• Tidak ada hasil yang ditemukan

Plasmosium malariae yang menyebabkan malaria kwartana

Dalam dokumen PENGANTAR ILMU PENYAKIT.doc (Halaman 30-35)

3. Plasmodium falsiparum yang menyebabkan malaria tropika atau malaria maligna. 4. Plasmodium ovale yang menyebabkkan malariae ovale.

Malaria tertiana terbanyak ditemukan di daerah subtropic. Malaria tropika di daerah tropis terutama di Asia Tenggara, Balkam, Italia, Sicilia. Malaria kwartana hanya sedikit dijumpai di daerah tropis di Afrika. Malaria Ovale terbatas di Afrika, Irian dan Amerika Selatan.

Malaria masih merupakan penyakit infeksi yang penting di dunia dan menimbulkan penderitan pada jutaan umat manusia. Penyakit ini terbatas terdapat antara 600 lintang utara dan 400 lintang selatan.

Suatu program kerja sama internasional yang terpadu untuk pemberantsan malaria telah berhasil menurunkan angka kesakitan sejak 1945. Pada lebih dari ¾ daerah yang semula merupakan daerah malaria telah terjadi penurunan insidens penyakit ini. Namun timbulnya nyamuk Anopheles yang resisten terhadap insektisida, plasmodia yang resisten terhadap obat, hambatan administrasi/social ekonomi, dan gerakan populasi dunia yang begitu mobil, semuanya menyebabkan langkah mundur dala usaha pemberantasan. Dan sekarang ini kita dihadapkan pada come back-nya malaria. Banyak kasus impor terjadi di Negara yang maju, seperti Amerika Serikat. Anggota-anggota militer USA yang baru kembali dari Vietnam membawa penyakit ini kenegerinya.

Patogenesis dan Patologi

Manusia merupakan hospes perantara, sedangkan nyamuk adalah hospes defenitif untuk infeksi plasmodium ini. Siklus kehidupan aseksual (skizogoni) ditemukan pada manusia, sedangkan siklus kehidupan parasit yang seksual (sporogoni) ditemukan pada nyamuk. Dalam siklus aseksul satu eritrosit yang terinfeksi akan menghasilkan 6 – 32 merozoit pada tiap kejadian sporulasi. Infeksi oleh plasmodium malariae merupakan infeksi paling ringan, hanya eritrosit matang yang diserang, siklus aseksual berlangsung 72 jam; jadi baru setelah 72 jam timbul generasi baru (merozoit) yang akan menyerang eritrosit yang lain. Jumlah merozoit pun hanya 6 - 12 saja dari hasil sporulasi dalam satu eritrosit. Hanya terjadi 1 – 2% saja eritrosit yang terinfeksi (parasitemia). Infeksi oleh plasmodium Falsifarum merupakan yang terberat, karena parasit ini menyerang baik retikulosit maupun eritrosit matang, skizogoni berlangsung cepat dalam 36 – 48 jam.

Dari satu eritrosit dihasilkan banyak merozoit (20 – 32 merozoit). Selain itu juga terjadi perubahan fisik pada eritrosit yang tidak dijumpai pada infeksi oleh plasmodium lainnya yaitu eritrosit yang terinfeksi lebih mudah saling melekat pada endotel kapiler, membentuk thrombus (aglutinasi) eritrosit yang terinfeksi jadi lebih tipis, lebih besar diameternya dan mudah pecah didalam system retikuloendotelial.

Pada setiap adanya destruksi eritrosit timbul demm yang paroksimal periodic, mungkin timbul karena reaksi alergi terhadap zat pirogen yang terbebas pada waktu sporulasi. perjalanan khas malaria terlihat paa gambar dibawah ini.

suhu 3 2 1 waktu Keterangan:

1. Stadium dingin (frigoris) berlangsung 20 – 60 menit. 2. Stadium panas (febris) berlangsung 1 – 4.

3. Stadium berkeringat (sudoris) berlangsung 1 – 3 jam.

Ke tiga stadium pada gambar diatas berlangsung 3 – 4 jam, kadang-kadang 6 – 12 jam, lalu disusul periode tidak demam (apireksia). Juga terjadi vasokontriksi disusul vasoilatasi yang seirama dengan rasa menggigil dan demam. Pada infeksi oleh plasmodium falsiparum, vasodilatasi ini dapat disertai dengan hipotensi. Banyaknya eritrosit yang pecah menimbulkan anemia. Pigmen malaria (hemozoria) akan diambil oleh leukosit segmen dan monosit lalu dideposit kedalam trabekula dan pulpa merah limpa dan system retikuloendotelial lainnya (hati, otak). Limpa akan membesar karena kongesti dan hiperplasi system retikuloendotelial.

