BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.6. Plastisasi Polimer
Pembuatan film layak makan dari pati (starch) memerlukan campuran bahan aditif untuk mendapatkan sifat mekanis yang lunak, ulet dan kuat. Untuk itu perlu ditambahkan suatu zat cair/padat agar meningkatkan sifat plastisitasnya. Proses ini dikenal dengan plastisasi, sedang zat yang ditambahkan disebut pemlastis. Di samping itu pemlastis dapat pula meningkatkan elastisitas bahan, membuat lebih tahan beku dan menurunkan suhu alir, sehingga pemlastis kadang-kadang disebut juga dengan ekastikator antibeku atau pelembut. Jelaslah bahwa plastisasi akan mempengaruhi semua sifat fisik dan mekanisme film seperti kekuatan tarik, elastisitas kekerasan, sifat listrik, suhu alir, suhu transisi kaca dan sebagainya.
Adapun pemlastis yang digunakan adalah gliserol, karena gliserol merupakan bahan yang murah, sumbernya mudah diperoleh, dapat diperbaharui dan juga akrab dengan lingkungan karena mudah terdegradasi dalam alam.
Proses plastisasi pada prinsipnya adalah dispersi molekul pemlastis kedalam fase polimer. Jika pemlastis mempunyai gaya interaksi dengan polimer, proses dispersi akan berlangsung dalam skala molekul dan terbentuk larutan polimer- pemlastis yang disebut dengan kompatibel.
Sifat fisik dan mekanis polimer-terplastisasi yang kompatibel ini akan merupakan fungsi distribusi dari sifat komposisi pemlastis yang masing-masing komponen dalam sistem. Bila antara pemlastis dengan polimer tidak terjadi percampuran koloid yang tak mantap (polimer dan pemlastis tidak kompatibel) dan menghasilkan sifat fisik polimer yang berkulitas rendah. Karena itu, ramalan karakteristik polimer yang terplastisasi dapat dilakukan dengan variasi komposisi pemlastis.
Interaksi antara polimer dengan pemlastis dipengaruhi oleh sifat affinitas kedua komponen, jika affinitas polimer-pemlastis tidak terlalu kuat maka akan terjadi plastisasi antara struktur (molekul pemlastis hanya terdistribusi diantara struktur). Plastisasi ini hanya mempengaruhi gerakan dan mobilitas struktur.
Jika terjadi interaksi polimer-polimer cukup kuat, maka molekul pemlastis akan terdifusi kedalam rantai polimer (rantai polimer amorf membentuk satuan struktur globular yang disebut (bundle) menghasilkan plastisasi infrastruktur intra
bundle. Dalam hal ini molekul pemlastis akan berada diantara rantai polimer dan
mempengaruhi mobilitas rantai yang dapat meningkatkan pemlastis melebihi batas ini, maka akan terjadi sistem yang heterogen dan plastisasi berlebihan, sehingga plastisasi tidak efisien lagi (Wirjosentono, 1995).
2.7. Degradasi Polimer
Degradasi polimer merupakan suatu proses kerusakan atau penurunan mutu yang pada dasarnya berkaitan dengan terjadinya perubahan sifat, karena putusnya
ikatan rantai. Selama proses pengolahan menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, bahan polimer mengalami degradasi secara mekanis dan panas. Pada pemakaiannya menjadi barang jadi, bahan polimer ini juga mengalami degradasi oleh pengaruh radiasi ultra violet dalam sinar matahari. Di samping itu kondisi lingkungan seperti adanya oksigen atau bahan-bahan kimia oksidator turut pula mempengaruhi kecepatan degradasi.
Jika bahan baku polimer dikenakan terhadap kondisi tertentu maka akan mengalami degradasi. Perubahan yang diamati selama degradasi dapat dihasilkan dari perubahan struktur bahan polimer, kehilangan atau perubahan dalam setiap bahan senyawa dan perubahan sifat-sifat mekanis (Kudoh, 1996).
