2.2 Sampah Padat
2.3.3 Plastik Polyethylene Terephtale
Polyethylene terephtale (disingkat PET, PETE atau PETP, PET-P) adalah suatu resin polimer plastik termoplast dari kelompok poliester. Polyethylene terephtale (PET) merupakan poliester linier yang bersifat termoplastik yang disintesis melalui proses transesterifikasi (Ester Exchange) dimetil terepthalat (DMT) dan etylene glycol atau melalui proses esterifikasi terephtalic acid (TPA) dan etylene glycol (EG). PET terdiri dari polimerisasi unit - unit monomer etylene terepthalat dengan pengulangan unit (C10H8O4)n.
PET merupakan salah satu bahan mentah terpenting dalam industri tekstil. Dimana sekitar 60% dari produksi PET dunia digunakan dalam serat sintetis, dan produksi botol mencapai 30% dari permintaan dunia. Plastik PET dapat kita temukan pada hampir semua botol air mineral dan beberapa pembungkus. Plastik ini dirancang untuk satu kali penggunaan saja. Apabila digunakan berulangkali dapat meningkatkan resiko karena terkonsumsinya bahan plastik dan bakteri yang berkembang pada bahan itu. Hal ini disebabkan jenis plastik PET sulit untuk dibersihkan dari bakteri dan bersifat racun.
Apalagi digunakan untuk menyimpan air hangat apalagi panas akan mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut akan meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik (Helen dkk, 2018).
PET merupakan famili dari poliester yang merupakan plastik dengan sifat jernih, kuat, lentur, dimensi nya stabil, tahan terhadap api, tidak beracun, permeabilitas terhadap gas, maupun air. Penggunaan plastik jenis PET dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat pada botol-botol air mineral, soft drink, kemasan sirup, selai, serta minyak makan, dan lain-lain (Mujiarto M, 2005 dalam Cundari et al, 2016).
Botol berbahan PET lebih sering digunakan untuk wadah air mineral, minuman ringan, teh, saus dan minuman buah. Material ini tahan terhadap suhu panas antara 60 – 85 oC dan memiliki ketahanan terhadap larutan asam, alkali dan alkohol. Kelebihan PET sebagai botol minuman dibandingkan material lain adalah transparan, kuat, tahan terhadap minyak dan gas sehingga dapat terhindar dari perubahan aroma dan kontaminan lainnya. Hal tersebut berfungsi untuk menjaga minuman agar tetap awet selama masa penyimpanan. Botol PET didesain tahan terhadap kondisi lingkungan
karena memiliki laju degradasi dan biodegradasi yang sangat lama (Gema dan Dicka, 2019).
Proses reaksi sintesis dan strutur plastik Polyethylene terephtale (PET) dapat dilihat pada gambar 2.2 dan 2.3 berikut.
Gambar 2.2 Proses Sintetis Plastik PET
Gambar 2.3 Struktur Plastik PET 2.4 Pirolisis
Pirolisis adalah suatu proses penguraian material organik secara thermal pada temperatur tinggi tanpa adanya oksigen (Bhattacharya dkk. 2009). Produk yang dihasilkan melalui proses pirolisis adalah padatan, minyak, dan gas. Produk yang dihasilkan melalui proses pirolisis mengandung banyak unsur-unsur kimia seperti golongan aromatik, alkane atau alkene.
Pada proses pirolisis bahan baku dipanaskan tidak bersentuhan langsung dengan api, sehingga gas sisa tidak mengandung bahan berbahaya bagi lingkungan, serta produk yang dihasilkan sangat sedikit. Proses pirolisis terjadi karena adanya api yang ditentukan temperaturnya. Api tersebut akan memanaskan reaktor, dimana reaktor ini adalah suatu alat proses tempat di mana terjadinya suatu reaksi berlangsung. Reaksi yang terjadi yaitu bahan yang dipanaskan akan melebur / meleleh pada temperatur tertentu sesuai bahan, setelah bahan melebur selanjutnya terjadi penguapan, uap tersebut
selanjutnya masuk ke kondensor, dimana kondensor ini berfungsi untuk merubah fasa dari uap / gas menjadi cair. Dikondensor ini uap dari reaktor akan dirubah fasanya menjadi cairan dengan temperatur yang ditentukan untuk menghasilkan cairan yang diinginkan.
Menurut Jahirul, dkk (2012) berdasarkan kondisi operasinya, pirolisis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis kategori yaitu slow, fast, dan flash pirolisis.
Jenis-jenis pirolisis mempunyai tiga variasi yaitu:
1) Pirolisis Lambat (slow) merupakan pirolisis yang dilakukan pada pemanasan rata–
rata lambat (5-7 K/menit). Pirolisis ini menghasilkan cairan yang sedikit sedangkan gas danarang lebih banyak dihasilkan.
2) Pirolisis Sedang (fast) merupakan pirolisis yang dilakukan pada lama pemanasan 0,5-10 detik, suhu 900 – 1400 oC dan proses pemadaman yang cepat pada akhir proses.
Pemadaman yang cepat sangat penting untuk memperoleh produk dengan berat molekul tinggi sebelum akhirnya terkonversi menjadi senyawa gas yang memiliki berat molekul rendah. Dengan cara ini dapat dihasilkan produk minyak pirolisis yang hingga 75 % lebih tinggi dibandingkan dengan pirolisis konvensional.
3) Pirolisis cepat (flash) merupakan proses pirolisis ini berlangsung hanya beberapa detik saja dengan pemanasan yang sangat tinggi. Flash pyrolysis pada biomassa membutuhkan pemanasan yang cepat dan ukuran partikel yang kecil sekitar 105 – 250 μm.
Pada tabel 2.2, dapat dilihat klasifikasi jenis pirolisis berdasarkan kondisi parameter operasi proses pirolisis.
Tabel 2.2 Parameter Operasi Proses Pirolisis
No Proses Pirolisis Waktu Tinggal (s) Ukuran Partikel (mm) Suhu (K)
1 Pirolisis Lambat (slow) 450 – 500 5 – 50 550 – 950
2 Pirolisis Sedang (fast) 0,5 – 10 < 1 850 – 1250
3 Pirolisis cepat (flash) < 0,5 < 0,2 1050 – 1300
Sumber : Jahirul , dkk , 2012
Proses pirolisis berlangsung pada suatu reaktor terfluidisasi (Fluidized Bed Reactor).
Fluidized Bed Reactor adalah jenis reaktor kimia yang digunakan untuk mereaksikan
bahan kimia dalam keadaan banyak fasa. Reaktor ini menggunakan fluida (cairan atau gas) yang dialirkan dan masuk ke dalam reaktor sehingga menyebabkan kontak langsung dengan bahan baku. Proses pirolisis pada Fluidized Bed Reactor merupakan proses thermal decomposition yaitu merupakan proses perengkahan (cracking) ikatan kimia pada suatu senyawa dengan melibatkan panas. Pada umumnya reaksi ini bersifat endotermis.
Saat proses pirolisis pada limbah plastik berlangsung akan terjadi pemutusan ikatan kimia pada polimer plastik menjadi monomer hidrokarbon yang akan dimanfaatkan sebagai sumber energi. Proses pirolisis merupakan proses konversi limbah plastik menjadi sumber energi. Adapun yang menjadi faktornya adalah suhu, kecepatan alir, dan katalis.
Pemanfaatan plastik bekas seperti PET sebagai bahan baku pirolisis yang dikonversi menjadi energi merupakan suatu konsep yang dikenal dengan konsep waste to energy (WtE). Dalam konsep waste to energy dilakukan kajian tentang proses pirolisis menggunakan sampah plastik jenis PET untuk mengetahui pengaruh kondisi operasi pirolisis PET seperti suhu, rasio katalis dan bahan baku, serta waktu operasi terhadap yield yang dihasilkan sekaligus jumlah pengurangan asam benzoat sebagai hasil samping (Silvarrey dkk, 2018).
Menurut Sumarni dan Purwanti (2008) menjelaskan bahwa pirolisis plastik melibatkan tiga mekanisme yaitu: tahap yaitu awal, perambatan, dan pemberhentian.
1) Pada tahap awal ditandai dengan meningkatnya suhu akan terjadi pemutusan rantai polimer dengan ikatan yang lemah,
2) Pada tahap perambatan ditandai terbentuknya senyawa baru dari ikatan yang terputus dan bersifat tidak stabil yang mudah bereaksi dengan molekul lain.
3) Pada tahap pemberhentian, senyawa yang terbentuk akan terpecah membentuk senyawa yang lebih sederhana dan stabil. Senyawa-senyawa tersebut kemudian tervolatilisasi membentuk gas.
Keuntungan metode pirolisis untuk pembakaran limbah plastik yaitu konsumsi energi yang rendah, dapat mengatasi limbah plastik yang tidak dapat didaur ulang, beroperasi
tanpa membutuhkan udara atau campuran hidrogen dan tidak memerlukan tekanan tinggi. (Naimah dkk, 2012).