Pada infeksi dengan plasmodium falsiparum, seperti telah disinggung diatas, tedapat gangguan sirkulasi yang berat dan anemia berat. Gejala-gejalanya disebut komplikasi pernisiosa, yaitu: hiperpireksia, malaria serebral, ikterus (hepatitis), black water fever (demam kencing hitam) dan nekrosis tubuli akut.

Gejala Klinis

Telah disinggung dalam garis besar bahwa gejala-gejala yang dapat timbul mempunyai sedikit variasi sesuai dengan jenis plasmodium yang menyerang. Namun hampir semuanya akan ditemukan demam yang didahului menggigil, pusing kepala, sakit pada otot-otot, splenomegali dan anemia. Masa inkubasi berkisar 10 hari untuk plasmodium vivax dan plasmodium ovale dan 28 hari untuk plasmodium malariae.

~ Infeksi Plasmodium vivax (malaria tertiana).

Infeksi ini ringan, jarang fatal namun acapkali kambuh dan kadang agak sukar disembuhkan sempurna. Anemia yang terjadi tidak brat; limpa akan membesar pada akhir minggu ke-2. Terabanya limpa berarti limpa sudah membesar 2x ukuran semula.

Infeksi oleh plasmodium ini merupakan infeksi yang paling ringan. Gejala prodromalnya pun lebih ringan, yaitu mialgia, sakit kepala, demam subfebris dan rasa menggigil. Anemianya pun enteng, namun di Afrika, penyakit ini dihubungkan dengan banyaknya sindrom nefrotik pada anak-anak.

~ Infeksi dengan Plasmoium falciparum

Gejala prodromalnya hebat, sakit pinggang, demam yang kontinu. Anemia ini akan menjadi cepat, limpa membesar dengan cepat (bisa diraba dalam 3-4 hari). Bila tidak cepat diobati, anemia akan semakin berat dan peredaran darah yang efektif berkurang sehingga timbullah sumbatan kapiler yang bisa mengakibatkan komplikasi serius. Bergantung pada system organ yang terkena, maka beberapa komplikasi serius ini yang disebut komplikasi pernisiosa dapat berupa:

- Malaria serebral ditandai dengan gangguan kesadaran sampai koma, delirium, kejang terutama pada anak, hiperpireksia dan hemiplegia, bisa terjadi kematian.

- Gejala pada paru dapat timbul batuk dengan sputum berdarah dan dapat terjadi insufisiensi paru seperti shock lung syndrome.

- Kapiler splanknik bisa tersumbat keadaan ini kenimbulkan gejala muntah, nyeri, diare dan melena. Keadaan ini harus dibedakan dengan sindroma disentri basiler dan kolera. Pada pasien dimana simtom gastrointestinal dominan maka dapat ditemukan kulit yang dingin, hipotensi, pingsan, oleh karena itu penyekit ini sering juga disebut malaria algida. - Hepatomegali dengan/tanda ikterus.

- Kegagalan ginjal akut dapat terjadi.

- Kita harus waspada akan timbulnya komplikasi pernisiosa ini apabila dalam darah tepi lebih 5% eritrosit terinfeksi; 10% eritrosit yang terinfeksi ini dengan infeksi multiple, ada skizon muda dalam darah tepi.

- Black water fever (demam kencing hitam), hanya terjadi pada infeksi dengan plasmodium falsiparum. Gejala dimulai dengan menggigil, demam, terjadi hemolisis yang masif, timbullah ikterus dan hemoglobinuria, kolaps dan kerapkali gejala ginjal akut dan anemia.

Pada sejumlah penderita pada saat hemolisis ini akan sukar menjumpai parasit dalam darah. Diperkirakan bahwa hemolisis terjadi karena reaksi auto imun terhadap eritrosit, dan hal ini disebabkan pula oleh obat dan atau parasit. Jadi black water fever dapat juga terjadi pada pasien yang tidak dapat pengobatan. Pada pemeriksaan patologi ginjal akan ditemukan nekrosis tubuli dan kadang-kadang silinder hemoglobin. Mortalitas 20 – 30%; bila dapat sembuh, pasien ini bisa mengalami episode hemolisis lagi pada kesempatan terkena infeksi malaria yang lain/berikutnya.

