• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1

1.6

1.1

0.6

14

subtitusi, delesi, insersi dan inversi pada saat replikasi dan adanya zat-zat yang bersifat mutagen. Penyebab lainnya dapat dipengaruhi oleh sumber pejantan Inseminasi Buatan (IB) yang digunakan. Sumber pejantan yang digunakan untuk IB, pada umumnya berasal dari BBIB Singosari dan BIB Lembang. Ke-dua

sumber IB tersebut tidak mewariskan genotipe TT. Hal tersebut kemungkinannya sapi pejantan untuk IB yang digunakan bergenotipe GG dikawinkan dengan sapi betina bergenotipe GT atau sebaliknya, pejantan bergenotipe GT dikawinkan dengan betina bergenotipe GG sehingga genotipe TT tidak ditemukan (Tabel 4). Meskipun demikian gen ACACA pada sapi FH bersifat beragam (polimorfik) kecuali pada sapi FH Balitnak yang memiliki frekuensi alel G dan T yaitu 0.987 dan 0.013. Hartl DL. (1987) menyatakan bahwa suatu alel bersifat polimorfik apabila salah satu frekuensi alelnya kurang dari 0.99 (>0.01). Keragaman gen ACACA telah dilaporkan pada beberapa spesies hewan yaitu pada sapi (Shin et al.

2011), kambing (Badaoui et al. 2007), tikus (Mao et al. 2001), babi (Gallardo et al.

2009) dan manusia (Abu-Elheiga et al. 1995).

Heterozigositas FST dan PIC Gen ACACA

Nilai heterozigositas gen ACACA sapi FH disajikan pada Tabel 5. Nilai heterozigositas pengamatan (Ho) gen ACACA pada sapi FH pengamatan memeiliki nilai antara 0.027-0.186, sedangkan nilai heterozigositas harapan (He) berada dalam kisaran antara 0.027-0.161. Secara umum nilai Ho lebih besar dari pada He di lima lokasi sapi FH. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai heterozigositas gen ACACA pada sapi FH rendah. Nilai heterozigositas di bawah 0.5 (<50%) menunjukkan variasi suatu gen dalam suatu populasi bersifat renda (Hartl dan Clark 1997). Rendahnya nilai heterozigositas dapat diakibatkan karena adanya seleksi dan terjadinya perkawinan silang dalam (inbreeding) pada sapi FH. Pendugaan nilai inbreeding dapat diduga berdasarkan nilai FST (indeks derensiasi genetik). Nilai FST gen ACACA pada Tabel 5 termasuk dalam kelompok yang rendah (<0.5) dengan rataan yaitu 0.100. Wright (1987) menyatakan bahwa nilai FST kurang dari 0.5 termasuk kelompok rendah. Nilai FST yang rendah menunjukkan rendahnya tingkat inbreeding pada sapi FH di Balitnak dan BPPT-SP Cikole, sedangkan pada sapi FH BBPTU Baturraden, BBIB Singosari dan BIB Lembang memiliki nilai FST sedang (>5%). Inbreeding pada

Tabel 4 Frekuensi genotipe dan alel gen ACACA berdasarkan lokasi sapi FH

Lokasi sapi

(ekor)

Frekuensi Genotipe Frekuensi Alel

GG GT G T Balitnak 113 0.973 0.027 0.987 0.013 BBPTU Baturraden 76 0.895 0.105 0.947 0.053 BPPT-SP Cikole 42 0.905 0.095 0.952 0.048 BBIB Singosari 29 0.828 0.172 0.914 0.086 BIB Lembang 17 0.824 0.176 0.912 0.088 Total 277 0.880 0.115 0.942 0.058

15 suatu populasi bertujuan untuk meningkatkan derajat homozigositas dan menurunkan derajat heterozigositas (Noor RR 2010).

Bostein et al. (1980) menyatakan bahwa nilai PIC merupakan salah satu parameter yang menunjukkan tingkat informasi suatu penciri genetik pada ternak. Hasil nilai PIC gen ACACA yang diperoleh berada dalam kisaran antara 0.026-0.148 (Tabel 5). Nilai PIC termasuk tinggi apabila nilainya PIC > 0.5, sedang bila nilai PIC > 0.25 dan rendah bila PIC < 0.25 (Xin-Sheng et al. 2008). Gen ACACA pada penelitian ini memiliki tingkat ke-informatifan sebesar 0.026-0.148 dalam mendeteksi keragaman populasi sapi FH. Berdasarkan parameter tersebut bahwa nilai PIC gen ACACA pada penelitian ini termasuk dalam kelompok yang rendah (PIC < 0.25). Hal ini mengindikasikan bahwa keragaman gen ACACA pada sapi FH kurang ideal untuk dijadikan sebagai marka pembantu dalam seleksi. Marka genetik yang diharapkan yaitu memilki nilai PIC yang tinggi (PIC > 0.5) untuk memberikan informasi suatu penciri genetik terhadap sifat-sifat ekonomis (Hildebrand et al. 1992).

