Buku Ajar
Patologi Veteriner Sistemik:
Sistema Pernafasan
Patologi Veteriner Sistemik:
Sistem Pernafasan
Oleh:
Prof. drh. Anak Agung Ayu Mirah Adi, MSi. PhD.
Editor
Dr. drh. I Gusti Agung Arta Putra, MSi.
Design/TataLetak: Mandra Ketut (MDR)
Cetakan : I Tahun 2014
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya-lah buku ajar Patologi Veteriner Sistemik: Sistema Pernafasan berhasil diselesaikan di awal semester gasal 2014/2015. Buku ajar ini merupakan penyempurnaan dari bahan ajar sebelumnya.
Tujuan dari penulisan buku ini agar mahasiswa memahami patologi dari sistema pernafasan melalui pengamatan makroskopik dan mikroskopik, serta mampu membuat diagnosa morfologik pada kasus kematian hewan yang melibatkan sistem pernafasan. Buku ini diharapkan dapat menjadi pegangan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan baik yang sedang dan akan menempuh mata kuliah Patologi Sistemik Veteriner maupun yang mengikuti Pendidikan Profesi Dokter Hewan.
Materi buku ini sebagian besar disarikan dari buku teks “Special Veterinary Pathology” terutamadalam hal klasifikasi dan tata nama lesi (kerusakan) dan dikombinasikan dengan informasi pendukung berupa contoh kasus yang diambil dari jurnal ilmiah international. Beberapa gambar lesi spesifik diambil dari jurnal dan laman patologi veteriner serta dokumentasi pribadi penulis. Buku ini disajikan dalam beberapa bab. Bab I mengulas tentang pengertian umum untuk menyamakan persepsi serta mengulas secara ringkas fisiologi, anatomi dan histologi sistem pernafasan pada mamalia dan unggas serta kaidah penatanamaan lesi. Pada Bab II, dipaparkan tentang mekanisme pertahanan yang melindungi parenkim alveolar. Pada Bab III,IV,V dan VI diuraikan secara berturut-turut patologi dari: rongga hidung dan sinus, faring, laring dan trakea, bronkus dan bronkiolus dan paru-paru. Pada
Sebagian besar penamaan lesi belum diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia untuk memudahkan pemahaman.
Penulisan buku ini akan terus disempurnakan dengan lebih menekankan pada contoh-contoh kasus. Penulis menyadari buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan pada edisi mendatang. Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak utamanya teman-teman yang telah membantu mencarikan dan mengirimkan jurnal ilmiah yang tidak bisa kami dapatkan di Indonesia. Akhir kata, semoga buku ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.
Denpasar, September 2014 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR . ... vii
BAB I. Pengertian Umum ... 1
BAB II. Mekanisme Pertahanan ... 11
BAB III. Patologi Rongga Hidung dan Sinus ... 19
BAB IV. Patologi Faring, Laring dan Trakea ... 29
BAB V. Patologi Bronkus dan Bronkiolus ... 35
BAB VI. Patologi Parui ... 41
BAB VII. Pneumonia Infeksius dan Spesifik ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 76
GLOSARIUM ... 79
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Partikel asing yang umum terdapat
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Gambaran mikroskopik trakea ayam, sel epitel bersilia dengan silia mengarah kelumen kelenjar submukosa dan sel goblet yang berperan dalam mekanisme
pertahanan mukosiliaris ... 4
Gambar 1.2. Struktur alveoli dengan komponen penyusunnya berupa : pneumosit tipe I (bersifat membranous), pneumosit tipe II (bersifat granular ) serta sel makrofag alveolar. ... 5
Gambar 2.1 Skema bangun histologi sistem penyalur dan sistem pertukaran gas yang erat kaitannya dengan fungsi pertahanan. .... 13
Gambar 2.2 Diagram mekanisme pertahanan pada mengalami metaplasia) ... 37
Gambar 5.2 Gambaran makroskopik dan mikroskopik dari bronkiektasi ... 38
Gambar 6.2 Gambaran makroskopik dan mikroskopik emfisema paru ... 47 Gambar 6.4. Gambaran patologi paru akibat infeksi
Pasteurela multocida ... 59 Gambar 6.5. Gambaran patologi paru anjing penderita
distemper ... 60 Gambar 6.6. Gambaran histopatologi P.
granulomatosa ... 61 Gambar 6.7. Tuberkel berbagai ukuran pada
permukaan dan parenkim paru ... 62 Gambar 6.8. Perubahan mikroskopik dari P.aspirasi ... 65 Gambar.7.1. Bronkiolitis nekrotikan disertai dengan
infiltrasi netrofil dan makrofag yang memenuhi lumen bronkiolus ... 69 Gambar 7.2. Bronkiolitis nekrotikan dengan eksudat
neutrofilik. ... 70 Gambar 7.3. Gambaran makroskopik paru sapi pada
BAB I
PENGERTIAN UMUM
Sistem Pernafasan (sistem respiratorius) yang tersusun dari saluran/traktus respiratorius merupakan alat tubuh yang mudah terserang penyakit karena adanya hubungan langsung antara udara luar, rongga hidung dan rongga mulut dengan alveoli di dalam paru-paru. Agen penyakit yang ditularkan melalui udara (airborne) sangat mudah mencapai paru-paru dan mengakibatkan parenkimnya juga mudah terpapar agen penyakit dari luar. Agen penyakit juga dapat mencapai paru-paru secara hematogen mengingat paru-paru merupakan salah satu organ yang didalamnya banyak mengalir darah melalui jaringan kapiler di setiap dinding alveoli. Tuberculosis (TB) miliaris sering ditemukan pada paru-paru ketika dalam darah ditemukan basil TB. Demikian juga, anak sebar tumor sering ditemukan pada paru-paru.
Agen penyakit yang sering menimbulkan kelainan pada sistem pernafasan bisa berasal dari: mikroorganisme yang ada di udara, flora pada orofaring, partikel-partikel toksik, gas berbahaya yang terdapat pada udara maupun toksin ekstrinsik dan intrinsik yang berasal dari sirkulasi pulmoner.
pada sistem ini tidak menimbulkan dampak ekonomi yang nyata namun tetap harus mendapat perhatian.
Struktur dan Fungsi
Untuk mempermudah pemahaman tentang struktur dan fungsi dari sistem respiratorius, sistem ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu: sistem penyalur (conductive system), sistem peralihan (transitional system) dan sistem pertukaran gas (gas exchange system).
Sistem penyalur meliputi rongga hidung, faring, laring,
Virus berikut ini merupakan jenis virus yang bereplikasi pada epitel mukosa hidung, trakea dan bronkus;rhinoviruses
(human colds), bovine hervervirus (BHV) 1 (penyebab
infectious bovine rhinotrahetitis), feline herpesvirus 1 (penyebab feline rhinotrahetitis), canine adenovirus 2 dan canine parainfluenza 2 (penyebab canine infectious tracheobronchitis)
Gambar 1.1 Gambaran mikroskopik trakea ayam, sel epitel bersilia dengan silia mengarah kelumen kelenjar submukosa dan sel goblet yang berperan dalam mekanisme pertahanan mukosiliaris. (Dok.Pribadi)
Sistem pertukaran gas tcrdiri dari jutaan alveoli yang pcrmukaannya dilapisi oleh sejenis sel epitel yang disebut dengan pneumosit tipe I, sel ini bersifat membranous, pneumosit tipe II yang bersifat granular serta sel makrofag alveolar yang merupakan benteng pertahanan terakhir pada sistem pernafasan (Gambar 1.2).
Septa alveoli merupakan pembatas aleveoli satu dengan lainnya dilewati oleh kapiler darah, yang akan mengambil oksigen dari alveoli serta membuang CO2 kedalam alveoli pada
proses respirasi.
paparan benda asing atau agen penyakit (mikroba, partikel, serat,gas toksik dan asap) secara aerogen (airborne disease) dalam jumlah besar secara terus menerus.
Gambar 1.2. Struktur alveoli dengan komponen penyusunnya berupa : pneumosit tipe I (bersifat membranous), pneumosit tipe II (bersifat granular ) serta sel makrofag alveolar.
Kerentanan dari sistem pernafasan ini terhadap agen
airborne , disebabkan oleh ;
(1) Luasnya permukaan sistem pernafasan. Sebagai gambaran untuk manusia diperkirakan total luas permukaan sistem pernafasan adalah 200 m2 sedangkan kuda 2000 m2
(3) Tingginya kandungan elemen-elemen berbahaya yang bisa terdapat di udara(Tabel1).
Tabel 1.1. Partikel asing yang umum terdapat di udara
Mikroba Virus, bakteri,jamur,protozoa
Debu tanamam Biji-bijian, tepung, kapas, kayu,serbuk sari
Produk hewani Ketombe,bulu,tungau,kitin serangga Gas beracun Amonia, Asam sulfida, Nitrogen
dioksida, sulfur dioksida, Chlorine.
Baham kimia Herbisida,asbestor,timah hitam, nikel dan lain lain.
Sumber:Lopez,2001
Mikroflora Normal dari Sistem Penafasan
Sistem pernafasan memiliki bakteri yang merupakan mikroflora normal sama halnya dengan sistem lainnya pada tubuh yang ada kontak langsung dengan lingkungan luar. Berbagai variasi spesies bakteri dapat diidentifikasi dari usapan rongga hidung hewan sehat. Populasi bakteri yang merupakan flora normal umumnya ditemukan pada bagian proksimal dari sistem penyalur seperti pada rongga hidung, faring dan laring. Sedangkan untuk trakea di bagian thoraks, serta bronkus dan paru-paru diyakini tidak memiliki flora normal atau steril.
terus menerus oleh bakteri yeng merupakan flora normal pada rongga hidung dan patogen yang mengkontaminasi namun paru-paru tetap steril. Hal ini akibat adanya mekanisme sistem pertahanan yang sangat efektif dan secara sempurna melindungi parenkim paru-paru. Dalam kondisi normal mekanisme pertahanan secara sempurna melindungi parenkim paru-paru sehingga hewan yang terpapar aerosol maupun udara yang mengandung sejumlah besar bakteri tidak menjadi sakit. Sebaliknya kalau mekanisme pertahanan buruk maka bakteri flora normal yang terhirup dapat berkumpul, berkembang dan menimbulkan pneumonia.
Kaidah Penatanamaan Lesi pada Patologi Sistim Pernafasan
Untuk membuat diagnosa morfologik pada proses pemeriksaan patologi antomik sistem pernafasan kaidah umum yang diikuti adalah: Pertama-tama menginterpretasi proses yang terjadi. Apakah lesi yang ditemukan akibat proses;
(2) Gangguan sirkulasi misalnya: Edema pulmonum, hemoragi pulmonum
(3) Proses radang. Contoh proses radang misalnya rhinitis, trakeitis, pneomonia.
(4) Gangguan pertumbuhan non neoplasitc.
(5) Gangguan pertumbuhan neoplastic (lih. Buku ajar patologi umum).
Setelah membuat interpretasi proses yang terjadi langkah selanjutnya adalah melengkapi penjelasan berupa perkiraan;
(1) Durasi proses: akut-kronis. Untuk menentukan bahwa sebuah proses radang berdurasi akut atau kronis maka ada beberapa lesi yang bisa diamati:
Fibrin bersifat kemotaksis bagi neutrofil, senhingga jenis leukosit ini selalu ada pada setiap peradangan yang bersifat fibrinosa.
seiring dengan waktu maka cairan eksudat mulai secara bertahap digantikan oleh eksudat fibrinoseluler yang terdiri atas fibrin,neutrofil ,makrofag dan debris
(2) Distribusi lesi (fokal, multifokal, miliary, lobuler, pseudolober, lober). Khusus untuk paru-paru, jika lesi seluas ¼ bagian dari total luas paru-paru disebut lobuler, jika ¾ bagian disebut pseudolober dan jika lebih dari ¾ sampai seluruh paru-paru disebut dengan lober.
(3) Keparahan/severerity: ringan (mild), sedang (moderate) berat (severe); -
(4) Lokasi :cranioventral, sinistra/dekstra, distal,unilateral. Contoh 1. Paru-paru anjing bengkak dan berwarna kemerahan, disertai perdarahan subpleural di bagian apex lobus cranial kesimpulan pneumonia hemoragika akut yang bersifat lobuler.
Contoh 2. Pada saat nekropsi seekor kuda ditemukan radang paru- paru yang bersifat granulomatosa pada ¾ bagian lobus paru-paru kiri dan kanan
BAB II
MEKANISME PERTAHANAN
Struktur anatomi dari sistem penyalur (rongga hidung dan bronkus) memegang peranan penting dalam mencegah penetrasi benda asing ke dalam paru-paru terutama ke bagian yang paling sensitif yakni bagian alveolar. Partikel dengan ukuran lebih besar dari 10 m akan terperangkap pada mukosa rongga hidung, sementara partikel yang berukuran 2-10 m yang dapat lolos dari rongga hidung akan terperangkap pada bagian percabangan (bifurkasio) trakea dan bronkus. Sebagian partikel yang berukuran lebih kecil dari 2 m bisa terdeposisi pada bronkiolus dan bagian alveolar. Disamping faktor ukuran, bentuk, kelembaban, muatan listrik juga memegang peranan penting pada proses deposisi. Seperti serat asbes yang panjangnya lebih dari 200m merupakan contoh partikel berukuran besar yang sangat langsing sehingga dapat mencapai saluran pernafasan bawah yang berdiameter 1
m. Serat asbes yang terdeposisi pada paru-paru menimbulkan penyakit yang disebut asbestosis. Karakteristik dari ukuran, bentuk dan distribusi partikel yang terdapat pada udara yang terinhalasi dipelajari pada ilmu aerobiologi.
kerusakan dengan jalan menyingkirkan agen berbahaya secepat mungkin. Deposisi adalah proses terperangkapnya partikel dengan ukuran dan bentuk tertentu pada sistem pernafasan.
Clearance adalah proses pemusnahan, penetralan, dan penyingkiran partikel terdeposisi dari permukaan mukosa. Ada beberapa mekanisme yang memegang peranan pada proses
clearance yakni; bersin, batuk, adsorpsi, mucocilliaris transport dan fagositosis. Ketidakmampuan tubuh untuk menjalankan mekanisme diatas dengan baik akan memicu munculnya penyakit pada sistem pernafasan.
Ada dua jenis mekanisme pertahanan pada sistem pernafasan yakni mekanisme pertahanan mukosilisaris dan mekanisme pertahanan fagositik.
Mekanisme pertahanan mukosilliaris merupakan
mekanisme pertahanan utama pada sistem penyalur. Cairan serus dan mukus disekresikan ke atas permukaan mukosa kemudian digerakan oleh gerakan silia. Mucocilliary clearence
Gambar 2.1 Skema bangun histologi sistem penyalur dan sistem pertukaran gas yang erat kaitannya dengan fungsi pertahanan. Pada sistem penyalur mekanisme pertahanan bersifat mekanis sementara itu pada sistem pertukaran gas bersifat kimiawi.
Sumber:Lopez,2001
Makin besar ukuran partikel makin mudah dibersihkan oleh gerakan mukosilliaris. Selain itu pada sistem ini juga ada mekanisme pertahanan seluler yang dilaksanakan oleh jaringan limfoid yang disebut BALT (bronchus ascociated lymphoid tissue). Jaringan limfoid ini tersebar pada daerah lamina propria dan submukosa trakea, bronkus dan bronkiolus.
kecil ukurannya yang tidak dapat disingkirkan oleh pergerakan mukosiliaris. Mekanisme ini merupakan mekanisme pertahanan utama pada daerah alveolar yang dilaksanakan oleh sel yang sangat tinggi daya fagositosisnya yaitu sel makrofag alveolar (pulmonary alveolar machrophages). Makrofag ini bisa berasal dari monosit darah dan sebagian kecil dari makrofag interstitial. Sel makrofag alveolar mampu menangkap dan mencerna bakteri atau partikel lainnya yang mampu mencapai daerah alveolar. Jumlah makrofag pada alveoli sangat erat hubungannya dengan jumlah partikel yang mampu mencapai paru-paru. Tidak seperti makrofag jaringan makrofag alveolar sangat pendek umurnya yaitu hanya beberapa hari.
mukosiliaris sampai ke faring dan akhirnya tertelan atau dibatukkan.
Mengingat pentingnya peran makrofag alveolar yakni sebagai benteng pertahanan terakhir dalam melindungi alveoli maka penelitian yang bertujuan untuk mengeksplorasi sifat dari makrofag ini banyak dilakukan. Diagram di bawah ini menyimpulkan mekanisme pertahanan pada sistem pernafasan
Gambar 2.2. Diagram mekanisme pertahanan pada sistem pernafasan
Disfungsi Mekanisme Pertahanan
Infeksi virus.
Infeksi virus akan mengakibatkan rentannya paru-paru terkena infeksi sekunder oleh bakteri. Mekanisme yang dapat menyebabkan adanya infeksi sekunder oleh bakteri ini antara lain (1) terganggunya mekanisme pertahanan mukosiliaris karena infeksi virus cenderung menyebabkan hilangnya silia atau disebut juga desiliasi dari epitel mukosa sistem penyalur (Gambar 2.3). (2) menurunnya kemampuan fagositosis makrofag alveolar. Pada hari ke-5 - 7 pasca infeksi virus kemampuan fagositosis makrofag alveolar akan menurun. Mekanisme kenapa infeksi virus dapat mempengaruhi penurunan fungsi fagositosis nya belum sepenuhnya dimengerti.
Gas beracun
Beberapa gas mengakibatkan gangguan pada mekanisme pertahanan seperti gas hidrogen sulfida dan amonia yang umum ditemukan pada peternakan yang buruk ventilasinya dapat mempengaruhi pembersihan bakteri dari paru-paru.
