• Tidak ada hasil yang ditemukan

POKOK-POKOK KEGIATAN

SURVEILANS MIGRASI MALARIA

Program pengendalian malaria difokuskan untuk mencapai eliminasi malaria yang dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah, pemerintah daerah, bersama mitra kerja pembangunan, termasuk LSM, dunia usaha, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat. Eliminasi malaria dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi, dan dari satu pulau ke pulau yang lebih luas sampai seluruh wilayah Indonesia, sesuai dengan situasi malaria dan ketersediaan sumber daya yang tersedia.

Setelah mencapai eliminasi maka selanjutnya wilayah itu memasuki tahap pemeliharaan dimana daerah harus dapat mempertahankan status eliminasi dengan menjalankan surveilans migrasi.

Kondisi endemisitas malaria di berbagai wilayah di Indonesia bervariasi berdasarkan tahapan pengendalian yang sudah dicapai dan ini mengharuskan adanya perbedaan dalam strategi pengendalian yang lebih sesuai antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Oleh karena itu, kabupaten/kota di Indonesia perlu ditetapkan status endemisitasnya atau tahapan eliminasi malaria yang telah dicapainya. Daerah Jawa-Bali yang sebagian besar telah berada pada tahap pembebasan, tentu berbeda strategi pengendaliannya dengan daerah-daerah lain yang masih berada pada tahap akselerasi dan tahap intensifikasi.

Daerah pembebasan dan pemeliharaan malaria : adalah daerah yang harus mampu menemukan dan mengklasifikasikan kasus import atau kasus indigeneous

Strategi spesifik dalam upaya percepatan eliminasi malaria di kabupaten/kota dilaksanakan melalui 4 tahapan yaitu:

a. Tahap Akselerasi:

Kabupaten/kota endemis tinggi (API > 5 per 1000 penduduk), dengan sasaran intervensi seluruh lokasi endemis malaria (yang masih terjadi penularan) dalam rangka menurunkan jumlah kasus secepat mungkin

b. Tahap Intensifikasi

Kabupaten/kota endemis sedang (API 1-5 per 1000 penduduk), dengan sasaran intervensi adalah daerah fokus aktif (lokasi yang masih terjadi penularan setempat) dalam rangka mengurangi daerah (desa/dusun) fokus penularan

c. Tahap Pembebasan

Kabupaten/kota endemis rendah (API < dari 1 per 1000 penduduk), dengan sasaran intervensi menghilangkan daerah fokus aktif dalam rangka menghentikan penularan setempat (kasus indigenous)

d. Tahap Pemeliharaan

Kabupaten/kota yang sudah eliminasi, dengan sasaran intervensi terhadap individu kasus positif, khususnya kasus impor (migrasi penduduk) di daerah reseptif dalam rangka mencegah kembali penularan malaria setempat.

Daerah yang sudah masuk tahap pembebasan dan tahap pemeliharaan harus melakukan kegiatan kewaspadaan melalui surveilans secara intensif untuk mencegah munculnya kembali kasus

indigenous. Pada wilayah yang tidak ditemukan lagi kasus indigenous

atau kejadiannya sangat rendah, tetapi kasus impor masih sering terjadi seperti para pekerja (migrant worker) yang terkena malaria di tempat mereka bekerja (wilayah endemis malaria) akan berpotensi terjadinya penularan di daerah asal, yang daerahnya masih reseptif (lingkungan

yang kondusif dalam mendukung perkembangbiakan vektor malaria), maka wilayah tersebut merupakan wilayah rentan terjadinya penularan malaria.

Untuk menunjang upaya percepatan eliminasi malaria tersebut di atas, maka pokok-pokok kegiatan dalam surveilans migrasi malaria, sebagai berikut:

2. 1. Mengidentifikasi Daerah Malaria dan Penduduk yang

bermigrasi

2.1.1 Identifikasi Daerah Endemis

Melakukan identifikasi, pemetaan dan stratifikasi daerah endemis malaria berdasarkan data insidens malaria pada tingkat desa, puskesmas, kabupaten/kota.

Melakukan identifikasi, pemetaan dan stratifikasi daerah endemis malaria berdasarkan data insidens malaria pada tingkat desa, puskesmas, kabupaten/kota.

Data endemisitas malaria per-kabupaten setiap tahun dikeluarkan oleh Subdit Malaria sebagai acuan untuk melaksanakan surveilans migrasi pada tahun berikutnya( www.malaria.id) sedangkan data fokus per-puskesmas atau per-desa (dapat dilihat di dashboard data fokus di sismal). Data endemisitas dan fokus harus disosialisasikan kepada petugas yang terlibat dalam kegiatan surveilans migrasi malaria. Identifikasi daerah endemis malaria dan fokus malaria digunakan di KKP untuk menentukan alat angkut yang berasal dari daerah endemis malaria dan sasaran skrining malaria. Sedangkan data daerah endemis dan fokus malaria digunakan oleh fasyankes untuk menentukan sasaran skirining malaria.

2.1.2. Identifikasi Daerah/wilayah Reseptif

Melakukan identifikasi dan pemetaan daerah reseptif yaitu wilayah yang mempunyai vektor malaria dan terdapat faktor lingkungan serta iklim yang menunjang terjadinya penularan malaria.

KKP melakukan identifikasi daerah reseptif malaria di wilayah perimeter dan buffer sesuai dengan Kepmenkes 431 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Resiko Lingkungan di Pelabuhan/Bandara/PLB dalam rangka karantina kesehatan. Fasyankes melakukan kegiatan identifikasi wilayah reseptif untuk seluruh wilayah kerjanya. Identifikasi daerah reseptif di wilayah buffer (2 Km dari wilayah KKP) dilaksanakan dengan berkoordinasi dengan puskesmas atau dinas kesehatan wilayah setempat. Data wilayah reseptif dilaporkan setingkat desa. Desa ditetapkan sebagai wilayah reseptif, apabila di desa tersebut ditemukan nyamuk Anopheles tahap pra dewasa (bentuk larva/jentik atau pupa) maupun dewasa dan terdapat faktor risiko lingkungan serta iklim yang menunjang terjadinya penularan.

2.1.3. Identifikasi migrasi penduduk

Melakukan identifikasi dan pemetaan desa atau daerah yang penduduknya bermigrasi ke dan dari daerah endemis malaria (sebagaimana yang dimaksud pada 2.1.1) dilakukan dengan cara: - Identifikasi migrasi penduduk dilakukan dengan menggali

informasi dari pemangku kepentingan/stakeholder terkait untuk mengetahui data penduduk yang bermigrasi serta waktu migrasi.

- Identifikasi pintu masuk pendatang termasuk alat angkut darat seperti bis, mobil atau motor

- Identifikasi karakteristik kelompok penduduk yang bermigrasi (nelayan, penambang, suku tertentu, pekerja kebun, pekerja bangunan, pelajar dan lain-lain)

2. 2. Penemuan penderita dan pengobatan malaria

2.2.1. Penemuan Penderita

2.2.1.1. Penemuan penderita malaria dalam Pelaksanaan Surveilans Migrasi Malaria di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kriteria suspek malaria pada kegiatan Surveilans migrasi malaria yaitu seseorang yang tinggal di daerah endemis malaria yang melakukan perjalanan atau memiliki Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria dalam empat minggu terakhir sebelum menderita sakit dengan atau tanpa gejala demam atau riwayat demam dalam 48 jam terakhir.

Penemuan kasus melalui surveilans migrasi dapat dilaksanakan secara:

a. Penemuan pasif

Penemuan pasif adalah penemuan penderita malaria dengan cara menunggu pelaku perjalanan dan masyarakat Pelabuhan/Bandara yang datang memeriksakan diri di unit/ pos pelayanan kesehatan KKP yang menunjukkan gejala malaria (berlaku pada semua situasi) yang menggunakan transportasi kapal, pesawat udara ataupun kendaraan bermotor yang datang dari daerah endemis malaria.

Langkah-langkah pelaksanaan :

- Wawancara (anamnesa) pada semua orang yang datang dengan gejala demam, menggigil, berkeringat, sakit kepala atau gejala lokal malaria lainnya, digali informasi: • Identifikasi suspek untuk pemeriksaan malaria dalam kegiatan surveilans migrasi (berdasarkan informasi awal, identitas kasus (nomor kontak), pekerjaan, riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria, gejala, tujuan perjalanan)

• Riwayat perjalanan dari daerah endemis malaria, diusahakan diperoleh alamat lengkap (RT/RW/Dusun, Desa/Kampung, Kecamatan/Distrik, Kabupaten/ Kota, Provinsi daerah endemis malaria tersebut) • Riwayat penyakit malaria

• Tujuan perjalanan (diusahakan diperoleh alamat

lengkap daerah tujuan perjalanan tersebut).

• Pemeriksaan dengan RDT apabila hasil pemeriksaan positif malaria dilakukan pengobatan

b. Penemuan penderita secara aktif

Penemuan penderita secara aktif adalah penemuan penderita tersangka (suspek) malaria pada orang yang sedang melakukan perjalanan baik bersifat sementara atau menetap melalui pemeriksaan malaria pada pengguna alat angkut atau pelaku perjalanan lintas batas dari daerah endemis malaria.

Langkah-langkah pelaksanaan penemuan secara aktif:

 Mengadakan pemeriksaan malaria terhadap pelaku

perjalanan pada saat kedatangan dan dilaksanakan berdasarkan pengamatan visual yang dicurigai untuk diambil dan diperiksa sediaan darahnya di Unit Pelayanan Kesehatan KKP, misalnya menjelang arus mudik Lebaran, Natal/Tahun Baru, Nyepi dan event – event tertentu. Langkah-langkah Pengamatan Visual :

 Melakukan pengamatan terhadap pelaku perjalanan melalui alat deteksi suhu tubuh (antara lain thermal scanner, thermal gun).

 Dilakukan wawancara tentang keluhan sakit, dan

maka diambil dan diperiksa sediaan darahnya, dan mengisi formulir kartu penderita yang berisi riwayat perjalanan (dari mana dan akan menuju kemana).  Kalau ditemukan kasus positif segera diobati sesuai

pedoman nasional tatalaksana malaria

 Kalau tidak memungkinkan dilakukan rawat jalan, maka dilakukan rujukan.

Kegiatan penemuan aktif ini dilakukan secara random pada situasi khusus terhadap suspek yang berasal dari daerah endemis atau dilakukan secara keseluruhan pada situasi sangat khusus (seperti KLB).

Apabila diketahui tempat terjadinya penularan malaria adalah di wilayah kerja KKP, maka ditindaklanjuti dengan kunjungan lapangan di wilayah kerjanya berkoordinasi dengan dinas kesehatan wilayah setempat.

2.2.1.2. Penemuan Penderita dalam Pelaksanaan Surveilans Migrasi Malaria di Komunitas

Penemuan penderita malaria dilakukan secara pasif (dengan menunggu masyarakat yang datang memeriksakan diri ke puskesmas, rumah sakit, klinik, dll) maupun secara aktif (melalui kunjungan ke kelompok masyarakat yang bermigrasi), dengan kegiatan sebagai berikut:

1. Persiapan

a. Melakukan identifikasi kelompok pendatang dengan cara :

- melakukan identifikasi daerah reseptif dan vulnerable, yaitu pemetaan desa reseptif oleh petugas dinas kesehatan kabupaten/kota

- Pendataan masyarakat yang bermigrasi seperti; TNI/ Polri, mahasiswa, pekerja yang berisiko, pengungsi bencana atau kerusuhan, dll

- Menghubungi kelompok pendatang di daerah endemis (seperti perkumpulan Tana Toraja di Papua) - Identifikasi pintu masuk pendatang

- Identifikasi dan sosialisasi mitra dalam pelaksanaan surveilans migrasi, yaitu: perangkat Desa/Lurah, JMD, Kader, Bidan, Biro Perjalanan, PJ TKI, Jasa Transportasi, masyarakat, dan lain-lain

b. Menentukan waktu pelaksanaan berdasarkan waktu kedatangan kelompok pendatang/migran

c. Penyebarluasan informasi endemisitas dan fokus malaria d. Penyediaan logistik terkait pelaksanaan surveilans

2. Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan penemuan malaria dilakukan:

- Wawancara (anamnese) terhadap penduduk migran dengan menanyakan secara rinci: identitas dan riwayat perjalanan dari daerah endemis malaria

- Pemeriksaan sediaan darah atau skrining secara mikroskopis maupun RDT

- Apabila hasil pemeriksaan negatif, maka diakukan pengamatan selama dua kali masa inkubasi ( dalam 30 hari bila yang bersangkutan masih tinggal di wilayah tersebut). Bila dalam 30 hari masa pengamatan penuduk migran tersebut masih memiliki gejala malaria dianjurkan datang untuk melakukan pemeriksaan malaria

- Apabila hasil pemeriksaan sediaan darah atau skrining positif, maka dilakukan notifikasi ke daerah asal kasus/ penderita malaria tersebut serta survei kontak terhadap orang yang berisiko (orang yang tinggal berdekatan dengan kasus, sesuai kriteria survei kontak serta teman seperjalanan yang berasal dari daerah endemis yang sama)

Khusus pelaksanaan surveilans migrasi secara aktif dapat dilakukan melalui : kunjungan lapangan pada penduduk yang bermigrasi dan melakukan pemeriksaan sediaan darah atau skrining malaria

Pelaksanaan kegiatan surveilans migrasi di puskesmas dilaksanakan melalui kegiatan aktif oleh petugas pusmesmas, juru malaria desa (JMD), Juru Malaria Lingkungan/JML, Juru Malaria Kampung/JMK, Juru Malaria Perusahaan/JMP atau kader, sedangkan kegiatan pasif dilakukan kepada seluruh pasien yang datang ke fasyankes dengan keluhan apapun

Waktu pelaksanaan kegiatan surveilans migrasi secara pasif disesuaikan dengan jadwal kerja di fasyankes sedangkan secara aktif dilakukan dengan memperhatikan pola migrasi penduduk misalnya menjelang hari raya keagamaan dan lain-lain.

Pelaksanaan Surveilans Malaria pada masa pandemic Covid-19

Sasaran skrining malaria:

- Penduduk dari kabupaten/kota endemis tinggi diperiksa yang bergejala dan tanpa gejala

- Penduduk dari kabupaten/kota endemis sedang dan rendah diperiksa hanya yang bergejala

Mekanisme penemuan penderita malaria dalam pelaksanaan surveilans migrasi di masyarakat oleh Dinas Kesehatan (Gambar 2).

Gambar 2. Alur penemuan penderita dalam pelaksanaan surveilans migrasi malaria di komunitas oleh Dinkes

- Kartu kontrol diberikan untuk penemuan kasus baru positif (pasien) malaria di KKP maupun di komunitas (Gambar 3).

KARTU KONTROL PENYAKIT MALARIA (KKP/Puskesmas………)

A.KARAKTERISTIK KORESPONDEN

1. Nama :

2. Umur/Jenis Kelamin : 3. Alamat domisili tetap : 4.Alamat domisili sementara :

B. RIWAYAT PENYAKIT MALARIA

1.Tanggal sakit :

2. Tanggal berobat/mendapat obat : 3. Berobat/mendapat obat di : 3. Obat yang diberikan :

Sisa obat :

4. Keluhan saat ini :

5. Periksa ulang darah malaria : (Ya/Tidak) ; Hasil ( )

2.2.1.3. Penemuan Penderita dalam Pelaksanaan Surveilans Migrasi Malaria di lingkungan Kemhan, TNI dan POLRI

Pelaksanaan pemeriksaan dan penanggulangan malaria di lingkungan Kemhan, TNI dan POLRI dapat dilakukan terintegrasi dengan kegiatan pemeriksaan kesehatan bagi anggota TNI dan POLRI yang mendapat penugasan ke daerah endemis malaria. Kegiatan pemeriksaan sebelum keberangkatan dan penanggulangan malaria didaerah endemis malaria dikoordinasikan oleh tim kesehatan yang ditunjuk oleh Pusat Kesehatan TNI (Puskes TNI) / Pusat Kedokteran dan Kesehatan POLRI (Pusdokkes POLRI) dengan Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Sedangkan pemeriksaan kesehatan bagi anggota TNI dan POLRI sesudah kepulangan penugasan dari daerah endemis malaria dilakukan di Fasilitas Kesehatan tujuan.

Kegiatan pemeriksaan kesehatan ini dapat berkoordinasi dengan team Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan kabupaten/ kota setempat. Untuk kelancaran kegiatan pemeriksaan tersebut diharapkan informasi kepulangan anggota TNI dan POLRI perlu disampaikan ke Subdit Malaria setahun sebelum kepulangannya tentang jumlah personel, waktu kepulangan dan tujuan Provinsi/ Kabupaten/Kota untuk persiapan perencanaan logistik yang dibutuhkan. Selain kegiatan pemeriksaan kesehatan diatas, berikut ini adalah kegiatan surveilans migrasi di lingkungan Kemhan, TNI dan POLRI ;

Surveilans migrasi kasus malaria pada anggota TNI maupun POLRI yang kembali dari Daerah Penugasan yang merupakan daerah endemis malaria

a. Identifikasi pasukan yang akan kembali dari Daerah Penugasan

- Identifikasi jadwal tiba ditempat penampungan dan jadwal pergeseran pasukan (serpas) selanjutnya

- Identifikasi jumlah pasukan sesuai waktu dan jadwal - Identifikasi lingkungan tempat penampungan yang

reseptif vector malaria

b. Penemuan kasus malaria di tempat keberangkatan dari Daerah Penugasan

- Identifikasi anggota yang diduga menderita sakit malaria untuk dilakukan pemeriksaan di klinik dengan RDT

- Anggota yang ditemukan positif akan dilakukan pengobatan radikal sesuai standar pengobatan

c. Penemuan kasus malaria di tempat transit

- Identifikasi anggota yang diduga menderita sakit malaria untuk dilakukan pemeriksaan di klinik dengan RDT

- Anggota yang ditemukan positif akan dilakukan pengobatan radikal sesuai standar pengobatan malaria - Anggota yang positif dengan pemeriksaan RDT perlu

diambil sediaan darah untuk cross check selanjutnya. d. Penemuan kasus malaria di tempat tujuan akhir (Daerah Asal

Satuan Pasukan)

- Semua pasukan dikumpulkan dan dilakukan pemeriksaan sediaan darah (skrining) baik dengan mikroskop atau RDT sesampai di Daerah Asal Satuan Pasukan.

- Anggota yang ditemukan positif akan dilakukan pengobatan radikal sesuai standar pengobatan malaria - Tetap dilaksanakan observasi selama 2 bulan. Bila terdapat

anggota yang mengalami demam, perlu dilakukan pemeriksan darah malaria dan bila positif dilakukan pengobatan radikal sesuai standar pengobatan malaria.

- Dilakukan pemantauan hasil pengobatan dengan memeriksa blister obat malaria/DHP dan Primakuin pada hari ke-3 pasca pengobatan (pada malaria falciparum dan malaria vivaks) dan memeriksa blister Primakuin pada hari ke-14 (pada malaria vivaks) untuk mencegah terjadinya relaps (kambuh di masa yang akan datang) 2.2.2 Pengobatan Malaria

Pengobatan malaria diberikan di KKP dan seluruh fasyankes apabila diagnosa malaria telah ditegakkan. Penegakkan diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium dengan mikroskopis maupun dengan uji reaksi cepat (RDT). RDT yang tersedia saat ini sudah dapat mendeteksi Plasmodium

falciparum dan Plasmodium non-falciparum (Plasmodium vivax, Plamodium ovale dan Plasmodium malariae) dan

berbentuk device (kaset).

Cara melakukan pemeriksaan RDT (rapid diagnostic test/ tes diagnosa cepat) :

1) Jari manis/tengah penderita dibersihkan dengan kapas alkohol 70% (atau dengan disposible alcohol swab)

2) Kemudian jari diseka kembali dengan kasa steril untuk mem-bersihkan kemungkinan masih adanya sisa alkohol di jari.

4) Seka darah yang pertama keluar dengan kapas kering.

5) Ambil darah dengan loop/micro capiler tube yang tersedia. Jumlah darah yang diambil harus tepat (5 µl). Pastikan loop terisi penuh oleh darah.

6) Teteskan darah tersebut di kotak tempat sampel darah. Dengan cara menyentuhkan loop pada kotak untuk darah (posisi loop harus vertikal/tegak lurus)

7) Kemudian teteskan cairan buffer pada kotak buffer. Jumlah tetesan tergantung jenis RDT (umumnya 4 – 6 tetes). Posisi botol buffer tegak lurus.

8) Diamkan dan biarkan darah tercampur dan meresap pada kotak T (tes)

DARAH AKAN MENGALIR DENGAN SENDIRINYA

DIAMKAN DAN BIARKAN DARAH TERCAMPUR DAN MERESAP PADA KOTAK T

9) Umumnya hasil dibaca setelah menit 15 (maksimal sampai 30 menit) Baca hasil tes ditempat yang terang

10) Tulis hasil tes dekat kotak T (tes/hasil) dan pada buku laporan tes.

11) Tes tanpa garis kontrol berarti tidak valid, tes harus diulang dengan menggunakan RDT yang baru.

12) Bila telah melewati 30 menit, hasil tidak boleh dibaca lagi karena sudah tidak valid.

Cara membaca hasil tes RDT adalah sebagai berikut :

• Bila terdapat 2 garis berwarna pink pd jendela Test (T) menunjukkan adanya positip P. falciparum ataupun mixed

infection (lihat gambar paling kanan).

• Bila terdapat 1 garis berwarna pink pd jendela Test (T) menunjukkan adanya positip spesies lainnya (non P.

falciparum) lihat gambar bagian tengah.

• Bila tidak terdapat garis berwarna pink pd jendela test (T) menunjukkan adanya negatif P. falciparum maupun spesies lainnya (lihat gambar pertama).

• Bila terdapat 1 garis berwarna pink pada jendela test (T) terbawah, menunjukkan adanya positif terhadap P.

falciparum (pada infeksi awal P. falciparum) Contoh Hasil Tes (combo)

Pengobatan malaria dilakukan dengan mengacu pada pedoman tatalaksana standar malaria dengan tujuan untuk membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh pasien termasuk stadium gametosit. Semua obat anti malaria (OAM) tidak boleh diberikan atau diminum dalam keadaan perut kosong karena akan menyebabkan iritasi lambung. Obat anti malaria (OAM) yang saat ini digunakan dalam program pengendalian malaria adalah

Artemisinin-based Combination Therapy (ACT) yaitu kombinasi

Dihydroartemisinin-piperakuin (DHP) dalam bentuk

fixed-dose combination yang diberikan selama 3 hari ditambah

dengan primakuin (Gambar 5). Jika terjadi malaria berat dilakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap.

Pemberian pengobatan malaria dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan harus disesuaikan dengan jenis infeksi parasit Plasmodium sp:

i. Pengobatan malaria falciparum

Pengobatan malaria falciparum menggunakan DHP dan primakuin. Primakuin diberikan pada hari pertama saja (Tabel 1). Tabel 1. Pengobatan pasien malaria dengan infeksi parasit

Plasmodium falciparum

ii. Pengobatan malaria vivaks

Pengobatan malaria vivaks menggunakan DHP dan primakuin. Primakuin diberikan selama 14 hari (Tabel 2).

Tabel 2. Pengobatan pasien malaria dengan infeksi parasit

Plasmodium vivax

iii. Pengobatan malaria mixed

Pengobatan malaria mixed menggunakan DHP dan primakuin yang aturan penggunaannya (dosis dan lama pemberian) sama

iv. Pengobatan malaria ovale

Pengobatan malaria ovale sama dengan malaria vivaks v. Pengobatan malaria malariae

Pengobatan malaria malariae menggunakan DHP selama 3 hari tanpa primakuin.

Dosis : Dihydroartemisinin adalah 2-4 mg/KgBB per hari Piperakuin adalah : 16 – 32 mg/Kg BB per hari

Primakuin adalah : 0,25 mg/Kg BB per hari, primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil, bayi umur<6 bulan dan ibu menyusui bayi <6 bulan

Pelayanan Kesehatan Rujukan

Pelayanan Kesehatan Rujukan dilakukan untuk membantu pasien malaria agar segera mendapatkan pertolongan, pengobatan, dan perawatan yang sesuai standar. Penderita yang ditemukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak mempunyai fasilitas perawatan yang memadai agar segera dirujuk. Untuk suspek malaria yang ditemukan di KKP yang tidak mempunyai fasilitas penegakan diagnosis dan atau pengobatan, diberikan Surat Rujukan ke KKP pelabuhan/bandara tujuan. Apabila di KKP pelabuhan/bandara tujuan tidak mempunyai fasilitas penegakan diagnosis dan atau pengobatan, diberikan surat rujukan oleh KKP tujuan ke Puskesmas atau rumah sakit wilayah tujuan yang bersangkutan. Sedangkan apabila ada kasus malaria berat yang ditemukan di KKP, agar segera dirujuk ke rumah sakit terdekat atau rumah sakit rujukan yang ditetapkan oleh Pemerintah (Permenkes No. 001 Tahun 2012 tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan).

Survey dan Pengendalian vektor malaria

Pada saat pelaksanaan surveilans migrasi malaria selain surveilans kasus juga dilakukan surveilans terhadap vektor malaria. Surveilans terhadap vektor dapat dilakukan di lingkungan pelabuhan, bandara, bangunan dan alat angkut. Surveilans untuk mengidentifikasi keberadaan jentik dan nyamuk Anopheles. Apabila hasil surveilans didapatkan kepadatan nyamuk diatas baku mutu maka diikuti dengan upaya pengendalian vektor. Kekhususan wilayah kerja KKP harus bebas vektor sehingga apabila ditemukan vektor maka harus dikendalikan dengan cara pengendalian vektor terpadu. Pengendalian vektor terpadu merupakan suatu pendekatan pengendalian vektor menggunakan prinsip-prinsip dasar manajemen dengan mempertimbangkan aspek dinamika penularan malaria.

Surveilans vektor malaria dilakukan secara rutin minimal 1 kali dalam 1 bulan. Untuk wilayah kerja Dinas Kesehatan surveilans dilakukan oleh petugas puskesmas. Adapun untuk wilayah KKP survei dilakukan oleh tenaga entomolog KKP baik di wilayah perimeter maupun wilayah buffer.

Jenis intervensi pengendalian vektor malaria dilakukan berdasarkan hasil analisis situasi dan bukti lokal, misalnya penyemprotan rumah dengan insektisida (Indoor residual spraying/IRS), penggunaan kelambu anti nyamuk, larviciding, penebaran ikan pemakan larva dan pengelolaan lingkungan. Salah satu aspek penting dalam penerapan PVT adalah kombinasi penggunaan metode intervensi. Sebagai contoh: di suatu wilayah endemis malaria diaplikasikan IRS atau kelambu anti nyamuk dikombinasikan dengan tindakan anti-larva (larviciding atau penebaran ikan pemakan larva atau pengelolaan lingkungan) untuk menurunkan tingkat penularan malaria.

2. 3. Koordinasi pelaksanaan surveilans migrasi malaria

antara Dinas Kesehatan dan KKP

Jenis-jenis koordinasi dalam pelaksanaan surveilans migrasi malaria antara dinas kesehatan dan KKP:

- Koordinasi pelaksanaan surveilans migrasi malaria. - Pelaksanaan PE terhadap setiap kasus positif - Sharing informasi secara berkala

- Kegiatan Peningkatan Kapasitas SDM Malaria

- Survey vektor bersama di daerah perimeter dan buffer bandara/pelabuhan/PLBDN

- Penyediaan Logistik, termasuk RDT dan OAM (DHP dan Primakuin)

- Koordinasi notifikasi, pencatatan dan pelaporan - Pelaksanaan KIE pada pelaku perjalanan

2. 4. Koordinasi pelaksanaan surveilans migrasi malaria di

lingkungan Kemhan, TNI dan POLRI

Melakukan Koordinasi kegiatan surveilans migrasi anggota TNI/POLRI yang kembali dari Daerah Penugasan yang endemis malaria, sebagai berikut :

- Ditempat keberangkatan dari Daerah Penugasan perlu

Dokumen terkait