• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : PENUTUP

B. Riwayat Singkat Tokoh

5. Pluralisme Agama dalam Tasawuf

dialog antar agama baik dari kalangan Islam maupun non Islam. Islam adalah agama yang benar, yaitu kebenarannya terletak pada ajaran tauhidnya. Inti keimanan dalam Islam bahwa Allah SWT Tuhan yang mencipatakan alam semesta. Puralisme agama dalam Islam sejak awal telah memperkenalkan prinsip-prinsip pluralisme dan pengakuan terhadap pluralitas dalam kehidupan manusia, pengakuan Islam terhadap adanya pluralitas itu dapat diuraikan ke dalam perspektif tasawuf.77

Konsep wahdat adyan atau kesatuan agama-agama dan kontribusinya untuk mengkonstruksi cara pandang penganut agama, khususnya muslim terhadap agamanya dan agama-agama lain. Begitunya kebalikannya wahdat adyan atau kesatuan agama-agama dapat dikatakan sepenuhnya dibangundengan nalar ontologis. Sebenarnya konsep wahdat adyanatau kesatuan agama-agama hanya mengakui satu agama saja, sebagaimana ia mengakui adanya satu Tuhan, sebagaimana Tuhan Yang Maha Esa. Terhadap problem pluralitas agama, paham wahdat adyan berperan sebagai moderator, memberi sumbangsih pemikiran universal yang bisa mengadaptasi berbagai perbedaan di tataran praktis agama-agama sebagai suatu keniscayaan wujud derivative dari wujud absolut.

Moderasi agama tersebut mengambil bentuk tiga wacana ontologis yang humanis yaitu:

1) Agama-agama yang bermacam-macam namanya hanyalah mengabdi kepada Tuhan yang sama.

2) Istilah “al-Islam” difahami sebagai agama-agama yang mengajarkan kepatuhan dan tunduk kepada Tuhan.

3) Mengedepankan kesamaan konsep kesatuan teologis setiap agama.78 Pluralisme agama masih menjadi kontroversi dalam dunia tasawuf keberadaannya menjadi polemik berkepanjangan antara kelompok yang

76 Ibid., hlm, 170.

77 Burhanuddin Mukhamad Faturahman, “Pluralisme Agama dan Modernitas Pembangunan”, Unwaha Jurnal, Seminar Nasional Islam Moderat, (Jombang 13 Juli, 2018), hlm.

27.

78 Nur Kolis “Wahdat Al-Adyan Moderasi Sufistik atas Pluralitas Agama” Tajdi: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan, hlm. 179,

pro dan kontra. Pluralisme dalam pandangan tasawuf sebagai sikap saling menghargai dan toleransi terhadap kesatuan agama-agama lain, namun bukan berarti semua agama adalah sama artinya tidak menganggap bahwa dalam Tuhan yang kami sembah adalah Tuhan yang kalian sembah.

Namun demikian Islam tetap mengakui adanya pluralisme agama yaitu dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum dinukum waliyadin), pluralisme disini diorientasikan untuk menghilangkan konflik perbedan dan identitas agama-agama yang ada.79

Kesatuan agama-agama dalam tasawuf sendiri mengakui adanya paham pluralisme dimana inti ajaran ini adalah keteguhan dalam menyakini kebenaran agama dan tidak ikut campus urusan agama orang lain. Islam sebagai misi Rahmatan Lil Alamiin bagi seluruh alam dan makhluknya, dalam pandangan Syafii Maarif, pluralisme agama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.80

Dalam membahas kesatuan agama-agama dalam persfektif tasawuf merupakan hal yang menarik. Hal itu landasai sebuah kesadaran bahwa tasawuf mengajarkan seseorang untuk membangun relasi sedekat mungkin dengan Tuhan. Kesatuan agama bukanlah merupakan pelaburan agama-agama menjadi satu agama-agama, juga bukan membuat sautu sinkretisme, semacam agama baru yang memuat unsur-unsur ajaran agama dan juga bukan untuk mendapatkan pengakuan akan supremasi agamanya sebagai agama yang paling benar.81

Adapaun ayat-ayat yang menunjukkan tentang nilai-nilai pluralisme, yaitu: sebagaiana yang dijelaskan dalam Q.S Al-Ankabut 29, 46 yang berbunyi:

79 Syaiful Rahman, “Islam Dan Pluralisme”, Jurnal Fikrah, Vol. 2, No. 1, (Juni 2014) 407.

80 Johan Setiawan, “Pemikiran Nurcholish Madjid Tentang Pluralisme Agama Dalam Konteks KeIndonesiaan”, Jurnal Pemikiran Islam (Zawiyah), hlm. 30.

81 Armia, “Kesatuan Agama-Agama dan Kearifan Perennial dalam Persfektif Tasawuf”, Jurnal Al-Tahrir, Vol. 13, No. 1 Mei 2013, hlm. 148.





















































Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri. QS. Al-Ankabut (29); 46.

Pluralisme adalah sebuah fenomena yang tidak mungkin dihindari.

Kita hidup di dalam kemajemukan (pluralisme) dan merupakan bagian dari proses kemajemukan aktif maupun pasif dan menyangkut seluruh ruang dalam kehidupan maupun kepercayaan. Pluralisme dilihat dari agama yang dipeluk dan paham-paham keagamaan yang diikuti.