Imunodefisiensi
Imunodefisiensi bisa didapatkan atau bisa merupakan gangguan kongenital. Kondisi ini mengakibatkan meningkatnya kerentanan terhadap radang paru-paru akibat bakteri, virus dan protosoa. Contoh yang mudah ditemukan saat ini adalah pneumonia akibat proliferasi dari Pneumocystis carinii, organisme ini dalam kondisi normal sebenarnya tidak patogen. Mikroorganisme yang dalam kondisi normal tidak patogen namun menjadi patogen dalam kondisi imunosupresif, dapat ditemukan pada babi, anjing, anak kuda dan hewan pengera. Kondisi imunodefisiensi biasa ditemukan pada anak kuda yang terkena infeksi adeno virus.
Stres dan faktor lainnya
BAB III
PATOLOGI RONGGA HIDUNG DAN SINUS
Sistem pernafasan dimulai dari hidung yang terdiri atas hidung bagian luar, rongga hidung dan sinus. Disamping berfungsi sebagai indra pencium, organ ini memegang peranan penting untuk menyalurkan udara ke sistem pernafasan di bagian bawah. Rongga hidung pada hewan sangat bervariasi; pada domba, vaskularisasi rongga hidungnya sangat tinggi, sehingga jika terjadi sedikit saja kerusakan pada lapisan epitelnya akan menyebabkan perdarahan hebat. Rongga hidung sapi lebih sempit dibandingkan rongga hidung kuda, rongga hidung unggas variasi nya sangat tinggi. Histologi rongga hidung mamalia secara umum sama dengan unggas, yakni sama- sama memiliki epitel respisratorius yang bersilia.
silia ke faring dan selanjutnya tertelan, proses ini disebut dengan mucociliary escalator. Pertahanan lain yang dimiliki oleh rongga hidung adalah reflek bersin.
Ada beberapa kondisi yang mengakibatkan disfungsi dari rongga hidung dan sinus, diantaranya adalah:
Gangguan Metabolisme.
mengelilingi nodul-nodul amiloid tersebut. Guna kepentingan konfirmasi diagnostik amiloid dapat ditunjukan dengan pewarnaan khusus yakni Congo red, dan amiloid akan terwarnai menjadi oranye kemerahan.
Gambar 3.1. Amiloidosis pada kuda . Pada mukosa hidung ada masa amiloid yang berbentuk multinodul berwarna kemerahan permukaan licin mengkilap tidak ulceratif (A). Pada lamina propira rongga hidung nampak masa eosinofilik amorfus, yang dikelilingi oleh sel raksasa dan eksudat limpoplasmasitik(B). Sumber:Portela et al., 2012
Diagnosa banding amiloidosis adalah granuloma rongga hidung yang disebabkan oleh jamur Aspergillus spp.,
Cryptococcus spp., Rhinosporidium spp. and Conidiobollus spp, polip hidung, glanders, tumor rongga hidung dan fibrosarcoma
Gangguan sirkulasi
Kongesti dan hiperemi. Kongesti pada mukosa hidung
gagal jantung serta bloat pada ruminansia. Sedangkan hiperrmi umumnya dikaitkan dengan tahap awal dari peradangan.
Perdarahan. Epistaksis adalah istilah umum untuk perdarahan dari hidung. Darah bisa berasal dari nasofaring atau dari alat pernafasan yang lebih dalam. Pada kuda epistaksis ada hubungan dengan olahraga yang berat, dalam hal ini darah berasal dari paru-paru. Pada kadaver domba sering ditemukan darah berbusa dari lubang hidung. Hal ini disebabkan oleh adanya kongesti pulmonum,edema dan hemoragi. Perdarahan yang berasal dari rongga hidung umumnya disebabkan oleh trauma, peradangan dan neoplasia yang memecahkan pembuluh darah.
Peradangan
Peradangan pada hidung disebut dengan rhinitis. Berdasarkan atas penyebabnya rhinitis dapat digolongkan menjadi rhinitis primer dan rhinitis sekunder, sedangkan berdasarkan waktu kejadian rhinitis dapat dibedakan menjadi rhinitis akut dan kronis/menahun
menular seperti malleus, distemper anjing, influenza kuda dan coryza.
Rhinitis sekunder. Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan rhinitis sekunder pada unggas. Pada kejadian defisiensi vitamin A dapat menyebabkan metaplasia dan proliferasi mukosa hidung yang mempermudah infltrasi kuman.
Rhinitis menahun biasanya merupakan kelanjutan dari rhinitis akut. Hal ini sering dijumpai pada penyakit ingus ganas. Jamur dan kuman seperti Mycobacterium tuberculosis,
Pseudomonas aeroginosa dan Spherophorus necrophorus juga dapat menyebabkan rhinitis menahun.
Rhinitis atrofik disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh Pasteurela multocida, sering ditemukan pada babi. Pada penyakit ini terlihat deskuamasi epitel selaput lendir hidung dan atrofi turbinat hidung yang hebat sehingga pembentukan tulang hidung babi menjadi terganggu. Hidung babi menjadi salah bentuk, yaitu melekuk ke kiri atau ke kanan.
Sinusitis
kekomplekan struktur sinus paranasalnya. Pada domba sinusitis sering terjadi akibat adanya larva Oestrus ovis.
Penyakit Spesifik pada Rongga Hidung dan Sinus
Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR)
Atrophic rhinitis pada babi
Etiopatogenesis atrofik rinitis pada babi sangat kompleks. Agen penyakit yang telah berhasil diisolasi dari kasus ini adalah: Bordetella bronchiseptica, Pasteurella multocida, Haemophilus parasuis dan porcine cytomegalovirus. Dan akhirnya kombinasi infeksi B bronchiseptica dan P multocida strain toksigenik yakni tipe D dan A. Yang dinyatakan paling banyak ditemukan pada kejadian ini. Gejala klinis dari penyakit ini adalah bersin, batuk dan eksudasi rongga hidung. Pada kasus yang hebat atrofi dari
conchae/turbinates menyebabkan perubahan bentuk wajah (deformitas facial).
Glanders atau malleus (ingus ganas)
Penyakit ini merupakan penyakit yang sangat infeksius dan kontagius pada kuda disebabkan oleh bakteri Burkholderia mallei . Bakteri ini tergolong bakteri Gram negatif, berbentuk basil yang bersifat non motil, tidak berspora dan aerob yang sebelumnya sempat memiliki banyak nama seperti:
bersifat akut dan mematikan. Penyakit ini dapat ditularkan ke karnivora yang mengkonsumsi daging kuda terinfeksi. Penyakit ini bersifat zoonosis dan infeksi B. mallei pada manusia mengakibatkan infeksi yang hebat dan selalu fatal jika tidak mendapat penanganan yang tepat. Penyakit ini sesungguhnya sudah dieradikasi di USA, Canada dan Eropa, tetapi penyakit ini masih ada di Asia dan Amerika Selatan. Tidak tertutup kemungkinan penyakit ini menjadi re-emeerging infectious disease di negara-negara yang sudah bebas glanders, sehingga diagnostik cepat berbasis molekuler digunakan untuk membedakan infeksi B.mallei dengan B pseudomallei penyebab penyakit pseudoglanders (Lee, 2005). Glanders juga harus dibedakan dengan penyakit kronis pada mukosa hidung dan sinus seperti strangles yang disebabkan oleh Streptococcus equi.
(OIE, 2010) dan apabila ada hewan penderita sesegera mungkin di musnahkkan (di-stamping out).
Melioidosis (pseudoglanders)
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Gram negatif
Burkholderia pseudomallei. (bakteri berbentuk basil dan bersifat motil, aerob, tidak membentuk spora) . Bakteri ini sangat patogen dan bisa bertahan lama pada tanah dan air. Melioidosis atau pseudoglanders merupakan penyakit penting pada kuda, sapi, domba, kambing, anjing, kucing, rodentia dan manusia. Gambaran patologi dan gejala klinis penyakit ini pada kuda sangat mirip dengan glanders.
Strangles
Merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan bagian atas yang bersifat kontagius pada kuda, disebabkan oleh
Infeksi Virus pada Anjing
Sebenarnya anjing tidak memiliki penyakit yang predileksi primernya pada rongga hidung dan sinus. Penyakit rinitis akut umumnya merupakan bagian dari gejala penyakit pernafasan yang disebabkan oleh infeksi virus seperti: distemper, adenovirus 1 dan 2, parainfluensa, reovirus dan herves virus. Jejas infeksi virus pada sitem pernafasan umumnya bersifat sementara, namun efek virus ini pada oragn lain bisa berakibat fatal. Misalnya munculnya gejala encephalitis pada infeksi distemper anjing.
Infeksi Virus pada Kucing.
Ada dua spesies virus yang umum menyerang saluran pernafasan kucing yaitu feline hervervirus (FHV-1) dan Feline calicivirus (FCV).
