• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pokja/satgas melakukan monitoring setiap 3 bulan untuk memastikan program kerja berjalan sesuai rencana. Selain untuk

Perlindungan Perempuan dan Anak

Tahap 4: Pokja/satgas melakukan monitoring setiap 3 bulan untuk memastikan program kerja berjalan sesuai rencana. Selain untuk

Membangun mekanisme dan sistem kerja bagi tim khusus yang dibentuk, termasuk di dalamnya rencana kerja, monitoring dan evaluasi.

LANGKAH 2

Tahap 1: Pokja/satgas membuat rancangan program aksi perlindungan perempuan dan anak yang terintegrasi dengan rencana aksi desa/kelurahan damai melalui diskusi. Diskusi ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan strategi rencana aksi.

(Lihat panduan M&E perlindungan perempuan dan anak)

Tahap2: Pokja/satgas membuat data baseline terkait potensi yang dimiliki desa/kelurahan dalam melakukan perlindungan terhadap perempuan dan anak dan praktik-praktik tradisi yang ada di masyarakat yang berpotensi melanggar hak perempuan dan anak.

Tahap 3: Pokja/satgas melaksanakan program kerja yang telah disepakati. Program kerja termasuk didalamnya edukasi dan kampanye pencegahan terjadinya kasus-kasus KBG melalui kampanye, kerja berjejaringan dengan berbagai stakeholder, penanganan kasus-kasus KBG di desa/kelurahan, dll.

Tahap 4: Pokja/satgas melakukan monitoring setiap 3 bulan untuk memastikan program kerja berjalan sesuai rencana. Selain untuk melihat capaian dalam 3 bulan kerja, monitoring juga mengidentifikasi tantangan dan bagaimana cara mengatasi tantangan tersebut.

Informasi mengenai cara-cara pokja/satgas dalam mengatasi tantangan tersebut nantinya akan menjadi bagian pembelajaran yang berharga bagi komunitas.

PENDEKATAN DAN MEKANISME PERLINDUNGAN BERBASIS KOMUNITAS UNTUK PEREMPUAN DAN ANAK PEREMPUAN MENGAKSES KEADILAN FORMAL DAN INFORMAL

21

Menyediakan alokasi dana dalam anggaran desa untuk mendukung program perlindungan perempuan dan anak.

LANGKAH 3

Pokja/satgas dapat melakukan lobby terhadap orang-orang yang nantinya akan terlibat pada proses pra-musrenbang desa/kelurahan dan/atau musrenbang desa/kelurahan. Tujuan lobby ini adalah untuk memastikan agenda perlindungan perempuan dan anak dari KBG dapat menjadi bagian dari program desa, sehingga program kegiatan memiliki peluang untuk mendapatkan alokasi anggaran desa.

Jika hal ini tidak dapat diwujudkan oleh karena keterlambatan dalam melakukan lobby atau karena kurangnya komitmen peserta musrenbang desa/kelurahan terhadap isu-isu perempuan dan anak, maka alternatif lainnya adalah menggalang dana mandiri yang dalam pengelolaannya harus menjunjung akuntabilitas dan transparansi.

Meningkatkan kapasitas pokja/satgas dan kelompok perempuan lainnya terkait kerja-kerja advokasi penanganan kasus-kasus KBG di tingkat desa/kelurahan.

LANGKAH 4

Pengetahuan dan ketrampilan pokja/satgas dan kelompok perempuan lainnya di desa/kelurahan memegang kunci dalam memastikan kesuksesan program perlindungan perempuan dan anak dari KBG.

Pokja/Satgas harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan dasar Tahap 5: Pokja/satgas melakukan evaluasi pada akhir masa program kerja. Evaluasi bertujuan untuk melihat capaian kerja secara keseluruhan, efektivitas kerja dan dampak yang dihasilkan dari implementasi program perlindungan perempuan dan anak di desa/kelurahan damai. Evaluasi bisa dilakukan oleh pokja/satgas atau pihak lain/konsultan.

Mekanisme & Sistem Kerja Pokja/Satgas PPA

MERANCANG PROGRAM

MEMBUAT DATA BASE

PELAKSANAAN

PROGRAM MONITORING EVALUASI

Melakukan kampanye-kampanye publik di tingkat desa mengenai pentingnya menghormati hak perempuan dan anak, termasuk kampanye penghapusan kekerasan berbasis gender (kekerasan seksual, pelecehan, diskriminasi dan KDRT).

LANGKAH 5

Kampanye publik bertujuan mengedukasi masyarakat desa/kelurahan mengenai pemenuhan dan perlindungan hak-hak perempuan dan anak.

Pokja/satgas mensosialisasikan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta cara-cara pencegahannya. Kampanye publik juga menyebarluaskan informasi mengenai bantuan yang dapat diberikan oleh pokja/satgas dalam penanganan kasus-kasus KBG di desa/kelurahan. Sosialisasi dan edukasi disarankan untuk tidak hanya melibatkan dan menyasar perempuan saja, tetapi juga harus melibatkan dan menyasar laki-laki, termasuk pemuda dan anak-anak.

Melakukan penyebarluasan informasi terkait layanan rujukan bagi penanganan kasus KBG, misal: layanan bantuan hukum, layanan konseling, layanan kesehatan, layanan rumah aman, dll.

LANGKAH 6

Pokja/satgas menyebarluaskan informasi terkait layanan-layanan penanganan kasus-kasus KBG yang diselenggarakan oleh negara dan kelompok independen lainnya yang memiliki kompetensi di isu-isu kesetaraan gender. Informasi ini dapat berupa pesan text yang disebarkan melalui chat grup desa/kelurahan/komunitas, media sosial atau brosur yang ditempel di tempat strategis di desa/kelurahan sehingga mudah dibaca oleh warga.

• Pelatihan Gender dan KBG.

• Pelatihan advokasi kasus-kasus KBG, termasuk di dalamnya pelatihan pendampingan korban.

• Pelatihan menyelenggarakan kampanye stop KBG dan promosi hak perempuan dan anak.

• Pelatihan menjalankan program perlindungan perempuan dan anak.

• Pelatihan monitoring dan evaluasi program perlindungan perempuan dan anak.

PENDEKATAN DAN MEKANISME PERLINDUNGAN BERBASIS KOMUNITAS UNTUK PEREMPUAN DAN ANAK PEREMPUAN MENGAKSES KEADILAN FORMAL DAN INFORMAL

23

• Pelatihan Gender dan KBG.

• Pelatihan advokasi kasus-kasus KBG, termasuk di dalamnya pelatihan pendampingan korban.

• Pelatihan menyelenggarakan kampanye stop KBG dan promosi hak perempuan dan anak.

• Pelatihan menjalankan program perlindungan perempuan dan anak.

• Pelatihan monitoring dan evaluasi program perlindungan perempuan dan anak.

1. Layanan pendampingan komunitas

Pokja/satgas dapat menyediakan layanan dasar tingkat komunitas berupa pendampingan terhadap korban sehingga korban dapat mengakses layanan lainnya yang disediakan oleh negara maupun lembaga independen. Oleh karena itu, sangat penting bagi pokja/satgas membangun jaringan dengan lembaga layanan lainnnya yang ada di wilayahnya.

Dalam memberikan layanan pendampingan, pokja/satgas wajib memegang prinsip-prinsip yang ada pada panduan ini dan memastikan bahwa korban dapat mengakses keadilan. Pokja/satgas tidak berperan sebagai penengah atau mediator dalam menyelesaikan kasus-kasus KBG di desa/kelurahan.

Salah satu peran utama pokja/satgas adalah mendampingi korban mengakses layanan hukum, kesehatan, konseling dan bantuan sosial yang disediakan oleh negara maupun organisasi non-pemerintah (LSM).

Beberapa LSM yang bergerak di isu-isu perempuan dan anak juga secara mandiri melakukan pendampingan bagi korban KBG. Organisasi tersebut di antaranya LBH APIK, Rifka Annisa dan LSM lokal lainnya. Pokja/Satgas wajib mengecek keberadaan LSM di tingkat lokal yang bergerak mendampingi korban KBG.

2. Layanan pendampingan UPTD PPA/P2TP2A, Komnas Perempuan, KPAI dan LPSK

Negara juga menyediakan layanan pendampingan bagi korban KBG secara gratis. Pokja/satgas dapat membantu korban dengan merujuk ke lembaga UPTD PPA/P2TP2A di kabupaten/kotanya masing-masing. Lembaga ini memiliki fasilitas layanan pendampingan kasus, konseling, bantuan hukum dan bantuan kesehatan yang dapat diakses secara gratis. Dalam bekerja, biasanya UPTD PPA/P2TP2A berkoordinasi dan bersinergi dengan Unit PPA Kepolisian Resor (Polres).

Pokja/satgas juga dapat melaporkan kasus KBG ke Komnas Perempuan dan KPAI. Komnas perempuan merupakan lembaga negara yang memiliki mandat memperjuangkan hak-hak perempuan dan menyediakan pendampingan perempuan korban (di antaranya bantuan medis dan psikososial), sedangkan KPAI memiliki mandat perlindungan anak yang menjadi korban kekerasan maupun memberikan pendampingan bagi anak yang menjadi pelaku kekerasan/kriminal. Untuk kasus-kasus yang cukup besar dan menyita perhatian publik, umumnya kedua lembaga negara ini biasanya turun tangan dalam pemantauan kasus dan pendampingan korban.

LPSK merupakan lembaga negara yang memberikan dukungan perlindungan bagi korban dan saksi yang sedang menjalani proses hukum dari ancaman yang membahayakan keselamatannya. Pokja/satagas dapat membantu korban untuk mengakses fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh Layanan-layanan yang menangani kasus-kasus KBG antara lain:

3. Layanan bantuan hukum

Layanan hukum merupakan layanan berupa informasi hukum, konsultasi hukum, nasihat hukum dan pendampingan di dalam dan luar pengadilan.

Layanan informasi hukum berupa informasi tentang hak-hak korban, pasal atau peraturan terkait kasus korban, prosedur pengaduan ke polisi, prosedur pemeriksaan perkara, dll.

Layanan hukum dapat diakses dari berbagai sumber, di antaranya: paralegal, bhabinkamtibmas di desa/kelurahan, polisi, lembaga bantuan hukum, dll.

Penjelasan lebih detil mengenai layanan hukum akan dijelaskan pada bab selanjutnya.

4. Layanan kesehatan

Layanan kesehatan dibutuhkan untuk memberikan pengobatan kepada korban kekerasan fisik. Jika lokasi desa/kelurahan berada di tempat yang terpencil, maka bidan desa dapat menjadi rujukan untuk pengobatan yang sifatnya darurat. Namun hal ini juga tergantung dari derajat luka yang ditimbulkan dari kekerasan yang dialami oleh korban.

Pokja/satgas juga dapat mendampingi korban untuk mendapatkan layanan di Puskesmas maupun RSUD/RS Swasta di wilayah tersebut. Biasanya korban bisa mendapatkan bukti VER untuk pemeriksaan luar yang mencakup luka derajat pertama (tidak membutuhkan perawatan lanjutan) dari dokter di Puskesmas. Sedangkan untuk kebutuhan medikolegal, biasanya pelaksanaan VER ini harus berkoordinasi dengan kepolisian (penyidik) dan dilakukan di rumah sakit. Sebelum melakukan VER, korban akan diminta untuk menandatangai informed consent (surat persetujuan) oleh pihak layanan kesehatan.

Di beberapa daerah, alokasi dana untuk melakukan VER telah tersedia dan menjadi bagian dari layanan UPTD PPA/P2TP2A dan Unit PPA Polres. Namun demikian, hal ini juga tergantung dari kebijakan pemerintah daerah di masing-masing wilayah. Pokja/Satgas dapat mengecek informasi ini langsung kepada pihak terkait. Jika, pemerintah daerah belum mengalokasikan dana tersebut, pokja/satgas desa damai, dapat menjadikan isu tersebut sebagai bagian dari advokasi terhadap kebijakan pemerintah.

5. Layanan konseling

Kekerasan berbasis gender tidak hanya meninggalkan luka fisik, namun juga menimbulkan gangguan kesehatan mental bagi korban dan/atau keluarga korban. Beberapa lembaga independen memberikan layanan konseling bagi korban dan keluarganya secara gratis atau berbayar sesuai dengan kemampuan korban (sukarela). Pokja/satgas diharapkan mencari informasi terkait layanan konseling yang disediakan oleh LSM-LSM di sekitar desa/kelurahannya.

PENDEKATAN DAN MEKANISME PERLINDUNGAN BERBASIS KOMUNITAS UNTUK PEREMPUAN DAN ANAK PEREMPUAN MENGAKSES KEADILAN FORMAL DAN INFORMAL

25

Selain dari lembaga independen, layanan konseling bagi korban juga disediakan oleh UPTD PPA/P2TP2A dan Dinas Sosial. Layanan konseling biasanya diberikan oleh psikiater dan psikolog bersertifikasi. Dalam situasi layanan yang serba terbatas, terkadang korban juga mencari bantuan konseling ke tokoh-tokoh agama, terutama tokoh agama perempuan, di tingkat komunitas.

Pada masa pandemi ini KPPPA juga memberikan layanan konseling melalui hotline SEJIWA . Hotline ini merupakan saluran konseling melalui telpon, sehingga korban tidak perlu melakukan konseling tatap muka. Beberapa UPTD PPA/P2TP2A di tingkat kota/kabupaten juga telah membuka hotline layanan bagi korban KBG.

6. Layanan bantuan sosial (dukungan ekonomi, rumah aman, dll)

Dinas sosial di beberapa kabupaten/kota telah memiliki rumah aman atau panti sosial yang dapat diakses oleh korban kekerasan, terutama jika korban dan pelakunya adalah anak. Sedangkan untuk perempuan korban KBG, biasanya pihak P2TP2A akan berkoordinasi dengan dinas sosial untuk memastikan adanya dukungan rumah aman bagi perempuan korban KBG. Di beberapa daerah, dinas sosial dan dinas pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak juga menjadi satu lembaga. Tentu saja di tiap-tiap kabupaten/kota memiliki tingkat layanan yang berbeda terhadap korban KBG. Hal ini tergantung pada koordinasi dan kerja sama antar dinas terkait, khususnya DP3A dan Dinas sosial setempat.

Pokja/satgas dapat mengakses rumah aman yang disediakan oleh lembaga-lembaga independen yang ada di wilayahnya. Lembaga sosial yang kemungkinan menyediakan rumah aman di antaranya LSM Perempuan, gereja, pesantren, dll.

Membangun sinergi kerja dalam penanganan kasus dengan lembaga-lembaga lainnya, misal: Kepolisian, Puskesmas, UPTD PPA, WCC, Dinas Sosial, paralegal, LBH, dll.

LANGKAH 7

Pokja/satgas desa/kelurahan damai dianjurkan untuk membangun kerja sama dan sinergi dengan lembaga-lembaga penyedia layanan (service provider) yang menangani korban kasus KBG. Kerja sama dan sinergi penting dilakukan antara desa/kelurahan, penyedia layanan pemerintah, lembaga negara lainnnya dan lembaga independen (LSM).

Pokja/satgas desa/kelurahan damai juga dianjurkan untuk membangun jaringan dengan lembaga-lembaga independen (LSM) yang melakukan advokasi korban KBG. Pemetaan lembaga-lembaga independen ini dapat dikategorisasikan menjadi 3 tingkat, yaitu:

tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi dan tingkat nasional. Pada akhirnya, penting sekali untuk membuat sebuah protokol koordinasi yang diformulasikan bersama, sesuai dengan mandat masing-masing lembaga, sehingga terbangun sebuah sistem respon yang baik.

PENDEKATAN DAN MEKANISME PERLINDUNGAN BERBASIS KOMUNITAS UNTUK PEREMPUAN DAN ANAK PEREMPUAN MENGAKSES KEADILAN FORMAL DAN INFORMAL

26

6.

Dokumen terkait