambah dengan jenis pelayaran, misalnya perusahaan pelayaran samudera, perusahaan pelayaran pantai, perusahaan pelayaran sungai, dan lain-lain.

2. Pengangkut

Menurut Pasal 466 KUHD, pengangkut adalah barangsiapa yang baik dengan perjanjian carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, maupun dengan perjanjian jenis lain, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang (pasal 521 KUHD), yang seluruhnya atau sebagian melalui lautan. Mengenai definisi dalam Pasal 466 dan 521 KUHD tersebut, HMN Purwosutjipto memberikan beberapa catatan yaitu :

b. Pengertian “menyelenggarakan” pengangkutan tidak hanya berarti melakukan sendiri perbuatan pengangkutan itu, tetapi juga dapat memerintahkan kepada orang lain untuk melakukan perbuatan pengangkutan itu.

21

c. Mengenai obyek yang diangkut, dapat berwujud barang-barang atau orang-orang.

d. Pengangkutan tidak perlu seluruhnya melalui lautan, dapat juga hanya sebagian, sedangkan bagian lainnya dapat melalui daratan atau udara. e. Sedangkan kalimat di tengah-tengah pasal 466 dan 521 KUHD yang

berbunyi: “baik dengan perjanjian carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, maupun dengan perjanjian jenis lain” itu mengenai cara bagaimana si pengusaha kapal mendapatkan kapalnya. Menurut pasal 426 dan 521 KUHD tersebut, pengusaha kapal dapat menguasai kapal dengan cara :

i. Menutup perjanjian carter menurut waktu ii. Menutup perjanjian carter menurut perjalanan

iii. Menutup perjanian pengangkutan dengan kapal jurusan

iv. Menutup perjanjian pengangkutan dengan kapal pengangkut barang-barang potongan22

Adapun definisi lain mengenai pengangkut terdapat dalam The Hague Rules 1922 pasal 1 huruf a yang berbunyi: “Carrier, includes the owner or the charterer who enters into a contract with a shipper” yang berarti Pengangkut adalah pemilik kapal atau pencarter kapal yang mengadakan perjanjian pengangkutan dengan pemilik barang.23

22

HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pelayaran

Laut dan Perairan Darat, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1993, hal. 187.

23

Ibid, hal. 188.

Kedudukan penerima dalam pengangkutan barang adalah sebagai pihak yang menerima barang-barang yang tercantum dalam konosemen. Kedudukan ini timbul karena sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa kewajiban pengangkut adalah menyerahkan barang yang diangkut kepada penerima.

Dalam hal ini, mengenai penerima ada dua kemungkinan yaitu sebagai berikut :

a) Penerima adalah juga pengirim barang b) Penerima adalah orang lain yang ditunjuk

Kewajiban penerima adalah membayar uang angkutan. Kewajiban ini sesuai dengan ketentuan Pasal 491 KUHD yang menyatakan sebagai berikut : “Setelah barang angkutan itu ditentukan di tempat tujuan, maka si penerima wajib membayar uang angkutan dan semua yang wajib dibayarnya menurut dokumen-dokumen atas dasar mana barang tersebut diterimakan kepadanya”.

Selain pengirim, pengangkut dan penerima, terdapat pihak-pihak yang merupakan pihak terkait yang menawarkan jasa dalam usahanya demi kelancaran pengangkutan barang, pihak ini disebut juga sebagai usaha jasa terkait.

Berdasarkan Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran menyatakan bahwa usaha jasa terkait adalah kegiatan usaha yang bersifat memperlancar proses kegiatan di bidang pelayaran.

Pada Pasal 31 disebutkan bahwa usaha jasa terkait dengan angkutan perairan dapat berupa :

a. Usaha bongkar muat barang b. Usaha jasa pengurusan transportasi c. Usaha angkutan perairan pelabuhan

d. Usaha penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut

e. Usaha tally mandiri f. Usaha depo peti kemas

g. Usaha pengelolaan kapal (ship management)

h. Usaha perantara jual beli dan/atau sewa kapal (ship broker) i. Usaha keagenan awak kapal (ship maning agency)

j. Usaha keagenan kapal

k. Usaha perawatan dan perbaikan kapal (ship repairing and maintenance)

Dokumen terkait