Infeksi FHV-1 menyebabkan penyakit feline viral rinotracheitis(FVR) Gambaran klinis dari penyakit ini adalah adanya rhinitis hebat, konjungtivitis dan oculonasal discharge. Penyakit ini dapat melemahkan mekanisme pertahanan paru-paru sehingga menjadi predisposisi infeksi sekunder oleh bakteri P multocida, B bronchiseptica, Streptococus sp dan
BAB IV
PATOLOGI FARING,
LARING DAN TRAKEA
Faring, laring dan trakea mamalia memiliki fungsi dan gambaran histologi yang mirip dengan unggas. Perbedaan nyata yang dapat dilihat adalah cincin tulang rawan hyalin pada trakea unggas berbentuk lingkaran utuh. Secara histologi, trakea, bronkus primer dan mesobronkus pada unggas dilapisi oleh lapisan sel epitel pernafasan yang khas sama halnya dengan mamalia. Umumnya jaringan limfatik ditemukan pada lamina propria dari bronkus dan di bagian luar dikelilingi oleh otot polos
Penyakit Degeneratif
Secara mikroskopik serabut otot menjadi lebih tipis dan runcing sering digantikan oleh sel lemak.
Gambar 4.1. Hemiplegia laringeal pada kuda. Penurunan masa otot serta perubahan warna menjadi pucat pada bagian muskulus cricoarytenoideus yang disebelah kiri (tanda bintang) sedangkan muskulus yang di sebelah kanan adalah normal
Sumber:http://cal.vet.upenn.edu/projects/grossanat/largemen u/hheadlrxroar. htm.
Gangguan Sirkulasi
Edema. Edema hebat pada trakea yang disebut dengan
adalah dispnea yang berlanjut menjadi bernafas lewat mulut (oral breathing) , recumbency dan akhirnya kematian akibat asfiksia
Perdarahan. Perdarahan di dalam laring dan trakea sering terlihat pada penyakit akut dan sepsis. Perdarahan ini terlihat sebagai bintik-bintik dan bercak-bercak darah pada epiglotis. Perubahan scperti ini biasanya ditemukan pada salmonellosis babi dan hog cholera.
Peradangan
Peradangan pada faring, laring dan trakea bisa mengakibatkan terjadinya penghambatan aliran udara bahkan dapat memicu timbulnya pneumoni aspirasi. Faring mudah terkena penyakit yang berasal dari saluran pernafasan bagian atas dan saluran pencernaan.
Laringitis dapat merupakan bagian dari necrobacillosis
pada sapi. Laringitis tuberkulosa ini dapat terjadi sebagai akibat adanya TBC paru-paru.
Penyakit Spesifik
Nekrotik laringitis (Dipteri anak sapi)
Disebabkan oleh bakteri anaerob Fusobacterium necrophorum terutama menyerang anak sapi perah tetapi bisa juga menyerang sapi dewasa dan domba yang manajemen pemeliharaannya tidak baik serta menderita malnutrisi. Eksotoksin yang dihasilkan oleh bakteri yang tinggal di daerah orofaring tersebut mengakibatkan erythema dan nekrosis jaringan. Kematian terjadi akibat toksemia atau bisa akibat aspiksia. Material nekrostik yang terhirup akan menyebabkan bronkopneumonia hebat dan supuratif. Pada gambaran makroskopik, ditemukan eksudat pada mukosa laring, yang sifat eksudatnya sangat lengket dan berdarah jika dilepaskan
Canine InfectiousTracheobronchitis (kennel cough)
(shelter) anjing, kennel maupun klinik hewan. Penyebab dari
kennel cough ini beragam beberapa agen penyakit seperti
Bordetella bronchiseptica, canine adenovirus 2 (CAV-2), canine parainfluenza virus (CPV) dan faktor lingkungan diduga menjadi penyebab penyakit ini. Derajat keparahan penyakit meningkat ketika lebih dari satu agen penyakit yang terlibat disertai faktor lingkungan dan stres yang ekstrem.
Gambaran patologi sangat tergantung dari agen penyebab,kadang perubahan makroskopik dan mikroskopik sama sekali tidak ada, atau bervariasi dari radang kataral sampai mukopurulen dengan pembesaran pada tonsil dan limfoglandula setempat.
Pada kennel cough yang murni disebabkan oleh virus, gambaran mikroskopik berupa nekrosis fokal dari epitel trakeobronkial.
Penyakit parasit. Parasit yang umum ditemukan didaerah faring, laring dan trakea a.l: Besnoitia bennetti. Parasit ini menyebabkan papiloma pada laring kuda. Koksidia ini dilaporkan ada di Afrika, Amerika Selatan dan Inggris.
BAB V
PATOLOGI BRONKUS
DAN BRONKIOLUS
Pola proses nekrosis, peradangan dan persembuhan dari bronkus extrapulmoner dan intrapulmoner sama dengan proses pada rongga hidung dan trakea, dimana cedera pada epitel bersilia pada saluran pernafasan dari bronkus akan mengakibatkan degenerasi, hilangnya silia (desiliasi) lepasnya sel dan terkelupasanya sel. Dalam keadaan normal kerusakan ini segera diikuti dengan peradangan ekudatif dan persembuhan.
Bronkus dan bronkiolus merupakan daerah peralihan antara saluran pernafasan bagian atas dan saluran pcrnafasan bagian bawah. Sehingga kelainan pada kedua bagian tersebut bisa merupakan perluasan dari pcnyakit saluran pernafasan bagian atas atau sebagai bagian dari penyakit paru-paru.
Bronkitis
Bonkitis adalah peradangan pada jalan udara bagian atas. yan biasa disebabkan oleh : kuman-kuman pyogenes,
terbatas pada bronkus bcsar tetapi meluas hingga bronkus kccil serta parenkim paru-paru, akibatnya terjadi bronkopneumonia.
Tergantung kepada tipe eksudatnya, bronkitis dapat bersifat fibrinosa,kataral,purulenta, fibrinonecrotic (difteritik) dan granulomatosa. Bronkitis akut eksudatnya bisa kataral, mukopurulen, fibrinopurulen atau purulen.
Bronkitis purulen atau supurativa biasanya terjadi
akibat adanya infeksi baktcri. Pada kcadaan ini, ditemukan nekrosis epitel, karena epitel bersilia pada bagian ini sangat sensitif terhadap rangsangan agcn.
Bronkitis ulserativa terjadi pada infeksi bakteri dan
virus yang hebat, dan sclama itu banyak bagian epitel yang rusak. Bronkitis yang hebat dapat sembuh jika agen pcnyebab dihilangkan. Proses pcrsembuhan dicirikan oleh regenerasi epitel bronki yang kadang-kadang disertai dengan fibrosis ringan. Ditcmukannya sel limfosit, makrofag dan sel plasma pada lamina propria umumnya terjadi pada bronkitis akut yang perlahan-lahan mcnjadi kronis.
Bronkitis kronis biasanya disebabkan oleh bakteri
kelenjar mukosa dan infiltrasi limfosit pada lamina propria serta peningkatan jumlah sel plasma, makrofag dan kadang-kadang sel netrofil. Metaplasia squamosa yakni perubahan tipe sel dari epitel khas saluran pernafasan menjadi epitel squamosa. Epitel squamosa ini lebih tahan terhadap iritan dibandingkan dengan epitel pernafasan namun fungsinya dalam mekanisme mucociliaris clearence sangat buruk atau menurun Metaplasia squamosa umum ditemukan pada penyakit paru-paru obstruktif (chronic obstructive pulmonary disease/COPD) CPOD akibat paparan asap rokok secara terus menerus (Gambar 5.1).
Bronkiektasi
Bronkiektasi adalah dilatasi bronkus yang permanen. Keadaan ini merupakan sequele yang paling merugikan dari bronkitis menahun dan peribronkitis menahun.
Gambar 5.2 A. Gambaran makroskopik dari bronkiektasi (tanda panah). B. Gambaran mikroskopik dari bronkiektasi; mukosa dan dinding bronkus tidak jelas akibat adanya peradangan nekrotik(tanda bintang).
Sumber : http://quizlet. com/7808283/
respiratory-system-session-7-lung-pathology-flash-cards/
Mekaniseme terjadinya bronkiektasi dari bronkitis dan peri bronkitis menahun adalah sebagai berikut:
tertimbun di dalam lumen dan menyebabkan bronkus mcluas.
2. Pada peribronkitis menahun jaringan ikat di sekitar bronkus, bertambah dan dinding bronkus tertarik keluar karena retraksi dari jaringan ikat.
Akibat yang ditimbulkan oleh bronkiektasi adalah : penimbunan eksudat yang berbau serta perluasan infeksi menjadi bronkopneumonia, abses paru-paru, trombosis pembuluh darah dan gangren.
Ada dua bentuk bronkiektasi, yaitu bentuk saccular
(bentuk saku/kantung) dan bentuk cylindrical (silinder).
