PEMANFAATAN PRODUK CHAR HASIL PIROLISIS DARI SAMPAH PLASTIK JENIS POLYETHYLENE TEREPHTHALATE
(PET) SEBAGAI KARBON AKTIF
TUGAS AKHIR oleh
YEREMIA TOGAR PELITA 16 0407 034
Ir. Netti Herlina, M.T Dosen Pembimbing
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
PEMANFAATAN PRODUK CHAR HASIL PIROLISIS DARI SAMPAH PLASTIK JENIS POLYETHYLENE TEREPHTHALATE
(PET) SEBAGAI KARBON AKTIF
TUGAS AKHIR oleh
YEREMIA TOGAR PELITA 16 0407 034
TUGAS AKHIR INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas akhir dengan judul:
PEMANFAATAN PRODUK CHAR HASIL PIROLISIS DARI SAMPAH PLASTIK JENIS POLYETHYLENE TEREPHTHALATE
(PET) SEBAGAI KARBON AKTIF
Dibuat untuk melengkapi prasyaratan menjadi Sarjana Teknik pada program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Tugas akhir ini telah diujikan pada Sidang Tugas Akhir 10 Desember 2020 dan dinyatakan telah memenuhi syarat/sah sebagai Tugas Akhir pada program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Medan, 10 Desember 2020
Dosen Pembimbing I
Ir.Netti Herlina, M.T.
NIP. 196804251999032004
Dosen Penguji I Dosen Penguji II
Dr. Amir Husin, ST, MT. Novrida Harpah Hasibuan, S.Si, MT NIP. 196902151995121001 NIP. 198711102018032001
Mengetahui, Koordinator Tugas Akhir
Isra’ Suryati, ST, M.Si NIP. 197906222014042001
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul :
PEMANFAATAN PRODUK CHAR HASIL PIROLISIS DARI SAMPAH PLASTIK JENIS POLYETHYLENE TEREPHTHALATE (PET) SEBAGAI KARBON AKTIF Dibuat untuk melengkapi persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Tugas akhir ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.
Demikian pernyataan ini dibuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi dengan aturan yang berlaku.
Medan, 10 Desember 2020
YEREMIA TOGAR PELITA NIM. 160407034
K ATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat segala rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Pemanfaatan Produk Char Hasil Pirolisis dari Sampah Plastik Jenis Polyethylene Terephthalate (PET) Sebagai Karbon Aktif”.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ir. Netti Herlina, MT, selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan dan sebagai dosen Pembimbing I.
2. Ibu Meutia Nurfahasdi, ST.,M.Sc selaku dosen yang membantu dalam penulisan Tugas Akhir.
3. Ibu Isra’ Suryati ST., M.Si selaku Koordinator Tugas Akhir.
4. Bapak Dr. Amir Husin, ST, M.T selaku dosen Penguji I.
5. Ibu Novrida Harpah Hasibuan, S.Si, M.T selaku dosen Penguji II.
6. Seluruh jajaran Dosen Prodi dan Pegawai Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik USU.
7. Bapak Irwan selaku kepala laboratorium Instrumentasi UPTD Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan proposal tugas akhir ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 10 Desember 2020
Penulis
DEDIKASI
Ucapan terimakasih dan hormat yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada pihak- pihak yang membantu dalam penyusunan Tugas Akhir “Pemanfaatan Produk Char Hasil Pirolisis dari Sampah Plastik Jenis Polyethylene Terephthalate (PET) Sebagai Karbon Aktif”.
Penulis mendedikasikan Tugas Akhir kepada :
1. Kedua orang tua penulis, Bapak A.Pakpahan dan Ibu O.Purba yang memberikan dukungan berupa doa, semangat dan materil dalam penyusunan Tugas Akhir.
2. Bapak M. Pakpahan dan keluarga yang selalu ada dalam memberikan dukungan dan materil dalam penyusunan Tugas Akhir.
3. Yosef Larry Butar-Butar, Andreas Prayoga Simanungkalit, Janri Ferdinan Sihite, Anzois Kifo Tambunan, Juni Hasudungan Siburian, Sri Ulina Simangunsong, Jesika Arta Uli Situmeang , dan Lusiani Basaria Bangun selaku keluarga baru dalam dunia perkuliahan yang senantiasa memberikan masukan, kritikan, pujian, dan tempat berbagi cerita semasa perkuliahan sampai akhir penulisan Tugas Akhir ini.
4. Ami Santika Kurniati, Gideon Nehemia Napitupulu dan Mori Abdul Hakim Harahap selaku rekan yang turut membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan penelitian pada Tugas Akhir.
5. Teman-teman seperjuangan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Angkatan 2016 sebagai penyemangat dan pendukung dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
ABSTRAK
Penggunaan plastik semakin meningkat seiring dengan berkembangnya industri dan kebutuhan masyarakat karena plastik banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bahan pembungkus minuman dan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan sampah plastik jenis Polyethylene Therephthalate (PET) menjadi karbon aktif. Sampah plastik berjenis PET akan dikonversi dengan proses pembakaran suhu tinggi yang menghasilkan zat padat berupa char menggunakan alat pirolisis. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap karbonisasi yang bertujuan untuk menyederhanakan senyawa organik pada sampah plastik PET menjadi karbon. Kemudian tahap aktivasi yang bertujuan untuk memperbesar pori-pori dan memperluas permukaan karbon aktif. Selanjutnya tahap dehidrasi yang bertujuan untuk mengurangi kadar air pada karbon aktif.
Suhu proses karbonisasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 400 - 450 oC dan 450 - 500
oC selama 60 menit. Char hasil pirolisis sampah plastik PET akan diaktivasi secara kimia dengan cara direndam dengan larutan HCL dengan konsentrasi 5 % dan 10 % selama 120 menit. Char yang telah diaktivasi akan diuji berdasarkan ketentuan syarat mutu karbon aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dan dianalisis untuk memperoleh hasil char yang terbaik untuk dijadikan karbon aktif.
Berdasarkan penelitian ini, karbon aktif sampah plastik PET terbaik terdapat pada variasi suhu karbonisasi 450 – 500 oC dengan konsentrasi aktivator HCl 5 %. Variasi ini mendekati syarat mutu karbon aktif SNI 06-3730-1995. Dimana dari 5 uji yang dilakukan, variasi ini memenuhi 3 syarat mutu karbon aktif SNI 06-3730-1995 yakni uji kadar air 0.08 % , kadar zat menguap 1.48 % dan daya serap iodine 2995.55 mg/g dan 2 uji yang tidak memenuhi yakni uji kadar abu 70.56 % dan kadar karbon murni 27.87 %.
Kata Kunci: Char, Karbon Aktif, Karbonisasi, Sampah Plastik (PET), Pirolisis
ABSTRACT
The using of plastic is increasing along with the growth of industry and people-needs because plastic is widely used in daily life as a material for wrapping drinks and food. The objectives to be achieved from this study is to utilize Polyethylene Therephthalate (PET) plastic waste into activated carbon. PET plastic waste will be converted by pyrolysis reactor with high temperature combustion process which produces solids in the form of char. This research was conducted in three stages; the carbonization stage which purpose to simplify the organic compounds in PET plastic waste into carbon, the activation stage which purpose to enlarge the pores and expand the surface of the activated carbon, and the dehydration stage which purpose to reduce the moisture content in activated carbon.
The carbonization process used in this study are 400 - 450 oC and 450 - 500 oC for 60 minutes.
Char from pyrolysis of PET plastic waste will be chemically activated by immersing in 5% and 10% HCL for 120 minutes. Char that has been activated will be checked based on the quality requirements for activated carbon based on SNI 06-3730-1995 and analyzed to obtain the best char results to become activated carbon.
Based on this study, the best activated carbon PET plastic waste is the carbonization temperature variation of 450 - 500 oC with an activator concentration of 5% HCl. This variation is close to the quality requirements of activated carbon SNI 06-3730-1995. Where of the 5 tests carried out, this variation fulfills three test quality requirements for activated carbon SNI 06-3730-1995, namely 0.08% moisture content, 1.48% volatile matter and 2995.55 mg / g iodine absorption and two tests ineligible of the requirements, namely the ash content of 70.56% and 27.87% fixed carbon.
