• Tidak ada hasil yang ditemukan

PIHAK TERKAIT: HAMENGKU BUWONO X (GUBERNUR DIY)

Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Dari pertanyaan tadi memang sampai X sampai saya memang tidak ada perempuan, sebetulnya masalahnya bukan laki-laki, perempuannya, ya. Yang berhak untuk menggantikan untuk pertama kali itu dari istri yang kualifikasinya permaisuri, itu yang punya hak ya, baru istri yang statusnya bukan permaisuri, kan gitu. Jadi, permaisuri itu kebetulan yang paling tua yang laki-laki itu saja, itu yang pertama.

Yang kedua, kalau nama Hamengku Buwono itu istri permaisuri dari HB VI itu ya, gelarnya Hamengku Buwono hanya satunya dengan gelar yang utuh yang satunya ratu karena permaisuri, itu saja. Jadi, bagi

... bagi saya sebetulnya bukan masalah laki-laki atau perempuan ya, kebetulan memang anaknya yang tertua laki-laki semua. Saya kira itu saja tambahan kami, terima kasih.

43. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR

Pak Sultan, dulu waktu pembahasan undang-undang ini dari Kerajaan Yogya DIY memberikan masukan apa enggak?

44. PIHAK TERKAIT: HAMENGKU BUWONO X (GUBERNUR DIY)

Terima kasih, (suara tidak terdengar jelas). Pada waktu pembahasan kami dengan Pansus maupun dengan Bapak Presiden enggak ada pembicaraan sampai antara lain persyaratan itu, hanya mekanisme pergantian saja, tapi tidak, tidak sampai teknis aspek membahas kami, ya, sampai … sampai persyaratan riwayat hidup dan sebagainya. Saya kira itu saja pendapat kami, terima kasih.

45. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Baik, terima kasih. Ahli, silakan.

46. AHLI DARI PEMOHON: MARGARITO KAMIS

Terima kasih, Yang Mulia. Saya ingin memulai dari yang terakhir, pertanyaan terakhir dari Pemerintah.

Berbeda kita melihat persoalan syarat ini dalam perspektif teknis Pemerintah dengan saya sebagai ... dengan melihatnya dari segi ilmu hukum. Syarat itu keadaan hukum yang padanya digantungkan keabsahan hukum yang lain. Kalau syarat itu tidak terpenuhi keadaan hukum tidak terpenuhi karena itu bersifat imperatif, tidak ... a sampai b itu tidak terpenuhi. Anda mau warga negara juga … warga negara kayak apa juga enggak bisa jadi calon karena hukumnya tidak sempurna. Dan saya percaya sekali Yang Mulia Hakim Pak Ketua paham ini. Begini ini dalam hukum Islam ada syarat yang menggugurkan hukum, ada syarat yang menimbulkanhukum, ada syarat yang menghilangkan hukum. Jadi, bukan sekadar formil dan materiil. Syarat ini tidak terpenuhi Pak Sultan ini sekalipun tidak bisa jadi sultan, bisa jadi gubernur kalau syarat yang tadi terpenuhi bukan formil dan materiil, satu.

Yang kedua, kalau memang sekadarnya saja, kenapa ditulis? Kalau norma itu yang … yang … yang 18B ayat (1) huruf m itu kalau sekadarnya saja bisa ada, bisa enggak, ngapain bikin norma? Dalam perspektif ilmu hukum untuk apa bikin norma? Ngapain bikin norma? Sementara yang di atas bersifat imperatif, lalu di bawah fakultatif, bisa ya, bisa tidak. Bagaimana hubungan logis antarnorma itu untuk

melahirkan kepastian? Kepastian hukum macam apa yang mau didapat? Karena itu saya berpendapat ini bukan sekadar ya, terserah nanti mau tulis apa, kalau begitu ngapain disuruh tulis ditaruh di dalam menjadi norma yang bersifat imperatif memerintah itu?

Jadi, bagi saya ini bukan soal materiil atau formil. Ini nor ... dalam ilmu hukum ini sebuah norma yang memiliki kapasitas sebagai perintah yang dengan konsekuensinya hukum kalau tidak terpenuhi, maka hukumnya tidak sah. Yang tidak diisi ... yang tidak ditulis di dalam pasal ... di dalam huruf m itu bisa ditambah-tambahi, dikarang-karang saja, tapi yang ada di dalam itu absolutely harus dipenuhi. Istri, pekerjaan, mau pekerjaannya apa saja, istrinya berapa, atau … tulis. Kalau tidak itu tidak terpenuhi. Dan sultan atau siapa pun yang bertahta di dalam kesultanan itu yang tidak memenuhi syarat tadi enggak bisa jadi calon. Pada titik ini, saya mesti mengatakan bahwa dilihat dari perspektif ilmu hukum pembentukan undang-undang, norma ini tidak valid. Dari pandangan konstitusionalisme, norma ini tidak valid antarayatnya saja sudah bertentangan, bagaimana kita mengatakan valid. Boleh saja mengatakan secara prosedur dibentuk oleh ... oleh pembentuknya, tetapi pengujian secara sistemik dalam sistem hukum tidak memenuhi syarat sebagai norma. Karena itu menurut saya, tadi saya sudah katakan ini konstitusional karena diskriminatif juga.