Bronkiektasi saccular sering ditemukan pada domba yang menderita strongilosis paru-paru. Di dalam (saccus) ini ditemukan banyak cacing dan lendir bernanah. Bronkiektasi silinder sering ditemukan pada sapi, biasanya isinya adalah eksudat padat menyerupai keju dan diselaputi oleh lendir.
Bronkostenosis
Bronkostenosis adalah penyempitan lumen bronkus yang dapat discbabkan oleh peruhahain-perubahan pada dinding bronki dan bronkiolus. .Mukosa bronkus menebal
tekanan dari luar, misalnya limfoglandula yang membcngkak karena TBC atau tumor. Penyumbatan yang total menyebabkan atelektasis disertai dengan penambahan jaringan ikat. Pcnyumbatan yang tidak menyeluruh menyebabkan dilatasi paru-paru (emfisima) atau bronkiektasi.
Bronkiolitis
Peradangan bronkiolus umumnya terjadi scbagai akibat pcrluasan dari bronkitis, atau merupakan bagian dari pneumonia. Bronkiolitis biasanya menyertai pneumonia yang diakibatkan oleh virus dan keracunan.
Bronkiolus dilapisi oleh epitel yang sangat mudah cedera terutama akibat infeksi beberapa virus yang predileksinya saluran pernafasan seperti: BRSV (Bovine respiratory syncytial virus), adenovirus, PI-3 gas (oxidant gases seperti NO2,SO2 dan O3.
BAB VI
PATOLOGI PARU-PARU
Paru-paru terdiri atas paru-paru kiri dan kanan yang pada hewan mamalia masing-masing paru-paru akan dibagi menjadi lobus dan lobulus. Lobus paru-paru sangat bervariasi tergantung dari spesies hewannya. Paru-paru kiri terdiri dari lobus kranial dan kaudal sedangkan paru-paru kanan terdiri dari lobus kranial, lobus tengah/midle (lobus ini tidak ada pada kuda), lobus kaudal dan lobus asesoris. Masing -masing lobus kemudian dipisahkan menjadi lobulus oleh jaringan ikat. Sapi dan babi lobus dan lobulusnya sangat jelas, domba, kambing, anjing dan kucing lobusnya terlihat jelas namun lobulusnya tidak. Sedangkan kuda baik lobus maupun lobulus tidak nampak jelas mirip halnya dengan paru-paru manusia.
disebut juga dengan brokus tertier secara mikroskopik mudah dikenali karena memiliki air vesicle (AV) yang nampak seperti
scalloped (kerang). AV ini lah yang berfungsi pada proses pertukaran gas.
Gambar 6.1 Perbandingan struktur histologi paru-paru mamalia dan unggas. A. Struktur histologi paru-paru mamalia. Keterangan; bronkiolus (1), alveolus (2). B Struktur histologi paru-paru unggas: Keterangan.Mesobronkus sama dengan bronkus pada mamalia, merupakan jalan udara sedangkan parabronhus
atau bronkus tertier tempat pertukaran gas.
Sumber:Caceci.2006.
proses penyembuhan, sel ini akan berproliferasi dan menggantikan sel pneumosit tipe I yang nekrosis.
Kerusakan pada sel pneumosit tipe I umumnya diikuti pada perubahan dari air blood barrier.sehingga terjadi perembesan cairan plasma, protein dan fibrin, kedalam lumen alveoli. Dalam situasi normal, cairan ini mudah dibersihkan oleh makrofag alveolar dan leukosit yang tertarik ke lokasi oleh sitokin dan mediator peradangan lainnya. Pada kondisi tertentu plasma protein yang bocor kedalam alveoli bercampur dengan pulmonary surfactant membentuk membran hyaline.
Membran ini ditemukan pada pneumoni spesifik terutama pada pneumonia interstitialis akut pada sapi.
Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital umumnya jarang pada semua spesies hewan, kecuali pada sapi, umum terjadi hipoplasia pulmonum. Kelainan ini biasanya disertai dengan hernia diafragma kongenital. Pada keadaan ini, jumlah alveoli menurun dan banyak ditemukan jaringan interstitial yang mengandung kapiler yang berdilatasi.
Gangguan Metabolisme
hipervitaminosis D atau akibat keracunan sejenis tanaman
Solanum malacoxylon (Manchester wasting disease}. Tanaman ini mengandung sejenis vitamin-D.
Gangguan Pertukaran Udara
Atelektasis. Artinya sebagian atau seluruh paru-paru
tidak mengembang dengan baik. Hal ini disebabkan oleh alveoli di dacrah paru-paru itu tidak berisi udara. Pada atelektasis umumnya garis batas antara paru-paru yang berubah dan yang mengandung udara terlihat jelas. Atelektasis total terlihat pada anak hewan yang lahir mati (fetal Atelektasis).
1. Berasal dari dalam paru-paru itu sendiri, umpamanya tumor-tumor, kista ataupun pneumonia menahun.
2. Tekanan bisa juga berasal dari dalam rongga dada akan tetapi diluar paru-paru umpamanya hidrothorax dan hidropericardium.
3. Dari dalam rongga perut, misalnya pada sapi yang menderita timpani menahun.
Emfisema
Emfisema adalah penambahan volume paru-paru karena terakumulasinya udara secara berlebihan. Berdasarkan tempat tertimbunnya udara maka dikenal dua jenis emfisema yakni emfisema alveolar dan emfisema interstitial.
bulloosum terjadi bila udara yang tertimbun secara lokal di bawah pleural paru-paru dan membentuk benjol-benjol berisi udara. Emfisema alveolar menahun terjadi dari bentuk akut juga dari batuk-batuk menahun umpamanya dari bronkitis menahun dan spamus bronki yang berulang-ulang. Pada keadaan ini serabut-serabut kenyal alveoli menjadi lemah dan alveoli membesar, akibatnya terjadi pembendungan darah didalam jantung kanan yang menyebabkan dilatasi, kemudian hipertrofi eksentrik atau insuffisiensi trikuspidalis, hidroperikard dan pembendungan darah yang disertai edema. Secara makroskopik paru-paru terlihat pucat dan membesar dan secara mikroskopik terlihat pembesaran alveoli yang dindingnya sebagian kisut. Emfisema jenis ini bisa terjadi pada semua jenis hewan.
Gambar 6.2 Gambaran makroskopik(A) dan mikroskopik(B) emfisema paru-paru. Bagian yang mengalami emfisema lebih pucat dan mengandung udara yang terperangkap (tanda panah). Gambaran mikroskopik dari emfisema, dengan pembesaran kuat nampak lumen alveoli meluas serta hilangnya dinding alveoli (tanda bintang). Sumber:http://quizlet.com/7808283/ respiratory-system-session- 7-lung-pathology-flash-cards/.
Ganguan Sirkulasi
Hiperemi dan Kongesti. Hiperemi merupakan proses
yang aktif yang merupakan bagian dari peradangan yang akut sementara itu kongesti merupakan proses yang pasif akibat penurunan kecepatan aliran darah pada vena dan umumnya erat hubungannya dengan kegagalan jantung.
Edema pulmonum. Pengumpulan cairan di dalarn alveoli,
terbentuk busa. Ada dua bentuk edema pulmonum, yaitu edema yang bersifat bukan radang dan edema radang.
1. Edema yang bersifat bukan radang disebabkan oleh: kelemahan jantung, penghambatan peredaran darah di dalam jantung dan hati, dan/atau penyakit ginjal yang disertai dengan edema umum.
mediastinal, perangsangan paru-paru karena gas atau debu, atau edema karena pengaruh saraf.
Perdarahan paru-paru. Perdarahan biasanya terjadi
pada paru-paru di bawah pleura Penycbabnya adalah: trauma, infark, kerusakan pembuluh darah oleh nekrosis, pernanahan pada TBC. maleus dan gangren paru-paru. Pada penyakit SE dan anthrax juga sering disertai dengan perdarahan paru-paru. Perdarahan bervariasi dari ptekie sampai mengenai seluruh bagian.
Emboli, Trombosis dan Infark.
Emboli. Di dalam paru-paru, kuman-kuman, sel-sel
tumor, gas-gas, jaringan-jaringan yang mati dan lemak yang berasal dari bagian lain dari badan dapat menjadi embolus. Emboli yang diakibatkan olch bakteri ada hubungannya dengan bakteriemia dan menyebabkan edema pulmonum akut atau pneumuni interstialis. Pada sapi kadang-kadung emboli berasal dari trombus di dalam vena uterus pada endometritis suppurativa. Pada babi emboli pulmoner sering kali ditemukan karena migrasi larva askaris. Endokarditis pada katup trikuspidalis juga dapat menyebabkan emboli paru-paru.
Trombosis. Ada hubungan antara trombosis paru-paru
disebabkan oleh Dirofilaria immitis juga dapat menyebabkan trombosis pada anjing.