KeyWord : Activated Carbon, Char, PET Plastic Waste, Pyrolisis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DEDIKASI ... i
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
DAFTAR ISI ...v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ...ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang ... I-1 1.2 Perumusan Masalah ... I-6 1.3 Tujuan Penelitian ... I-6 1.4 Ruang Lingkup ... I-6 1.5 Manfaat Penelitian ... I-7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sampah ... II-1 2.1.1 Definisi Sampah ... II-1 2.1.2 Sumber Sampah ... II-1 2.1.3 Karakteristik Sampah ... II-2 2.1.4 Prinsip Pengolahan Sampah ... II-2 2.2 Sampah Padat ... II-3 2.3 Plastik ... II-3 2.3.1 Jenis – Jenis Plastik ... II-5 2.3.2 Sifat Thermal Plastik ... II-7 2.3.3 Plastik Polyethylene Terephtale ... II-8 2.4 Pirolisis ... II-10 2.4.1 Faktor Yang Mempengaruhi Pirolisis ... II-13 2.5 Karbon Aktif ... II-15 2.5.1 Kriteria Karbon Aktif ... II-16 2.6 Parameter Penelitian ... II-16 2.6.1 Kadar Air ... II-17 2.6.2 Kadar Zat Menguap ... II-17
2.6.3 Kadar Abu ... II-17 2.6.4 Kadar Karbon Terikat ... II-18 2.6.5 Daya Serap Iodine ... II-18 BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian ... III-1 3.2 Waktu Penelitian ... III-1 3.3 Jenis Penelitian ... III-1 3.4 Variabel Penelitian ... III-1 3.5 Kerangka Penelitian ... III-2 3.6 Pengumpulan Data ... III-3 3.7 Alat dan Bahan ... III-3 3.7.1 Alat ... III-3 3.7.2 Bahan ... III-3 3.8 Prosedur Penelitian ... III-3 3.8.1 Pembuatan Karbon Aktif ... III-3 3.8.1.1 Proses Pembuatan Karbon Aktif ... III-4 3.8.1.2 Flowchart Proses Pembuatan Karbon Aktif ... III-6 3.8.2 Analisa Uji Karbon Aktif ... III-7 3.8.2.1 Uji Kadar Air ... III-7 3.8.2.2 Uji Kadar Zat Menguap ... III-7 3.8.2.3 Uji Kadar Abu ... III-7 3.8.2.4 Uji Kadar Karbon Terikat ... III-8 3.8.2.5 Uji Daya Serap Terhadap Iodine ... III-8 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Preparasi Sampel ... IV-1 4.2 Hasil Karbonisasi Sampah Plastik PET ... IV-1 4.3 Hasil Aktivasi Karbon Aktif Sampah Plastik PET ... IV-3 4.4 Hasil Uji Karakteristik Karbon Aktif Sampah Plastik PET ... IV-5 4.5 Hasil Analisa Karakteristik Karbon Aktif Sampah Plastik PET ... IV-5 4.5.1 Kadar Air ... IV-6 4.5.2 Kadar Abu ... IV-8 4.5.3 Kadar Zat Menguap ... IV-10 4.5.4 Kadar Karbon Terikat ... IV-12 4.5.5 Daya Serap Iodine ... IV-14
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... V-1 5.2. Saran ... V-2 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Data Temperatur Transisi dan Temperatur Lebur Plastik ... II-8 Tabel 2.2 Parameter Operasi Proses Pirolisis ... II-11 Tabel 2.3 Persyaratan Karbon Aktif ... II-16 Tabel 4.1 Nilai Rendemen Char Sampah Plastik PET ... IV-2 Tabel 4.2 Nilai Hasil Rendemen Karbon Aktif Plastik PET ... IV-4 Tabel 4.3 Hasil Analisa Mutu Karbon Aktif dari Sampah Plastik PET ... IV-5
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kode / Simbol Berdasarkan Jenis Plastik ... II-5 Gambar 2.2 Proses Sintetis Plastik PET ... II-10 Gambar 2.3 Struktur Plastik PET ... II-10 Gambar 2.4 Alat Pirolisis ... II-13 Gambar 3.1 Flowchart Kerangka Penelitian ... III-2 Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Karbon Aktif ... III-6 Gambar 4.1 (I) Sampel Plastik PET, (II) Char / Produk Padat, (III) Hasil Samping ... IV-1 Gambar 4.2. Hubungan kadar air dengan suhu karbonisasi dan konsentrasi akivator HCl pada karbon aktif sampah plastik PET ... IV-8 Gambar 4.3 Hubungan kadar abu dengan suhu karbonisasi dan konsentrasi akivator HCl pada karbon aktif sampah plastik PET ... IV-10 Gambar 4.4 Hubungan kadar zat menguap dengan suhu karbonisasi dan konsentrasi aktivator HCL pada karbon aktif sampah plastik PET ... IV-12 Gambar 4.5 Hubungan kadar karbon terikat dengan suhu karbonisasi dan konsentrasi aktivator HCL pada karbon aktif sampah plastik PET ... IV-14 Gambar 4.6 Hubungan antara daya serap iodine dengan suhu karbonisasi dan konsentrasi akivator HCl pada karbon aktif sampah plastik PET ... IV-17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I SNI 06-3730-1995 : ARANG AKTIF TEKNIS Lampiran II Data Pengamatan
Lampiran III Dokumentasi Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang
Sampah telah menjadi masalah dunia sejak dahulu. Namun kini, perhatian masyarakat dunia telah tertuju pada banyaknya sampah, terutama sampah plastik yang tersebar ke seluruh laut sehingga berdampak buruk bagi ekosistem lingkungan hidup. Sampah plastik menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan khususnya penggunaan plastik sekali pakai seperti tas plastik untuk belanja dan kantong sampah. Peningkatan penggunaan plastik juga mengakibatkan perhatian pada peran plastik sebagai pencemar lingkungan (Lokensgard, 2010).
Plastik merupakan bahan organik yang mempunyai kemampuan untuk dibuat ke dalam berbagai bentuk apabila terpapar panas dan tekanan. Plastik dapat berbentuk batangan, lembaran, atau blok. Apabila dalam bentuk maka produk berupa botol, pembungkus makanan, pipa, peralatan makan, dan lain-lain. Komposisi dan material plastik adalah polimer dan zat additive lainnya. Polimer tersusun dari monomer-monomer yang terikat oleh rantai ikatan kimia (Waste management information, 2004).
Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1907, penggunaan plastik dan barang berbahan dasar plastik semakin meningkat. Peningkatan penggunaan plastik ini merupakan konsekuensi dari berkembangnya teknologi, industri dan jumlah populasi penduduk di dunia salah satunya Indonesia. Akibat dari penggunaan plastik ini adalah meningkatnya jumlah sampah plastik yang dihasilkan setiap harinya. Berdasarkan asumsi Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) bahwa setiap hari warga indonesia menghasilkan sampah sebanyak 0,8 kilogram sampah/orang atau secara total sebanyak 189 ribu ton sampah/hari.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan bahwa total jumlah sampah di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 68 juta ton dan sampah plastik diperkirakan mencapai 9,52 juta ton atau 14 persen dari total sampah yang ada. Sementara itu KLHK menargetkan pengurangan sampah plastik lebih dari 1,9 juta ton hingga tahun 2019. Berkaitan dengan data tersebut
maka semakin meningkatnya sampah plastik akan menimbulkan masalah serius apabila tidak ada penyelesaiannya.
Negara – Negara Uni Eropa melakukan pengelolaan sampah plastik bekas dengan tiga cara yaitu proses daur ulang sebanyak 30%, konversi plastik menjadi energi 40% dan sisanya dipendam (landfill) sekitar 30%. Dimana 7% dari keseluruhan limbah plastik bekas pakai merupakan botol berbahan PET atau setara dengan 3,7 juta Ton pada tahun 2018 (Karl-H. Foerster, 2018).
Berdasarkan data yang diperoleh dari American Chemistry Council (2017) menunjukkan pada tahun 2016 terkumpul sebanyak 1,3 juta Ton dimana 20% dari jumlah tersebut atau sekitar 0,26 juta Ton diekspor ke China dan Hongkong untuk didaur ulang menjadi botol kembali. Sisa dari limbah botol PET yang terkumpul diolah menjadi perkakas dengan fungsi lain seperti lembaran film, peralatan berkebun, ember dan suku cadang otomotif.
Indonesia merupakan Negara dengan penghasil botol berbahan PET tertinggi ke-4 di Dunia. Dimana terdapat lebih kurang ada 20 perusahaan besar yang menjadi anggota Asosiasi Industri Minuman Ringan dan masih ada puluhan perusahaan minuman lainnya yang merupakan pengguna botol berbahan PET. Berdasarkan data analisis pada Tahun 2017 menunjukkan bahwa potensi pertumbuhan permintaan plastik berbahan PE di Indonesia meningkat sebesar 4,4%. Jumlah limbah botol bekas pakai berbahan PET sebagai salah satu produk PE akan ikut meningkat setiap tahunnya. (PT. Chandra Asri Petrochemical, 2017).
Bahan baku plastik umumnya lebih ringan, bersifat isolator dan proses pembuatannya lebih murah. Adapun masalah yang timbul adalah bahwa plastik tidak dapat membusuk, tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat sehinga pada akhirnya tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme di dalam tanah dan menimbulkan masalah bagi lingkungan (Rahyani, 2011).
Menurut Rahayu (2012) dalam Endang K (2016) menyatakan bahwa semakin banyaknya jumlah sampah plastik yang dihasilkan sehingga perlu dilakukan pengolahan terhadap sampah plastik tersebut. Kebiasaan dalam masyarakat adalah sering membakar sampah plastik untuk mengurangi jumlah sampah plastik di lingkungan. Dengan
demikian sampah plastik yang dibakar akan menghasilkan gas hidrogen sulfida (H2S) yang dapat berubah menjadi racun bagi lingkungan, karena terdapat senyawa klorida (Cl) yang menghasilkan dioksin (penyebab kanker) apabila dibakar dengan suhu rendah.
Pengolahan lainnya adalah dengan mendaur ulang sampah plastik menjadi bahan plastik yang baru. Maka dalam hal ini diperlukan suatu metode baru untuk menanggulangi banyaknya sampah plastik. Salah satunya dengan mengolah sampah plastik menjadi bahan baku dalam pembuatan karbon aktif dengan metode pirolisis. Kelebihan dari proses pirolisis adalah dapat bekerja pada tekanan atmosfir dan pada suhu sekitar 500
oC.
Menurut pendapat Qonita dan Welly (2015) bahwa salah satu metode pengolahan sampah yang dapat digunakan untuk mereduksi sampah adalah metode pirolisis. Metode pirolisis dapat digunakan untuk mengolah sampah yang berasal dari rumah tangga, seperti: sampah campuran/makanan, sampah buah dan sayur, sampah kertas,sampah plastik, dan sampah tekstil. Biasanya metode pirolisis dapat merubah sampah menjadi bahan bakar. Cairan yang dihasilkan dari proses pirolisis merupakan campuran kompleks senyawa organik antara lain stirena, etil-benzena, toluena, dan lain-lain.
Pirolisis merupakan salah satu pengolahan sampah yang dapat mengurangi berat dan volume sampah, serta menghasilkan produk yang dapat digunakan untuk alternatif dari bahan bakar seperti : Gas yang mengandung nilai kalori rendah hingga sedang; Char dari hasil pembakaran sampah mengandung nilai kalor yang tinggi; Wax merupakan sumber dari bahan kimia yang menghasilkan air yang memiliki kandungan bahan-bahan organik (Qonita dan Welly, 2015).
Pirolisis adalah reaksi depolimerisasi pada suhu tinggi mengikuti mekanisme radikal bebas dan sangat sesuai untuk senyawa yang memiliki derajat polimerisasi yang tinggi.
Proses pirolisis melalui tiga tahapan reaksi yaitu tahapan memulai, perambatan, dan penghentian (Sabarodin & Dewanto, 1998). Thermal Cracking atau pirolisis bekerja dengan cara memanaskan polimer plastik tanpa oksigen pada suhu 350 – 900 °C. Hasil dari proses ini yaitu arang dari hasil pemanasan, lalu minyak sebagai hasil dari proses kondensasi gas, serta gas yang tidak bisa terkondensasi (Surono, 2013).
Pemanfaatan pirolisis plastik sampai saat ini lebih diutamakan pada penggunaan produk bahan bakar cairnya yang dapat diproses lebih lanjut menjadi beberapa jenis bahan bakar minyak (BBM). Pada umumnya produk pirolisis berupa non-condensable gas dan char belum diolah untuk dimanfaatkan dengan baik. Gas-gas yang tidak terkondensasi masih dapat dimanfaatkan untuk membantu memanaskan reaktor atau untuk mendapatkan senyawa-senyawa lain yang bermanfaat. Pada char yang memiliki kadar karbon tinggi memiliki potensi untuk diolah menjadi bahan bakar dan sebagai pupuk (biochar). Jika dibandingkan dengan produk berupa gas, maka char adalah produk yang lebih mudah diolah serta disimpan sebagai bahan baku karbon aktif (Sutoyo dan Imron, 2014).
Teknik pirolisis ini tentu saja tidak semata-mata ditujukan pada produksi bahan bakar cair akan tetapi potensi yang terkandung pada zat fasa padat atau char juga perlu mendapatkan perhatian. Char adalah hasil yang mudah diproses daripada produk yang berupa gas karena jumlahnya yang sangat kecil tetapi memiliki potensi yang dapat diolah menjadi karbon aktif. Kandungan unsur kimia di dalamnya sebagian besar adalah karbon (solid carbon) sehingga sangat mudah untuk diolah menjadi karbon aktif.
Bahan baku karbon aktif yang berasal dari bahan nabati atau turunannya dan bahan hewani yang mengandung unsur hidrokarbon. Plastik juga merupakan bagian dari molekul hidrokarbon yang penyusun dasarnya adalah karbon dan hidrogen. Plastik terdiri dari ikatan kovalen diantaranya: Ikatan tunggal C-C, ikatan ganda C=C, atau ikatan rangkap tiga C≡C. Karbon mempunyai kemampuan untuk berikatan membentuk rantai yang panjang seperti oktane: CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH3. Umumnya susunan molekul dari plastik jenis Polyethylene terdiri dari sekitar 1000 atom karbon di dalamnya dan mempunyai jumlah pori yang sangat banyak. Karakteristik dari plastik dengan jumlah pori yang sangat banyak ini bisa dimanfaatkan sebagai karbon aktif dengan melakukan aktivasi. Proses aktivasi bertujuan untuk meningkatkan volume dan memperbesar diameter pori setelah mengalami proses karbonisasi dan meningkatkan penyerapan (Domininghaus, 1993).
Menurut penelitian Maryudi dan Setyawan (2014) menjelaskan bahwa suhu optimal dalam mendekomposisikan sampah pembungkus plastik yakni pada suhu 300 – 500 oC,
dengan karakterisasi sampah plastik pembungkus terseleksi menghasilkan nilai kadar air sebesar 0,11 – 0,69 % dan kadar abu sebesar 1.03 – 2.36 %.
Sampah plastik PET dengan berat awal 500 gr pada suhu 500 oC dipirolisis menghasilkan gas 45,40%; wax 36,42%; dan char 18,18%. Produk char yang dihasilkan sebanyak 90 gr memiliki kandungan karbon yaitu 84,9%. Proses pirolisis ini juga menghasilkan padatan yang mengandung char/karbon dan bahan anorganik yang terkandung dalam bahan baku. Selain itu, pirolisis menghasilkan gas yang terdiri dari hidrokarbon, CO dan CO2 yang memiliki nilai kalor yang tinggi (Qonita dan Welly, 2015).
Menurut penelitian Lia dan Karindah (2016) menjelaskan bahwa proses karbonisasi sampah plastik PET dilakukan pada suhu 450 oC selama 2 jam dengan menggunakan furnance. Nilai kadar air yang terendah sebesar 0,51 % sedangkan nilai daya serap iodine tinggi sebesar 990,045 mg/g yang diakibatkan adanya aktifitas kimia fisika.
Berdasarkan dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya, maka peneliti ingin membuat suatu proses pembuatan karbon aktif dari sampah plastik dengan tujuan untuk memanfaatkan sampah plastik yang tidak digunakan menjadi memiliki nilai guna terhadap lingkungan. Dengan demikian peneliti membuat suatu penelitian dengan judul pemanfaatan produk char hasil pirolisis dari sampah plastik jenis polyethylene terephthalate (PET) sebagai karbon aktif.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ;
1. Bagaimana pengaruh variasi temperatur proses pirolisis sampah plastik PET (Polyethylene Terephthalate) terhadap yield char yang dihasilkan.
2. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi aktivator HCL terhadap karakteristik karbon aktif dari char hasil proses pirolisis sampah plastik PET (Polyethylene Terephthalate).
3. Apakah karbon aktif yang dihasilkan dari sampah plastik PET telah sesuai dengan standar SNI 06-3730-1995.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah;
1. Untuk mempelajari pengaruh variasi temperatur proses pirolisis sampah plastik PET (Polyethylene Terephthalate) terhadap yield char yang dihasilkan.
2. Untuk mempelajari pengaruh variasi konsentrasi aktivator HCL terhadap karakteristik karbon aktif dari char hasil proses pirolisis sampah plastik PET (Polyethylene Terephthalate).
3. Untuk mengetahui potensi karbon aktif dari sampah plastik PET yang sesuai dengan standar SNI 06-3730-1995.
1.4 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel terikat (dependent variable) pada penelitian ini :
a. Sampel yaitu cacahan sampah plastik PET (Polyethylene terephthalate) dengan berat 1 Kg.
b. Waktu proses pirolisis dilakukan selama 60 menit pada setiap percobaan.
2. Variabel bebas (independent variable) pada penelitian ini : a) Temperatur proses pirolisis pada percobaan 1 = 400 - 450oC
Temperatur proses pirolisis pada percobaan 2 = 450 - 500oC b) Konsentrasi activator HCL pada percobaan 1 = 5 %
Konsentrasi activator HCL pada percobaan 2 = 10 % 3. Analisa yang diuji pada penelitian ini :
a. Kadar air
b. Kadar zat menguap c. Kadar abu
d. Kadar karbon terikat e. Daya serap terhadap iodine 1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu : 1. Bagi penulis:
a. Sebagai syarat untuk memenuhi penyusunan Tugas Akhir guna mendapatkan gelar Sarjana dari Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Sumatera Utara.
b. Menambah ilmu pengetahuan, pengalaman dan keterampilan sehingga mengasah bakat dan kreatifitas.
2. Bagi Universitas Sumatera Utara:
a. Mewujudkan pengabdian Universitas Sumatera Utara untuk masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan bangsa.
b. Menghasilkan produk yang mengharumkan nama Universitas Sumatera Utara dan sebagai bahan pengembangan penelitian.
3. Bagi Pemerintah:
a. Membantu pemerintah dalam pengembangan potensi mahasiswa.
b. Menciptakan lingkungan sehat serta mengurangi timbunan sampah plastik untuk menjaga ekosistem lingkungan baik di darat dan di laut.
c. Memberikan referensi alternatif terbarukan tentang cara memanfaatkan sampah plastik menjadi memiliki nilai guna baik terhadap lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah
2.1.1 Definisi Sampah
American Public Health Association menyatakan bahwa sampah merupakan sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Kusnoputranto, 2000). Berdasarkan Undang-Undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menyebutkan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari - hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan.
Sampah diartikan sebagai material – material yang bukan cairan ataupun gas yang keberadaannya tidak diinginkan dan dibuang oleh manusia (Miller, 1997). Menurut pendapat Nugroho (2013) menyatakan bahwa sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemakai tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola dengan prosedur yang benar.
Sampah pada dasarnya merupakan sisa (waste) bahan buangan yang tidak digunakan lagi walaupun masih dapat diproses untuk kegunaan lain dimana hanya terbatas pada sampah padat baik organik maupun anorganik (Tarsoen, 2008).
Jadi dapat disimpulkan bahwa sampah merupakan segala sesuatu yang dibuang dari sumbernya karena dianggap tidak berguna lagi seperti fungsi awalnya yang berasal dari kegiatan manusia.
2.1.2 Sumber Sampah
Sampah dapat dijumpai dibanyak tempat dan hampir semua kegiatan. Menurut Rahim , dkk (2014) adapun yang menjadi sumber sampah dikategorikan dalam beberapa kelompok antara lain :
1. Sampah dari pemukiman penduduk 2. Sampah dari daerah komersial 3. Sampah dari perkantoran / institusi
4. Sampah dari jalan / taman dan tempat umum
5. Sampah dari industri dan rumah sakit yang sejenis sampah kota 6. Sampah dari pertanian
2.1.3 Karakteristik Sampah
Menurut Linton (1979) dalam telah mengklasifikasikan jenis-jenis sampah berdasarkan asal, karakteristik dan bahan aslinya sebagai berikut:
1. Garbage, diidentifikasikan sebagai sampah yang dihasilkan dari proses penyiapan, pengolahan dan penyediaan makanan seperti hotel, toko, restoran, dan pasar.
2. Rubbish, merupakan barang-barang seperti kertas, kardus, karton, kotak kayu, plastik, kain-kain sisa, pakaian, seprei, selimut, kulit, karet, rumput, daun dan sisa sisa kebun. Non-combustible rubbish termasuk kaleng, kertas timah, tanah/lumpur, batu, keramik, botol kaca, tembikar, dan sampah mineral lainnya.
Said (1987); Apriadji (1990) dalam paksi (2001) membagi klasifikasi sampah padat (refuse) di Indonesia dalam dua kelompok besar, yaitu sampah basah (garbage) dan sampah kering (rubbish) :
1. Sampah basah (garbage) adalah bahan-bahan yang mudah terurai oleh mikro organisme jika dibiarkan dalam keadaan basah dan memerlukan temperatur optimum sekitar 20 – 30 oC. Contohnya : sisa sayuran dan sisa makanan.
2. Sampah kering (rubbish) adalah bahan organik dan bahan anorganik yang tidak cepat terurai oleh mikroorganisme, sehingga sulit membusuk. Sampah jenis ini terbagi lagi atas dua kelompok :
a) Sampah tidak mudah lapuk yang bisa terbakar seperti kertas dan kayu.
Sampah jenis ini cocok digunakan untuk pembuatan briket arang sampah.
b) Sampah tidak mudah lapuk yang tidak bisa terbakar seperti kaleng dan kawat.
2.1.4 Prinsip Pengolahan Sampah
Menurut Nugroho (2013) menjelaskan adapun yang menjadi prinsip-prinsip dalam pengolahan sampah dikenal dengannama 5R yaitu:
1. Reduce (Mengurangi) yaitu mengurangi penggunaan barang-barang habis pakai yang dapat menimbulkan sampah.
2. Reuse (Menggunakan kembali) yaitu mengusahakan untuk mencari barang-barang yang bisa dipakai kembali, dan mengindari pemakaian barang-barang yang sekali pakai
3. Recycle (Mendaur ulang) yaitu mencari barang yang dapat dipakai kembali atau dapat didaur ulang sehingga menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi.
4. Replace (Mengganti) yaitu mengganti barang sekali pakai dengan barang yang lebih tahan lama, serta menggunakan barang yang ramah lingkungan.
5. Respect (Menghargai) yaitu barang yang dihasilkan menggunakan rasa kecintaan pada alam sehingga akan menimbulkan sikap bijaksana sebelum memilih suatu barang.
2.2 Sampah Padat
Berdasarkan SK Menteri PU No. 184/KPTS/1990, sampah padat adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan anorganik yang tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi dari kerusakan.
Jenis sampah yang ada di sekitar kita cukup beraneka ragam, ada yang berupa sampah rumah tangga, sampah industri, sampah pasar, sampah rumah sakit, sampah pertanian, sampah perkebunan, sampah peternakan, sampah institusi/kantor/sekolah, dan sebagainya.
Berdasarkan sifat kimia unsur pembentuknya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu sebagai berikut :
1.
Sampah organik atau sering disebut sampah basah adalah jenis sampah yang berasal dari jasad hidup sehingga mudah membusuk dan dapat hancur secara alami.Contohnya adalah sayuran, daging, ikan, nasi, dan potongan rumput atau daun dan ranting dari kebun.
2.
Sampah non organik atau sampah kering adalah sampah yang tersusun dari senyawa non organik yang berasal dari sumber daya alam tidak diperbaharui seperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri. Contohnya adalah botol gelas, plastik, kaleng dan logam.2.3 Plastik
Plastik mempunyai peranan besar dalam kehidupan sehari-hari biasanya digunakan sebagai bahan pengemas makanan dan minuman karena sifatnya yang kuat, ringan dan praktis. Plastik merupakan bahan organik yang mempunyai kemampuan untuk dibentuk ke berbagai bentuk apabila terpapar panas dan tekanan. Plastik dapat berbentuk batangan, lembaran, atau blok. Biasanya bentuk produk dapat berupa botol,
pembungkus makanan, pipa, peralatan makan, dan lain-lain. Menurut pendapat Nasiri (2004) dalam Pramiati Purwaningrum (2016) menjelaskan bahwasanya plastik mempunyai sifat yaitu densitas yang rendah, isolasi terhadap listrik, mempunyai kekuatan mekanik yang bervariasi, ketahanan terhadap suhu terbatas, ketahanan terhadap bahan kimia bervariasi.
Menurut Ahmann dan Dorgan (2007) dalam Pramiati Purwaningrum (2016) menyatakan bahwa sampah plastik yang berada dalam tanah yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme sehingga menyebabkan mineral-mineral dalam tanah baik organik maupun anorganik semakin berkurang. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya fauna tanah seperti cacing dan mikorganisme tanah yang hidup pada area tanah tersebut dikarenakan sulitnya untuk memperoleh makanan dan berlindung. Selain itu kadar O2 dalam tanah semakin sedikit sehingga fauna tanah sulit untuk bernafas dan akhirnya mati. Ini berdampak langsung pada tumbuhan yang hidup pada area tersebut. Tumbuhan membutuhkan mikroorganisme tanah sebagai perantara dalam kelangsungan hidupnya.
Plastik adalah salah satu jenis makromolekul yang dibentuk dengan proses polimerisasi.
Polimerisasi adalah proses penggabungan beberapa molekul sederhana (monomer) melalui proses kimia menjadi molekul besar (makromolekul atau polimer). Plastik merupakan senyawa polimer yang unsur penyusun utamanya adalah Karbon dan Hidrogen. Pada saat proses pembuatan plastik, salah satu bahan baku yang sering digunakan adalah Naphta yaitu bahan yang dihasilkan dari penyulingan minyak bumi atau gas alam. Dimana untuk membuat 1 kg plastik memerlukan 1,75 kg minyak bumi sehingga memenuhi kebutuhan bahan bakunya maupun kebutuhan energi prosesnya (Kumar dkk, 2011).
Komposisi dan material plastik adalah polymer dan zat aditif lainnya. Polymer tersusun dari monomer-monomer yang terikat oleh rantai ikatan kimia (Waste management information, 2004). Plastik adalah polimer rantai panjang dari atom yang mengikat satu sama lain. Rantai ini membentuk banyak unit molekul berulang, atau "monomer".
Dimana biasanya istilah plastik mencakup produk polimerisasi sintetik, namun ada beberapa polimer alami yang termasuk plastik. Plastik terbentuk dari kondensasi
organik atau penambahan polimer dan bisa juga terbentuk dengan menggunakan zat lain untuk menghasilkan plastik yang ekonomis (Ningsih, 2010).
Menurut pendapat Apriyanto (2007) dan Aryanti (2013) menjelaskan bahwa plastik sebagai material polimer atau bahan pengemas yang dapat dicetak menjadi bentuk yang diinginkan dan dapat mengeras setelah didinginkan atau pelarutnya diuapkan. Polimer adalah molekul yang besar yang telah mengambil peran yang penting dalam teknologi karena mudah dibentuk dari satu bentuk ke bentuk lain dan mempunyai sifat, struktur yang rumit. Hal ini disebabkan oleh jumlah atom pembentuk yang jauh lebih besar dibandingkan dengan senyawa yang berat atomnya lebih rendah. Umumnya suatu polimer dibangun oleh satuan struktur yang tersusun secara berulang dan diikat oleh gaya tarik menarik yang kuat yang disebut ikatan kovalen (Dian, 2014).
Secara garis besar plastik dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu plastik thermoplast dan plastik thermoset. Plastik thermoplast adalah plastik yang dapat dicetak berulang-ulang dengan adanya panas. Jenis plastik thermoplast antara lain PE, PP, PS, ABS, SAN, nylon, PET, BPT, Polyacetal (POM), PC dan lain-lain. Plastik thermoset adalah plastik yang apabila telah mengalami kondisi tertentu tidak dapat dicetak kembali karena bangunan polimernya berbentuk jaringan tiga dimensi. Jenis plastik thermoset adalah PU (Poly Urethene), UF (Urea Formaldehyde), MF (Melamine Formaldehyde), polyester, epoksi dan lain-lain (Mujiarto, 2005).
2.3.1 Jenis – Jenis Plastik
Berdasarkan American Society of Plastic Industry, telah dibentuk suatu sistem pengkodean resin untuk plastik yang dapat di daur ulang (recycle). Kode/simbol tersebut berbentuk segitiga arah panah yang merupakan simbol daur ulang dan di dalamnya terdapat nomor yang merupakan kode dan resin yang dapat di daur ulang seperti terlihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Kode / Simbol Berdasarkan Jenis Plastik
a) PET atau PETE (polyethylene therephthalate)
Polyethylene Terephthalate (PET) terkadang menyerap bau dan rasa dari makanan dan minuman yang disimpan di dalamnya. Biasanya plastik ini dapat didaur ulang. Plastik PET biasa digunakan untuk alat rumah tangga seperti serat karpet, tali, pakaian, botol minuman dan botol obat. PET mengandung bahan yang bersifat karsinogen yaitu antimony trioxide. Apabila cairan semakin lama berada dalam kemasan PET, maka kemungkinan aktifnya antimony semakin besar. Selain itu, suhu panas juga akan meningkatkan terlepasnya zat tersebut.
b) HDPE (high density polyethylene)
Produk-produk high density polyethylene mempunyai kepadatan tinggi dan lebih tebal dibandingkan PET. Produk HDPE biasanya didaur ulang. Barang yang terbuat dari plastik ini contohnya adalah wadah untuk susu, oli motor, sampo dan kondisioner, botol sabun, deterjen, dan pemutih. Jenis plastik ini cukup aman digunakan bersama makanan dan minuman. Namun demikian tidak pernah aman apabila digunakan kembali botol HDPE sebagai wadah makanan atau minuman.
c) PVC (polyvinyl chloride)
Polyvinil chloride terkadang didaur ulang. PVC digunakan untuk semua jenis pipa sebagai bahan dasar produk mainan anak, pembungkus plastik, botol detergen kantung darah dan perlengkapan medis. Jenis plastik ini tidak boleh bersentuhan dengan makanan dan berbahaya jika tertelan. PVC merupakan bahan plastik yang banyak digunakan setelah polyethylene. Terkait pembuangannya, PVC merupakan masalah untuk polusi lingkungan karena dapat menyebabkan kesehatan yang serius.
d) LDPE (low density polyethylene)
Low density polyethylene mempunyai kepadatan rendah dengan struktur polimer yang paling sederhana. Jenis ini sulit didaur ulang dan merupakan jenis plastik yang terbanyak digunakan serta plastik sehat yang cenderung tahan lama dan fleksibel. Contoh produknya seperti cling-film, tas sandwich, botol yang bisa diremas, dan plastik tas belanjaan terbuat dari LDPE.
e) PP (polypropylene)
Plastik jenis ini mempunyai sifat tahan terhadap bahan kimia kecuali klorin, bahan bakar dan xylene karena mempunyai sifat insulasi listrik yang baik.
Bahan ini juga tahan terhadap air mendidih dan sterilisasi dengan uap panas.
Aplikasinya dilakukan pada komponen otomotif, tempat makanan, karpet, dan lain-lain. PP kadang-kadang didaur ulang, namun tidak mudah. PP merupakan bahan yang kuat dan tahan dengan suhu lebih tinggi. Plastik ini cukup aman untuk bahan makanan, sehingga biasa digunakan untuk membuat kotak makan siang, wadah margarin, pot yogurt, botol sirup, botol resep.
f) PS (polystyrene)
Polystyrene umumnya didaur ulang, tetapi sulit dilakukan. Contoh produk ini adalah gelas kopi sekali pakai, kotak makanan plastik, alat makan plastik dan busa pengepakan dibuat dari PS. Saat terkena suhu panas biasanya PS dapat melepaskan styrene yang dapat mengganggu sistem syaraf dan otak, serta dapat berdampak pada genetik, paru-paru hati dan kekebalan tubuh.
g) Lainnya
Selain enam kode tersebut, kode 7 digunakan untuk berbagai jenis plastik yang bukan didefinisikan oleh enam kode tersebut. Bahan yang termasuk dalam kode 7 ini adalah Polycarbonate dan Polylactide yang sulit di daur ulang.
Polycarbonate (PC) digunakan dalam botol bayi, compact disc, dan wadah penyimpanan medis. PC merupakan tipe plastik yang yang paling banyak dikategorikan pada tipe ini. Namun sekarang plastik golongan ini sudah tidak banyak lagi digunakan karena memiliki kandungan bisphenol A (BPA) yang dapat menyebabkan masalah kesehatan antara lain kerusakan kromosom pada rahim wanita dan penurunan jumlah sperma. Beberapa negara sudah melarang penggunaan PC pada botol susu bayi dan balita serta kemasan susu formula.
2.3.2 Sifat Thermal Plastik
Pengetahuan sifat thermal dari berbagai jenis plastik sangat penting dalam proses pembuatan dan daur ulang plastik. Sifat-sifat thermal yang penting adalah titik lebur (Tm), temperatur transisi (Tg) dan temperatur dekomposisi.
Temperatur transisi adalah temperatur di mana plastik mengalami perengganan struktur sehingga terjadi perubahan dari kondisi kaku menjadi lebih fleksibel. Apabila berada di atas titik lebur maka plastik mengalami pembesaran volume sehingga molekul bergerak lebih bebas yang ditandai dengan peningkatan kelenturannya. Temperatur lebur adalah temperatur dimana plastik mulai melunak dan berubah menjadi cair. Temperatur dekomposisi merupakan batasan dari proses pencairan. Jika suhu dinaikkan di atas temperatur lebur maka plastik akan mudah akan mengalami dekomposisi struktur.
Dekomposisi terjadi karena adanya energi thermal sudah melewati energi yang mengikat rantai molekul. Secara umum polimer akan mengalami dekomposisi pada suhu di atas 1,5 kali dari temperatur transisinya (Budiyantoro, 2010)
Sifat termal yang penting pada proses daur ulang plastik dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Data Temperatur Transisi dan Temperatur Lebur Plastik
Jenis Bahan Tm (oC) Tg (oC) Temperatur Kerja Maksimum (oC)
PP 168 5 80
HDPE 134 -110 82
LDPE 330 -115 260
PA 260 50 100
PET 250 70 100
ABS - 110 85
PS - 90 70
PMMA - 100 85
PC - 150 246
PVC - 90 71
Sumber : Surono, 2013
2.3.3 Plastik Polyethylene Terephtale
Polyethylene terephtale (disingkat PET, PETE atau PETP, PET-P) adalah suatu resin polimer plastik termoplast dari kelompok poliester. Polyethylene terephtale (PET) merupakan poliester linier yang bersifat termoplastik yang disintesis melalui proses transesterifikasi (Ester Exchange) dimetil terepthalat (DMT) dan etylene glycol atau melalui proses esterifikasi terephtalic acid (TPA) dan etylene glycol (EG). PET terdiri dari polimerisasi unit - unit monomer etylene terepthalat dengan pengulangan unit (C10H8O4)n.
PET merupakan salah satu bahan mentah terpenting dalam industri tekstil. Dimana sekitar 60% dari produksi PET dunia digunakan dalam serat sintetis, dan produksi botol mencapai 30% dari permintaan dunia. Plastik PET dapat kita temukan pada hampir semua botol air mineral dan beberapa pembungkus. Plastik ini dirancang untuk satu kali penggunaan saja. Apabila digunakan berulangkali dapat meningkatkan resiko karena terkonsumsinya bahan plastik dan bakteri yang berkembang pada bahan itu. Hal ini disebabkan jenis plastik PET sulit untuk dibersihkan dari bakteri dan bersifat racun.
Apalagi digunakan untuk menyimpan air hangat apalagi panas akan mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut akan meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik (Helen dkk, 2018).
PET merupakan famili dari poliester yang merupakan plastik dengan sifat jernih, kuat, lentur, dimensi nya stabil, tahan terhadap api, tidak beracun, permeabilitas terhadap gas, maupun air. Penggunaan plastik jenis PET dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat pada botol-botol air mineral, soft drink, kemasan sirup, selai, serta minyak makan, dan lain-lain (Mujiarto M, 2005 dalam Cundari et al, 2016).
Botol berbahan PET lebih sering digunakan untuk wadah air mineral, minuman ringan, teh, saus dan minuman buah. Material ini tahan terhadap suhu panas antara 60 – 85 oC dan memiliki ketahanan terhadap larutan asam, alkali dan alkohol. Kelebihan PET sebagai botol minuman dibandingkan material lain adalah transparan, kuat, tahan terhadap minyak dan gas sehingga dapat terhindar dari perubahan aroma dan kontaminan lainnya. Hal tersebut berfungsi untuk menjaga minuman agar tetap awet selama masa penyimpanan. Botol PET didesain tahan terhadap kondisi lingkungan
karena memiliki laju degradasi dan biodegradasi yang sangat lama (Gema dan Dicka, 2019).
Proses reaksi sintesis dan strutur plastik Polyethylene terephtale (PET) dapat dilihat pada gambar 2.2 dan 2.3 berikut.
Gambar 2.2 Proses Sintetis Plastik PET
Gambar 2.3 Struktur Plastik PET 2.4 Pirolisis
Pirolisis adalah suatu proses penguraian material organik secara thermal pada temperatur tinggi tanpa adanya oksigen (Bhattacharya dkk. 2009). Produk yang dihasilkan melalui proses pirolisis adalah padatan, minyak, dan gas. Produk yang dihasilkan melalui proses pirolisis mengandung banyak unsur-unsur kimia seperti golongan aromatik, alkane atau alkene.
Pada proses pirolisis bahan baku dipanaskan tidak bersentuhan langsung dengan api, sehingga gas sisa tidak mengandung bahan berbahaya bagi lingkungan, serta produk yang dihasilkan sangat sedikit. Proses pirolisis terjadi karena adanya api yang ditentukan temperaturnya. Api tersebut akan memanaskan reaktor, dimana reaktor ini adalah suatu alat proses tempat di mana terjadinya suatu reaksi berlangsung. Reaksi yang terjadi yaitu bahan yang dipanaskan akan melebur / meleleh pada temperatur tertentu sesuai bahan, setelah bahan melebur selanjutnya terjadi penguapan, uap tersebut
selanjutnya masuk ke kondensor, dimana kondensor ini berfungsi untuk merubah fasa dari uap / gas menjadi cair. Dikondensor ini uap dari reaktor akan dirubah fasanya menjadi cairan dengan temperatur yang ditentukan untuk menghasilkan cairan yang diinginkan.
Menurut Jahirul, dkk (2012) berdasarkan kondisi operasinya, pirolisis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis kategori yaitu slow, fast, dan flash pirolisis.
Jenis-jenis pirolisis mempunyai tiga variasi yaitu:
1) Pirolisis Lambat (slow) merupakan pirolisis yang dilakukan pada pemanasan rata–
rata lambat (5-7 K/menit). Pirolisis ini menghasilkan cairan yang sedikit sedangkan gas danarang lebih banyak dihasilkan.
2) Pirolisis Sedang (fast) merupakan pirolisis yang dilakukan pada lama pemanasan 0,5- 10 detik, suhu 900 – 1400 oC dan proses pemadaman yang cepat pada akhir proses.
Pemadaman yang cepat sangat penting untuk memperoleh produk dengan berat molekul tinggi sebelum akhirnya terkonversi menjadi senyawa gas yang memiliki berat molekul rendah. Dengan cara ini dapat dihasilkan produk minyak pirolisis yang hingga 75 % lebih tinggi dibandingkan dengan pirolisis konvensional.
3) Pirolisis cepat (flash) merupakan proses pirolisis ini berlangsung hanya beberapa detik saja dengan pemanasan yang sangat tinggi. Flash pyrolysis pada biomassa membutuhkan pemanasan yang cepat dan ukuran partikel yang kecil sekitar 105 – 250 μm.
Pada tabel 2.2, dapat dilihat klasifikasi jenis pirolisis berdasarkan kondisi parameter operasi proses pirolisis.
Tabel 2.2 Parameter Operasi Proses Pirolisis
No Proses Pirolisis Waktu Tinggal (s) Ukuran Partikel (mm) Suhu (K)
1 Pirolisis Lambat (slow) 450 – 500 5 – 50 550 – 950
2 Pirolisis Sedang (fast) 0,5 – 10 < 1 850 – 1250
3 Pirolisis cepat (flash) < 0,5 < 0,2 1050 – 1300
Sumber : Jahirul , dkk , 2012
Proses pirolisis berlangsung pada suatu reaktor terfluidisasi (Fluidized Bed Reactor).
Fluidized Bed Reactor adalah jenis reaktor kimia yang digunakan untuk mereaksikan
bahan kimia dalam keadaan banyak fasa. Reaktor ini menggunakan fluida (cairan atau gas) yang dialirkan dan masuk ke dalam reaktor sehingga menyebabkan kontak langsung dengan bahan baku. Proses pirolisis pada Fluidized Bed Reactor merupakan proses thermal decomposition yaitu merupakan proses perengkahan (cracking) ikatan kimia pada suatu senyawa dengan melibatkan panas. Pada umumnya reaksi ini bersifat endotermis.
Saat proses pirolisis pada limbah plastik berlangsung akan terjadi pemutusan ikatan kimia pada polimer plastik menjadi monomer hidrokarbon yang akan dimanfaatkan sebagai sumber energi. Proses pirolisis merupakan proses konversi limbah plastik menjadi sumber energi. Adapun yang menjadi faktornya adalah suhu, kecepatan alir, dan katalis.
Pemanfaatan plastik bekas seperti PET sebagai bahan baku pirolisis yang dikonversi menjadi energi merupakan suatu konsep yang dikenal dengan konsep waste to energy (WtE). Dalam konsep waste to energy dilakukan kajian tentang proses pirolisis menggunakan sampah plastik jenis PET untuk mengetahui pengaruh kondisi operasi pirolisis PET seperti suhu, rasio katalis dan bahan baku, serta waktu operasi terhadap yield yang dihasilkan sekaligus jumlah pengurangan asam benzoat sebagai hasil samping (Silvarrey dkk, 2018).
Menurut Sumarni dan Purwanti (2008) menjelaskan bahwa pirolisis plastik melibatkan tiga mekanisme yaitu: tahap yaitu awal, perambatan, dan pemberhentian.
1) Pada tahap awal ditandai dengan meningkatnya suhu akan terjadi pemutusan rantai polimer dengan ikatan yang lemah,
2) Pada tahap perambatan ditandai terbentuknya senyawa baru dari ikatan yang terputus dan bersifat tidak stabil yang mudah bereaksi dengan molekul lain.
3) Pada tahap pemberhentian, senyawa yang terbentuk akan terpecah membentuk senyawa yang lebih sederhana dan stabil. Senyawa-senyawa tersebut kemudian tervolatilisasi membentuk gas.
Keuntungan metode pirolisis untuk pembakaran limbah plastik yaitu konsumsi energi yang rendah, dapat mengatasi limbah plastik yang tidak dapat didaur ulang, beroperasi
tanpa membutuhkan udara atau campuran hidrogen dan tidak memerlukan tekanan tinggi. (Naimah dkk, 2012).
Gambar 2.4 Alat Pirolisis Ketererangan :
1. Tabung reaktor 6. Kran atas
2. Kompor gas 7. Tabung kondensor
3. Rangka 8. Kran bawah
4. Pipa kondensor 9. Pipa keluar air pendingin 5. Penampung minyak 10. Pipa masuk air pendingin 2.4.1 Faktor Yang Mempengaruhi Pirolisis
Faktor-faktor yang mempengaruhi produk dalam proses pirolisis (Udyani dkk, 2018) adalah:
1. Kadar Air
Adanya air dalam bahan yang dipirolisis mempengaruhi proses pirolisis karena kadar air dalam bahan akan menggunakan energi untuk menghilangkan kandungan air. Energi dari luar digunakan untuk proses pengeringan kadar air bahan, sehingga mengakibatkan bahan dengan kandungan air yang tinggi membutuhkan energi yang tinggi juga. Pada proses pirolisis dengan menggunakan energi dan bahan yang sama dengan kadar air tinggi menghasilkan gas yang lebih banyak daripada bahan dengan kadar air rendah.
2. Ukuran Partikel
Apabila ukuran partikel besar maka hasil dari padatan akan besar pula sedangkan hasil dari volatil dan gas akan menurun. Fenomena ini adalah konsekuensi dari penurunan temperatur pada setiap posisi radial dengan adanya peningkatan ukuran partikel. Konsentrasi dari volatil dan gas meningkat sampai dengan nilai tertentu. Selanjutnya, konsentrasi akan menurun sesuai dengan kenaikan ukuran partikel. Seiring dengan kenaikan ukuran partikel maka waktu yang dibutuhkan untuk proses pirolisis pada temperatur tertentu juga akan meningkat (Chaurisia dan Babu, 2005).
3. Waktu Laju Pemanasan
Menurut pendapat Besler dan William (1996) bahwa ketika laju pemanasan dinaikkan maka padatan pada proses pirolisis akan menurun. Produk gas yang dihasilkan pada temperatur antara 200 oC dan 400 oC adalah CO dan CO2. Ketika laju pemanasan meningkat maka gas CO, CO2, CH4, CH3 akan meningkat.
Hal tersebut menunjukkan bahwa laju pemanasan yang lebih tinggi akan melepaskan gas hidrokarbon, begitu pula dengan minyak akan meningkat seiring dengan kenaikan laju pemanasan.
4. Temperatur
Temperatur merupakan faktor yang penting dalam menghasilkan produk pada proses pirolisis. Temperatur sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan karena sesuai dengan persamaan Arhenius yaitu k = A exp (R/T). Semakin tinggi suhu maka nilai konstanta dekomposisi termal makin besar akibatnya laju pirolisis bertambah dan konversi naik tetapi disamping itu untuk menentukan suhu yang tepat dapat melihat dari titik leleh/titik didih dari bahan baku yang akan digunakan.
Pada temperatur yang lebih tinggi maka hasil gas yang dihasilkan akan semakin banyak.Hasil minyak akan meningkat sampai batas tertentu kemudian menurun sedangkan hasil padatan cenderung rendah. Dimana semakin tinggi temperatur nilai kalor untuk hasil gas akan meningkat, tetapi untuk hasil padatan cenderung konstan (Encinar, 2009).
5. Bahan
Menurut hasil penelitian dari Aydinli dan Caglar (2010) menjelaskan bahwa bahan dapat mempengaruhi hasil proses pirolisis. Dengan meningkatnya jumlah plastik yang dipirolisi maka akan diperoleh hasil minyak yang lebih banyak, padatan lebih sedikit, dan hasil gas yang cenderung sama.
6. Komposisi Bahan Uji
Pada setiap penambahan material plastik di dalam proses pirolisis maka akan meningkatkan kandungan hidrogen di dalam hasil minyaknya apabila dibandingkan dari hasil proses pirolisis tanpa bahan plastik. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi yang berbeda dari bahan yang diperlukan untuk proses pirolisis menghasilkan hasil kandungan minyak yang berbeda (Bhattacharya, 2009).
7. Laju Nitrogen
Peningkatan dari laju nitrogen menyebabkan penurunan jumlah minyak dan peningkatan jumlah gas sedangkan hasil padatan sedikit menurun (Encinar, 2009).
8. Waktu Tinggal Padatan
Waktu tinggal padatan mempengaruhi jumlah hasil dari pirolisis karena semakin lama bahan di dalam reaktor maka padatan akan semakin terkomposisi menjadi minyak dan gas (Encinar, 2009).
2.5 Karbon Aktif
Karbon aktif adalah karbon yang telah melewati pengolahan lebih lanjut pada suhu tinggi dengan menggunakan gas CO2, uap air dan bahan-bahan kimia sehingga pori porinya terbuka dan dapat digunakan sebagai adsorben. Daya adsorpsi karbon aktif disebabkan adanya pori-pori mikro yang sangat besar jumlahnya, sehingga menimbulkan gejala kapiler yang mengakibatkan adanya daya adsorpsi (Yustinah dan Hartini, 2011).
Proses aktivasi merupakan hal yang penting diperhatikan selain bahan baku yang akan digunakan dalam proses. Aktivasi adalah suatu perlakuan terhadap karbon yang bertujuan untuk memperbesar pori-pori dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan, sehingga arang akan mengalami perubahan sifat baik fisika maupun kimia, luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi (Sembiring dan Sinaga, 2003).
Jenis bahan kimia yang dapat digunakan sebagai aktivator dan sering digunakan dalam industri pembuatan karbon aktif adalah ZnCl2, KOH, dan H2SO4
(Arsad dkk, 2010).
Proses pengolahan karbon aktif dapat pula dibagi menjadi tiga tahap yaitu :
1) Dehidrasi merupakan proses pengurangan kadar air. Bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170 oC.
2) Karbonisasi adalah pemecahan bahan organik menjadi karbon. Temperatur diatas 170 oC akan menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pada temperatur 275 oC proses dekomposisi menghasilkan tar, metanol dan hasil sampingan lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400 – 600 oC.
3) Aktivasi terjadi akibat dekomposisi tar dan perluasan pori-pori yang dilakukan dengan uap atau CO2 sebagai aktivator.
2.5.1 Kriteria Karbon Aktif
Kualitas dari karbon aktif tergantung dari jenis bahan baku, teknologi pengolahan, dan juga ketepatan penggunaannya. Standar mutu untuk karbon aktif tercantum pada Standar Industri Indonesia yaitu pada SII 0258-79 yang kemudian direvisi menjadi SNI 06-3730-1995. Tabel persyaratan Karbon Aktif dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3 Persyaratan Karbon Aktif
No Parameter Persyaratan
1 Kadar Air Maks. 15 %
2 Kadar Abu Maks. 10 %
3 Kadar Zat Menguap Maks. 25 %
4 Kadar Karbon Terikat Min. 65 %
5 Daya Serap Terhadap Yodium 750 mg/g
Sumber : SNI 06-3730-1995
2.6 Parameter Penelitian
Parameter yang diuji dalam penelitian ini, yaitu kadar air (moisture content), kadar zat menguap (volatile matter), kadar abu (ash), kadar karbon terikat (fixed carbon) dan daya serap terhadap iodine.
2.6.1 Kadar Air
Pada proses penentuan kadar air mengacu pada dan SNI 06–3730-1995 maka sampel akan dipanaskan selama 1 jam dengan temperatur 105°C. Berdasarkan referensi FAO (1993) maka sampel awal (M1) dipanaskan dalam oven pengering sampai tidak ada lagi perubahan massa (Me). Pada akhirnya untuk menghitung nilai moisture content (m) dapat dilihat pada Persamaan 1 di bawah ini.
m = X 100 % ...(1)
2.6.2 Kadar Zat Menguap
Pada proses penentuan kadar zat menguap mengacu pada AOAC 1971 dan SNI 06–
3730-1995 tahapan pengujian volatile matter dilakukan dengan mengambil sampel 20 gram yang dipanaskan hingga mencapai temperatur 800 – 900 °C dengan holding time 15 menit.
Kondisi furnace tanpa oksigen, biasanya dialirkan gas nitrogen atau helium yang bersifat stabil dan tidak mudah bereaksi dengan sampel. Rumus perhitungannya sesuai standar AOAC 1971 dan SNI 06–3730-1995 dapat dilihat pada Persamaan 2 di bawah ini.
Kadar Zat Menguap (%) =
x 100 %
...(2) Keterangan dari persamaan di atas, A adalah berat sampel awal, B merupakan berat sampel setelah pemanasan dalam gram.2.6.3 Kadar Abu
Pada proses penentuan kadar abu mengacu pada AOAC 1971 dan SNI 06–3730-1995 tahapan pengujian kadar abu dilakukan dengan mengambil sampel 5 gram akan dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 °C sampai mencapai bobot konstan.