Imunitas

Ras Negro mempunyai imunitas rasial terhadap plasmodium vivax yang didapat (aquired

immunity) pada malaria adalah strain specific (untungnya banyak strain mempunyai common

antibody dan hanya partial homolog immunity).

Berkembngnya imunitas ditandai mula-mula dngan timbulnya toleransi terhadap infeksi, imunita pada malaria disebut premunisi (imunitas muncul selama parasit ada dalam tubuh). Pada waktu berkembangnya im,unitas, tubuh akan membentuk agglutinin, presipitin dan complement fixation antibodies.

Faktor proteksi Hbs (abnormal sicle cell globulin, Hb C.D.E, thalassemia dan adanya defesiensi G6 PD).

Diagnosis Laboratorium

Bila sebelumnya sudah mempunyai dugaan akan adanya malaria pada seorang pasien (berdasarkan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis), maka segera dibuat preparat darah tebal dan tipis kemudian dilakukan pewarnaan. Preparat darah tebal diwarnai dengan

pewarnaan Giemsa atau Field’stain, sedangkan preparat darah tipis dengan pewarnaan Wright

atau Giemsa. Pewarnan darah tabal untuk melihat plasmosia dan pemeriksan darah tipis untuk melihat perubahan bentuk eritrosit selain parasitnya. Jadi pada preparat darah tipis biaa dibedakan marfologi keempat-empat spesies plasmodia.

- Plasmodium vivax; eritrosit membesar pucat dan mengandung Schaffner’s dot, Trofozoit muda berbentuk cincin dfan trofozoit matang berbentuk ameboid (bentuk vivax), hemozoin terdapat berkelompok ditengah trofozoit. Skizon yang matang sudah jelas mnembagi diri menjadi 14-24 merozoit. Juga bisa ditemukan bentuk-bentuk gametosit jantan dan gametosit betina yang tampak oval, hampir menutup ½ - ¾ eritrosit yang dihuninya (diserangnya).

- Plasmodium malariae; eritrosit tidak membesar, trofozoit matang berbentuk pita atau komet, kadang terdapat Ziemann’s dot dalam eritrosit, skizon dengan 6 – 12 merozoit, dan merozoit tersebut tersusun roset. Juga bisa dijumpai gametosit jantan dan betina dengan sitoplasma yang hampir bulat.

- Plasmodium falsiparum; eritrosit tidak membesar, trofozoit muda (bentuk cincin) banyak sekali didapat bentuk-bentuk accole dan infeksi multiple, pigmen hemozoin tampak padat berwarna coklat tua. Skizon muda dan tua/matang jarang didapat didarah tepi, terdapat 20 – 32 merozoit.

Pemeriksan darah tepi harus diulang sampai 2 – 3 hari, sebelum menyatakan hsil negatif. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan darah yang diambil melalui pungsi sumsum tulang atu pungsi limpa. Pemberian pinefrin (uji adrenalin) untuk memaksa parasit ke luar karena kontraksi, meskipun dianjurkan namun hasilnya tidak selalu tetap.

Pemeriksan serologis seperti indirect immunofluorescent test terutama ditujukan untuk kepentingan epidemiologis, bukan diagnotik.

Pengobatan

Sebelum memberi pengobatan hendaklah kita mengetahui betul bagaimana sifa-sifat farmakologi obat anti malaria, bagaimana absorpsinya, berupa dosis dan bagaimana skema pengobatannya. Apakah pengobatan ditujukan untuk mengatasi keadaan akut saja ataukah sebagai pengobatan radikal. Juga harus diketahui keadaan malaria di daerah setempat di mana kita bekerja.

Ada beberapa (yaitu 7 golongan) obat anti-malaria yang perlu dinekanl, yaitu: 1. Cinchona alkaloid: kina, sudah dipakai sejak 300 tahun.

2. 4-Aminokinolin: klorin, amodiakin, dipakai sejak setelah prang dunia II. 3. 8-Aminokinolin: primakin; dipakai setelah prang dunia II.

4. 9-Akridin: atebrin, mepakin; dikenal selama perang dunia II. 5. Biguanid proguanil: kloroguanid, sikloguanil.

6. Diamino pirimidin: pirimetamin, sekarang banyak dipakai dalam kombinasi dengn golongan 7, obat ini bersifat antifolat.