Infark. Paru-paru mendapat darah dari arteri pulmonalis
dan arteri bronchialis, sehingga infark jarang terjadi, walaupun ada embolus. Infark dapat terjadi jika pada saat ada embolus atau trombus daya jantung berkurang sehingga darah tertimbun dimuka trombus. Infark itu tcrlihat sebagai infark tersendiri atau multiple. Infark bcrwarna merah kehitaman, konsistensi padat bentuknya bisa segitiga dengan dasar sejajar dcngan pleura pulmonalis, sedangkan ujungnya ditcmukan dibawah pleuradantrombus berada pada ujung segitiga tersebut.
Peradangan Paru-paru atau Pneumonia.
Pneumonia adalah peradangan dari parenkim paru-paru. Istilah pneumonia lebih umum dipakai untuk peradangan yang akut dan eksudatif, sedangkan untuk peradangan yang bersifat proliferatif dan kronis dipakai istilah pneumonitis.
Ada tiga kondisi yang dapat teramati pada pneumonia yaitu ; (1) Pernafasan cepat: Mikroorganisme yang berhasil mencapai paru-paru dan tidak dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan paru-paru menimbulkan kebocoran pada kapiler sehingga cairan yang kaya protein merembes ke alveoli. Hal ini mengakibatkan menurunnya fungsi pertukaran gas O2 dan CO2,Sehingga
banyak O2 dan membuang CO2. (2) Batuk berdarah. Produksi
mukus yang meningkat disertai dengan bocornya kapiler, menyebabkan munculnya mukus berdarah. (3)
Konsolidasi/hepatisasi. Konsolidasi adalah gambaran umum
dari pneumonia akibat bakteri, konsolidasi terjadi karena alveoli yang semestinya berisi udara, menjadi padat karena berisi cairan dan debris, Alveoli berisi penuh dengan cairan dan debris dari sel darah putih yang diproduksi untuk memerangi infeksi. Pneumonia akibat infeksi virus dan mikoplasma tidak menyebabkan konsolidasi, karena infeksi hanya mempengaruhi dinding alveoli dan parenkim paru-paru.
Jenis-jenis Pneumonia.
eksudat yang bersifat katar, fibrinosa, supuratif atau hemoragik pada alveoli. Pneumonia proliferatif, bila perubahan yang menonjol adalah proliferasi scl alveolar tipe II, fibroblast dan makrofag. Berdasarkan pola penyebaran lesi dikenal bronkopneumonia, pneumonia lobaris dan pneumonia interstitial. Berdasarkan atas epidemiologi dikenal enzootik pneumonia, contagious bovine pleuropneumonia, shipping fever pneumonia. Beberapa jenis pneumonia yang tidak bisa dikategorikan pada salah satu pembagian di atas antara lain: pneumonia atipikal, cuffing pneumonia, pneumonia progrcsif. pneumonia aspirasi, dan farmers lung.
Berdasarkan atas perubahan morfologik, meliputi distribusi lesi,tekstur,warna dan penampakan dari paru-paru, pneumonia digolongkan menjadi 4, yakni: bronkopneumonia, pneumonia(p) interstitialis, p granulomatosa dan p. embolik,. (Tabel 6.1),
semestinya berisi udara terisi oleh eksudat ataupun mengalami atalektasis. Hepatisasi merah adalah kondisi konsolidasi akut dimana terjadi hiperemia dan eksudasi dari netrofil, selanjutnya akan menjadi hepatisasi kelabu dimana hiperemi sudah tidak nampak dan netrofil digantikan oleh makrofag
Bronkopneumonia biasanya berkembang pada saat terjadinya ketidak seimbangan antara jumlah bakteri yang merupakan flora normal dengan jumlah bakteri patogen. sehingga bakteri yang patogen mampu mencapai daerah bronkoalveolar. Bakteri yang mencapai daerah bronkoalveolar ini akan bertambah banyak sehubungan dengan tidak berfungsinya makrofag alveolar. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan menurunnya fungsi makrofag alveolar adalah: suhu yang terlalu dingin, kelaparan, infeksi virus, gas-gas beracun, kelainan metabolisme seperti: uremia dan asidosis dan imunosupresif yang diakibatkan oleh penggunaan kortikosteroid.
Bronkopneumonia dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan jenis eksudatnya yakni Bronkopneumonia supuratifa, jika eksudatnya didominasi oleh sel radang netrofil dan Bronkopneumonia fibrinosa jika eksudat yang dominan adalah fibrin
Bronkopneumonia supurativa: Umumnya disebabkan oleh patogen yakni bakteri, dan mikoplasma, walaupun bisa juga akibat bronko-aspirasi dari makan atau isi lambung. Bakteri merupakan penyebab utama dari bronkopneumonia dan umumnya terjadi setelah mekanisme pertahanan paru-paru menurun akibat infeksi virus, stress atau predisposisi lainnya. Pada domba dan sapi bakteri yang umumnya menyebabkan keadaan ini adalah: Pasteurella spp dan Actinomyces pyogenes
sedangkan pada babi adalah: Pasteurella multocida dan
Actinobacillus pleuropneumonia. Selain itu ada beberapa spesies bakteri seperti B bronchiseptica, Streptococus spp, E coli dan beberapa spesies mycoplasma, sebagai penyebab infeksi sekunder.
merah akibat hiperemi, pada fase sub akut eksudat purulen dan kolapnya alveoli mengakibatkan paru-paru berwarna pink keabu-abu an dan pada fase kronis warnanya akan menjadi abu-abu.
Secara mikroskopik pada tahap awal ditemukan sel neutrofil, berbagai sel seperti: debris, mukus, fibrin dan makrofag pada daerah bronkiolus dan alveoli yang terdekat, epitel bonkiolus bervariasi dari nekrotik sampai hiperplastik. Bronkopneumonia yang parah menyebabkan kematian akibat kombinasi hipoksemia dan toksemia. Resolusi yang sempurna dapat terjadi, jika agen penyebab dihilangkan, dimana dalam kurun waktu 7-10 hari eksudat seluler dapat dihilangkan dari paru-paru oleh mekanisme mucocilliary escalator sehingga persembuhan secara sempurna akan terjadi dalam waktu 4 minggu. Dalam situasi dimana infeksi bersifat persisten bronkopneumonia supurativa akan menjadi kronis dimana akan terjadi hiperplasia sel goblet disertai dengan hiperplasi BALT disekitar dinding bronkus, yang disebut juga dengancuffing pneumonia .
Bronkopneumonia fibrinosa (P. lobaris)
Peradangan yang terjadi pada seluruh lobus paru-paru atau hampir sebagian besar dari lobus. Karena distribusi lesi yang mencapai sebagian besar lobus maka bronkopneummonia fibrinosa juga disebut p. lobaris. Distribusi Lesi yang meluas adalah akibat proses radang yang sangat hebat dan biasanya disebabkan mikroorganisme yang sangat virulen pada hewan yang sangat buruk mekanisme pertahanan paru-parunya. Salah satu contohnya pada hewan adalah bronkopneumonia fibrinosa yang disebabkan oleh Pasteurella haemolytica, pada sapi yang stres karena transportasi dan sering juga karena punya predisposisi infeksi virus pada saluran pernafasan. Selain akibat infeksi P haemolytica, kadang-kadang bisa juga disebabkan oleh Haemophilus somnus pada ruminansia,
supurativa. Kematian yang ditimbulkan biasanya disertai dengan pleuritis dan kadang-kadang disertai dengan pericarditis. Peritonitis bisa muncul akibat adanya penyebaran penyakit secara hematogen. Komplikasi lain yang sering ditemukan adalah endokarditis, polyartritis fibrinosa, meningitis dan ikterus hemolitika.
Secara makroskopik perubahan yang umum adalah kongesti berat dan perdarahan, sehingga paru-paru nampak kemerahan. Akumulasi eksudat berfibrin pada pleura mengakibatkan terbentuknya lapisan kekuningan yang tebal. Mengingat ada kecenderungan lapisan fibrin ditemukan pada pleura maka pathologist juga menggunakan istilah pleuropneumonia sebagai sinonim dari bronkopneumonia fibrinosa
tahap yang lebih kronis fibroblas juga ikut menginfiltrasi membentuk plak fibrovascular.
Gambar 6.4 Gambaran patologi paru-paru akibat infeksi Pasteurela multocida A. Konsolidasi pada paru-paru. B. Gambaran mikroskopik dari paru-paru ,eksudat fibrinus dan sel PMN memenuhi alveoli. Sumber: Tigga et al. 2014
Jika dibandingkan dengan bronkopneumonia supurativa yang dapat sembuh total, bronkopneumonia fibrinosa jarang bisa sembuh sempurna namun selalu meninggalkan gejala sisa. Sequelae yang umum terjadi adalah gangrene, fibrosis pulmonum, sequester paru-paru, a bses dan pleuritis kronis.
Pneumonia Interstitialis
infiltrasi sel radang, penambahan jaringan ikat pada daerah septa interalveolar dan septa interlobuler dan proliferasi epitel alveoli Pnumonia Interstitialis akut sering ditemukan pada penyakit distemper (Gambar 6.4), salmonellosis dan pada parasitisme akut oleh cacing paru-paru atau migrasi larva ascaris. Pneumonia interstitialis yang kronis sering ditemukan pada penyakit TBC dan Histoplasmosis.