Disamping itu, dalam menghadapi kenyataan adanya berbagai agama dengan umatnya masing-masing, bahkan tidak hanya itu, ada juga orang-orang yang tidak beragama dan tidak bertuhan. Jadi dalam mengahadapi pluralisme seperti itu tentu saja tidak bersikap anti pluralisme karena harus belajar toleran terhadap kemajemukan serta dituntut untuk hidup di atas dasar pluralisme agama.82

Hal ini tercantum dalam Q.S. al-Ḥujurāt [49]: 13 yang berbunyi:











































Wahai manusia! Sesungguhnya, Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.

Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui. Meneliti.83

Ayat ini memberi penjelasan bahwa kemajemukan di muka bumi ini adalah kehendak dari Allah SWT. sehingga manusia dilarang keras

82 Havis Aravik, Choiriyah, “Islam dan Pluralisme Agama”, Mizan: Jurnal Ilmu Syariah hlm. 294.

83 Nandang Burhanuddin, Fenomena Al-Qur‟an Tadjid dan Terjemahan, (Jakarta Selatan:

Ziyad Visi Media, 2009), hlm. 517.

untuk merendahkan orang lain, dan merasa dirinya paling hebat dibangdingkan orang lain. dalam ayat 13 surah alhujurat juga menegaskan bahwa manusia diciptakan untuk saling mengenal satu sama lain, baik laki-laki maupun perempuan tidak hidup sendirian karena membutuhkan bantuan orang lain. Serta Allah sendirilah yang mencipatakan keberagaman ini, dia (Allah) sendirilah yang menghendakinya. Faktanya keragaman manusia bukan karena Allah tidak mampu menciptakannya menjadi satu. Akan tetapi, begitulah yang dikehendakinya.

Pluralisme agama dalam tasawuf menjelaskan dengan tegas memberikan kebebasan sepenuhnya kepada manusia dalam masalah agama dan keberagaman dan tidak ada paksaan dalam agama seperti yang dijelaskan dalam (Q.S Al-Kahfi ayat 29):



























































Dan katakanlah: "kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.

dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.

Adapun asumsi-asumsi yang terkait dengan titik temu agama-agama yang mendasari pandangan pluralisme agama-agama dalam ada empat prinsip yaitu:

Pertama, Islam mengajarkan bahwa agama Tuhan adalah universal, karena Tuhan telah mengutus Rasul-Rasulnya kepada setiap umat manusia.

Kedua, umat Islam diperintahkan untuk menjaga hubungan yang baik dengan orang-orang beragama lain, khususnya para penganut kitab suci.

Ketiga, Islam mengajarkan pandangan tentang kesatuan Nabi dan umat yang mempercayai kepada Tuhan.

Keempat, agama yang di bawah Nabi Muhammad Saw adalah kelanjutan dari agama-agama sebelumnya.84

Oleh karena itu, umat Islam tidak dilarang untuk berbuat baik dan adil kepada siapapun dari kalangan bukan muslim yang tidak menunjukkan permusuhan, dalam konteks Indonesia pluralisme menurutnya seharusnya tidak hanya dilihat sebagi fakta sosial, dengan mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, melainkan pluralisme harus dipahami sebagai bagian dari pertalian sejati kebhinnekaan dalam ikatan keadaban, bahkan pluralisme agama juga sebagai suatu keharusan bagi keselamatan bagi umat manusia. Sehingga pluralisme agama yang diungkapkan Nurcholish Madjid adalah pluralisme yang sesungguhnya adalah sebuah keputusan Ilahi yang tidak akan bisa dirubah juga tidak diingkari atau dilawan .85 Dalam konteks agama, pluralisme mengacu kepada sikap bahwa semua agama menuju kepada yang satu atau yang absolut yaitu Tuhan Yang Maha Esa meskipun dengan tujuan yang berbeda-beda.

Adapun unsur-unsur yang menjadi sorotan tentang masalah pluralisme yakni: pluralisme inter Islam dan pluralisme antar agama atau keyakinan.

a. Pluralisme Inter Islam

Pluralisme inter Islam adalah berangkat dari pemahaman tentang Islam (agama formal) dan para pemeluknya kaum muslim.

Pada masa periode Madina Islam telah terbentuk sebagai komunitas plural yang terdiri dari berbagai kelompok, suku, ras dan etnis. Jadi pluralitas inter Islam adalah tidak menyangkut masalah-masalah asasi seperti keimanan dan ketakwaan, karena disebabkan oleh perbedaan

84 Zainuddin, Pluralisme Agama Dalam Analisis Kontruksi Sosial, (Malang: Maliki Pers), hlm. 56-57.

85 Yunasril Ali, Sufisme Dan Pluralisme Memahami Hakikat Agama dan Relasi Agama-Agama, (Jakarta: Gramedia, 2012), hlm 23.

latar belakang masing-masing pribadi dan kelompok kalangan umat sejak dahulu.86

b. Pluralisme Antar Agama

Islam mengajarkan kepada kaum Muslim untuk mengakui eksistensi agama-agama lain. Dan perbedaan agamaatau keyakinan jangan dijadikan batu sandungan untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh alam yaitu (rahmatan lil al-alamin). Tuhan menunjukkan bahwa orang-orang Mukmin, Yahudi, Nasrani dan Shabi‟in asalkan mereka benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir serta beramal sholeh, sehingga mereka akan memperoleh kebahagiaan.87

Sebagaiman dijelaskan dalam Q.S. al-Baqarah|2:62 yang berbunyi:



















































Sesungguhnya orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Shabi‟in siapa saja diantara mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.88

Dokumen terkait