Asosiasi Gen ACACA dengan Asam Lemak Susu

Hasil analisis setiap komponen asam lemak susu tertera pada Tabel 6. Asam lemak yang berhasil diidentifikasi sebanyak 24 jenis asam lemak susu yang terbagi dalam kelompok asam lemak jenuh (SFA) dan tak jenuh (unsaturated fatty acid/UFA = MUFA dan PUFA). Jenis SFA ditemukan 5 jenis rantai pendek yaitu propionat, butirat, kaproat, kaprilat dan nonanoat; 4 rantai sedang yaitu kaprat, laurat, tridekanoat dan miristat; dan 5 rantai panjang yaitu pentadecanoat, palmitat, stearat, arakidat dan behenat; untuk MUFA ditemukan 6 jenis asam lemak yaitu kaproleat, miristoleat, dodecanoat, hexadecenoat, Heptadecanoat, eicosanoat dan eurat; sedangkan untuk PUFA ditemukan 3 jenis asam lemak yaitu butanedioat, linoleat dan arakidonat. Kandungan total SFA, MUFA dan PUFA masing-masing berkisar antara 79.43-79.78%, 16.31-16.99% dan 3.12-3.57%.

Pengaruh varian genotipe dari gen ACACA secara umum tidak berbeda nyata (P<0.05) terhadap komponen asam lemak susu baik SFA rantai pendek, rantai sedang dan rantai panjang maupun pada MUFA dan PUFA, kecuali pada asam lemak laurat (C12:0) dan dodecanoat (C12:1 n-3) atau lauroleat. Asam laurat termasuk jenis SFA, sedangkan dodecanoat termasuk dalam kelompok MUFA. Keragaman genotipe gen ACACA yang memiliki potensi berpengaruh terhadap Tabel 5 Analisis derajat heterozigositas, FST dan nilai PIC gen ACACA

Lokasi sapi (ekor) Heterozigositas FST PIC Ho He Balitnak 113 0.027 0.026 0.013 0.026 BBPTU Baturraden 76 0.105 0.100 0.053 0.095 BPPT-SP Cikole 42 0.095 0.091 0.048 0.087 BBIB Singosari 29 0.172 0.158 0.086 0.145 BIB Lembang 17 0.186 0.161 0.088 0.148 Rataan 277 0.115 0.107 0.100 0.058

FST : indeks diferensiasi genetik PIC : polymorphic Informative Content

16

asam lemak susu yaitu pada nonanoat (C9:0) dari kelompok SFA; eicosanoat (C20:0) dari kelompok MUFA; dan butanedioat (C4:4) dari kelompok PUFA. Genotipe GG memiliki kandungan asam laurat lebih tinggi dibandingkan dengan

Tabel 6 Pengaruh keragaman gen ACACA terhadap asam lemak (%) susu sapi FH Asam Lemak Susu GG (n=36) GT (n=7) Probabilitas Ket. Asam Lemak Jenuh (SFA)

a. Rantai pendek (C3-C9) Propionat (C3:0) 1.14±0.20 0.82±0.41 0.4864 ns Butirat (C4:0) 0.45±0.06 0.59±0.12 0.3131 ns Kaproat (C6:0) 1.61±0.08 1.51±0.15 0.5690 ns Kaprilat (C8:0) 2.29±0.17 2.14±0.35 0.6963 ns Nonanoat (C9:0) 0.18±0.06 0.44±0.12 0.0683 ns Sub Total 5.67 5.50 b. Rantai sedang (C10-C14) Kaprat (C10:0) 1.65±0.07 1.53±0.37 0.4713 ns Laurat (C12:0) 5.99±0.09a 5.55±0.18b 0.0459 s Tridecanoat (C13:0) 0.42±0.04 0.35±0.07 0.3806 ns Miristat (C14:0) 24.75±0.28 25.24±0.56 0.4335 ns Sub Total 32.81 32.67 c. Rantai panjang (C14-C22) Pentadecanoat (C15:0) 4.68±0.08 4.82±0.16 0.4411 ns Palmitat (C16:0) 32.87±0.29 32.78±0.59 0.9276 ns Stearat (C18:0) 1.11±0.06 1.06±0.12 0.7456 ns Arakidat (C20:0) 1.61±0.05 1.61±0.10 0.9993 ns Behenat (C22:0) 1.03±0.04 0.96±0.08 0.4996 ns Sub Total 41.30 41.26 Total SFA 79.78 79.43 Asam Lemak Tak Jenuh (UFA)

a. MUFA (C14:1) – (C22:1) Kaproleat (C10:1) 0.16±0.0 0.13±0.02 0.2717 ns Miristoleat (C14:1) 3.44±0.04 3.53±0.80 0.3492 ns Hexadecenoat (C16:1) 7.54±0.27 7.83±0.55 0.6418 ns Heptadecanoat (C17:1) 1.67±0.07 1.56±0.14 0.4869 ns Eicosanoic (C20:1) 2.95±0.07 3.23±0.15 0.0910 ns Dodecanoat (C12:1 n-3) 0.14±0.06a 0.29±0.06b 0.0399 s Eurat (C22:1) 0.41±0.04 0.42±0.07 0.9591 ns Sub Total 16.31 16.99 b. PUFA (C4:2) – (C22:4) Butanedioat (C4:4) 1.13±0.09 0.77±0.17 0.0736 ns Linoleat (C18:2 n-6) 1.28±0.05 1.21±0.09 0.5290 ns Arakidonat (C20:4 n-3) 1.16±0.02 1.14±0.03 0.6268 ns Sub Total 3.57 3.12 Total UFA 19.88 20.11