Gambar 6.5 Gambaran patologi paru-paru anjing penderita distemper.A. P interstitialis ditandai oleh menebalnya septa alveoli (bintang) akibat infiltrasi sel radang mononuklear. B. Sel positif antigen canine disetemper virus/CDV (panah) pada epitel bronkiolus, teknik pewarnaan imunohistokimia(IHK) menggunakan enzim horseradish peroksidase.Sumber:Pandher et al.,2006
Pneumonia granulomatosa, ditandai oleh adanya
post mortem sering dikelirukan degan neoplasma. Patogensis p.granulomatosa mirip dengan p. interstitialis dan p. embolik.
Pnumonia granulomatosa bisa disebabkan oleh :
Actinobacillus, actinomyces atau nocardiosis. Selain itu TBC dan infeksi jamur pada paru-paru juga menyebabkan pneumonia granulomatosa. Aspirasi atau inhalasi partikel yang tidak dapat larut seperti debu silikon atau partikel makanan dapat juga menyebabkan multifokal granuloma. Pnumonia ini sangat khas dimana bentukan granuloma dengan berbagai ukuran dapat dilihat secara mikroskopik (Gambar 6..6 A). Secara mikroskopik granuloma terdiri dari jaringan nerksosi di pusat dikelilingi makrofag (sel epiteloid) dan sel raksasa (gamb 6..6 B)
Agen penyebab p granulomatosa resisten terhadap fagositosis dan respons peradangan akut sehingga agen bertahan pada jaringan untuk waktu yang lama. Agen yang umum ditemukan pada hewan adalah:penyakit yang disebabkan olehifenfeksi jamur seperti blastomycosis yang disebabkan oleh Blastomyces dermatitidis, cryptococcosis (crytopcoccus neoformans) coccidioidomycosis (Coccidioides immitis), histoplasmosis (Histoplasma capsulatum). Penyakit bakteri sperti TBC yang disebabkan oleh mycobacterium bovis.
Gambar 6.7. Tuberkel berbagai ukuran pada permukaan dan parenkim paru-paru (A) dan pada hati dan limpa(B) . Sumber : dirangkum dari berbagai sumber.
Kasus p granulomatosa yang disebabkan oleh Fasciola hepatica secara sporadis juga ditemukan pada sapi. Sangat sedikit infeksi virus yang menyebabkan p. granulomatosa. Salah satu contoh adalah virus Feline infectious peritonitis
pada kucing. Lesi terbentuk akibat deposisi antigen antibodi komplek pada vasculature berbagai organ termasuk paru-paru.
P. embolik,
Dikarakterisir oleh lesi yang bersifat multifokal dan tersebar secara acak pada semua lobus paru-paru, yang disebabkan oleh terperangkapnya septic emboli.mengingat paru-paru dapat bertindak sebagai filter bagi partikel halus yang ada dalam sirkulasi darah. Trombus yang itdak terlalu besar secara cepat akan dilarutkan dan dikeluarkan dari sistem vaskuler paru-paru dengan cara fibrinolisis dan hanya akan menimbulkan sedikti efek, namun jika bakteri yang ada dalam sirkulasi darah terperangkap pada vaskuler paru-paru, dan mampu menghindar dari mekanisme fagositosis oleh makrofag dan lekosit maka akann terjadi pneumonia. Bakteri akan menyebar dari pembuluh darah ke interstisium, dan kemudian ke jaringan paru-paru disekitranya. Lesi awal dari p
embolik, secara makroskopik akan nampak fokus putih
berwarna kemerahan. Umunya jenis p ini jarang yang fatal kecuali lesi akut berkembang dengan cepat menjadi abses pulmonum.
Bentuk-Bentuk Pneumonia yang Khas Pneumonia Gangrenosa
Pneumonia Aspirasi
Pneumonia yang disebabkan oleh aspirasi benda asing, biasanya dalam bentuk cair yang mencapai paru-paru melalui jalan udara.
Gambar 6.8. Perubahan mikroskopik dari P.aspirasi Dalam aveoli nampak material yang teraspirasi serta sel raksasa tipe benda asing /foreign body giant cell (tanda panah). Sumber: http://quizlet. com /7808283/ respiratory-system-session- 7-lung- pathology-flash-cards/
Reaksi terhadap benda asing yang yang terhirup tergantung pada tiga faktor yaitu: sifat dari material, bakteri yang ikut terbawa dan distribusi material pada paru-paru.
Pneumonia lemak
Pneumonia Uremik
Uremik yang hebat menyebabkan peningkatan permeabilitas dari alveolar air-blood barrier sehingga terjadi edema pulmonum. Selain edema jcjas khas yang ditemukan adalah degenerasi dan klasifikasi dari otot dan jaringan ikat pada dinding bronkioli respiratorius. Dalam kejadian yang parah ditemukan mineralisasi septa alveoli.
Tumor
BAB VII
PNEUMONIA INFEKSIUS SPESIFIK
Beberapa agen penyakit mempunyai target predileksi pada paru-paru, namun kedua jenis agen penyakit ini yakni virus yang bersifat pneumotropik (Pneumotropic viral agent)
dan bakteri yang bersifat pneumotropik (Pneumotropic bacterial agent) merupakan dua agen penyakit yang umum ditemukan.
Pneumotropic viral agent.
Kebanyakan virus yang patogen terhadap paru-paru mempunyai jalan masuk secara aerogen. Berkembang biak dijalan udara, sel epitel dan alveoli mengakibatkan inflamasi paru-paru pada jalan udara dan bronkointerstitial pneumonia. Jika virus berkembang biak di dalam makrofag serta bersifat imunosupresif maka akan terjadi pneumonia interstitial yang bersifat difusa. Contoh virus yang bersifat pneumotropik diantaranya adalah virus Newcastle disease (NDV), virus avian influenza (AI), virus canine distemper (CD).
Virus Distemper Anjing
limfoid. Oleh karena itu infeksi dengan virus CD ini selalu disertai dengan infeksi sekunder. Infeksi sekunder oleh
virus adeno (canine adeno virus type 2/CAV-2) pada kasus penyakit distemper anjing sering dijumpai. Kasus infeksi virusganda pada anjing dapat dibuktikan dengan ditemukannya dua tipe badan inklusi (inclusion bodies) (Gambar 7.1).
Gambar.7.1. Bronkiolitis
nekrotikan disertai dengan infiltrasi netrofil dan makrofag
yang memenuhi lumen
bronkiolus. Badan inklusi
intranuklir khas CAV-2,
ditemukan pada dinding
bronkiolus (tanda kepala panah) dan badan inklusi
eosinofilik khas CDV
ditemukan di sitoplasma (tanda panah). Inset: Sel positif antigen CDV pada sel epitel. IHK avidin biotin. Bar(_)=100 m.Sumber:Tovar et al.,2007
ikutan oleh CAV-2, partikel virus teridentifikasi memiliki dimater 50 + 2,0 nm, sesuai dengan diameter dari virus tersebut (Gambar 7.2).
Gambar 7.2. Bronkiolitis nekrotikan dengan eksudat neutrofilik. Serta badan inklusi pada epitel bronkiolus(tanda panah) HE bar=100mm. Inset kiri: Sel positif antigen CAV-2 pada dinding bronkiolus. IHK avidin biotin peroksidase.Inset kanan: partikel virus dengan
mikroskop elektron
(transmission electron
microscopy).
Sumber:Tovar et al.,2007
Infeksi sekunder oleh bakteri umum ditemukan pasca
infeksi oleh virus CDV yang bersifat imunosupresif. Bakteri yang paling umum meng infeksi adalah Bordetella bronchiseptica. Infeksi sekunder oleh Bordetella bronchi septica ini menimbulkan bronkopneumonia supurativa.
Infeksi sekunder oleh parasit. Toxoplasma gondii
fertil yang berasal dari feses kucing. Gejala klinis tidak nampak walaupun parasit ini sebenarnya dapat menginfeksi berbagai sel. Kejadian infeksi T gondii pada hewan yang sedan dalam kondisi imunosupresif akibat infeksi virus distemper dapat mengakibatkan pulmonary toxoplasmosis. Perubahan pada paru-paru yang menonjol adalah
pneumonia interstitialis nekrotikan yang bersifat fokal disertai dengan proliferasi sel pnemosit tipe II yang sangat nyata. Secara mikroskopik parasit dapat ditemukan bebas dalam jaringan terinfeksi ataupun di dalam sitoplasma sel epitel dan makrofag, berwarna basofilik berukuran 3-6 m.
Pneumotropic bacterial agent.