Kemudian dipanaskan perhahan di atas bara api sampai asap berhenti mengepul. Setelah itu dimasukkan ke muffle furnance pada temperatur 650 °C selama 4 jam atau sampai berubah menjadi warna abu putih. Rumus perhitungannya disesuaikan dengan standar AOAC 1971 dan SNI 06–3730-1995 dapat dilihat pada Persamaan 3 berikut ini.
Kadar Abu (%) =
x 100 %
...(3)Keterangan dari persamaan di atas, A adalah berat abu cawan dalam gram, B merupakan berat cawan dengan sampel semula dalam gram.
2.6.4 Kadar Karbon Terikat
Setelah kadar air, kadar abu, dan volatile matter diketahui maka dapat dihitung kandungan fixed carbon melalui standar AOAC 1971 dan SNI 06–3730-1995 seperti disajikan pada Persamaan 4 di bawah ini.
Karbon terikat (%) = 100 % - [kadar air (%) + abu (%) + zat menguap (%)]...(4) 2.6.5 Daya Serap Iodine
Pengujian terhadap daya serap iodium dilakukan berdasarkan SNI 06–3730-1995 melalui tahapan sebagai berikut:
1. Karbon aktif ditimbang sebanyak 0,15 gram dan dicampurkan dengan 15 ml larutan Iodium 0,1 N. Kemudian dikocok dengan alat pengocok selama 15 menit.
2. Setelah itu dipindahkan ke dalam tabung sampai karbon aktif turun.
3. Kemudian diambil 5 ml larutan itu dan dititrasi dengan larutan Natrium tiosulfat 0,1 N.
4. Jika warna kuning pada larutan mulai samar, kemudian ke dalam larutan tersebut ditambahkan larutan amilum 1 % sebagai indikator.
5. Lalu dititrasi kembali warna biru tua hingga menjadi warna bening.
6. Hitunglah daya serap Iodine
Perhitungan daya serap Iodine dapat dilihat pada Persamaan 5 di bawah ini
Daya serap terhadap Iodine = ………...……(5)
Keterangan : A = Volume larutan Iodine N1 = Normalitas Larutan Na2SO3 (N) yang terpakai (mL) fp = Faktor pengenceran
B = Volume Na2S2O3 (mL) N2 = Normalitas Larutan Iodine (N) α = Berat karbon aktif (gr) 126,9 = berat atom iod
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Departemen Teknik Lingkungan Universitas Sumatera Utara dan UPTD Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan.
3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan yaitu mulai bulan Juni 2020 sampai dengan Juli 2020 yang dilanjutkan dengan analisa dan pengolahan data serta penyusunan laporan tugas akhir.
3.3 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian yang bersifat eksperimental yang dilaksanakan dalam skala laboratorium dengan metode penelitian secara kuantitatif.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Variabel terikat (dependent variable) pada penelitian ini :
a. Sampel yang digunakan yaitu cacahan sampah plastik PET (Polyethylene terephthalate) dengan berat 1 Kg.
b. Waktu proses pirolisis dilakukan selama 1 jam pada setiap percobaan.
2. Variabel bebas (independent variable) pada penelitian ini : a) Temperatur proses pirolisis pada percobaan 1 = 450 - 500oC
Temperatur proses pirolisis pada percobaan 2 = 500 – 550 oC b) Konsentrasi activator HCLpada percobaan 1 = 5 %
Konsentrasi aktivator HCL pada percobaan 2 = 10 % 3. Analisa yang diuji pada penelitian ini :
a. Kadar air
b. Kadar zat menguap c. Kadar abu
d. Kadar karbon terikat e. Daya serap terhadap iodine
3.5 Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian untuk tugas akhir ini dapat dilihat dalam bentuk diagram alir penelitian pada Gambar 3.1
Gambar 3.1 Flowchart Kerangka Penelitian Mulai
Perumusan Masalah
Studi Literatur
Penentuan Metode Penelitian
Pengumpulan Data
Desain Peralatan Penelitian
Analisa Laboratorium Pengoperasian Alat Pirolisis
Pengolahan dan Analisa Data
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Perlakuan Variasi Temperatur dan Konsentrasi aktivator
HCl
Uji kadar air Uji kadar zat menguap
Uji kadar abu Uji kadar karbon terikat
Uji Daya Serap Iodine 1. Persiapan Alat dan Bahan
3.6 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi : a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil analisa penelitian di laboratorium ataupun hasil analisa penelitian di lapangan secara langsung mulai dari pengujian awal sampai pengujian akhir.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi literatur pustaka.
3.7 Alat dan Bahan 3.7.1 Alat
Peralatan laboratorium yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain :
a. Oven i. Pipet pasteur
b. Muffle furnance j. Pipet ukur 25 mL c. Alat pirolisis k. pH meter
d. Neraca analitik l. Beaker glass 100 & 1000 mL e. Timbangan duduk m.Gelas ukur 50 mL
f. Desikator n. Cawan porselen 50 & 100 mL g. Buret dan stattf o. Thermocouple
h. Spatula 3.7.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain :
a. Plastik jenis Polyethylene Terephthalate (PET) sebagai bahan karbon aktif b. Air suling (aquades)
c. Larutan HCl 5 % dan 10 % sebagai aktivator kimia
d. Larutan iodine 0,1 N dan larutan natriumtiosulfat 0,1 N untuk proses uji daya serap iodine.
3.8 Prosedur Penelitian
3.8.1 Pembuatan Karbon Aktif
Proses penelitian yang akan dilakukan terdiri dari proses pembuatan karbon aktif dan tahap uji karbon aktif.
3.8.1.1 Proses Pembuatan Karbon Aktif
Pada tahap awal, terlebih dahulu dilakukan pembuatan karbon aktif yang terbuat dari sampah botol berbahan plastik Polyethylene Terephtale (PET) dan pada tahap uji karbon aktif dilakukan di dalam laboratorium sesuai dengan prosedur disetiap masing- masing uji. Adapun yang akan dilakukan pada tahap awal yaitu:
a. Membersihkan plastik dari kotoran yang menempel pada permukaan botol dengan cara mencuci dengan air.
b. Plastik yang sudah bersih selanjutnya dipotong - potong menjadi bagian-bagian kecil dengan ukuran 2 cm2, hal ini bertujuan untuk memudahkan pengoperasian saat dimasukkan kedalam reaktor pirolisis pada proses karbonisasi.
c. Plastik yang telah dipotong –potong, dijemur dibawah terik matahari sehingga menjadi kering.
d. Berikutnya adalah proses karbonisasi, dimana potongan– potongan plastik tersebut dimasukkan kedalam alat pirolisis sebanyak 1 kg, untuk kemudian dipanaskan dalam alat pirolisis dengan variasi suhu 450- 500 oC dan 500 - 550 oC selama 1 jam. Tujuan proses karbonisasi adalah untuk menguraiakan senyawa organik plastik PET sehingga menghasilkan air, uap asam asetat, tar-tar, dan hidrokarbon. Material padat yang tinggal setelah karbonisasi adalah karbon / char dalam bentuk arang dengan pori-pori yang sempit.
e. Diambil hasil pirolisis berupa char yang selanjutnya char tersebut direndam dalam larutan acetone selama 24 jam. Tujuan dari perendaman larutan acetone untuk membersihkan pori-pori pada permukaan karbon aktif dari zat zat pengotor pada proses karbonisasi.
f. Kemudian char tersebut dibakar di udara terbuka dengan menggunakan bunsen selama 10 menit. Tujuan dilakukan pembakaran char diawali dengan bunsen untuk menghindari munculnya bara api didalam furnance sebab dapat merusak alat furnance.
g. Setelah dibunsen char yang telah dikeringkan di panaskan dalam furnance dengan suhu 700 oC selama 30 menit. Tujuan proses pengeringan dengan furnance untuk menghilangkan sisa-sisa larutan acetone yang masih menempel pada pori-pori permukaan karbon aktif.
h. Selanjutnya char diaktivasi secara kimia dengan direndam larutan HCl 5 % dan 10 % selama 2 jam. Tujuan perendaman larutan HCl untuk untuk membuka, menambah atau mengembangkan volume pori dan memperbesar diameter pori yang telah terbentuk pada proses karbonisasi.
i. Char yang telah diaktivasi disaring, kemudian dicuci dengan aquadest hingga pH = 7.
j. Selanjutnya char yang telah diaktivasi dikeringkan dengan menggunakan furnance pada suhu 260oC selama 15 menit. Tujuan pengeringan dengan furnance untuk menghilangkan keberadaan air setelah proses pernetralan dan penyaringan yang masih tertinggal pada pori-pori karbon aktif.
k. Setelah melalui proses aktivasi, char didinginkan dengan desikator agar suhu panas pada char berkurang.