Valdya (1994) menyelidiki biodegradasi campuran polimer yang mempunyai gugus fungsi dan polimer alam (misalnya: Karbohidrat, protein). Selama pencampuran, kedua polimer dapat mengalami reaksi kimia dengan polimer yng dapat terbiodegradasi dan menghasilkan ikatan diantara kedua polimer.
2.8. Mikroba Tanah
Menurut Salle (1984), bakteri selulotik tanah dibedakan atas empat kelompok yaitu mesofilik aerobik, termofilik aerobik, mesofilik anaerobik dan termofilik anaerobik. Lebih lanjut Alexander (1997) dan Salle (1984) menjelaskan bahwa bakteri selulotik yang mesofilik aerobik meliputi anggota-anggota dari genus
celvacicula, celvibrio, cellalomonas, sporocytophage, pseudomonas, cytophaga dan vibrio.
Kisaran jenis mikroorganisme dalam tanah sangat luas yang terdiri dari bakteri, virus, protozoa, dan fungi, dengan populasi bakteri merupakan populasi mikroorganisme yang dominan. Jumlahnya dapat mencapai 2,5 juta sel/gram, sedangkan tingkat pertumbuhannya dalam tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu: jumlah dan macam zat hara, kelembaban, tingkat aerasi, temperatur, pH dan perlakuan pada tanah. Pada tanah yang ber pH asam populiasi fungi dominan, sedangkan pada tanah yang digenangi air mikroba anaerob lebih dominan.
Panas, konsentrasi ion hidrogen (pH), adanya air, oksigen dan cahaya mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Enzim dapat mempercepat reaksi kimiawi. Suhu di mana enzim berfungsi sempurna disebut suhu optimum. Bila suhu ini menyimpang dari suhu optimum maka aktivitas enzim menurun.
Kisaran suhu untuk aktivitas enzim menentukan sifat pertumbuhan mikroorganisme. Suhu tertinggi di mana mikroorganisme masih dapat tumbuh disebut suhu maksimum. Sedangkan minimum adalah suhu terendah di mana mikroorganisme tidak dapat tumbuh. Kisaran suhu tidak saja mempengaruhi aktivitas enzim, namun mempengaruhi sifat fisik membran sel. Permeabilitas membran sel tergantung pada kandungan dan jenis lipida. Peningkatan 5o – 10o C di atas suhu
optimum dapat menyebabkan proses lisis dan kematian mikroorganisme.
Lazimnya, mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 7,0 namun ada juga yang dapat tumbuh pada pH 2,0 dan pH 10,0. Fungi dapat tumbuh pada kisaran pH cukup luas, kelompok ini dapat tumbuh pada pH asam (Lay dan Hastowo, 1992).
2.9. Toksikologi
Secara sederhana dan ringkas, toksikologi didefinisikan sebagai hakikat dan mekanisme efek toksik berbagai bahan terhadap makhluk hidup dan berbagai sistem biologik lainnya. Toksikologi sangat luas cakupannya, toksikologi menangani penelitian toksisitas bahan-bahan kimia yang digunakan (1) di bidang kedokteran untuk tujuan diagnostik, pencegahan, dan terapeutik, (2) dalam industri makanan sebagai zat tambahan langsung maupun tak langsung (3) dalam pertanian sebagai pestisida, zat pengatur pertumbuhan, penyerbuk buatan dan zat tambahan makanan hewan dan (4) dalam industri kimia sebagai pelarut, komponen, dan bahan antara bagi pelarut serta banyak jenis bahan kimia lainnya (Frank, 1994).
Toksisitas diartikan sebagai racun (molekul) untuk menimbulkan kerusakan apabila masuk kedalam tubuh dan lokasi organ yang rentan terhadapnya (Soemirat, 2003).
Bahan antimikrobial yang mampu menghambat atau mematikan berbagai mikroorganisme disebut antimikrobial dengan kisaran luas (brotspektrum antimikrobial). Sebaliknya bahan antimikrobial yang dapat menghambat atau mematikan beberapa mikroorganisme disebut antimikrobial dengan kisaran sempit (Narrowspektrum antimicrobial) (Lay dan Hastowo, 1992).
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan