• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Mikrobiologik pada Keju Gouda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas Mikrobiologik pada Keju Gouda"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS MIKROBIOLOGIK PADA KEJU GOUDA

PURI NOVITA ROSSI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Mikrobiologik pada Keju Gouda adalah benar karya Saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

(4)

ABSTRAK

PURI NOVITA ROSSI. Kualitas Mikrobiologik pada Keju Gouda. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan jumlah total mikroorganisme dan koliform pada keju Gouda. Sampel diambil satu kali seminggu selama tiga minggu berturut-turut. Sebanyak sepuluh sampel dari masing-masing keju Gouda (Gouda young, middle, dan old) diuji menggunakan metode hitungan cawan dengan cara tuang. Data dianalisis dengan t-student dan uji Duncan untuk membandingkan jumlah total mikroorganisme dan koliform. Hasil menunjukkan bahwa keju Gouda old memiliki rata-rata jumlah total mikroorganisme tertinggi (1.4x108 cfu/gram). Tidak terdapat perbedaan jumlah total mikroorganisme yang signifikan antara keju Gouda young dan keju Gouda middle. Perbedaan jumlah total mikroorganisme yang signifikan (p<0.05) ditunjukkan pada keju Gouda young dengan keju Gouda old; keju Gouda middle dan keju Gouda old. Rata-rata jumlah koliform tertinggi ditemukan pada keju Gouda young, yaitu 4.3x105 cfu/gram. Tidak terdapat perbedaan jumlah koliform yang signifikan di antara ketiga tipe keju Gouda (p>0.05). Keberadaan koliform pada keju Gouda mengindikasikan adanya kontaminasi selama proses dan mengurangi kualitas keju tersebut.

Kata kunci: keju gouda, koliform, total mikroorganisme

ABSTRACT

PURI NOVITA ROSSI. Microbiological Quality of Gouda Cheese. Supervised by DENNY WIDAYA LUKMAN.

The aim of this study was to observe the total number of microorganism and coliforms in Gouda cheese. Samples were taken every week for three consecutive weeks. As many as 10 samples of each Gouda cheese (Gouda young, middle, and old) were examinated using plate count method (pour plate method). The data was analyzed with t-student and Duncan test to compare the total number of microorganism and coliforms. The result showed that Gouda old cheese has the highest average number of total microorganism (1.4x108 cfu/gram). There was not any significant difference in the total number of microorganism between Gouda young cheese and Gouda middle cheese. The significant (p<0.05) difference in the total number of microorganism was showed with Gouda young cheese and Gouda old cheese; Gouda middle cheese and Gouda old cheese. The highest average number of coliform was found in Gouda young cheese (4.3x105 cfu/gram). There was not any significant difference in the total number of coliforms among all the three types of Gouda cheese (p>0.05). The presence of coliforms in Gouda cheese indicated any contamination during the process and reduced the quality.

(5)

KUALITAS MIKROBIOLOGIK PADA KEJU GOUDA

PURI NOVITA ROSSI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Kualitas Mikrobiologik pada Keju Gouda Nama : Puri Novita Rossi

NRP : B04090123

Disetujui oleh

Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi Pembimbing

Diketahui

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis haturkan kepada Tuhan YME atas rahmat dan karuniaNya, sehingga skripsi dengan judul Kualitas Mikrobiologik pada Keju Gouda dapat diselesaikan.

Terima kasih Penulis ucapkan kepada Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi selaku Dosen Pembimbing atas segala bimbingan, dorongan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Di samping itu, Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada drh Agus Wijaya, MSc, PhD selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing Penulis selama menjadi mahasiswa FKH IPB. Ungkapan terima kasih Penulis ucapkan juga kepada Prof Dr drh Mirnawati Sudarwanto, Dr drh Hadri Latif, MSi, drh Herwin Pisestyani, MSi, Pak Hendra, dan Pak Rahmat atas dorongan, masukan, dan bantuan selama pengumpulan dan pengolahan data.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Rosiin, Ibu Dami, dan adik Nureza Rosivianti atas doa, kasih sayang, dan dukungan yang diberikan selama ini. Selanjutnya ungkapan terima kasih Penulis ucapkan kepada teman seperjuangan selama penelitian (Ica, Anggina, Riris) dan Didi yang telah banyak membantu selama proses penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada teman-teman seangkatan Geochelone 46 dan Puri Mawar yang sama-sama berjuang dalam menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kesalahan.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai evaluasi bagi Penulis. Terlepas dari kekurangan yang ada, Penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Keju 1

Keju Gouda 3

Total Plate Count (TPC) 4

Karakteristik Koliform 5

Escherichia coli 6

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat 7

Alat dan Bahan 7

Metode Penelitian 8

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian TPC 8

Pengujian Koliform 9

PENUTUP

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 12

(11)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan nutrient yang terdapat dalam keju dan berbagai jenis

bahan lain per 100 gram bahan pangan 2

2 Persyaratan kandungan dalam keju menurut BSN (1992) tentang

Standar Keju Olahan 2

3 Kandungan gizi keju Gouda 3

4 Jumlah rata-rata total mikroorganisme pada sampel keju Gouda

produksi local 9

5 Jumlah rata-rata koliform pada sampel keju Gouda produksi local 10

DAFTAR GAMBAR

1 Biakan mikroorganisme pada media total plate count (TPC) 5

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keju merupakan salah satu produk olahan susu yang terbentuk karena koagulasi susu oleh rennet (enzim pencernaan dalam lambung hewan penghasil susu). Koagulasi dapat dilakukan dengan menggunakan koagulasi garam, asam atau enzim, pemekatan atau kombinasinya. Kandungan protein dalam keju cukup dijadikan sebagai pengganti daging, khususnya bagi para vegetarian (Winarno dan Ivone 2007). Protein dalam keju sebanyak 70 gram setara dengan protein dalam 100 gram daging. Sebagai bahan makanan, keju sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh yaitu di antaranya sumber zat gizi, menjaga kesehatan gigi, mencegah kanker, menambah berat tubuh, menambah kekuatan tulang, dan menjaga tekanan darah.

Keju merupakan salah satu produk olahan susu dengan peminat dalam jumlah tinggi di Indonesia dan dapat dijadikan sebagai bahan makanan alternatif untuk memenuhi kebutuhan protein asal hewan. Seiring dengan meningkatnya konsumsi dan permintaan keju di Indonesia, menuntut ketersediaan keju dalam jumlah yang besar.

Menurut McSweeney (2007a), keju adalah bahan makanan yang bergizi tinggi, multifungsi, dan bernutrisi seimbang. Untuk memenuhi permintaan konsumen yang sadar akan kesehatan, produsen keju telah melakukan beberapa upaya untuk menghasilkan keju yang rendah kalori seperti keju Cheddar, Gouda, dan Mozarella. Keju mengandung konsentrasi tinggi akan nutrisi esensial yang relatif terhadap kandungan energinya. Nutrisi dan kandungan vitaminnya dipengaruhi oleh jenis susu yang digunakan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi mikrobiologis keju Gouda, khususnya total plate count (TPC) dan koliform yang berasal dari produsen keju lokal di Jawa Barat.

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Keju

(13)

2

Enzim pencernaan dalam lambung hewan penghasil susu tersebut dapat diperoleh dalam bentuk rennet. Rennet adalah proteinase yang digunakan dalam proses koagulasi susu (McSweeney 2007b).

Daulay (1991) menyatakan bahwa keju merupakan salah satu bahan pangan dengan daya simpan yang baik dan kaya akan protein, lemak, kalsium, fosfor, riboflavin, dan vitamin-vitamin lain dalam bentuk pekat. Keunggulan nilai gizi dari keju bila dibandingkan dengan bahan pangan lain dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan nutrien yang terdapat dalam keju dan berbagai jenis bahan lain per 100 gram bahan pangan (McSweeney 2009)

Bahan Pangan ProteinN x 2.26 (g) Lemak (g) Kalsium (g) Energi (kkal)

Keju

Berdasarkan SNI 01-2980-1992 tentang Keju Olahan, terdapat persyaratan kandungan dalam keju (Tabel 2).

Tabel 2 Standar keju olahan menurut SNI 01-2980-1992 tentang persyaratan kandungan keju

No Kandungan Persyaratan

1. Air Maksimal 45%

2. Protein Minimal 19.5%

3. Lemak Minimal 25%

4. Jumlah bakteri Maksimal 300 koloni/gram

Koliform Maksimal – 3 APM/gram

Khamir dan kapang Tidak ada

5. Abu Maksimal 5.5%

6. Bahan tambahan Sesuai yang diijinkan

Pada umumnya, sebagian besar produsen membuat keju melalui proses pasteurisasi. Namun, ada juga keju yang dibuat tanpa melalui proses tersebut. Fernandes (2009) mengatakan bahwa demi keamanan kesehatan, pembuatan keju sebaiknya menggunakan susu pasteurisasi. Pasteurisasi dilakukan dengan pemanasan pada suhu 65 °C selama 30 menit (low temperature long time/ LTLT). Hal ini diharuskan karena akan membunuh bakteri yang dapat mempengaruhi kualitas keju, seperti koliform yang dapat merusak tekstur lebih dini dan rasa menjadi tidak enak.

(14)

3

Mikroorganisme tersebut dapat menimbulkan penyakit dan menurunkan kualitas susu yang berakibat perubahan dan penyingkiran karena terjadi pengasaman dan penggumpalan susu (Chye et al. 2004).

Rennet yang berperan dalam proses koagulasi ditambahkan saat susu sudah dingin dan dipanaskan sebelumnya. Proses koagulasi dipengaruhi oleh suhu, keasaman, kandungan kalsium susu, dan faktor lainnya.

Biakan yang digunakan dalam pembuatan keju ada dua, yaitu biakan mesofilik dengan suhu optimum antara 20 °C dan 40 °C dan biakan termofilik yang berkembang sampai suhu 45 °C. Biakan yang paling sering digunakan adalah biakan turunan campuran (mixed-strain), yaitu dua atau lebih turunan bakteri mesofilik dan termofilik berada dalam simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan (Dusterhoft dan van den Berg 2007). Biakan ini tidak hanya memproduksi asam laktat tetapi juga komponen aroma dan CO2. Karbondioksida

sangat penting untuk menciptakan rongga-rongga di tipe keju butiran dan tipe mata bundar (round-eyed), contohnya keju Gouda, Manchego dan Tilsiter dari biakan mesofilik, serta Emmenthal dan Gruyère dari biakan termofilik. Secara simpan yang baik dan kandungan gizi yang lengkap. Kandungan gizi keju Gouda tersebut disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan gizi keju Gouda (Miller et al. 2007)

Kandungan Total dalam keju (%) Kandungan Total dalam keju (%)

(15)

4

Keju Gouda dapat disimpan dalam jangka waktu lama, tetapi harus dilapisi parafin yang biasanya berwarna merah terang setelah pematangan. Lama penyimpanan juga berpengaruh terhadap tekstur keju. Jika keju Gouda disimpan lebih dari 6 bulan, teksturnya akan menjadi keras. Keju Gouda berdasarkan lama pemeramannya dapat digolongkan menjadi 6, yaitu:

1. Jonge koas (keju jauh dari pematangan), waktu pematangan paling sedikit dua minggu

2. Jonge belegen, waktu pematangan 2–4 bulan 3. Belegen (matang), waktu pematangan 4–7 bulan

4. Extra belegen (ekstra matang), waktu pematangan 7–10 bulan 5. Oud (tua), waktu pematangan 10–12 bulan

6. Over jariq (lebih tua), waktu pematangan lebih dari 12 bulan

Terdapat 3 tipe keju Gouda yang dihasilkan oleh produsen keju lokal ini, yaitu Gouda young, Gouda middle, dan Gouda old. Ketiga tipe tersebut dibedakan pada lama penyimpanannya (Gouda young 1.5–2.5 bulan, Gouda middle 2.5–4, dan Gouda old lebih dari 4 bulan).

Tekstur keju Gouda young belum keras, rasa belum menyengat, dan sedikit asin. Harga untuk keju tipe ini lebih murah dibanding Gouda middle dan Gouda old. Gouda middle memiliki tekstur sedikit lebih keras dari Gouda young, rasa semakin menyengat, dan lebih asin. Gouda old memiliki tekstur paling keras. Rasa asin dari keju tipe ini paling kuat dari kedua tipe sebelumnya. Selain itu aroma dan rasanya juga semakin kuat. Oleh karena itu harga keju Gouda old paling mahal di antara kedua tipe lainnya.

Total Plate Count (TPC)

Pengujian jumlah mikroorganisme pada bahan pangan merupakan salah satu pengujian yang umum dan rutin diterapkan dalam rangka pengawasan dan pengendalian mutu, serta keamanan bahan pangan. Jumlah total mikroorganisme selalu dimasukkan dalam suatu standar atau spesifikasi suatu produk bahan pangan. Menurut BSN (2008), prinsip dari pengujian TPC adalah menunjukkan jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam suatu produk dengan cara menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media agar. Media yang digunakan dalam uji ini adalah plate count agar (PCA).

(16)

5

Gambar 1 Biakan mikroorganisme pada media plate count agar (PCA)

Selain itu, sebuah koloni yang nampak pada biakan tidak selalu berasal dari satu sel mikroorganisme saja, tetapi dapat berasal dari sekelompok mikroorganisme (mikroorganisme yang terdapat pada bahan pangan sering membentuk kelompok atau clump). Oleh sebab itu, jumlah mikroorganisme yang diperoleh dengan metode ini hanya merupakan jumlah prakiraan (estimasi) saja dan terdapat kemungkinan bahwa jumlah mikroorganisme yang diperoleh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah sesungguhnya (Sudarwanto 2012). Oleh karena itu, hasil pemeriksaan perlu diinterpretasi secara hati-hati. Namun metode ini merupakan metode yang sangat berguna dan dianjurkan dalam pemeriksaan rutin.

