• Tidak ada hasil yang ditemukan

(2) Pilihan Lain

Dalam dokumen PPK ANAK (1) (Halaman 52-71)

Panduan Praktik Klinis SMF : ILMU KESEHATAN ANAK

(2) Pilihan Lain

C. Hipernatremia :

HSD 320 ml/kg.BB 48 jam

Setelah melewati resusitasi cepat (1-2 jam) diberikan cairan HSD secara lambat

Defisit (70 ml) + rumatan (100 ml) + 2 hari ongoing losses :± 320 mi/kg dalam waktu 48 jam (2-3 tetes/kg/menit)

 Dietetik

Makanan tetap diberikan, ASI diteruskan, formula diencerkan dalam waktu singkat. Makanan tambahan sesuai umur dengan konsistensi yang mudah dicerna

 Vitamin A 100.000 IU (untuk anak di atas 1 tahun); 50.000 IU (untuk anak di bawah 1 Tahun)

 Probiotik : 1 kapsul/1 bungkus per hari  Pada umumnya tidak diperlukan antimikrobial

Penggunaan antimikrobial hanya pada kasus-kasus tertentu dan kasus-kasus resiko tinggi, misalnya bayi sangat muda, gizi kurang dan adal penyakit penyerta

Obat antimikroba yang digunakan pada pengobatan diare akut oleh penyebab khusus pada anak.

Penyebab (1) Antibiotika Terpilih (2) Pilihan Lain Kolera Tetraksiklin  Anak diatas 7 thn 50 mg/kg/hr dibagi 4 dosis untuk 2 hari. Furasolidon  Anak 5 mg/kg/hr dibagi 4 dosis untuk 3 hari

Shigella2 Trimetoprim (TMP)  Sulfametoksasol (SMX)  Anak –TMP 10 mg/kg/hr

dan SMX 50 mg/kg/hr Dibagi 2 dosis selama 5 hari.

Asam nalikdisat  Anak –55 mg/kg/hr

dibagi 4 dosis selama 5 hari Trimetoprim (TMP) Sulfametoksasol (SMX) 4 Semua umur – TMP 8 mg/kg/hr

Dibagi 2 dosis selama 3 hari.

Bila dianggap perlu dapat diberikan antibiotik yang lain lebih murah tetapi cukup sensitif Amebiasis

Usus akut -Metronidasol Anak – 30 mg/kg/hr selama 5 – 10 hari

Pada kasus yang berat : injeksi intra muskuler, dalam dehidro emetin hidrokhlorida 1 – 1,5 mg/kg (maks 90 mg) s.d. 5 hari tergantung reaksi (untuk semua umur) Giardiasis Metronidasol

- Anak –15 mg/kg/hr selama 5 hari

Kuinakrin

- Anak – 7 mg/hr dosis terbagi dalam dosis terbagi – 5 hari

 Obat-obat diare tidak dianjurkan

9. Edukasi Jaga kebersihan

Perbanyak asupan cairan Makanan bergizi

10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

13. Penelaah Kritis dr. Sony Tri A. Kamil, Sp.A

dr. Anggono R. Arfianto, Sp.A dr. Sofia Wardhani, Sp.A

14. Indikator Medis kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan

 Fitzegerald, J.F., MD.; Joseph H. Clark, MD. Chronic diarrhea Manual of Pediatric Gastro Enterology. Churchil Livingstone : Edisi I 1988; p 43-57.

 Lehenthal Emanuel. Chronic Diarrhea in Children. New York Nestle/Vevey Raven Press, 1984.

Ketua Komite Medik Mojokerto, 8 November 2015

Ketua SMF Ilmu Kesehatan Anak

dr. Asri Bindusari, Sp.KK dr. Sony Tri A. Kamil, Sp.A

NIP 19601102 198703 2 002 NIP 19661217 199703 1 001

Direktur RSUD Soekandar Mojosari

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.

Panduan Praktik Klinis

SMF : ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD PROF. DR. SOEKANDAR KAB. MOJOKERTO TAHUN 2015

KONSTIPASI

1. Batasan

Keluarnya tinja yang sulit, keras, tidak basah dengan ukuran yang lebih besar dari biasanya atau frekwensi buang air besar kurang

dari 3 kali seminggu atau.