Gambar 2.4 Alat Pirolisis Ketererangan :
1. Tabung reaktor 6. Kran atas
2. Kompor gas 7. Tabung kondensor
3. Rangka 8. Kran bawah
4. Pipa kondensor 9. Pipa keluar air pendingin 5. Penampung minyak 10. Pipa masuk air pendingin 2.4.1 Faktor Yang Mempengaruhi Pirolisis
Faktor-faktor yang mempengaruhi produk dalam proses pirolisis (Udyani dkk, 2018) adalah:
1. Kadar Air
Adanya air dalam bahan yang dipirolisis mempengaruhi proses pirolisis karena kadar air dalam bahan akan menggunakan energi untuk menghilangkan kandungan air. Energi dari luar digunakan untuk proses pengeringan kadar air bahan, sehingga mengakibatkan bahan dengan kandungan air yang tinggi membutuhkan energi yang tinggi juga. Pada proses pirolisis dengan menggunakan energi dan bahan yang sama dengan kadar air tinggi menghasilkan gas yang lebih banyak daripada bahan dengan kadar air rendah.
2. Ukuran Partikel
Apabila ukuran partikel besar maka hasil dari padatan akan besar pula sedangkan hasil dari volatil dan gas akan menurun. Fenomena ini adalah konsekuensi dari penurunan temperatur pada setiap posisi radial dengan adanya peningkatan ukuran partikel. Konsentrasi dari volatil dan gas meningkat sampai dengan nilai tertentu. Selanjutnya, konsentrasi akan menurun sesuai dengan kenaikan ukuran partikel. Seiring dengan kenaikan ukuran partikel maka waktu yang dibutuhkan untuk proses pirolisis pada temperatur tertentu juga akan meningkat (Chaurisia dan Babu, 2005).
3. Waktu Laju Pemanasan
Menurut pendapat Besler dan William (1996) bahwa ketika laju pemanasan dinaikkan maka padatan pada proses pirolisis akan menurun. Produk gas yang dihasilkan pada temperatur antara 200 oC dan 400 oC adalah CO dan CO2. Ketika laju pemanasan meningkat maka gas CO, CO2, CH4, CH3 akan meningkat.
Hal tersebut menunjukkan bahwa laju pemanasan yang lebih tinggi akan melepaskan gas hidrokarbon, begitu pula dengan minyak akan meningkat seiring dengan kenaikan laju pemanasan.
4. Temperatur
Temperatur merupakan faktor yang penting dalam menghasilkan produk pada proses pirolisis. Temperatur sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan karena sesuai dengan persamaan Arhenius yaitu k = A exp (R/T). Semakin tinggi suhu maka nilai konstanta dekomposisi termal makin besar akibatnya laju pirolisis bertambah dan konversi naik tetapi disamping itu untuk menentukan suhu yang tepat dapat melihat dari titik leleh/titik didih dari bahan baku yang akan digunakan.
Pada temperatur yang lebih tinggi maka hasil gas yang dihasilkan akan semakin banyak.Hasil minyak akan meningkat sampai batas tertentu kemudian menurun sedangkan hasil padatan cenderung rendah. Dimana semakin tinggi temperatur nilai kalor untuk hasil gas akan meningkat, tetapi untuk hasil padatan cenderung konstan (Encinar, 2009).
5. Bahan
Menurut hasil penelitian dari Aydinli dan Caglar (2010) menjelaskan bahwa bahan dapat mempengaruhi hasil proses pirolisis. Dengan meningkatnya jumlah plastik yang dipirolisi maka akan diperoleh hasil minyak yang lebih banyak, padatan lebih sedikit, dan hasil gas yang cenderung sama.
6. Komposisi Bahan Uji
Pada setiap penambahan material plastik di dalam proses pirolisis maka akan meningkatkan kandungan hidrogen di dalam hasil minyaknya apabila dibandingkan dari hasil proses pirolisis tanpa bahan plastik. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi yang berbeda dari bahan yang diperlukan untuk proses pirolisis menghasilkan hasil kandungan minyak yang berbeda (Bhattacharya, 2009).
7. Laju Nitrogen
Peningkatan dari laju nitrogen menyebabkan penurunan jumlah minyak dan peningkatan jumlah gas sedangkan hasil padatan sedikit menurun (Encinar, 2009).
8. Waktu Tinggal Padatan
Waktu tinggal padatan mempengaruhi jumlah hasil dari pirolisis karena semakin lama bahan di dalam reaktor maka padatan akan semakin terkomposisi menjadi minyak dan gas (Encinar, 2009).