• Tidak ada hasil yang ditemukan

PNEUMONIA INFEKSIUS SPESIFIK

Dalam dokumen Patologi Sistemik: Sistema Pernafasan. (Halaman 76-84)

PATOLOGI PARU-PARU

PNEUMONIA INFEKSIUS SPESIFIK

Beberapa agen penyakit mempunyai target predileksi pada paru-paru, namun kedua jenis agen penyakit ini yakni virus yang bersifat pneumotropik (Pneumotropic viral agent)

dan bakteri yang bersifat pneumotropik (Pneumotropic bacterial agent) merupakan dua agen penyakit yang umum ditemukan.

Pneumotropic viral agent.

Kebanyakan virus yang patogen terhadap paru-paru mempunyai jalan masuk secara aerogen. Berkembang biak dijalan udara, sel epitel dan alveoli mengakibatkan inflamasi paru-paru pada jalan udara dan bronkointerstitial pneumonia. Jika virus berkembang biak di dalam makrofag serta bersifat imunosupresif maka akan terjadi pneumonia interstitial yang bersifat difusa. Contoh virus yang bersifat pneumotropik diantaranya adalah virus Newcastle disease (NDV), virus avian influenza (AI), virus canine distemper (CD).

Virus Distemper Anjing

Virus ini mengakibatkan efek imunosupresif sebab salah satu tempat perkembang-biakan primernya adalah jaringan

limfoid. Oleh karena itu infeksi dengan virus CD ini selalu disertai dengan infeksi sekunder. Infeksi sekunder oleh

virus adeno (canine adeno virus type 2/CAV-2) pada kasus penyakit distemper anjing sering dijumpai. Kasus infeksi virusganda pada anjing dapat dibuktikan dengan ditemukannya dua tipe badan inklusi (inclusion bodies) (Gambar 7.1).

Gambar.7.1. Bronkiolitis

nekrotikan disertai dengan infiltrasi netrofil dan makrofag

yang memenuhi lumen

bronkiolus. Badan inklusi

intranuklir khas CAV-2,

ditemukan pada dinding

bronkiolus (tanda kepala panah) dan badan inklusi

eosinofilik khas CDV

ditemukan di sitoplasma (tanda panah). Inset: Sel positif antigen CDV pada sel epitel. IHK avidin biotin. Bar(_)=100 m.Sumber:Tovar et al.,2007

Selain dengan melihat adanya badan inklusi Keberadaan kedua jenis virus pada paru-paru dapat dibuktikan dengan dengan pewarnaan IHK dan dengan elektron mikroskop. Dengan pewarnaan IHK sel yang positif mengandung antigen akan mengambil warna sesuai dengan jenis enzim dan substrat yang digunakan, sementara itu dengan elektron mikroskop, dapat ditentukan diameter dari virus. Pada kasus infeksi

ikutan oleh CAV-2, partikel virus teridentifikasi memiliki dimater 50 + 2,0 nm, sesuai dengan diameter dari virus tersebut (Gambar 7.2).

Gambar 7.2. Bronkiolitis nekrotikan dengan eksudat neutrofilik. Serta badan inklusi pada epitel bronkiolus(tanda panah) HE bar=100mm. Inset kiri: Sel positif antigen CAV-2 pada dinding bronkiolus. IHK avidin biotin peroksidase.Inset kanan: partikel virus dengan

mikroskop elektron

(transmission electron

microscopy).

Sumber:Tovar et al.,2007

Infeksi sekunder oleh bakteri umum ditemukan pasca

infeksi oleh virus CDV yang bersifat imunosupresif. Bakteri yang paling umum meng infeksi adalah Bordetella bronchiseptica. Infeksi sekunder oleh Bordetella bronchi septica ini menimbulkan bronkopneumonia supurativa.

Infeksi sekunder oleh parasit. Toxoplasma gondii

merupakan salah satu parasit yang umum dijumpai pada kasus infeksi virus CD. Host definitif dari T gondii adalah kucing dan famili felidae lainnya, mamalia termasuk anjing dapat menjadi host intermediate setelah menelan ookista

fertil yang berasal dari feses kucing. Gejala klinis tidak nampak walaupun parasit ini sebenarnya dapat menginfeksi berbagai sel. Kejadian infeksi T gondii pada hewan yang sedan dalam kondisi imunosupresif akibat infeksi virus distemper dapat mengakibatkan pulmonary toxoplasmosis. Perubahan pada paru-paru yang menonjol adalah

pneumonia interstitialis nekrotikan yang bersifat fokal disertai dengan proliferasi sel pnemosit tipe II yang sangat nyata. Secara mikroskopik parasit dapat ditemukan bebas dalam jaringan terinfeksi ataupun di dalam sitoplasma sel epitel dan makrofag, berwarna basofilik berukuran 3-6 m.

Pneumotropic bacterial agent.

Bakteri yang bersifat patogen terhadap paru-paru yang umum ditemukan pada hewan adalah dari spesies pasteurella dan mycobacterium. Untuk infeksi pasteurella lebih dikenal dengan nama pasteurellosis.

Ada tiga spesies yang sering mengakibatkan pasteurellosis, yaitu: P multocida, P haemolytica dan P pneumotropica. P multocida dapat diisolasi dari : sapi, domba, kerbau, babi, kelinci dan dari unggas. Sedangkan P pneumotrica ditemukan pada kucing. P multocida dan'P

haemolytica terdiri atas beberapa serotipe yang keganasannya berbeda-beda. P haemolytica dan P multocida merupakan flora normal dari mukosa nasofaring dan mulut.

Gambar 7.3 Gambaran makroskopik paru-paru sapi pada kasus infeksi Pasteurella multocida; Hepatisasi paru-paru, pleuritis berfibrin dan perlekatan pleura ke permukaan costae. Sumber Hussain et al., 2014.

Wabah pasteurellosis dapat terjadi jika pertahanan tubuh lokal dan sistemik menurun, strain yang virulen menginvasi ke dalam mukosa atau dalam jumlah besar terhirup ke dalam paru-paru. Faktor predisposisi seperti: Stres akibat transportasi,

perubahan cuaca, managemen pemeliharaan yang buruk dan ada kerusakan akibat infeksi virus sangat berpengaruh terhadap munculnya wabah ini. Pneumonia yang diakibatkan oleh pasteurellosis berbentuk khas yaitu pneumonia fibrinus atau pneumonia fibrinonekrotik. Derajat kehebatan pneumonia tcrgantung dari kecepatan proliferasi bakteri dan toksin yang dihasilkan yang semuanya ini tergantung dari virulensi masing-masing strain serta daya tahan host. Secara umum, P. haemolytica lebih sering menyebabkan bronkopneumonia atau pneummonia lobar yang akut sedangkan P. multocida

menyebabkan bronkopneumonia fibrinopurulent yang kurang akut.

Tuberkulosis. Merupakan penyakit yang kronis yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tiga tipe mikobakterium yang sering menginfeksi hewan adalah:

Mycobacterium tuberculosis (human), M bovis (bovine) dan M avium (avian). M tuberculosis dan M bovis sangat erat hubungannya dan keduanya sangat patogen bagi mamalia. Proses TBC paru-paru dimulai dari terhirupnya kuman ke dalam alveoli yang kemudian ditelan oleh makrofag alveolar. Dalam makrofag ini kuman dapat dihancurkan atau ditelan atau dapat juga berkembang biak secara intaseluler. Jika kuman

berkembangbiak maka makrofag akanmati dan kemudian akan ditelan oleh makrofag alveolar yang lain dan oleh makrofag yang berasal dari monosit. Kedua jenis makrofag tersebut tertarik ke makrofag yang mati karena adanya kuman yang terbebaskan, dan juga karena adanya reruntuhan sel. Makrofag yang berasal dari sirkulasi akan bertanggung jawab terhadap kelanjutan lesi awal yang baru terbentuk. Jadi terbentuk atau tidaknya jejas tergantung pada dua hal, yaitu kekuatan kuman untuk berkembang secara intraselluar dan kekuatan makrofag alveolar yang mula-mula menelan dan menghambat pertumbuhan kuman tersebut. Jejas TBC biasanya mempunyai pusat nekrose perkejuan yang dikelilingi oleh jaringan granulasi, tuberkel yang mengandung makrofag, limfosit, granulosit, fibroblast, kapiler dan pembuluh limfe (Lih. Bab VI.Gambar 6.6 ).

Pada tipe proliferatif sel-sel mononuklir berada disekitar pusat perkejuan dan menghambat serta menghancurkan sejumlah kuman yang terbebas dari pusat perkejuan. Pada jejas ini akan dijumpai sel-sel epiteloid dewasa dan kadang-kadang juga sel raksasa tipe Langhans (Langhans giant cells), yang merupakan hasil fusi sel epiteloid. Lesi proliferatif akan berkembang dengan lambat dan menjadi stabil dengan

adanya fibroblast yang menyelaputinya dan kemudian diikuti dengan deposisi kalsium. Pada jejas tipe eksudatif, sel-sel mononuklir berkumpul di ruang alveolar sebagai pusat perkejuan secara cepat. Tipe ini terjadi apabila kuman berada dalam jumlah banyak pada individu yang hipersensitif. Kedua macam jejas ini bisa terjadi bersamaan pada bagian paru yang berbeda.

Dalam dokumen Patologi Sistemik: Sistema Pernafasan. (Halaman 76-84)

Dokumen terkait