7. Sulfonamid dan sulfon: sulfadiazine, DDS, sulfadokin.

Obat golongan 1, 2, dan 4 mempunyai kerja skizontosid; obat golongan 3 terutama bekerja gametositosid, obat golongan 3, 5, dan 6 bersifat skizontosid jaringan, dan golongan 5 dan 6 dapat untuk sporotosid.

Untuk pengobatan terhadap kadaan akut (skizontosid) dan bila pasien masih dapat minum obat dan pasien non-imun, diberikan:

- Klorokin 600 mg (biasa) – diikuti pada 6 jam berikutnya dengan klorokin 300 mg, lalu 300 mg per hari untuk 2 hari berikutnya.

- Kinin sulfas 0,650 g, 3x sehari selama 10 hari; dibarengi dengan piremetamin 2 x 50 mg selama 3 hari.

- Klorokin 150 mg (intramuscular) diulang 6 jam kemudian 150 mg. Dosis maksimal: 600 mg/hari.

- Kina uretan 100 mg dalam NaCl/glukosa 5% diberikan dalam 4 jam infuse dan diulang 12 jam kemudian.

Pada orang-orang yang sudah mempunyai kekebalan sebagian (semi imun) diberikan klorokin 600 mg, dosis tunggal. Bila dimaksudkan untuk pengobatan radikal, maka mulai hari ke dua, secara bersamaan diberikan obat golongan skizontosid jaringan, biasanya primakin 15 mg sehari selama 7 – 10 hari. Skizontosid jaringan ini terutama diberikan untuk infeksi

plasmodium vivax/ovale/malariae karena pada infeki ini ada siklus eksoeritrositer (EE) dalam hati. Pada infeksi dengan plasmodium falsiparum meskipun tidak ada siklus EE bisa diberikan juga Primakin 15 mg/hari selama 3 hari, dengan maksud sebagai gametositosid atau di dalam tubuh nyamuk nantinya tidak terjadi ookinet yaitu hasil perkawinan gametosit jantan dan betina. Pendapat sekarang, untuk daerah dimana tidak ada nyamuk anopheles tidak perlu diberi gametositosid ini pada pasien.

Efek samping dan gejala toksik obat perlu diketahui. Efek toksik dapat menimbulkan

tinnitus sebagai manistasi permulaan cinchonisme. Juga bisa timbul hemolisis ringan, purpura alergika, demam obat dan hipotensi. Bila ada gagal ginjal dosis obat harus dikurangi, umumnya sosis obat berbanding terbalik dengan beratnya penyakit.

Antagonis asam folat (seperti pirimetamin) dapat menyebabkan anemia megaloblastik. Pirimetamin sekarang ini dibuat dalam bentuk kombinasi dengan sulfadoksin yang beredar dengan nama dagang fansidar; dosis 3 tablet yang diberikan sekaligus (single dose).

Pasien yang telah diberikan pengobatan anti-malaria sebaiknya diikuti (follow up) selama 1 bulan atau lebih untuk mengetahui kemungkinan adanya recurrence (kambuh). Bila ada kambuh, pengobatan kedua dengan dosis lebih tingi patut diberikan.

Untuk kasus malaria pada penderita dengan defesiensi G6 PD (meskipun diatakan adanya defisiensi G6 DD ini merupakan factor pelindung) obat klorokin cukup aman (safe) untuk diberikan (jangan pakai kina atau pirimetamin).

 Terapi Supresif

Meskipun tidak mungkin mencegah infeksi dengan obat/kemoterapeutika, namun dapat mensupresi gejala sementara bagi pasien yang tinggal di daerah endemic. Beberapa obat dan cara-cara yang dianjurkan adalah:

1. Klorokin 300 mg/tiap minggu dimulai bebrapa saat sebelum masuk sampai dengan 28 hari setelah meningkatnya daerah endemic. Bisa dipakai amodiakin 600 mg/2 minggu.

2. Mepakrin 100 mg/hari dimulai 2 minggu sebelum masuk sampai dengan 4 minggu sesudah meninggalkan daerah itu.

3. Piretemin 50 mg/minggu sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari daerah itu (daraprim).

4. Proguanil 100 mg/hari atau 300 mg single dose/minggu; obat ini dianggap paling aman (safe) untuk terapi supresif pada bayi (infant) dan digunakan sampai 4 mingu setelah keluar dari daerah endemic.

Dalam dokumen PENGANTAR ILMU PENYAKIT.doc (Halaman 30-35)

Dokumen terkait