Yang kedua, kan kita pernah ... yang kedua, saya mau jawab

pertanyaan Kuasa Hukum. Saya ambil yang praktis saja dulu ini, kan Ibu Mega jadi ... pernah jadi presiden. Kita pernah punya presiden perempuan. Yang Amerika sendiri yang lebih embahnya demokrasi itu, enggak bisa-bisa sampai sekarang. Kita ini Ibu Megawati jadi presiden. Apanya liberal? Saya setuju dengan Kuasa Hukum ... pertanyaan Kuasa Hukum tadi, “Kok liberal, terus?” Ibu Yang Mulia yang tidak hadir hari ini jadi Hakim Konstitusi, bagaimana cerita? Toh bisa perempuan. Jadi anggota. Apanya yang liberal? Konstitusi bicara mengenai hak, jelas itu. Yang berbeda kita kalau dalam perspektif Islam kan kalau takwa atau tidak takwa, kau mau laki-laki mau perempuan enggak. Kalau kau laki-laki tapi kau bajingan, belakang. Perempuan juga kalau memang takwa, kita punya radiatul adawiyah.

Jadi, di mana letak ... saya tidak menemukan dalam perspektif ilmu hukum konstitusi, sekurang-kurangnya dalam perspektif konstitutusionalisme, saya tidak menemukan hal ihwal yang bisa jadikan pijakan untuk mengkualifisir ini sebagai liberal. Mengapa? Dalam pandangan alam, laki-laki dan perempuan sama. Konstitusi memberikan nilai yang sama dalam status civilian. Sebagai laki-laki … antara laki-laki dan perempuan. Sebagai individu atau manusia otonom merdeka, penyandang hak dan kewajiban. Ya kalau perempuan kawin dengan perempuan ya itu liberal, LGBT ya itu ngawur itu. Kenapa pengaruh karena dia bertentangan dengan kodrat, alamiah. Tapi kalau cuma jadi presiden, kalau begitu kita ini rusak dong. Pasal-pasal undang-undang

dasar ini enggak benar semua karena kita pernah punya presiden perempuan. Itu Ibu itu perempuan juga. Di mana letak liberalnya? Sementara konstitusi jelas memulainya dengan hak setiap orang atau setiap warga negara. Dan perempuan juga warga negara.

Karena itu dengan segala hormat saya kepada DPD, saya mesti

mengatakan bahwa kalaulah nanti di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat itu yang bertahta sebagai sultan adalah seorang perempuan, sama sekali dalam perspektif konstitusionalisme bukan soal liberal.

Di daerah saya di Ternate. Di Kerajaan Ternate kita juga pernah mengenal punya itu, Ratu Nukila. Ada sekarang diabadikan di Jalan Nukila kalau Anda ke Ternate.

Saya setuju. Saya juga baca sejarah Aceh, saya baca sejarah Makassar, Sulawesi Selatan. Saya menemukan juga perempuan yang diberikan tempat, sebagai pemimpin. Kita baru saja mengetahui yang paling akhir, Clinton … Hillary Clinton tenggelam, hilang. Dua hari menjelang pemilu top. Begitu pas coblos, berangkat. Di alam liberal, berangkat.

Tapi terlepas dari itu semua, saya mesti menengaskan sekali lagi bahwa mengharuskan seorang calon gubernur memiliki istri di Kesultanan Yogyakarta dan itu berarti secara a contrario perempuan absolut secara tidak bisa menjadi calon gubernur, diskriminatif. Karena tidak mungkin perempuan ada istri, kan? Kecuali kalau kita sudah gila semua.

Jadi dengan menyatakan bahwa calon gubernur harus

menyertakan riwayat hidup, di dalamnya menuliskan istri, maka absolutly secara konstitusional perempuan tidak bisa calon gubernur, maka tidak ada jalan lain berdasarkan pasal-pasal yang sudah saya nyatakan tadi, inkonstitusional, diskriminatif, ada perlakuan yang berbeda di situ.

Saya kira, Yang Mulia, itu yang dapat saya sampaikan pada kesempatan yang membahagiakan ini. Andai ada yang agak keras ada ... diksi-diksi saya yang agak keras, saya mohon maaf. Terima kasih banyak. Assalamualaikum wr. wb.

47. KETUA: ANWAR USMAN

Waalaikumsalam wr. wb. Baik, Pemohon apa masih ada ahli yang akan diajukan atau sudah cukup atau gimana?

Dokumen terkait