Bakteri yang bersifat patogen terhadap paru-paru yang umum ditemukan pada hewan adalah dari spesies pasteurella dan mycobacterium. Untuk infeksi pasteurella lebih dikenal dengan nama pasteurellosis.
haemolytica terdiri atas beberapa serotipe yang keganasannya berbeda-beda. P haemolytica dan P multocida merupakan flora normal dari mukosa nasofaring dan mulut.
Gambar 7.3 Gambaran makroskopik paru-paru sapi pada kasus infeksi Pasteurella multocida; Hepatisasi paru-paru, pleuritis berfibrin dan perlekatan pleura ke permukaan costae. Sumber Hussain et al., 2014.
perubahan cuaca, managemen pemeliharaan yang buruk dan ada kerusakan akibat infeksi virus sangat berpengaruh terhadap munculnya wabah ini. Pneumonia yang diakibatkan oleh pasteurellosis berbentuk khas yaitu pneumonia fibrinus atau pneumonia fibrinonekrotik. Derajat kehebatan pneumonia tcrgantung dari kecepatan proliferasi bakteri dan toksin yang dihasilkan yang semuanya ini tergantung dari virulensi masing-masing strain serta daya tahan host. Secara umum, P. haemolytica lebih sering menyebabkan bronkopneumonia atau pneummonia lobar yang akut sedangkan P. multocida
menyebabkan bronkopneumonia fibrinopurulent yang kurang akut.
Tuberkulosis. Merupakan penyakit yang kronis yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tiga tipe mikobakterium yang sering menginfeksi hewan adalah:
berkembangbiak maka makrofag akanmati dan kemudian akan ditelan oleh makrofag alveolar yang lain dan oleh makrofag yang berasal dari monosit. Kedua jenis makrofag tersebut tertarik ke makrofag yang mati karena adanya kuman yang terbebaskan, dan juga karena adanya reruntuhan sel. Makrofag yang berasal dari sirkulasi akan bertanggung jawab terhadap kelanjutan lesi awal yang baru terbentuk. Jadi terbentuk atau tidaknya jejas tergantung pada dua hal, yaitu kekuatan kuman untuk berkembang secara intraselluar dan kekuatan makrofag alveolar yang mula-mula menelan dan menghambat pertumbuhan kuman tersebut. Jejas TBC biasanya mempunyai pusat nekrose perkejuan yang dikelilingi oleh jaringan granulasi, tuberkel yang mengandung makrofag, limfosit, granulosit, fibroblast, kapiler dan pembuluh limfe (Lih. Bab VI.Gambar 6.6 ).
adanya fibroblast yang menyelaputinya dan kemudian diikuti dengan deposisi kalsium. Pada jejas tipe eksudatif, sel-sel mononuklir berkumpul di ruang alveolar sebagai pusat perkejuan secara cepat. Tipe ini terjadi apabila kuman berada dalam jumlah banyak pada individu yang hipersensitif. Kedua macam jejas ini bisa terjadi bersamaan pada bagian paru yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar M, Mansoor M, Arshed Mj. 2012. Bovine Brucellosis: Old And New Concepts With Pakistan Perspective. Pak. Vet. J. 32:147-155.
Abubakar Ms, Zamri-Saad M, Jasni S. 2013. Ultrastructural Changes And Bacterial Localization In Buffalo Calves Following Oral Exposure To Pasteurella Multocida B: 2. Pak.Vet. J. 33:101-106.
Banjar,H. 2003.Lipid Pneumonia: A Review . Bahrain Med Bull. 25(1):36-39.
Barrett T: 1999, Morbillivirus Infections, With Special Emphasis On Morbilliviruses Of Carnivores. Vet Microbiol. 69:3–13.
Caceci T. 2006.Mesobronchus & Air Passages Http://Www.Vetmed.Vt.Edu/Education/Curriculum/Vm8 Differentiation Of Burkholderia Pseudomallei, Burkholderia Mallei And Burkholderia Thailandensis By Multiplex Pcr. Fems Immunol Med Microbiol. 43(3):413-7.
Lopez,A. 2001.Respiratory System. In. Mcgavin Md, Carlton
W, Zachary Jf, Thomson Rg (Eds).Thomson’s Special
Hussain R, Mahmood F, Khan A, Khan Mz, Siddique Ab. 2014. Pathological And Molecular Based Study Of Pneumonic Pasteurellosis In Cattle And Buffalo (Bubalus Bubalis). Pak. J. Agri. Sci. 51(1):235-240.
Johnson Lk, Liebana E,Nunez A, Spencer Y, Clifton-Hadley R, Jahans K, Ward A, Barlow A, Delahay R.2008. Histological Observations Of Bovine Tuberculosis In Lung And Lymph Node Tissues From British Deer. The Vet. Journal. 175(3)409-412.
Kumar H. Mahajan V, Sharma S. 2007. Concurrent Pasteurellosis And Classical Swine Fever In Indian Pigs. J. Swine Health Prod.15: 279–283.
Mase M, Tanimura N, Imada T, Okamatsu M,Tsukamoto K, Yamaguchi S. 2006. Recent H5n1 Avian Influenza A Virus Increases Rapidly In Virulence To Mice After A Single Passage In Mice.J Gen.Virol.87:3655–3659. Nishimura H, Itamura S, Iwasaki T, Kurata T, Tashiro M.2000:
Characterization Of Human Influenza A (H5n1) Virus Infection In Mice: Neuro-,Pneumo- And Adipotropic Infection. J Gen.Virol. 81:2503–2510.
Oie.2010.Http://Www.Oie.Int/Fileadmin/Home/Eng/Health_St andards/Tahm/2.05.11_
Pandher K,Podell B, Gould Dh, Johnson Bj,Thompson S.2006. Interstitial Pneumonia In Neonatal Canine Pups With Evidence Of Canine Distemper Virus Infection. J Vet Diagn Invest. 18:201–20.
Praveena Pe, Periasamy S, Kumar Aa, Singh N., 2014 Pathology Of Experimental Infection By Pasteurella Multocida Serotype A 1 In Buffalo Calves. Vet. Pathol., Doi: 10.1177/0300985813516647.
Rad M, Movassaghi Ar,Sharifi K, Naseri Z, Seifi Ha. 2009. Two Outbreaks Of Pasteurella Multocida Septicemia In Neonatal Lambs. Comp. Clin. Path. 20:57-59.
Roy S. 2009. Http://Www.Histopathology-India.Net/Bron.Htm. Diakses Juli 2014
Thomson Rg, Benson Ml, Savan M. 1969. Pneumonic Pasteurellosis Of Cattle:Microbiology And Immunology. Can. J. Comp. Med. 33:194-206.
Tigga M,Ghosh Rc, Malik P, Choudhary Bk,Tigga P,Nagar Dk.2014. Isolation, Characterization, Antibiogram And Pathology Of Pasteurell Multocida Isolated From Pigs.Veterinary World. 7(5):363-368.
Tovar Le, Romero Rr, Nava Yv, Garza Am, Ramos Jj, Alfonsolópez A. 2007. Combined Distemper-Adenoviral Pneumonia In A Dog. Can Vet J. 48:632–634.
Glosarium
Airborne Agen penyakit yang ditularkan lewat udara
Amiloid Sejenis protein
Asfixia Sesak nafas
AV Tempat terjadinya pertukaran gas pada paru unggas
BALT Jaringan limfoid pada lamina propria trakea, bronkus dan bronkiolus
Clara cells Sel pertahanan pada bronkiolus
Cyanosis/sianosis Warna kebiruan pada kulit karena berkurangnya kandungan oksigen pada darah.
Debris Reruntuhan sel yang mati
Dyspnea Sulit bernafas
Hematogen Agen penyakit yang ditularkan lewat aliran darah.
Hepatisasi Tekstur paru menyerupai hati
IHK Imunohistokimia.teknik deteksi antigen, dengan menggunakan antibodi.
Konsolidasi Pemadatan jaringan paru
Kupffer Makrofag stasioner
Metaplasia- Squamous
perubahan bentuk epitel dari yang tidak skuamosa (pipih) menjadi skuamosa, bisa akibat iritasi yang terus menerus , defisiensi atau kelebihan vit A.
Mesokbronkus Bronkus pada unggas
Micrococcus genus dari bacteria yang termasuk familia Micrococcaceae
Mononuklir Berinti tunggal
Noxious Toksik,/merusak/berbahaya, untuk kesehatan.
Parabronkus Brokus tertier pada bangsa unggas
Pnemosit Sel epitel pada dinding alveoli
Pnemosit tipe 1 Sel epitel pada dinding alveoli berbentuk membranus dan sifatnya mudah rusak
berbentuk granuler, lebih resisten dibandingkan pnemosit tipe 1
Sequelae (jamak),
Sequela (tunggal)
Gejala sisa , kelanjutan penyakit, atau kondisi patologi pasca infeksi,trauma maupun terapi.
Splenisasi Aspek paru menyerupai limpa.
Sreptokokus Bakteri bentuk kokus
E F
Eksudasi Fibrin
Embolik Fibroblast
Sreptokokus
T U
TBC Uremik
Tonsil Trakea