Karakteristik Koliform

Koliform merupakan bakteri berbentuk batang, gram negatif yang bersifat aerobik, dan fakultatif anaerobik. Menurut Garbutt (1997), koliform dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu koliform fekal seperti Escherichia coli dan non-fekal seperti Enterobacter aerogenes, Klebsiella, dan Serratia. Koliform fekal adalah salah satu jenis koliform yang dapat memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas selama 48 jam pada suhu 44.5–45.5 °C. Koliform jenis ini tidak memiliki taksonomi yang jelas (Kornacki dan Johnson 2001).

(17)

6

Gambar 2 Biakan koliform pada media violet red bile agar (VRBA)

Bakteri ini mengalami pertumbuhan minimum pada suhu -10 °C, optimum pada suhu 20–30 °C, dan maksimum pada suhu 42 °C (Garbutt 1997). Susu segar yang tinggi akan kualitas mikrobiologinya biasanya mengandung jumlah koliform <10 cfu/ml. Koliform dalam jumlah tinggi dapat mengganggu proses pematangan keju, yang meliputi pembentukan gas berlebihan yang akan merusak struktur dan menurunkan kualitas keju tersebut. Telah diketahui bahwa koliform merupakan kontributor utama dalam pembentukan gas pada susu segar (Frank 2001). Koliform merupakan bakteri yang peka terhadap asam, kepekaannya dapat meningkat seiring dengan naiknya konsentrasi garam dan turunnya aktivitas air (Donelly 2007). Secara umum, koliform dengan jumlah tinggi lebih sering ditemukan pada keju dengan tekstur lembut daripada keju dengan tekstur semi keras. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (1990) tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air, maksimal total koliform untuk air bersih adalah 0 MPN/100 ml dan fekal koliform untuk air bersih adalah 0 MPN/100 ml.

Escherichia coli

Escherichia coli merupakan kelompok bakteri gram negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora maupun kapsula dan dapat bertahan hidup pada medium sederhana, serta dapat memfermentasikan laktosa menjadi asam dan gas (Pelczar dan Chan 1988). Kecepatan perkembangbiakan bakteri ini adalah pada interval 20 menit jika faktor media, derajat keasaman dan suhunya sesuai. Escherichia coli akan tumbuh aktif pada suhu sekitar 37 °C. Organisme ini dapat menyebabkan pembusukan yang cepat pada susu karena mampu melakukan fermentasi laktosa pada suhu sekitar 35 °C. Berikut merupakan klasifikasi Escherichia coli menurut Songer dan Post (2005).

Kindom : Bacteria Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaeceae Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

(18)

7

menguntungkan pada pertumbuhan mikroorganisme (Lelieveld et al. 2000). Habitat alami dari Escherichia coli adalah saluran pencernaan bawah hewan dan manusia. Escherichia coli dalam usus besar bersifat patogen apabila melebihi jumlah normal (Jawetz et al. 1995). Penyakit yang sering terjadi akibat infeksi oleh Escherichia coli adalah diare, infeksi saluran kemih, meningitis, dan sepsis (Kusuma 2010). Menurut Manning (2010), bakteri ini dibagi ke dalam 5 jenis berdasarkan sifat virulensi dan mekanisme kerjanya, yaitu Escherichia coli Enteropathogenic (EPEC), Escherichia coli Enterotoxigenic (ETEC), Escherichia coli Enterohemorrhagic (EHEC), Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC), dan Escherichia coli Enteroadherent (EAEC).

Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu serotipe dari Escherichia coli yang menghasilkan Shiga toxin yang dapat menimbulkan kerusakan pada lapisan usus, diare berdarah, haemolytic uremic syndrome yang ditandai dengan anemia haemolytic, dan gagal ginjal (Johnson 2002). Sumber utama infeksi yang terjadi pada manusia adalah makanan, seperti daging giling, susu yang tidak dipasteurisasi, dan bahan lainnya yang telah mengalami kontaminasi silang oleh Shiga Toxin Escherichia coli (STEC) (Karmali 2003). Kolitis hemoragik yang disebabkan oleh Escherichia coli O157:H7 diketahui telah menyerang 13 pasien pada tahun 2002 di Edmonton, Alberta. Hal tersebut berkaitan dengan akibat konsumsi keju Gouda yang terbuat dari susu yang tidak dipasteurisasi (Honish et al. 2005).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan dari bulan Maret sampai September 2012. Sampel keju berasal dari produsen keju lokal di Jawa Barat. Uji mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB), Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah cawan petri (diameter 20 cm), stomacher, kantong plastik sampel steril, coolbox, tabung reaksi dan sumbat tabung reaksi, pipet volumetrik (ukuran 1 ml, 2 ml, 5 ml, dan 10 ml), kertas label, spidol, tissue, kain lap, gunting steril, pengocok tabung, pembakar bunsen, inkubator, dan counter untuk menghitung koloni.

(19)

8

Metode Penelitian

Desain Penelitian

Sampel keju diambil sebanyak 30 dari produsen keju lokal di Jawa Barat. Sampel diambil satu kali seminggu selama tiga minggu berturut-turut. Setiap sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik steril, kemudian kantong plastik diberi label dan disimpan dalam coolbox berisi es dengan suhu 4–10 °C. Sebanyak sepuluh sampel dari masing-masing keju Gouda (Gouda young, middle, dan old) diuji menggunakan metode hitungan cawan dengan cara tuang. Sampel diuji maksimum 24 jam setelah pengambilan.

Pengujian Jumlah Mikroorganisme dan Koliform

Pengujian jumlah mikroorganisme (TPC) dan koliform menggunakan metode hitungan cawan (plate count method) dengan cara tuang, menggunakan media PCA untuk jumlah mikroorganisme dan VRB untuk jumlah koliform. Sampel ditimbang terlebih dahulu sebanyak 25 gram, kemudian dimasukkan ke dalam 225 ml BPW 0.1%, lalu dihomogenkan dengan stomacher. Pengujian TPC dan koliform dibuat pengenceran mulai dari 10-1,10-2, 10-3 sampai dengan 10-4. Sebanyak 1 ml suspensi dari setiap pengenceran dimasukkan ke dalam cawan petri, selanjutnya dituangkan media agar sebanyak 10–15 ml (suhu 44–46 °C) ke dalam cawan petri tersebut. Isi dalam cawan petri dihomogenkan dengan menggerakkan cawan petri membentuk angka 8 secara hati-hati, kemudian didiamkan sampai padat. Setelah media agar memadat, biakkan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 48±2 jam dengan posisi terbalik.

Untuk pengujian koliform, penuangan media agar VRB dilakukan sebanyak 2 kali (double layer) dan penuangan kedua (3–4 ml) dilakukan setelah bagian pertama memadat. Setelah itu diinkubasi pada suhu 35–37 °C selama 18–24 jam dengan posisi terbalik. Penghitungan jumlah total mikroorganisme dan koliform dilakukan dengan menggunakan metode hitungan cawan menurut Swanson et al. (2001).

Analisis Data

Hasil pengujian laboratorium terhadap jumlah total mikroorganisme dan koliform yang berupa data kuantitatif dianalisis secara deskriptif dan uji statistik dengan uji t-student dan uji lanjut Duncan untuk mengidentifikasi beda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian TPC

(20)

9

penghitungan jumlah total mikroorganisme pada sampel keju Gouda dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 4 Jumlah total mikroorganisme pada sampel keju Gouda produksi lokal

Sampel keju Total plate count (cfu/gram)

Rata-rata Minimum Maksimum

Gouda young (n=10) 2.6x107 b 3.2x106 6.1x107

Gouda middle (n=10) 3.2x107 b 2.1x106 8.4x107

Gouda old (n=10) 1.4x108 a 2.1x106 4.7x108

*angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda (a, b) menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Hasil yang didapat menunjukkan jumlah yang lebih tinggi dari batas standar keju olahan menurut SNI 01-2980-1992, yaitu 300 koloni/gram. Rataan jumlah mikroorganisme yang tinggi pada sampel keju yang diperiksa menunjukkan populasi mikroorganisme tumbuh dengan sangat cepat. Pertumbuhan mikroorganisme dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, yakni ketersediaan nutrisi, suhu, pH, oksigen, pengaruh aktivitas air, dan pengaruh potensi genetik dari bakteri itu sendiri (Fardiaz 1998). Proses penyimpanan susu juga dapat mempengaruhi kontaminasi mikroorganisme pada keju sebagai produk olahannya. Sawitri et al. (2010) mengatakan bahwa jumlah mikroorganisme pada penyimpanan susu pasteurisasi dalam refrigerator sampai hari ke-2 masih pada kisaran 104 cfu/gram, tetapi mulai hari ke-3 sampai ke-5 mengalami peningkatan lebih dari 104 cfu/gram. Selama penyimpanan tersebut terjadi pertumbuhan mikroorganisme yang signifikan. Banyaknya jumlah mikoorganisme dalam susu pasteurisasi selama penyimpanan dalam refrigerator kemungkinan akibat pertumbuhan bakteri thermoduric dan penghasil spora (Jay 1999).

Jumlah mikroorganisme tersebut merupakan akumulasi dari cemaran yang berasal dari bahan asalnya yaitu susu dan cemaran selama proses pembuatan (bakteri, kapang, khamir). Secara normal, susu yang baru dikeluarkan dari ambing akan mengandung sejumlah mikroorganisme (Lukman et al. 2009). Pencemaran tersebut dapat berasal dari ambing sendiri ataupun masuk melalui puting susu. Tidak menutup kemungkinan jumlah tersebut akan bertambah akibat kontaminasi yang berasal dari tanah, air, debu, udara, peralatan pemerahan, dan pekerja (Magadan et al. 2010).

Sumber kontaminasi mikroorganisme dapat berasal dari lingkungan, tubuh sapi, dan peralatan pemerahan. Menurut Hayes dan Boor (2001), sumber kontaminasi dari hewan berupa sedimen susu yang merupakan debris atau reruntuhan kotoran dapat berasal dari puting yang tidak dibersihkan sebelum pemerahan. Reruntuhan kotoran tersebut bisa melewati saringan susu dan ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan total plate count (TPC).

Pengujian Koliform

(21)

10

Hasil analisis perbandingan rata-rata jumlah koliform ketiga jenis tipe keju Gouda tidak berbeda nyata (p>0.05). Adapun hasil penghitungan jumlah koliform pada sampel keju Gouda yang diperiksa dirangkum dalam Tabel 3.

Tabel 5 Jumlah koliform pada sampel keju Gouda produksi lokal

Sampel keju Koliform (cfu/gram)

Rata-rata Minimum Maksimum

Gouda young (n=10) 4.3x105 a 4.0x101 4.1x106

Gouda middle (n=10) 1.9x104 a 1.0x101 4.0x104

Gouda old (n=10) 1.3x105 a 1.0x102 1.3x106

*angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)

Hasil yang didapat menunjukkan jumlah yang lebih tinggi dari batas standar yang telah ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) mengenai kandungan keju olahan, yaitu 3 Angka Paling Mungkin (APM) (SNI 01-2980-1992). Pencemaran oleh koliform pada sampel keju dapat disebabkan oleh kontaminasi yang berasal dari air yang digunakan selama proses pembuatan. Air yang terkontaminasi koliform merupakan sumber utama pencemaran karena bakteri ini dapat bertahan selama 6 bulan dalam sedimen air dan sepanjang musim dingin (Manning 2010). Tingginya jumlah koliform pada sampel keju yang diperiksa juga dapat disebabkan telah terkontaminasinya bahan utama pembuat keju oleh koliform, yaitu susu. Menurut Singh et al. (2003), kualitas susu yang digunakan selanjutnya menentukan karakteristik keju yang akan dihasilkan baik tekstur, aroma dan cita rasa. Fernandes (2009) mengatakan bahwa demi keamanan kesehatan, pembuatan keju sebaiknya menggunakan susu pasteurisasi. Pasteurisasi dilakukan dengan pemanasan pada suhu 65 °C selama 30 menit (low temperature long time/ LTLT). Hal ini diharuskan karena akan membunuh bakteri yang dapat mempengaruhi kualitas keju, seperti koliform yang dapat merusak tekstur lebih dini dan rasa menjadi tidak enak. Keju yang terbuat dari susu yang tidak dipasteurisasi memiliki rasa dan aroma lebih baik, namun kebanyakan produser (kecuali pembuat keju tipe ekstra keras) memilih menggunakan susu pasteurisasi. Hal ini dikarenakan kualitas susu yang tidak dipasteurisasi kurang dapat dipercaya, sehingga mereka tidak mau mengambil risiko lebih besar.

Kontaminasi koliform pada susu merupakan akibat dari kesalahan saat pemerahan dan penyimpanan yang tidak menggunakan rantai dingin (Altahi dan Hassan 2009). Keberadaan bakteri ini merupakan indikasi dari kondisi pengolahan atau sanitasi yang tidak memadai dan keberadaannya dalam jumlah tinggi dalam makanan olahan menunjukkan adanya kemungkinan pertumbuhan dari Salmonella, Shigella, dan Staphylococcus. Pertumbuhan koliform biasanya terjadi selama proses pembuatan keju atau selama beberapa hari awal penyimpanan (Donelly 2007). Menurut Bennet (2005), koliform akan merusak tekstur dan rasa keju.

(22)

11

kontributor utama dalam pembentukan gas pada susu segar (Frank 2001). Koliform merupakan bakteri yang peka terhadap asam, dan kepekaannya dapat meningkat seiring dengan naiknya konsentrasi garam dan turunnya aktivitas air (Donelly 2007). Secara umum, koliform dengan jumlah tinggi lebih sering ditemukan pada keju dengan tekstur lembut daripada keju dengan tekstur semi keras. Susu dengan kontaminasi koliform tinggi tidak baik digunakan sebagai bahan dasar membuat keju karena akan menimbulkan lubang. Menurut Ayu et al. (2005), hal tersebut ada hubungannya dengan sifat koliform yang dapat memfermentasikan laktosa menjadi asam dan gas. Beda halnya dengan keju Swiss yang memang sengaja dibuat berlubang, yaitu dengan bantuan bakteri Propionibacterium freudenreichii.

Escherichia coli merupakan salah satu anggota dari koliform yang dapat mempengaruhi produk hasil olahan susu karena mempercepat proses pembusukan susu dan fermentasi laktosa pada suhu 35 °C. Kemampuannya dalam mendegradasi protein juga akan mempengaruhi kualitas dari susu serta berbagai produk olahannya karena susu merupakan salah satu pangan sumber protein tinggi (Donnenberg 2002). Anggota koliform lainnya seperti Serratia, Pseudomonas synxantum, dan Pseudomonas syncyanea dapat menimbulkan warna-warna yang tidak diinginkan pada susu dan mengakibatkan penyingkiran (Sanjaya et al. 2007). Dwidjoseputro (1994) mengatakan bahwa perubahan warna tersebut juga dapat terjadi pada produk olahan susu. Hal ini dikarenakan mikroorganisme tersebut dapat membentuk pigmen yang mengubah warna keju.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Rata-rata jumlah total mikroorganisme tertinggi terdapat pada sampel keju Gouda old, yaitu 1.4x108 cfu/gram. Jumlah tersebut berada di atas ambang batas standar jumlah mikroorganisme yang ditetapkan dalam SNI (01-2980-1992) tentang Keju Olahan yaitu sebesar 300 koloni/gram. Rata-rata jumlah koliform tertinggi terdapat pada sampel keju Gouda young, yaitu 4.3x105 cfu/gram. Jumlah tersebut melebihi ambang batas standar jumlah koliform yang ditetapkan dalam SNI (01-2980-1992) tentang Keju Olahan yaitu sebesar 3 Angka Paling Mungkin (APM).

Saran

(23)

12

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01–2980–1992. Persyaratan Kandungan Keju. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 2897: 2008. Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur dan Susu, serta Hasil Olahannya. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 7388: 2009 Batasan Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

[PerMenKes] Peraturan Menteri Kesehatan. 1990. PerMenKes No. 416/MEN.KES/PER/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan.

Altalhi AD, Hassan SA. 2009. Bacterial quality of raw milk investigated by Escherichia coli and isolated analysis for specific virulence-gene markers. Food Control. 20:913–917.

Ayu RDS, Indrawani YM, Sudiarti T. 2005. Analisis mikrobiologi Escherichia coli O157:H7 pada hasil olahan hewan sapi dalam proses produksinya. Makara Kesehatan. 9(1):23–28.

Bennett RW. 2005. Staphylococcus aureus. Di dalam: Lund BM, Baird-Parker TC, Gould GW, editor. The Microbiological Safety and Quality of Food. Maryland (US): Marcel Dekker.

Chye FY, Abdullah A, Ayob MK. 2004. Bacteriological quality and safety of raw milk in Malaysia. Food Microbiol. 21:535–541.

Daulay D. 1991. Buku/Monograf Fermentasi Keju. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

Donelly CW. 2007. Pathogens and food poisoning bacteria. Di dalam: McSweeney PLH, editor. Cheese Problems Solved. New York (US): CRC Pr.

Donnenberg M. 2002. Escherichia coli: Virulence Mechanism of Multipurpose Pathogen. San Diego (US): Academic Pr.

Dwidjoseputro D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Ed ke-2. Jakarta (ID): Djambatan.

Dusterhoft EM, Van Den Berg G. 2007. Dutch-type cheese. Di dalam: McSweeney PLH, editor. Cheese Problems Solved. New York (US): CRC Pr.

Fardiaz S. 1998. Fisiologi Fermentasi. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.

(24)

13

Frank JF. 2001. Milk and dairy products. Di dalam: Doyle MP, Beuchat LR, Montville TJ, editor. Food Microbiology. Washington DC (US): ASM Pr.

Garbutt J. 1997. Essentials of Food Microbiology. London (GB): Arnold Pr.

Hayes MC, Boor K. 2001. Raw milk microbiology and fluid milk products. Di dalam: Steele J, Marth E, editor. Appl Dairy Microbiol. Ed ke-2. New York (US): Marcel Dekker.

Hui YH. 1993. Dairy Science and Technology Handbook 2 Product Manufacturing. United States of America (US): Wiley-VCH.

Honish L, Predy G, Hislop N, Chui L, Kowalewska-Grochowska K, Trottier L, Kreplin C, Zazulak I. 2005. An outbreak of E. coli O157:H7 hemorrhagic colitis associated with unpasteurized Gouda cheese. Can J Public Health. 96:182–184.

Jawetz E, Menick JL, Adelberg EA, Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta (ID): EGC.

Jay MJ. 1999. Modern Food Microbiology. Ed ke-2. Michigan (US): Detroit.

Johnson JR. 2002. Evolution of pathogenic Escherichia coli. Di dalam: Donnenberg MS, editor. Virulence Mechanisms of a Versatile Pathogen. Maryland (US): Elsevier.

Karmali MA. 2003. The medical significance of shiga toxin-producing Escherichia coli infections. Di dalam: Dana P dan Frank E, editor. E. coli Shiga Toxin Methods and Protocols. New Jersey (US): Humana Pr.

Kusuma SAF. 2010. Makalah Escherichia coli [Internet]. [diunduh 2013 Jan 26]. Tersedia pada: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/ 2011/09/pustaka_unpad_Escherichia-coli.pdf.

Kornacki JL, Johnson JL. 2001. Enterobacteriaceae, Colifoms, and Escherichia coli as Quality and Safety Indicators. Di dalam: Downess FP, Ito K, editor. Microbiological Examination of Foods. United State of America (US): American Public Health Association.

Lelieveld HLM, Moster MA, Holal J, White B. 2000. Hygiene in Food Processing. Cambridge (GB): Woodhead Publ and CRC Pr.

Lukman DW. 2009. Penghitungan jumlah mikroorganisme dengan hitungan cawan. Di dalam: Lukman DW, Purnawarman T, editor. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan. Bogor (ID): Kesmavet FKH IPB.

(25)

14

McSweeney PLH. 2007a. Nutritional aspects of cheese. Cheese Problems Solved. New York (US): CRC.

McSweeney PLH. 2007b. Conversion of milk to curd. Di dalam: McSweeney PLH, editor. Cheese Problems Solved. New York (US): CRC Pr.

McSweeney PLH. 2009. Cheese Problems Solved. New York (US): CRC Pr.

Miller GD, Jarvis JK, McBean LD. 2007. Dairy Foods and Nutrition. Ed ke-3. New York (US): CRC Pr.

Paruch AM, Maehlum T. 2012. Specific features of Escherichia coli that distinguish it from coliform and thermotolerant coliform bacteria and define it as the most accurate indicator of faecal contamination in the environment. Ecol Indic. 23:140–142.

Pelczar MJ, Chan ECS. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta (ID): UI Pr.

Sanjaya AW, Sudarwanto M, Soejoedono RR, Purnawarman T, Lukman DW, Latif H. 2007. Higiene Pangan. Bogor (ID): FKH IPB.

Sawitri ME, Manab A, Padaga MC, Susilorini TE, Wisaptiningsih U, Ghozi K. 2010. Kajian kualitas susu pasteurisasi yang diproduksi U.D Gading Mas selama masa penyimpanan dalam refrigerator. J Ilmu Teknol Hasil Ternak. 5(2):28–32.

Singh TK, Drake MA, Cadwallader KR. 2003. Cheddar Cheese: A Chemical and Sensory Perspective. Compr Rev in Food Sci Food Saf. 2:139–162.

Songer JG, Post KW. 2005. Veterinary Microbiology Bacterial and Fungal Agent of Animal Disease. Maryland (US): Elsevier.

Swanson KMJ, Petran RL, Hanlin JH. 2001. Culture Methods for Enumeration of Microorganisms. Dalam Downes FP, Ito K, ed, Compendium of Methods for the Microbiological Examinations of Food. Ed ke–4. Washington, DC (US): APHA.

Winarno FG. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

(26)

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 28 November 1991 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Rosiin dan Ibu Dami. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN Penjaringan 03 Jakarta pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 5 Jakarta dan lulus tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 3 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Gambar

Tabel 3  Kandungan gizi keju Gouda (Miller et al. 2007)
Gambar 1  Biakan mikroorganisme pada media plate count agar (PCA)
Gambar 2  Biakan koliform pada media violet red bile agar (VRBA)
Tabel 4  Jumlah total mikroorganisme pada sampel keju Gouda produksi lokal
+2

Referensi

Dokumen terkait

Escherichia coli umumnya hidup pada saluran pencernaan manusia dan hewan sehingga kontaminasi bakteri ini pada makanan biasanya berasal dari. kontaminasi air

Kesimpulan Penelitian didapatkan bakteri koliform dan bakteri koliform fekal yaitu Escherichia coli pada sampel air pencuci peralatan dapur di food court salah satu universitas

 Bakteri saprofit memperoleh makanan dari sisa- sisa makhluk hidup yang telah mati atau limbah, misalnya bakteri yang hidup di tempat sampah, Contoh : Escherichia

Penelitian mengenai resistansi antibiotik terhadap bakteri Escherichia coli (E.coli) dan jumlah bakteri koliform dari Ikan Balang di Sungai Batang Arau telah

Hasilnya adalah empat dari lima sampel susu sapi segar positif bakteri Escherichia coli dengan jumlah koliform rata-rata 460 MPN/ml, dan tidak terdapat bakteri

Penelitian bertujuan untuk mengetahui efek bawang dayak sebagai zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli (E. coli) serta berapa lama

yaitu koliform fekal misalnya Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia, dan koliform nonfekal misalnya Enterobacter aerogenes

Penelitian bertujuan untuk mengetahui efek bawang dayak sebagai zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli (E. coli) serta berapa lama