Superskrip a&b yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan). s=signifikan; ns=non-signifikan

17 genotipe GT masing-masing 5.99±0.09 % dan 5.55±0.18 %. Demikian pula pada kelompok SFA lainnya yang secara umum genotipe GG memiliki pengaruh lebih tinggi. Hal ini berbeda dengan kelompok MUFA khususnya dodecanoat (C12:1 n-3) bahwa genotipe GT memiliki kandungan lebih tinggi dibanding genotipe GG, yaitu 0.29±0.06 % dan 0.14±0.06 %. Hal yang sama terjadi pada kandungan MUFA lainnya, dimana genotipe GT cendrung memiliki pengaruh lebih baik dibandingkan genotipe GG. Asam lemak kelompok PUFA bahwa genotipe GT juga memiliki kecendrungan lebih baik dibandingkan dengan genotipe GG. Hal tersebut terjadi hanya pada asam lemak butanedioat (C4:4), sebaliknya pada asam lemak PUFA lainnya. Hasil analisis asam lemak pada penelitian ini telah sesuai dengan Zhang et al. (2009) bahwa genotipe GG memiliki pengaruh lebih kuat dibandingkan dengan genotipe GT terhadap total SFA, dan kondisi sebaliknya pada MUFA dan PUFA.

Kandungan asam lemak tentunya sangat besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik nutrisi dan sistem pemeliharaan ternak sapi (Butler et al. 2008). Pakan yang dikonsumsi oleh ternak disintesis menjadi asam lemak SFA, MUFA dan PUFA. Kandungan asam lemak yang dihasilkan dipengaruhi oleh aktivitas gen yang mengontrol dalam pembentukan asam lemak susu (Sutton 1989; Salman dan Djaja 2012). Ternak khususnya sapi, tidak dapat mensintesis asam lemak linoleat (C18:2) dan linolenat (C18:3 n3), dan jenis asam lemak PUFA lainnya. Asam lemak PUFA dihasilkan oleh pakan yang dikonsumsinya. Malonyl-CoA

merupakan produk dari ACACA yang menjadi substrat intermediasi untuk sintesis asam lemak (FASN). Tinggi rendahnya malonyl-CoA sangat ditentukan oleh ACACA. Tingginya produk malonyl-CoA dari ACACA akan mempengaruhi tingginya produk asam lemak (SFA, MUFA dan PUFA) yang dihasilkan. (Zhang

et al. 2009). Sintesis SFA oleh FASN kemudian mengalami perpanjangan atau desaturasi di dalam mikrosom jaringan adipose untuk memproduksi beberapa MUFA seperti C14:1, C16:1 dan C18:1 (St John et at. 1991 dalam Zhang et al.

2009).

Kandungan SFA sapi FH pengamatan yang paling tinggi yaitu miristat (C14:0), pentadecanoat (C15:0) dan palmitat (C16:0), diikuti oleh MUFA (miristoleat) dan PUFA (linoleat) (Tabel 6). Hasil analisis ini sesuai dengan Bukcle et al. (1985) yang menyatakan bahwa jenis asam lemak susu yang paling banyak ditemukan adalah miristat (C14:0), palmitat (C16:0), stearat (C18:0), sedangkan asam lemak tak jenuh yang utama adalah oleat (C18:1), linoleat (C18:2) dan linolenat (C18:3). Total asam lemak susu (3.5-5%) disusun oleh partikel-partikel kecil seperti fosfolipid sekitar 0,5-1% dan sterol hanya 0.2-0.5%, dimana keberadaan mereka berada dalam bentuk triasilgliserida (Jensen et al. 1991).

Karakteristik variasi gen ACACA terhadap kandungan asam lemak susu pada sapi FH lokal berpeluang menjadi marka genetik dalam seleksi di masa yang akan dating. Sapi FH bergenotipe GG sebagai marka genetik untuk meningkatkan kualitas SFA khususnya asam lemak laurat (C12:0), sedangkan genotipe GT sebagai marka genetik untuk meningkatkan kualitas MUFA khususnya dodecanoat (C12:1 n-3). Meskipun demikian, penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengevaluasi kemungkinan hubungan antara SNP gen ACACA dengan sifat asam lemak susu, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas asam lemak susu yang baik pada sapi FH domestik.

18

Dokumen terkait