2. Anamnesis

Selain konstipasi sendiri, juga dapat ditemukan gejala klinis lain :  Anoreksia ringan

 Tenesmus

 Flatus berlebihan

 Nyeri perut

 Bercak garis darah yang menempel pada tinja sebagai akibat fisura ani

 Prolaps rekti

 Masa tinja pada abdomen bagian bawah  Rembesan tinja pada celana dalam

(soiling)

3. Pemeriksaan Fisik bising usus menurunmeteorismus tenesmus

4. Kriteria Diagnosis - Anamnesis

- Pemeriksaam Fisik 5. Diagnosis Konstipasi 6. Diagnosis Banding  Penyakit Hirschprung  Hipotiroid  Ileus

7. Pemeriksaan Penunjang Klinis

Foto polos abdomen

8. Terapi

Penanganan umum :  Manipulasi diet

Dengan menambahkan cairan dan banyak memberikan makanan berseratt, serta dicari apakah makanan/minuman yang tlah diterima anak mengandung bahan yang dapat menimbulkan konstipasi

 Pemberian obatan-obatan yang meliputi 3 tahapan yaitu :  Tahap Pertama untuk meniadakan pemampatan tinja

(disimpaction)

Laktulosa 5-15 ml sekali sehari atau dengan enema fosfat hipertonik 3 ml/kg, diberikan 4-6 minggu.

 Tahap kedua untuk mencegah penumpukan tinja kembali, dengan diberikan laksan yang bersifat stimulan atau osmotik seperti laktulosa. Tahap kedua ini dilakukan selama 3 bulan.  Tahap ketiga untuk menciptakan pergerakan intestinal yang

teratur, dengan toilet training. Refleks gastrokolikdiharapkan timbul bila anak didudukkan di atas jamban (toilet) selama 5-15 menit sesudah anak mendapat makanan (biasanya makanan pagi).

9. Edukasi Jaga kebersihan

Perbanyak asupan cairan Makanan banyak serat

10. Prognosis Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

13. Penelaah Kritis dr. Sony Tri A. Kamil, Sp.A

dr. Anggono R. Arfianto, Sp.A dr. Sofia Wardhani, Sp.A

14. Indikator Medis kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan  Borowitz SM, Cox DJ, Tam A, Ritter band LM Sutphem

JL, Penberthy JK. Precipitant of constipation during early childhood. The Journal of the American Board of Family Practice, 2003; 16 : 213-218.

 Buller HA, Heymans HSA. Diagnosis and treatment of constipation. Nutricia Scientific Workshop, Surabaya 1997.  Cleghorn G. How to investigate the child with

constipation. Medical progress 1999; 26 (7) : 33-35

Ketua Komite Medik Mojokerto, 8 November 2015

Ketua SMF Ilmu Kesehatan Anak

dr. Asri Bindusari, Sp.KK dr. Sony Tri A. Kamil, Sp.A

NIP 19601102 198703 2 002 NIP 19661217 199703 1 001

Direktur RSUD Soekandar Mojosari

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.

Panduan Praktik Klinis

SMF : ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD PROF. DR. SOEKANDAR KAB. MOJOKERTO TAHUN 2015

MUNTAH

1. Batasan

Muntah pada bayi dan anak dapat terjadi secara regurgitasi dari isi lambung sebagai akibat refluks gastroesofageal atau dengan menimbulkan refleks emetik yang menyebabkan mual, kontraksi dari diafragma, interkostal, dan otot abdomen anterior serta ekspulsi dengan kekuatan isi lambung. Terdapat dua tipe muntah

yaitu yang akut dan kronis.Batasan muntah kronis apabila muntah lebih dari 2 minggu.

2. Anamnesis Usia Anak

 Minggu I

 Obstruksi usus

Inborn metabolic error

 Hiperplasia adrenal kongenital (CAH)  Sesudah minggu I

 Stenosis pilorik  Hernia hiatur  Sesudah bulan I

 Infeksi (ISK, meningitis dan sebagainya)  Gangguan metabolik

 Intoleransi makanan  Hematoma sundural  Aerofagia

 Anak besar

 Muntah siklik (migren abdominal)  Apendisitis  Torsi testis  Gastritis  Keracunan makanan  Henoch schonlein  Ketoasidosis diabetik  Uremi  tukak peptik

 Peningkatan tekanan intra kranial  Iritasi faring

 Psikogenik  Sifat muntah

 Proyektil : stenosis pilorik hipertrofi  Muntah nokturnal : hernia hiatal  Muntah disertai nyeri : esofagitis

3. Pemeriksaan Fisik

 Ikterus

 Ubun-ubun tegang  Hipertensi arterial  Tumor abdomen

4. Kriteria Diagnosis - Anamnesis

- Pemeriksaan Fisik

5. Diagnosis Vomiting

6. Diagnosis Banding

- Infeksi saluran cerna - Intoksikasi makanan

- Dyspepsia

 Urine

 Protein, darah, uro/bilirubin, bahan yang mereduksi (DM)  Analisa asam amino (penyebab metabolik)

7. Pemeriksaan Penunjang

 Darah

 BUN, kreatinin (kelainan ginjal)  Elektrolit (komplikasi muntah)

 Status asam basa (komplikasi muntah)  Uji fungsi hati (penyakit hepar)  Radiologis/Endoskopi

 Foto abdomen (terlentang dan tegak) : obstruksi

 Foto abdomen kontras : stenosis pilorik hipertrofi, invaginasi

 USG : stenosis pilorik hipertrofi, invaginasi

 IVP : kelainan ginjal/saluran kemih

 CT/MRI

 Endoskopi atas : tukak, duodenitis, gastritis  Monitor pH esofagus : refluks

gastroesofageal

8. Terapi

Penanganan penderita dengan muntah ditujukan untuk  Mengatasi akibat/penyulit muntah

 Simtomatik untuk mengurangi/menghilangkan gejala muntah Kontraindikasi untuk : gastroenteritis, anomali usus atau kedaruratan bedah.

Metoklopramid: 0,1-0,2 mg/kg/dosis 3 kali sehari Domperidone: 0,3 mg/kg/dosis 3 kali sehari Ondasentron: 4 mg/8 jam selama 5 hari Sumatriptan: 0,1-1,2 mg/kg/hari

Simetidin : 5-10 mg/kg/dosis 3 kali sehari Ranitidin : 1-2 mg/kg/dosis 2-3 kali sehari  Secara spesifik menghilangkan penyakit penyebab

9. Edukasi Jaga kebersihan

Perbanyak asupan cairan Makanan bergizi

10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

13. Penelaah Kritis dr. Sony Tri A. Kamil, Sp.A

dr. Anggono R. Arfianto, Sp.A dr. Sofia Wardhani, Sp.A

14. Indikator Medis kondisi pasien membaik

 Cotto, S. and R. Ranuh (2003). "Abdominal migraine and cyclical vomiting." Seminars in Pediatric Surgery 12 : 254-258.

15. Kepustakaan (2003). "The prognosis of cyclical vomiting syndrome." Arch Dis Child 84 : 55-57.

 Murray, K. F. and D. L. Christie (1998). "Vomiting." Pediatric 19 : 337-341.

 Judith, M. S. (2004). Vomiting. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker., Goulet., Kleinman.et al. Ontario, BC. Decker Inc. 1 : 203-209.

Ketua Komite Medik Mojokerto, 8 November 2015

Ketua SMF Ilmu Kesehatan Anak

dr. Asri Bindusari, Sp.KK dr. Sony Tri A. Kamil, Sp.A

NIP 19601102 198703 2 002 NIP 19661217 199703 1 001

Direktur RSUD Soekandar Mojosari

Panduan Praktik Klinis

SMF : ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD PROF. DR. SOEKANDAR KAB. MOJOKERTO TAHUN 2015

PENYAKIT HIRSCHPRUNG

1. Batasan

Penyakit hirschprung ditandai dengan tidak adanya secara kongenital sel ganglion di dalam pleksus mienterikus dan submukosa. Panjang segmen aganglionik bervariasi mulai dari segmen yang pendek yang hanya mengenai daerah sfingter anal sampai daerah yang meliputi seluruh kolon bahkan usus kecil.

2. Anamnesis

 Terlambatnya pengeluaran mekonium pada bayi baru lahir (> 48 jam), dan didapatkan gejala obstruksi intestinal setelah hari ke 2 (distensi abdominal, muntah, minum yang berkurang).

 Pada anak : konstipasi dengan distensi perut, kegagalan pertumbuhan, muntah, dan diare intermiten. Konstipasi yang terjadi sering disusul dengan diare yang eksplosif. Dapat pula didapatkan enterokolitis.

3. Pemeriksaan Fisik  Pemeriksaan rektal

 Saluran anal dan ampula rekti yang kecil

4. Kriteria Diagnosis

- Anamnesis

- Pemeriksaan Fisik

5. Diagnosis Hirschprung Disease

6. Diagnosis Banding  Konstipasi idiopatik

7. Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan radiologis

 Foto polos abdomen :Usus yang mengalami distensi, sedikit udara dalam rektum

Pemeriksaan colon in loop : Tampak zona transisi  Biopsi rektal

8. Terapi

 Penanganan umum

 Stabilisasi penderita, mencakup keseimbangan cairan dan elektrolit, antibiotika jika terjadi enterokolitis, serta evakuasi kolon dengan enema

 Penanganan khusus  Tindakan bedah

 Dilakukan kolostomi, dan kemudian dilanjutkan dengan pembedahan definitif

9. Edukasi Skrining saat hamil

10. Prognosis Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

13. Penelaah Kritis dr. Sony Tri A. Kamil, Sp.A

dr. Anggono R. Arfianto, Sp.A dr. Sofia Wardhani, Sp.A

14. Indikator Medis kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan

1. Imseis, E. and C. E. Gariepy (2004). Hirschsprung Disease. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker., Goulet., Kleinman.et al. Ontario, BC Decker Inc. 1 : 1031-1043.

2. O'Neill. (2004). "Hirschsprung's Disease", 2006, from

www.APSA Resources for Parents Hirschsprung's Disease

Pt_ 1.htm.

Ketua Komite Medik Mojokerto, 8 November 2015

Ketua SMF Ilmu Kesehatan Anak

dr. Asri Bindusari, Sp.KK dr. Sony Tri A. Kamil, Sp.A

NIP 19601102 198703 2 002 NIP 19661217 199703 1 001

Direktur RSUD Soekandar Mojosari

Panduan Praktik Klinis

SMF : ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD PROF. DR. SOEKANDAR KAB. MOJOKERTO TAHUN 2015

RENJATAN HIPOVOLEMI PADA ANAK

1. Pengertian (Definisi)

Sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan baik pasokan maupun penggunaannya dalam metabolisme seluler. Renjatan hipovolemik terjadi karena berkurangnya volume intravaskular.

Penyebabnya bisa karena kehilangan cairan dan elektrolit (diare, muntah, diabetes mellitus, luka bakar), perdarahan, kehilangan plasma (luka bakar, sindroma nefrotik, dan demam berdarah dengue).

2. Anamnesis

Tergantung pada : penyakit primer penyebab renjatan, kecepatan dan jumlah cairan yang hilang, lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi, tipe dan stadium renjatan.

Secara klinis perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu fase kompensasi, dekompensasi, dan ireversibel.

Tanda klinis

Kompensasi Dekompensasi Ireversibel Blood loss (%) Heart rate Tekanan sistolik Nadi (volume) Capillary refill Kulit Pernafasan Kesadaran Sampai 25 Takikardia + Normal Normal/ menurun Normal/ meningkat 3-5 detik Dingin, pucat Takipneu Gelisah 25 - 40 Takikardia ++ Normal/ menurun Menurun + Meningkat > 5detik Dingin/mottled Takipneu + Lethargi > 40 Taki/ bradikardia Tidak terukur Menurun ++ Meningkat ++ Dingin+/ deadly pale Sighing respiration Reaksi – / hanya bereaksi terhadap nyeri

3. Pemeriksaan Fisik Kesadaran menurunTakikardi Hipotensi

Akral Dingin

4. Kriteria Diagnosis - Anamnesis

- Pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Syok Hipovolemik

6. Diagnosis Banding

- Syok kadiogenik

- Syok septik

- Syok perdarahan

7. Pemeriksaan Penunjang

cairan atau plasma

 Urin : Produksi urin menurun, lebih gelap dan pekat, BJ meningkat >1,020

 Pemeriksaan gas darah  Pemeriksaan elektrolit serum  Pemeriksaan fungsi ginjal

 Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan hanya pada penderita yang dicurigai

 Pemeriksaan faal hemostasis

 Pemeriksaan-pemeriksaan lain untuk menentukanpenyakit penyebab

8. Terapi

 Bebaskan jalan nafas, oksigen 100%.

 Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3 kali. Bila akses vena sulit pada anak balita bisa dilakukan akses intraosseous di pretibia. Pada renjatan berat pemberian cairan bisa mencapai > 60 ml/kg BB dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan sudah mencapai 2-3 kali tapi respon belum adekuat, maka dipertimbangkan untuk intubasi dan bantuan ventilasi. Bila tetap hipotensi sebaiknya dipasang kateter tekanan vena sentral (CVP).

 Inotropik

Indikasi : Renjatan refrakter terhadap pemberian cairan, renjatan kardiogenik.

Dopamin : 2-5 µg/kgBB/ menit

Epinephrine: 0,1 µg/kgBB/menit IV, dosis bisa ditingkatkan

bertahap sampai efek yang diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai 2-3 µg/kgBB/menit

Dobutamin : 5 µg/kgBB/menit IV, ditingkatkan bertahap sampai

20 µg/kgBB/menit

Norepinephrine: 0,1 µg/kgBB/menit IV, dapat ditingkatkan

sampai efek yang diharapkan

Kortikosteroid : Kortikosteroid yang diberikan adalah

hidrokortison dosis 50 mg/kg BB IV bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secara continous infusion.

9. Edukasi Jaga kebersihan

Perbanyak asupan cairan Makanan bergizi

10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

13. Penelaah Kritis dr. Sony Tri A. Kamil, Sp.A

dr. Anggono R. Arfianto, Sp.A dr. Sofia Wardhani, Sp.A

15. Kepustakaan

 Kline JA. Shock. In: Marx JA, Hockberger RS, Wall RM eds. Rosen’s Emergency Medicine : Concepts and clinical practice 5th ed.St Louis : Mosby, 2002; 34-47.

 Wetzel R C . Shock. In : Rogers MC, ed. Textbook of Pediatric Intensive Care. Baltimore : William & Wilkins, 1996 : 555-605.  Advance pediatric life support, the practical approach : shock

(chapter 10) 2nd ed. Advance life support group, BMG Publisher, London, 1997.

 Sendel J, Scherung A, Salzberg D. Shock. In : Crain EF, Gershel JC. Clinical Manual of Emergency Pediatrics, 4th ed. NewYork : McGraw-Hill, 2003; 18-22.

 Gould SA, Sehgal LR, Sehgal HL, Moss GS. Hypovolemic shock. Crit Care Clin 1993; 9 (2) : 239-49.

 Carcillo JA. Management of pediatric septic shock. In : Holbrook PR.ed. Textbook of pediatric critical care. Philadelphia : WB Saunders, 1993; 114-42.

Ketua Komite Medik Mojokerto, 8 November 2015

Ketua SMF Ilmu Kesehatan Anak

dr. Asri Bindusari, Sp.KK dr. Sony Tri A. Kamil, Sp.A

NIP 19601102 198703 2 002 NIP 19661217 199703 1 001

Direktur RSUD Soekandar Mojosari

Panduan Praktik Klinis

SMF : ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD PROF. DR. SOEKANDAR KAB. MOJOKERTO TAHUN 2015

RENJATAN ANAFILAKSIS

1. Pengertian (Definisi) Suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan insuffisiensi sirkulasi.

2. Anamnesis

 Gejala kardiovaskular : hipotensi/renjatan

 Gejala saluran nafas : sekret hidung encer, hidung gatal, udema hipopharing/laring,gejala asma

 Kulit : pruritus, erithema, urtikaria dan angioedema

 Gejala intestinal : kolik abdomen, kadang-kadang disertai muntah dan diarrhea

 Gejala sistem saraf pusat : pusing, sincope, gangguan kesadaran sampai koma

3. Pemeriksaan Fisik Kesadaran menurunTakikardi Hipotensi

Akral Dingin

4. Kriteria Diagnosis - Anamnesis

- Pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Syok Anafilaktik

6. Diagnosis Banding

- Syok hipovolemik - Syok kadiogenik

- Syok septik

- Syok perdarahan

7. Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap

8. Terapi

 Resusitasi (A B C)

 Adrenalin 1% : 0,01ml/kg BB diberikan intramuskular.

Bila tidak ada perbaikan, diulang 10-15 menit kemudian (maksimal 3 kali).

 Infus RL/PZ atau cairan kolloid 20 ml/kgBB/10 menit bila dengan adrenalin belum menunjukkan perbaikan perfusi jaringan.

 Bronkhodilator pada penderita yang menunjukkan gejala seperti asma.

Aminophylline intravena atau β adrenergic bronkhodilator (albuterol, terbutalin) parenteral atau nebulizer.

 Antihistamin :

 Diphenhidranin 2 mg/kgBB i.m atau i.v atau 5 ing/kgBB per oral.

 Chlortrimeton untuk gejala-gejala kulit seperti urtikaria, angioedema pruritus.

Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan refrakter, urticaria persisten, atau angioedema yang masih menetap setelah fase akut teratasi.

9. Edukasi Kenali gejala alergi

10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

13. Penelaah Kritis dr. Sony Tri A. Kamil, Sp.A

dr. Anggono R. Arfianto, Sp.A dr. Sofia Wardhani, Sp.A

14. Indikator Medis kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan

 Abraham D, Grammer L. Idiophathic anaphylaxis. Immunol Allergy Clin North Am 2001; 21 (4) : 783-94.

 Ownby DR. Pediatric anaphylaxis, insect stings and bite. Immunol Allergy Clin North Am 1999; 19 (2) : 347-61.

 Burk AW, Jones SM, Wheeler JG, Sampson HA. Anaphylaxis and food hypersensitivity. Immunol Allergy Clin North Am 1999; 19 (3): 533-53.

Ketua Komite Medik Mojokerto, 8 November 2015

Ketua SMF Ilmu Kesehatan Anak

dr. Asri Bindusari, Sp.KK dr. Sony Tri A. Kamil, Sp.A

NIP 19601102 198703 2 002 NIP 19661217 199703 1 001

Direktur RSUD Soekandar Mojosari

Panduan Praktik Klinis

SMF : ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD PROF. DR. SOEKANDAR KAB. MOJOKERTO TAHUN 2015

ANEMIA DEFISIENSI BESI

1. Pengertian (Definisi)

Anemia yang disebabkan kurangnya zat besi untuk sintesis hemoglobin. Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini adalah anemia defisiensi besi dan terutama mengenai bayi,anak sekolah, ibu hamil dan menyusui.

Anemia defisiensi besi mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi belajar di sekolah.

2. Anamnesis

 Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :  Kebutuhan meningkat secara fisiologis

 Masa pertumbuhan yang cepat  Menstruasi

 Infeksi kronis

 Kurangnya besi yang diserap

 Asupan besi dari makanan tidak adekuat  Malabsorpsi besi

 Perdarahan

 Perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis ulserativa)

 Pucat  Lemah  Lesu  Gejala pika

3. Pemeriksaan Fisik

 Anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati

 Stomatitis angularis  Atrofi papil lidah  Takikardi

 Murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung 4. Kriteria Diagnosis - Anamnesis - Pemeriksaan Fisik - Darah Lengkap - Indeks eritrosit - Hapusan Darah Tepi

5. Diagnosis Anemia Defesiensi Besi

6. Diagnosis Banding

 Anemia hipokromik mikrositik :

 Thalasemia (khususnya thallasemia minor)  Anemia karena infeksi menahun

 Anemia sideroblastik

7. Pemeriksaan Penunjang

 Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun

 Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik

Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat, saturasi menurun

Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat

 Sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat

8. Terapi

Medikamentosa

 Pemberian preparat besi

(ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal

 Asam askorbat 100 mg/15mg besi elemental (untuk meningkatkan absorbsi besi)

Bedah

Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel

Suportif

Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan)

Lain-lain (rujukan sub spesialis, rujukan spesialisasi lainnya)

Ke sub bagian terkait dengan etiologi dan komplikasi (Gizi, Infeksi, Pulmonologi, Gastro-Hepatologi, Kardiologi)

9. Edukasi Jaga kebersihan

Makanan bergizi

10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C

13. Penelaah Kritis dr. Sony Tri A. Kamil, Sp.A

dr. Anggono R. Arfianto, Sp.A dr. Sofia Wardhani, Sp.A

14. Indikator Medis kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan

Clinical Practice. A Guide to Diagnosis and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85.

 Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. Edisi ke-2. New York; Churchill Livingstone Inc, 1995 : 35-50.

 Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and Childhood. Edisi ke-1. Philadelphia; Saunders, 1974 : 103-25.

 Recht M, Pearson HA. Iron Deficiency Anemia. Dalam : McMillan JA, DeAngelis CD, Feigin RD, Warshaw JB, penyunting. Oski’s Pediatrics : Principles and Practice. Edisi ke-3. Philadelphia; Lippincott William & Wilkins, 1999 : 1447-8.

 Schwart E. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia; Saunders, 2000 : 1469-71.

Ketua Komite Medik Mojokerto, 8 November 2015

Ketua SMF Ilmu Kesehatan Anak

dr. Asri Bindusari, Sp.KK dr. Sony Tri A. Kamil, Sp.A

NIP 19601102 198703 2 002 NIP 19661217 199703 1 001

Direktur RSUD Soekandar Mojosari

Panduan Praktik Klinis

SMF : ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD PROF. DR. SOEKANDAR KAB. MOJOKERTO TAHUN 2015

HEMOFILIA

1. Pengertian (Definisi)

Penyakit kongenital herediter yang disebabkan karena gangguan sintesis faktor pembekuan darah.

Ada 3 jenis hemofilia :

Hemofilia A : defek faktor VIII (AHF)

Hemofilia B : defek faktor IX (prevalensi hemofilia A : B = (5-8) : 1)

Hemofilia C : defek faktor XI (jarang)

2. Anamnesis

Keluhan penyakit ini dapat timbul saat :  Lahir : perdarahan lewat tali pusat

 Anak yang lebih besar : perdarahan sendi sebagai akibat jatuh pada saat belajar berjalan

 Ada riwayat timbulnya ”biru-biru” bila terbentur (perdarahan abnormal)

3. Pemeriksaan Fisik

Adanya perdarahan yang dapat berupa :

 Hematom di kepala atau tungkai atas/bawah  Hemarthrosis

 Sering dijumpai perdarahan interstitial yang akan menyebabkan atrofi dari otot, pergerakan terganggu dan terjadi kontraktur sendi. Sendi yang sering terkena adalah siku, lutut, pergelangan kaki, paha dan sendi bahu

4. Kriteria Diagnosis

- Anamnesis

- Pemerikaaan Fisik - Test faktor pembekuan

5. Diagnosis Hemofilia

6. Diagnosis BandingVon Willebrand’s disease

 Defisiensi vitamin K

7. Pemeriksaan Penunjang

APTT/masa pembekuan memanjang PPT (Plasma Prothrombin Time) normal SPT (Serum Prothrombin Time) pendek Kadar fibrinogen normal

Retraksi bekuan baik

8. Terapi

Hemofilia A

Transfusi faktor VIII : preparat berupa fresh pooled plasma, fresh frozen plasma, cryoprecipitate atau AHF concentrate.

Patokan terapi (bila tersedia fasilitas) kurang lebih sebagai berikut: Macam perdarahan Kadar F.VIII sampai (%) Dosis unit/kg bb per 12 jam Terapi pelengkap Spontan 40-50 20-25 (2-3 Prednison 2 mg/kgBB/hari (1x)

dalam sendi, otot Hematuria Hematoma di tempat berbahaya Tindakan gigi: ekstraksi 1 gigi Ekstraksi multiple Operasi besar, trauma kepala, kecelakaan berat Pasien dengan inhibitor F.VIII 40-50 60-80 20-30 40-50 100-150 hari) 20-25 (sp gross hematuri menghilang) 30-40 (5-7 hari) 10-15 (1 hari) 20-25 (1-3 hari) 50-75 Human AHF concentrate dosis tinggi, proplex (faktor II, VIII, IX, X) AHF sapi/babi 1 mg/kgBB/hari (x2) Immobilisasi Prednison 2 mg/kgBB/hari (1x) 1 mg/kgBB/hari (x2) (EACA kontraindikasi) Fisioterapi jika ada gangguan saraf oleh karena tekanan Perawatan gigi profilaktik EACA 100 mg/kg bb/hari/6

Dalam dokumen PPK ANAK (1) (Halaman 52-71)

Dokumen terkait