• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLAUSULA ARBITRASE DAN KEPAILITAN

4. Pihak yang Dapat Mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit

Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit ke pengadilan yaitu sebagai berikut :

1) Debitur

Undang-undang memungkinkan seorang debitur untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit atas dirinya sendiri, dengan mengemukakan dan membuktikan bahwa debitur memiliki lebih dari satu Kreditur, selain itu debitur harus bisa membuktikan bahwa ia tidak membayar utang

89

Kreditur yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih (Pasal2 Ayat(1)UUK-PKPU2004).Dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh debitur yang masih terikat dalam pernikahan sah, maka permohonannya hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istri yang menjadi pasangannya, kecuali apabila tidak ada percampuran harta (Pasal4 ayat (1) UUK-PKPU 2004).

2) Seorang atau Lebih Krediturnya

Sesuai dengan Penjelasan Pasal2 Ayat (1) UUK-PKPU 2004, Kreditur yang dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debiturnya yaitu Kreditur konkuren, Kreditur separatis, maupun Kreditur preferen. 3) Kejaksaan untuk Kepentingan Umum

Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum, hal ini diatur dalam Pasal2 ayat (2) UUK-PKPU 2004, yang dimaksud dengan kepentingan umum disini adalah kepentingan bangsa dan negara atau kepentingan masyarakat luas yaitu :

a) Debitur melarikan diri;

b) Debitur menggelapkan bagian harta kekayaan;

c) Debitur mempunyai utang pada BUMN atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;

d) Debitur mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas;

e) Debitur tidak beritikad baik atau kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh tempo atau telah jatuh waktu;

f) Dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.

Dalam Pasal1 Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2000 tentang Permohonan Pernyataan Pailit untuk Kepentingan Umum, secara tegas dinyatakan bahwa wewenang kejaksaan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah untuk dan atas nama kepentingan umum, dan Pasal 2 ayat (2) PP No. 17 Tahun 2000 tersebut menyatakan bahwa kejaksaan dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit dengan alasan kepentingan umum apabila :

(1) Debitur mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih; dan

(2) Tidak ada pihak yang mengajukan permohonan pailit. 4) Bank Indonesia (BI)

Dalam hal debitur adalah Bank, pengajuan permohonan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan. Yang dimaksud dengan “Bank” adalah bank sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan kewenangan Bank Indonesia terkait dengan ketentuan

mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan perundangundangan.

5) Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)

Sebelum berlakunya UU No. 21 Tahun 2011 Tentang OJKdalam hal debitur adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) yang merupakan lembaga yang mengawasi suatu kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek. Selain itu, BAPEPAM juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal permohonan pengajuan pernyataan pailit untuk instansi-instansi yang berada di bawah pengawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia terhadap bank (Pasal2 Ayat(4) dan Penjelasannya, UUK-PKPU 2004).

Yang dimaksud perusahaan efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara perdagangan efek, dan/atau manajer investasi sebagaimana dimaksud dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Yang dapat melakukan kegiatan usaha sebagai perusahaan efek adalah perseroan yang telah mendapat izin usaha dari BAPEPAM. Perusahaan efek bertanggung jawab terhadap segala kegiatan yang berkaitan dengan efek yang dilakukan oleh direktur, pegawai, dan pihak lain yang bekerja untuk perusahaan tersebut (Pasal 30 dan Pasal 31 UU No. 8 Tahun 1995tentang pasar modal). Yang dapat melakukan kegiatan sebagai wakil penjamin emisi efek,

wakil perantara pedagang efek, atau wakil manajer investasi hanya orang perseorangan yang telah memperoleh izin dari BAPEPAM, begitu juga untuk dapat melakukan kegiatan sebagai penasehat investasi haruslah pihak yang telah memperoleh izin usaha dari BAPEPAM (Pasal32 dan Pasal33 UU No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal).

Tetapi, setelah diundangkannya UU No. 21 Tahun 2011 Tentang OJK, sesuai amanat Pasal55 ayat (1) yang menyatakan bahwa :“Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasurasian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.

Maka, berdasarkan asas Lex posteriori derogat legi priori dimana ketentuan peraturan perundang-undangan baru akan mengesampingkan peratiran perundang-undangan yang lama, maka semua kewenangan Menteri Keuangan termasuk yang berkaitan dengan Pasar Modal, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal) ke OJK, termasuk untuk hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepailitan.

6) Menteri Keuangan (Sebelum Berlakunya UU No. 21 Tahun 2011 Tentang OJK)

Dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau badan usaha milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan

pailit hanya dapat diajukan oleh menteri keuangan (Pasal2 ayat (5) UUK-PKPU). Tetapi, setelah diundangkannya UU No. 21 Tahun 2011 Tentang OJK, sesuai amanat Pasal55 ayat (1) yang menyatakan bahwa:

“Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasurasian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.”

Maka, berdasarkan asas Lex posteriori derogat legi priori dimana ketentuan peraturan perundang-undangan baru akan mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lama, maka semua kewenangan Menteri Keuangan termasuk yang berkaitan dengan Pasar Modal, Perasurasian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal) ke OJK, termasuk untuk hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepailitan.