• Tidak ada hasil yang ditemukan

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN SURVEILANS MIGRASI MALARIA KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN Ind

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN SURVEILANS MIGRASI MALARIA KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN Ind"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2020

PETUNJUK TEKNIS

PELAKSANAAN SURVEILANS MIGRASI

MALARIA

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI

614.532

Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal

p Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Surveilans Migrasi Malaria.— Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2020

ISBN 978-623-301-052-8 1. Judul I. MALARIA

II. TROPICAL MEDICINE III. EPIDEMIOLOGY 614.532 Ind p 614.532 Ind p

(2)
(3)

KEMENTERIAN KESEHATAN

PETUNJUK TEKNIS

PELAKSANAAN SURVEILANS MIGRASI

MALARIA

614.532 Ind p

(4)
(5)

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN SURVEILANS MIGRASI MALARIA Kementerian Kesehatan RI

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Jakarta, 2020

Pelindung

Direktur Jenderal P2P Penasehat

Direktur P2PTVZ

Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes Kontributor

dr. Guntur Argana, M.Kes Dr. Suwito, SKM, M.Kes

dr. Desriana Elizabeth Ginting, MARS dr. Hellen Dewi Prameswari, MARS dr. Minerva Theodora PS, MKM dr. Pranti Sri Mulyani, M.Sc dr. Aneke Kapoh

Yety Intarti, SKM, M.Kes Nurasni, SKM

Marlinda, S.Kom, MKM

Hermawan Susanto, S.Si, MKM Sri Budi Fajariyani, SKM

Riskha Tiara Puspadewi, SKM Hariyanto, SKM, M.Epid Rahmad Isa, S.Si, MKM dr. Ferdinand J.Laihad, MPH dr. Asri Amin

DR. Lukman Hakim Drs. Sabar Paulus, M.Si Yahiddin Selian, SKM, M.Sc Dr. drh. Sugiarto, M.Si

(6)

Bayu Kurnia, SKM Ratih Ketana Hapsari, ST

dr. Endang Sumiwi, MSc (UNICEF) dr. Herdiana Basri, M.Sc (WHO) Rustama Sihite (KKP Kelas I Tj.Priok) Ditkes.Kuathan Kementerian Pertahanan Pusat Kesehatan TNI

Puskesad Diskesal Diskesau

KKP Kelas I Medan KKP Kelas I Batam

KKP Kelas I Soekarno Hatta KKP Kelas I Tanjung Priok KKP Kelas I Surabaya KKP Kelas I Denpasar KKP Kelas I Makassar KKP Kelas II Banten KKP Kelas II Panjang KKP Kelas II Bandung KKP Kelas II Semarang KKP Kelas II Sabang KKP Kelas II Palembang KKP Kelas II Pangkal Pinang KKP Kelas II Banjarmasin KKP Kelas II Tarakan KKP Kelas II Mataram KKP Kelas II Ambon KKP Kelas II Jayapura KKP Kelas III Sabang KKP Kelas III Palangkaraya KKP Kelas III Banda Aceh KKP Kelas III Tembilahan KKP Kelas III Kupang

(7)

KKP Kelas III Manokwari KKP Kelas III Merauke KKP Kelas IV Yogyakarta Dinkes Provinsi Aceh

Dinkes Provinsi Sumatera Selatan Dinkes Provinsi Bengkulu

Dinkes Provinsi Jambi Dinkes Provinsi Riau

Dinkes Provinsi Bangka Belitung Dinkes Provinsi Lampung Dinkes Provinsi DKI

Dinkes Provinsi Jawa Barat Dinkes Provinsi DI Yogyakarta Dinkes Provinsi Jawa Timur Dinkes Provinsi Bali

Dinkes Provinsi Kalimantan Utara Dinkes Provinsi Kalimantan Selatan Dinkes Provinsi Sulawesi Utara Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah Dinkes Provinsi Nusa Tenggara Timur Dinkes Provinsi Papua

Dinkes Kota Sabang Provinsi Aceh

Dinkes Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi Dinkes Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi

Dinkes Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu Dinkes Kabupaten Lubuk Linggau Provinsi Lampung Dinkes Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung

Dinkes Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung Dinkes Kabupaten Meranti Provinsi Riau

Dinkes Kabupaten Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta Dinkes Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat Dinkes Kabupaten Kulonprogo Provinsi DI Yogyakarta Dinkes Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah Dinkes Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur

(8)

Dinkes Kabupaten Jembrana Provinsi Bali

Dinkes Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur Dinkes Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan Dinkes Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Utara

Dinkes Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan Dinkes Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan

Dinkes Kabupaten Boolang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara Dinkes Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan

Dinkes Kabupaten Toli-Toli Provinsi Sulawesi Tengah Dinkes Kabupaten Keerom Provinsi Papua

Dinkes Kabupaten Merauke Provinsi Papua Editor

dr. Minerva Theodora PS, MKM

Penerbit :

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang :

Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk dan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronik termasuk fotocopy rekaman dan lain-lain tanpa seizin tertulis dari penerbit.

(9)

DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN ... iii

DAFTAR ISI ... vii

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT ... ix KATA PENGANTAR ... xi BAB I : PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 6 1.3. Dasar Hukum ... 6 1.4. Ruang Lingkup ... 8 1.5. Sasaran Wilayah ... 8 1.6. Defenisi Umum... 8 1.7. Definisi Operasional ... 8

BAB II : POKOK-POKOK KEGIATAN SURVEILANS MIGRASI MALARIA ... 13

2. 1. Mengidentifikasi Daerah Malaria dan Penduduk yang bermigrasi ... 13

2. 2. Penemuan penderita dan pengobatan malaria ... 17

2. 3. Koordinasi pelaksanaan surveilans migrasi malaria antara Dinas Kesehatan dan KKP ... 35

2. 4. Koordinasi pelaksanaan surveilans migrasi malaria di lingkungan Kemhan, TNI dan POLRI ... 35

2. 5. Notifikasi ... 36

2. 6. Promosi Kesehatan ... 39

2. 7. Dukungan Logistik malaria ... 40

(10)

BAB III : PENGORGANISASIAN KEGIATAN SURVEILANS MIGRASI

MALARIA ... 43

3.1. Pusat ... 43

3.2. Dinas Kesehatan Provinsi ... 44

3.3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota : ... 44

3.4. Puskesmas ... 45

3.5. KKP ... 46

3.6. Rumah Sakit ... 47

3.7. Kemhan, TNI dan POLRI ... 48

3.8. Masyarakat (Pamong desa/kelurahan) ... 48

3.9. Lintas Program/Lintas Sektor ... 49

BAB IV : MONITORING DAN EVALUASI ... 51

4.1. Indikator Surveilans Migrasi di Fasyankes ... 52

4.2. Indikator Surveilans Migrasi di KKP ... 53

BAB V : PENCATATAN DAN PELAPORAN ... 55

5.1. Pencatatan ... 55

5.1.1. Pencatatan di KKP ... 55

5.1.2. Pencatatan di fasilitas pelayan kesehatan ... 57

5.1.3. Pencatatan di lingkungan Kemhan, TNI dan POLRI ... 58

5.2. Pelaporan ... 60

5.1.1. Pelaporan di KKP ... 60

5.1.2. Pelaporan di fasilitas pelayan kesehatan ... 60

5.1.3. Pelaporan di lingkungan Kemhan, TNI dan POLRI ... 61

5.3. Penyebarluasan informasi ... 62

LAMPIRAN ... 63

(11)

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan karuniaNya buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Surveilans Migrasi Malaria edisi ke-2 ini dapat diselesaikan. Buku edisi pertama terbit tahun 2016 dan pada edisi ke-2 ini diperbaharui dan mendapat tambahan terkait pelaksanaan surveilans migrasi di lingkungan Kemhan, TNI dan POLRI. Dengan adanya pandemi Covid-19, maka kegiatan surveilans penyakit perlu penyesuaian dan penyesuaian kegiatan tersebut juga dimasukkan pada buku ini.

Malaria merupakan salah satu penyakit yang menjadi prioritas baik global maupun nasional. Hal ini tercantum dalam target 3.3.SDGs (Sustainable Development Goals) dan RPJMN serta Renstra Kemenkes. Annual Parasite Incidens (API) Indonesia mengalami penurunan yaitu 1.96 permil pada tahun 2010 menjadi 0.93 permil pada tahun 2019. Kabupaten/Kota yang API nya sudah dibawah 1 per 1000 penduduk pada tahun 2019 adalah 89.5 %. Dan ditargetkan bahwa pada tahun 2030 Indonesia dapat mencapai eliminasi malaria. Sampai kwartal ke-3 tahun 2020 beberapa kemajuan telah dicapai, antara lain sejumlah 309 kabupaten/kota telah menerima sertifikat eliminasi malaria dan dalam tahap pemeliharaan/bebas penularan malaria.

Daerah yang sudah masuk tahap pemeliharaan harus terus memelihara surveilans untuk mencegah munculnya kembali kasus indigenous. Surveilans migrasi merupakan bagian dari program

(12)

surveilans malaria untuk mendeteksi masuknya kasus impor ke daerah yang sudah eliminasi malaria, perubahan kondisi lingkungan, vektor, perilaku penduduk yang berpotensi terjadinya penularan malaria. Buku pedoman ini sebagai petunjuk teknis dalam pelaksanaan kegiatan surveilans migrasi malaria di Indonesia bagi tenaga kesehatan maupun program manager di setiap tingkatan serta lintas program dan lintas sektor terkait. Kepada semua pihak yang telah berkontribusi diterbitkannya buku pedoman ini, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, Oktober 2020 Direktur Jenderal,

dr.Achmad Yurianto NIP 19620311201401001

(13)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas tersusunnya buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Surveilans Migrasi Malaria edisi ke-2 dengan penyesuaian pelayanan pada masa pandemi Covid-19 dan tambahan pada kegiatan surveilans migrasi di lingkungan Kemhan, TNI dan POLRI yang diharapkan dapat menjadi pegangan dan acuan bagi semua pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat di setiap tingkatan dalam melaksanakan kegiatan Surveilans Migrasi Malaria di Indonesia.

Buku petunjuk ini dimaksudkan menjadi pedoman dalam penemuan dan diagnosis dini malaria terutama pada kelompok

migrant worker atau penduduk yang bermigrasi dari daerah

non-endemis malaria ke daerah non-endemis malaria dan sebaliknya. Kegiatan penemuan dan pengobatan penderita secara dini dapat mengurangi terjadinya penularan malaria kepada orang lain. Kelompok berisiko terhadap penularan malaria juga dapat menjadi sumber penular di daerah endemis lainnya, maka perlu dilakukan pemeriksaan melalui skrining. Karena itu perlu dilakukan kegiatan surveilans migrasi kepada kelompok berisiko di fasilitas pelayanan kesehatan termasuk di Kantor Kesehatan Pelabuhan dan juga di lingkungan Kemhan, TNI dan POLRI.

(14)

Buku ini masih jauh dari sempurna, saran dan kritik terhadap buku ini sangat diharapkan guna perbaikan pedoman ini di masa mendatang. Akhir kata, saya ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung tersusunnya buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Surveilans Migrasi Malaria. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi petugas kesehatan menuju eliminasi malaria tahun 2030.

Jakarta, Oktober 2020 Direktur Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik

Dr.drh.Didik Budijanto,M.Kes NIP 196204201989031004

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di dunia maupun di Indonesia. Malaria ditemukan 64° Lintang Utara sampai 32° Lintang Selatan, dari daerah rendah 400 meter di bawah permukaan laut sampai 2600 meter di atas permukaan laut. Antara batas garis lintang dan garis bujur terdapat daerah yang bebas malaria. Dalam Malaria: a global health problem, 1981 dikatakan bahwa duapertiga penduduk dunia yang bermukim di kawasan antara 30°Lintang Selatan dan 65°Lintang Utara berisiko terpapar infeksi Malaria. The World Malaria Report World Malaria

Report 2015 dilaporkan terdapat 214 juta kasus positif malaria

dimana 88% berasal dari Afrika dengan 438.000 kematian. Kasus malaria di Indonesia tersebar di seluruh kepulauan, terutama di kawasan timur Indonesia yaitu Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur yang menyumbang 79% kasus malaria secara nasional pada tahun 2012, pada tahun 2018 Lima Kawasan Timur Indonesia menyumbang 92,29% kasus malaria di Indonesia dan sebesar 95,05% pada tahun 2019. Data secara nasional menunjukkan bahwa angka kasus malaria yang sudah dikonfirmasi per-seribu penduduk atau Annual Parasite

Incidence (API) sudah rendah kurang dari satu per-seribu

penduduk selama 3 tahun terakhir masing-masing pada tahun 2017 API 0,99 per seribu penduduk, tahun 2018 API 0,84 per-seribu penduduk, dan tahun 2019 API sebesar 0,93 per-per-seribu penduduk.

(16)

Situasi malaria pada tahun 2019 menunjukkan kemajuan yaitu 77% penduduk Indonesia atau sebanyak 208.160.937 orang yang tinggal di daerah bebas malaria yang tersebar di 300 kabupaten/ kota. Namun masih terdapat sebanyak 214 kabupaten/kota endemis malaria dengan rincian: 23 Kabupaten/kota endemis tinggi, 31 kabupaten/kota endemis sedang dan 160 kabupaten/ kota endemis rendah. Sedangkan 3 provinsi yang seluruh kabupaten/kotanya telah mencapai eliminasi malaria yaitu Provinsi Jakarta, Bali dan Jawa Timur. Lima provinsi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) belum ada kabupaten/kota yang mencapai eliminasi malaria.

Pengendalian malaria di Indonesia yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/ MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai tahun 2030.

Daerah yang sudah endemis rendah dan bebas malaria berarti masuk tahap pembebasan dan tahap pemeliharaan harus melakukan kegiatan kewaspadaan melalui surveilans secara intensif untuk mencegah munculnya kembali kasus indigenous. Pada wilayah yang tidak ditemukan lagi kasus indigenous atau kejadiannya sangat rendah, tetapi kasus impor masih sering terjadi seperti para pekerja (migrant worker) yang terkena malaria di tempat mereka bekerja (wilayah endemis malaria) akan berpotensi terjadinya penularan di daerah asal, yang daerahnya reseptif (lingkungan yang kondusif dalam mendukung perkembangbiakan vektor malaria), maka wilayah tersebut merupakan wilayah rentan penularan malaria, karena kemungkinan masuknya penderita malaria atau wilayah tersebut disebut vulnerable.

(17)

Mobilitas penduduk di suatu wilayah terjadi antara lain karena kondisi sosial ekonomi di daerah asal yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar, menyebabkan bermigrasi ke daerah lain untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Mobilitas penduduk akan terus meningkat seiring dengan peningkatan aktifitas perekonomian sebagaimana tercermin dalam indikator Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Oleh karena itu, jika pelaksanaan otonomi daerah mampu memacu lebih cepat pembangunan daerah, maka di era desentralisasi ini akan terjadi peningkatan volume mobilitas penduduk yang jauh lebih pesat dibandingkan dengan era sebelum desentralisasi (Junaedi, 2008). Disparitas ekonomi ini merupakan faktor penentu migrasi penduduk dari Indonesia Bagian Timur ke Indonesia Bagian Barat serta mobilitas penduduk di sekitar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di suatu kawasan ekonomi (BPS, 2008).

Beberapa alasan yang menyebabkan manusia melakukan aktivitas migrasi antara lain: alasan politik dimana kondisi perpolitikan suatu daerah yang sedang bergejolak akan membuat penduduk menjadi tidak betah tinggal di wilayah tersebut, alasan sosial kemasyarakatan, adat istiadat yang menjadi panduan kebiasaan suatu daerah dapat menyebabkan seseorang harus bermigrasi ke tempat lain. Seseorang yang dikucilkan dari suatu permukiman akan dengan terpaksa melakukan kegiatan migrasi. Alasan agama atau kepercayaan; adanya tekanan atau paksaan dari suatu ajaran agama untuk berpindah tempat dapat menyebabkan seseorang melakukan migrasi. Alasan ekonomi; biasanya orang miskin atau golongan ekonomi lemah mencoba mencari peruntungan dengan melakukan migrasi ke kota atau bisa juga kebalikan dimana orang yang kaya pergi ke daerah untuk membangun atau berekspansi bisnis. Alasan lainnya seperti alasan pendidikan, tuntutan pekerjaaan, alasan keluarga, adanya pembukaan lahan

(18)

baru, daerah pertambangan, daerah wisata maupun adanya daerah operasi militer.

Permasalahan yang berkaitan dengan malaria adalah kemungkinan para migrant worker mengandung parasit malaria didalam darahnya. Dikhawatirkan parasit tersebut tidak terdeteksi sehingga dapat menjadi sumber penularan malaria di daerah asalnya. Pemerintah melalui Dinas Kesehatan dan masyarakat berperan dalam promosi dan pencegahan juga pengobatan yang difokuskan pada penduduk yang berisiko tinggi (seperti migrant

worker) untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan

dan masalah kesehatan lingkungan yang dilaksanakan petugas puskesmas bersama masyarakat yang dapat dilaksanakan secara aktif maupun pasif di dalam dan luar puskesmas. Puskesmas disini dapat juga diartikan sebagai unit pelayanan kesehatan yang juga dilaksanakan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan.

Kantor Kesehatan Pelabuhan sebagai garda terdepan urusan kesehatan di pelabuhan dapat berperan aktif dalam ragka cegah tangkal Malaria untuk mendeteksi kasus malaria pada pelaku perjalanan dengan gejala demam yang datang ke klinik Kantor Kesehatan Pelabuhan untuk dilakukan pemeriksaan cepat dengan Rapid Diagnostik Test (RDT). Kalau didalam darahnya ditemukan parasit malaria (hasil pemeriksaan positif malaria), maka langsung diobati dengan Artemisinin-based Combination

Therapy (ACT) ditambah primakuin.

Demikian halnya untuk wilayah yang masih dalam fase intensifikasi perlu penguatan atau membentuk sistem kegiatan deteksi dini terhadap penduduk yang bermigrasi dari daerah non-endemis malaria ke daerah endemis malaria dan sebaliknya. Kegiatan penemuan dan pengobatan penderita secara dini dapat mengurangi terjadinya penularan malaria kepada orang

(19)

lain. Kelompok berisiko terhadap penularan malaria dan menjadi sumber penular di daerah endemis lainnya, perlu dilakukan pemeriksaan melalui skrining. Karena itu perlu dilakukan kegiatan surveilans migrasi kepada kelompok berisiko di fasilitas pelayanan kesehatan termasuk di Kantor Kesehatan Pelabuhan. Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan oleh Kementerian Kesehatan meliputi wilayah negara dan atau kawasan antarnegara, serta pintu masuk negara di pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat negara. Sedangkan penyelenggaraan surveilans kesehatan oleh dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota meliputi seluruh wilayah kerjanya. Kegiatan surveilans ini dilakukan terutama di desa reseptif di wilayah kabupaten/kota

khususnya pada tahap pembebasan dan pemeliharaan serta

penduduknya banyak migrasi ke daerah endemis malaria, seperti: pekerja tambang, pekerja perkebunan, nelayan, TNI/POLRI dan Pegawai Negeri Sipil, pedagang, mahasiswa, peneliti lapangan, wisatawan, transmigran, dan lain-lain.

Surveilans migrasi merupakan bagian dari program surveilans malaria yaitu strategi program peningkatan kewaspadaan (SKD-KLB) terhadap timbulnya malaria dengan melakukan analisis secara terus menerus dan sistematis terhadap kecenderungan migrasi penduduk dan kecenderungan kasus impor serta deteksi dini adanya penularan setempat, perubahan kondisi lingkungan, vektor, perilaku penduduk yang berpotensi terjadinya penularan malaria. Buku ini sebagai petunjuk teknis dalam pelaksanaan kegiatan surveilans migrasi malaria di Indonesia bagi tenaga kesehatan maupun program manager di setiap tingkatan serta lintas program dan lintas sektor terkait.

(20)

1.2. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tersusunnya petunjuk teknis surveilans migrasi malaria sebagai panduan dalam meningkatkan penemuan kasus malaria secara dini bagi penduduk migrasi

Tujuan Surveilans Migrasi adalah: Memastikan status endemisitas wilayah eliminasi sebelum ditetapkan sebagai wilayah yang benar-benar bebas malaria dalam tahap pemeliharaan selama 5 tahun berturut-turut

2. Tujuan Khusus

a. Mencegah terjadinya penularan setempat malaria (indigenous) terutama yang berasal dari kasus impor b. Menemukan penderita malaria secara dini yang

datang dari daerah endemis malaria

c. Memberikan pengobatan pada penderita malaria sesuai standar

d. Meningkatkan jejaring kemitraan dengan berbagai program/sektor terkait termasuk masyarakat

e. Memantau pola musiman migrasi penduduk di wilayah reseptif.

1.3. Dasar Hukum

1. Undang-Undang No 4 tahun 1984 tentang wabah

2. Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

3. Undang-Undang No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

4. Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang – undangan.

5. Undang-Undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

(21)

6. Undang-Undang No.6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.

7. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1991 tentang

Penanggulangan Wabah Penyakit Menular

8. Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhan. 9. Pereturan Menteri Kesehatan No. 64 Tahun 2015 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.

10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 275/MENKES/III/2007 tentang Surveilans Malaria

11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/

PER/X/2010 tentang jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangan 12. Peraturan Menteri Kesehatan no. 1501/Menkes/Per/X/2010

tentang Jenis Penyakit yang termasuk dalam Surveilans Epidemiologi

13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2348 tahun 2011

tentang Perubahan Atas Permenkes 356 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan 14. Peraturan Menteri Kesehatan No.45 tahun 2014 tentang

Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan

15. Keputusan Menteri Kesehatan No.42 tahun 2007 tentang Pedoman Penyelenggaraan SKD dan Penanggulangan KLB Penyakit Malaria

16. Keputusan Menteri Kesehatan No.293 tahun 2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia

17. Keputusan Menteri Kesehatan No.131 tahun 2012 tentang Forum Nasional Gebrak Malaria

(22)

1.4. Ruang Lingkup

Buku ini mencakup pelaksanaan teknis kegiatan surveilans migrasi malaria dalam upaya mempertahankan eliminasi malaria, sebagai pegangan bagi pemerintah, pemerintah daerah, manajer program, lintas sektor/program terkait ataupun tenaga kesehatan di semua tingkatan (puskesmas, kabupaten dan provinsi) serta masyarakat dengan ruang lingkup pokok-pokok kegiatan surveilans migrasi malaria, penyelenggaraan, pengorganisasian, indikator kinerja serta pencatatan dan pelaporan.

1.5. Sasaran Wilayah

Diutamakan pelaksanaannya di daerah pembebasan dan pemeliharaan khususnya di daerah reseptif

1.6. Definisi Umum:

Surveilans migrasi adalah pengamatan yang terus menerus terhadap penduduk dengan riwayat perjalanan atau sedang melakukan perjalanan baik yang bersifat sementara atau menetap dari daerah endemis malaria melewati batas administratif wilayah dengan melakukan kegiatan meliputi penemuan, pengambilan dan pemeriksaan sediaan darah, pengobatan,penyuluhan, cross notification, monitoring dan evaluasi, serta pencatatan dan pelaporan

1.7. Definisi Operasional

1. Active Case Detection (ACD) adalah penemuan penderita

tersangka (suspek) malaria secara aktif melalui kunjungan diluar di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di wilayah kerjanya masing masing.

2. Passive Case Detection (PCD) adalah penemuan penderita

(23)

di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan menunggu kunjungan penderita

3. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu tempat

ke tempat lain yang melewati batas administratif dengan tujuan tinggal sementara (musiman) dan bermalam atau menetap

4. Notifikasi Silang (Cross Notification) : adalah

pemberitahuan tentang adanya penderita malaria oleh daerah tempat ditemukannya penderita kepada daerah asal dan atau tujuan penderita malaria tersebut, agar dapat dilakukan penemuan aktif dan tindakan pengendalian yang diperlukan.

5. Laporan nihil (Zero report) adalah: melaporkan secara

rutin penemuan nihil kasus

6. Wilayah Reseptif adalah wilayah yang ditemukan nyamuk

Anopheles tahap pra dewasa (bentuk larva/jentik atau pupa) maupun dewasa dan terdapat faktor risiko lingkungan serta iklim yang menunjang terjadinya penularan

7. Wilayah Vulnerable adalah wilayah yang rawan terjadinya

penularan malaria karena berdekatan dengan wilayah yang masih terjadi penularan malaria, atau masih tingginya kasus impor dan/atau masih tingginya vektor infektif yang masuk ke wilayah ini.

8. Rapid Diagnostik Test adalah tes cepat berdasarkan

antigen parasit malaria dengan metoda imunokromatografi dalam bentuk dipstick

9. Eliminasi Malaria adalah upaya menghentikan penularan

malaria setempat dalam satu wilayah geografis tertentu dan bukan berarti tidak ada kasus malaria impor serta sudah tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut sehingga

(24)

tetap dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untuk mencegah penularan kembali

10. Tahap pemeliharaan adalah situasi malaria yang tidak

ditemukan lagi kasus indigenous selama 3 tahun berturut-turut.

11. Wilayah endemis malaria adalah wilayah puskesmas,

atau kabupaten/kota yang masih terjadi penularan malaria. Situasi khusus adalah waktu terjadinya atau berlangsungnya perpindahan penduduk dan atau kelompok masyarakat atau pelaku perjalanan dari daerah endemis ke daerah non-endemis malaria atau sebaliknya. Misalnya pada saat hari raya keagamaan seperti: arus mudik Lebaran, Natal/Tahun Baru, Nyepi dan event khusus lainnya serta perpindahan kelompok masyarakat (TNI, POLRI, Pegawai Negeri Sipil, mahasiswa, pekerja tambang, pekerja perkebunan, nelayan, pedagang, peneliti lapangan, wisatawan, transmigran, dan lain-lain).

12. Suspek malaria (tersangka malaria) adalah : adalah

seseorang yang tinggal di daerah endemis malaria atau adanya riwayat bepergian ke daerah endemis malaria dalam empat minggu terakhir sebelum menderita sakit dengan gejala demam atau riwayat demam dalam 48 jam terakhir.

13. Penduduk migrasi adalah : penduduk yang berpindah

dari satu tempat ke tempat lain yang melewati batas administratif dengan tujuan tinggal sementara (musiman) atau menetap.

14. Pelaku perjalanan adalah seseorang atau kelompok

masyarakat yang akan berpindah dari suatu daerah/kota

(25)

menggunakan alat angkut darat, laut ataupun udara, misalnya : turis, pelancong, wisatawan, pekerja.

15. Fokus Malaria adalah :daerah reseptif malaria

16. Fokus Aktif adalah :daerah reseptif yang masih terdapat penularan setempat (kasus indigenous) pada tahun berjalan 17. Fokus Non Akif adalah daerah reseptif malaria yang tidak

terdapat penularan setempat (kasus indigenous) dalam tahun berjalan namun masih terdapat penularan pada tahun sebelumnya hingga 2 tahun sebelumnya

18. Fokus Bebas adalah wilayah reseptif malaria yang tidak

ada penularan setempat (kasus indigenous) dalam 3 tahun terakhir

(26)
(27)

BAB II

POKOK-POKOK KEGIATAN

SURVEILANS MIGRASI MALARIA

Program pengendalian malaria difokuskan untuk mencapai eliminasi malaria yang dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah, pemerintah daerah, bersama mitra kerja pembangunan, termasuk LSM, dunia usaha, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat. Eliminasi malaria dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi, dan dari satu pulau ke pulau yang lebih luas sampai seluruh wilayah Indonesia, sesuai dengan situasi malaria dan ketersediaan sumber daya yang tersedia.

Setelah mencapai eliminasi maka selanjutnya wilayah itu memasuki tahap pemeliharaan dimana daerah harus dapat mempertahankan status eliminasi dengan menjalankan surveilans migrasi.

Kondisi endemisitas malaria di berbagai wilayah di Indonesia bervariasi berdasarkan tahapan pengendalian yang sudah dicapai dan ini mengharuskan adanya perbedaan dalam strategi pengendalian yang lebih sesuai antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Oleh karena itu, kabupaten/kota di Indonesia perlu ditetapkan status endemisitasnya atau tahapan eliminasi malaria yang telah dicapainya. Daerah Jawa-Bali yang sebagian besar telah berada pada tahap pembebasan, tentu berbeda strategi pengendaliannya dengan daerah-daerah lain yang masih berada pada tahap akselerasi dan tahap intensifikasi.

Daerah pembebasan dan pemeliharaan malaria : adalah daerah yang harus mampu menemukan dan mengklasifikasikan kasus import atau kasus indigeneous

(28)

Strategi spesifik dalam upaya percepatan eliminasi malaria di kabupaten/kota dilaksanakan melalui 4 tahapan yaitu:

a. Tahap Akselerasi:

Kabupaten/kota endemis tinggi (API > 5 per 1000 penduduk), dengan sasaran intervensi seluruh lokasi endemis malaria (yang masih terjadi penularan) dalam rangka menurunkan jumlah kasus secepat mungkin

b. Tahap Intensifikasi

Kabupaten/kota endemis sedang (API 1-5 per 1000 penduduk), dengan sasaran intervensi adalah daerah fokus aktif (lokasi yang masih terjadi penularan setempat) dalam rangka mengurangi daerah (desa/dusun) fokus penularan

c. Tahap Pembebasan

Kabupaten/kota endemis rendah (API < dari 1 per 1000 penduduk), dengan sasaran intervensi menghilangkan daerah fokus aktif dalam rangka menghentikan penularan setempat (kasus indigenous)

d. Tahap Pemeliharaan

Kabupaten/kota yang sudah eliminasi, dengan sasaran intervensi terhadap individu kasus positif, khususnya kasus impor (migrasi penduduk) di daerah reseptif dalam rangka mencegah kembali penularan malaria setempat.

Daerah yang sudah masuk tahap pembebasan dan tahap pemeliharaan harus melakukan kegiatan kewaspadaan melalui surveilans secara intensif untuk mencegah munculnya kembali kasus

indigenous. Pada wilayah yang tidak ditemukan lagi kasus indigenous

atau kejadiannya sangat rendah, tetapi kasus impor masih sering terjadi seperti para pekerja (migrant worker) yang terkena malaria di tempat mereka bekerja (wilayah endemis malaria) akan berpotensi terjadinya penularan di daerah asal, yang daerahnya masih reseptif (lingkungan

(29)

yang kondusif dalam mendukung perkembangbiakan vektor malaria), maka wilayah tersebut merupakan wilayah rentan terjadinya penularan malaria.

Untuk menunjang upaya percepatan eliminasi malaria tersebut di atas, maka pokok-pokok kegiatan dalam surveilans migrasi malaria, sebagai berikut:

2. 1. Mengidentifikasi Daerah Malaria dan Penduduk yang

bermigrasi

2.1.1 Identifikasi Daerah Endemis

Melakukan identifikasi, pemetaan dan stratifikasi daerah endemis malaria berdasarkan data insidens malaria pada tingkat desa, puskesmas, kabupaten/kota.

Melakukan identifikasi, pemetaan dan stratifikasi daerah endemis malaria berdasarkan data insidens malaria pada tingkat desa, puskesmas, kabupaten/kota.

Data endemisitas malaria per-kabupaten setiap tahun dikeluarkan oleh Subdit Malaria sebagai acuan untuk melaksanakan surveilans migrasi pada tahun berikutnya( www.malaria.id) sedangkan data fokus per-puskesmas atau per-desa (dapat dilihat di dashboard data fokus di sismal). Data endemisitas dan fokus harus disosialisasikan kepada petugas yang terlibat dalam kegiatan surveilans migrasi malaria. Identifikasi daerah endemis malaria dan fokus malaria digunakan di KKP untuk menentukan alat angkut yang berasal dari daerah endemis malaria dan sasaran skrining malaria. Sedangkan data daerah endemis dan fokus malaria digunakan oleh fasyankes untuk menentukan sasaran skirining malaria.

(30)

2.1.2. Identifikasi Daerah/wilayah Reseptif

Melakukan identifikasi dan pemetaan daerah reseptif yaitu wilayah yang mempunyai vektor malaria dan terdapat faktor lingkungan serta iklim yang menunjang terjadinya penularan malaria.

KKP melakukan identifikasi daerah reseptif malaria di wilayah perimeter dan buffer sesuai dengan Kepmenkes 431 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Resiko Lingkungan di Pelabuhan/Bandara/PLB dalam rangka karantina kesehatan. Fasyankes melakukan kegiatan identifikasi wilayah reseptif untuk seluruh wilayah kerjanya. Identifikasi daerah reseptif di wilayah buffer (2 Km dari wilayah KKP) dilaksanakan dengan berkoordinasi dengan puskesmas atau dinas kesehatan wilayah setempat. Data wilayah reseptif dilaporkan setingkat desa. Desa ditetapkan sebagai wilayah reseptif, apabila di desa tersebut ditemukan nyamuk Anopheles tahap pra dewasa (bentuk larva/jentik atau pupa) maupun dewasa dan terdapat faktor risiko lingkungan serta iklim yang menunjang terjadinya penularan.

2.1.3. Identifikasi migrasi penduduk

Melakukan identifikasi dan pemetaan desa atau daerah yang penduduknya bermigrasi ke dan dari daerah endemis malaria (sebagaimana yang dimaksud pada 2.1.1) dilakukan dengan cara: - Identifikasi migrasi penduduk dilakukan dengan menggali

informasi dari pemangku kepentingan/stakeholder terkait untuk mengetahui data penduduk yang bermigrasi serta waktu migrasi.

- Identifikasi pintu masuk pendatang termasuk alat angkut darat seperti bis, mobil atau motor

- Identifikasi karakteristik kelompok penduduk yang bermigrasi (nelayan, penambang, suku tertentu, pekerja kebun, pekerja bangunan, pelajar dan lain-lain)

(31)

2. 2. Penemuan penderita dan pengobatan malaria

2.2.1. Penemuan Penderita

2.2.1.1. Penemuan penderita malaria dalam Pelaksanaan Surveilans Migrasi Malaria di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kriteria suspek malaria pada kegiatan Surveilans migrasi malaria yaitu seseorang yang tinggal di daerah endemis malaria yang melakukan perjalanan atau memiliki Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria dalam empat minggu terakhir sebelum menderita sakit dengan atau tanpa gejala demam atau riwayat demam dalam 48 jam terakhir.

Penemuan kasus melalui surveilans migrasi dapat dilaksanakan secara:

a. Penemuan pasif

Penemuan pasif adalah penemuan penderita malaria dengan cara menunggu pelaku perjalanan dan masyarakat Pelabuhan/Bandara yang datang memeriksakan diri di unit/ pos pelayanan kesehatan KKP yang menunjukkan gejala malaria (berlaku pada semua situasi) yang menggunakan transportasi kapal, pesawat udara ataupun kendaraan bermotor yang datang dari daerah endemis malaria.

Langkah-langkah pelaksanaan :

- Wawancara (anamnesa) pada semua orang yang datang dengan gejala demam, menggigil, berkeringat, sakit kepala atau gejala lokal malaria lainnya, digali informasi: • Identifikasi suspek untuk pemeriksaan malaria dalam kegiatan surveilans migrasi (berdasarkan informasi awal, identitas kasus (nomor kontak), pekerjaan, riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria, gejala, tujuan perjalanan)

(32)

• Riwayat perjalanan dari daerah endemis malaria, diusahakan diperoleh alamat lengkap (RT/RW/Dusun, Desa/Kampung, Kecamatan/Distrik, Kabupaten/ Kota, Provinsi daerah endemis malaria tersebut) • Riwayat penyakit malaria

• Tujuan perjalanan (diusahakan diperoleh alamat

lengkap daerah tujuan perjalanan tersebut).

• Pemeriksaan dengan RDT apabila hasil pemeriksaan positif malaria dilakukan pengobatan

b. Penemuan penderita secara aktif

Penemuan penderita secara aktif adalah penemuan penderita tersangka (suspek) malaria pada orang yang sedang melakukan perjalanan baik bersifat sementara atau menetap melalui pemeriksaan malaria pada pengguna alat angkut atau pelaku perjalanan lintas batas dari daerah endemis malaria.

Langkah-langkah pelaksanaan penemuan secara aktif:

 Mengadakan pemeriksaan malaria terhadap pelaku

perjalanan pada saat kedatangan dan dilaksanakan berdasarkan pengamatan visual yang dicurigai untuk diambil dan diperiksa sediaan darahnya di Unit Pelayanan Kesehatan KKP, misalnya menjelang arus mudik Lebaran, Natal/Tahun Baru, Nyepi dan event – event tertentu. Langkah-langkah Pengamatan Visual :

 Melakukan pengamatan terhadap pelaku perjalanan melalui alat deteksi suhu tubuh (antara lain thermal scanner, thermal gun).

Dilakukan wawancara tentang keluhan sakit, dan

(33)

maka diambil dan diperiksa sediaan darahnya, dan mengisi formulir kartu penderita yang berisi riwayat perjalanan (dari mana dan akan menuju kemana).  Kalau ditemukan kasus positif segera diobati sesuai

pedoman nasional tatalaksana malaria

 Kalau tidak memungkinkan dilakukan rawat jalan, maka dilakukan rujukan.

Kegiatan penemuan aktif ini dilakukan secara random pada situasi khusus terhadap suspek yang berasal dari daerah endemis atau dilakukan secara keseluruhan pada situasi sangat khusus (seperti KLB).

Apabila diketahui tempat terjadinya penularan malaria adalah di wilayah kerja KKP, maka ditindaklanjuti dengan kunjungan lapangan di wilayah kerjanya berkoordinasi dengan dinas kesehatan wilayah setempat.

(34)

2.2.1.2. Penemuan Penderita dalam Pelaksanaan Surveilans Migrasi Malaria di Komunitas

Penemuan penderita malaria dilakukan secara pasif (dengan menunggu masyarakat yang datang memeriksakan diri ke puskesmas, rumah sakit, klinik, dll) maupun secara aktif (melalui kunjungan ke kelompok masyarakat yang bermigrasi), dengan kegiatan sebagai berikut:

1. Persiapan

a. Melakukan identifikasi kelompok pendatang dengan cara :

- melakukan identifikasi daerah reseptif dan vulnerable, yaitu pemetaan desa reseptif oleh petugas dinas kesehatan kabupaten/kota

- Pendataan masyarakat yang bermigrasi seperti; TNI/ Polri, mahasiswa, pekerja yang berisiko, pengungsi bencana atau kerusuhan, dll

- Menghubungi kelompok pendatang di daerah endemis (seperti perkumpulan Tana Toraja di Papua) - Identifikasi pintu masuk pendatang

- Identifikasi dan sosialisasi mitra dalam pelaksanaan surveilans migrasi, yaitu: perangkat Desa/Lurah, JMD, Kader, Bidan, Biro Perjalanan, PJ TKI, Jasa Transportasi, masyarakat, dan lain-lain

b. Menentukan waktu pelaksanaan berdasarkan waktu kedatangan kelompok pendatang/migran

c. Penyebarluasan informasi endemisitas dan fokus malaria d. Penyediaan logistik terkait pelaksanaan surveilans

(35)

2. Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan penemuan malaria dilakukan:

- Wawancara (anamnese) terhadap penduduk migran dengan menanyakan secara rinci: identitas dan riwayat perjalanan dari daerah endemis malaria

- Pemeriksaan sediaan darah atau skrining secara mikroskopis maupun RDT

- Apabila hasil pemeriksaan negatif, maka diakukan pengamatan selama dua kali masa inkubasi ( dalam 30 hari bila yang bersangkutan masih tinggal di wilayah tersebut). Bila dalam 30 hari masa pengamatan penuduk migran tersebut masih memiliki gejala malaria dianjurkan datang untuk melakukan pemeriksaan malaria

- Apabila hasil pemeriksaan sediaan darah atau skrining positif, maka dilakukan notifikasi ke daerah asal kasus/ penderita malaria tersebut serta survei kontak terhadap orang yang berisiko (orang yang tinggal berdekatan dengan kasus, sesuai kriteria survei kontak serta teman seperjalanan yang berasal dari daerah endemis yang sama)

Khusus pelaksanaan surveilans migrasi secara aktif dapat dilakukan melalui : kunjungan lapangan pada penduduk yang bermigrasi dan melakukan pemeriksaan sediaan darah atau skrining malaria

Pelaksanaan kegiatan surveilans migrasi di puskesmas dilaksanakan melalui kegiatan aktif oleh petugas pusmesmas, juru malaria desa (JMD), Juru Malaria Lingkungan/JML, Juru Malaria Kampung/JMK, Juru Malaria Perusahaan/JMP atau kader, sedangkan kegiatan pasif dilakukan kepada seluruh pasien yang datang ke fasyankes dengan keluhan apapun

(36)

Waktu pelaksanaan kegiatan surveilans migrasi secara pasif disesuaikan dengan jadwal kerja di fasyankes sedangkan secara aktif dilakukan dengan memperhatikan pola migrasi penduduk misalnya menjelang hari raya keagamaan dan lain-lain.

Pelaksanaan Surveilans Malaria pada masa pandemic Covid-19

Sasaran skrining malaria:

- Penduduk dari kabupaten/kota endemis tinggi diperiksa yang bergejala dan tanpa gejala

- Penduduk dari kabupaten/kota endemis sedang dan rendah diperiksa hanya yang bergejala

Mekanisme penemuan penderita malaria dalam pelaksanaan surveilans migrasi di masyarakat oleh Dinas Kesehatan (Gambar 2).

(37)

Gambar 2. Alur penemuan penderita dalam pelaksanaan surveilans migrasi malaria di komunitas oleh Dinkes

- Kartu kontrol diberikan untuk penemuan kasus baru positif (pasien) malaria di KKP maupun di komunitas (Gambar 3).

KARTU KONTROL PENYAKIT MALARIA (KKP/Puskesmas………)

A.KARAKTERISTIK KORESPONDEN

1. Nama :

2. Umur/Jenis Kelamin : 3. Alamat domisili tetap : 4.Alamat domisili sementara :

B. RIWAYAT PENYAKIT MALARIA

1.Tanggal sakit :

2. Tanggal berobat/mendapat obat : 3. Berobat/mendapat obat di : 3. Obat yang diberikan :

Sisa obat :

4. Keluhan saat ini :

5. Periksa ulang darah malaria : (Ya/Tidak) ; Hasil ( )

(38)

2.2.1.3. Penemuan Penderita dalam Pelaksanaan Surveilans Migrasi Malaria di lingkungan Kemhan, TNI dan POLRI

Pelaksanaan pemeriksaan dan penanggulangan malaria di lingkungan Kemhan, TNI dan POLRI dapat dilakukan terintegrasi dengan kegiatan pemeriksaan kesehatan bagi anggota TNI dan POLRI yang mendapat penugasan ke daerah endemis malaria. Kegiatan pemeriksaan sebelum keberangkatan dan penanggulangan malaria didaerah endemis malaria dikoordinasikan oleh tim kesehatan yang ditunjuk oleh Pusat Kesehatan TNI (Puskes TNI) / Pusat Kedokteran dan Kesehatan POLRI (Pusdokkes POLRI) dengan Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Sedangkan pemeriksaan kesehatan bagi anggota TNI dan POLRI sesudah kepulangan penugasan dari daerah endemis malaria dilakukan di Fasilitas Kesehatan tujuan.

Kegiatan pemeriksaan kesehatan ini dapat berkoordinasi dengan team Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan kabupaten/ kota setempat. Untuk kelancaran kegiatan pemeriksaan tersebut diharapkan informasi kepulangan anggota TNI dan POLRI perlu disampaikan ke Subdit Malaria setahun sebelum kepulangannya tentang jumlah personel, waktu kepulangan dan tujuan Provinsi/ Kabupaten/Kota untuk persiapan perencanaan logistik yang dibutuhkan. Selain kegiatan pemeriksaan kesehatan diatas, berikut ini adalah kegiatan surveilans migrasi di lingkungan Kemhan, TNI dan POLRI ;

Surveilans migrasi kasus malaria pada anggota TNI maupun POLRI yang kembali dari Daerah Penugasan yang merupakan daerah endemis malaria

a. Identifikasi pasukan yang akan kembali dari Daerah Penugasan

(39)

- Identifikasi jadwal tiba ditempat penampungan dan jadwal pergeseran pasukan (serpas) selanjutnya

- Identifikasi jumlah pasukan sesuai waktu dan jadwal - Identifikasi lingkungan tempat penampungan yang

reseptif vector malaria

b. Penemuan kasus malaria di tempat keberangkatan dari Daerah Penugasan

- Identifikasi anggota yang diduga menderita sakit malaria untuk dilakukan pemeriksaan di klinik dengan RDT

- Anggota yang ditemukan positif akan dilakukan pengobatan radikal sesuai standar pengobatan

c. Penemuan kasus malaria di tempat transit

- Identifikasi anggota yang diduga menderita sakit malaria untuk dilakukan pemeriksaan di klinik dengan RDT

- Anggota yang ditemukan positif akan dilakukan pengobatan radikal sesuai standar pengobatan malaria - Anggota yang positif dengan pemeriksaan RDT perlu

diambil sediaan darah untuk cross check selanjutnya. d. Penemuan kasus malaria di tempat tujuan akhir (Daerah Asal

Satuan Pasukan)

- Semua pasukan dikumpulkan dan dilakukan pemeriksaan sediaan darah (skrining) baik dengan mikroskop atau RDT sesampai di Daerah Asal Satuan Pasukan.

- Anggota yang ditemukan positif akan dilakukan pengobatan radikal sesuai standar pengobatan malaria - Tetap dilaksanakan observasi selama 2 bulan. Bila terdapat

anggota yang mengalami demam, perlu dilakukan pemeriksan darah malaria dan bila positif dilakukan pengobatan radikal sesuai standar pengobatan malaria.

(40)

- Dilakukan pemantauan hasil pengobatan dengan memeriksa blister obat malaria/DHP dan Primakuin pada hari ke-3 pasca pengobatan (pada malaria falciparum dan malaria vivaks) dan memeriksa blister Primakuin pada hari ke-14 (pada malaria vivaks) untuk mencegah terjadinya relaps (kambuh di masa yang akan datang) 2.2.2 Pengobatan Malaria

Pengobatan malaria diberikan di KKP dan seluruh fasyankes apabila diagnosa malaria telah ditegakkan. Penegakkan diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium dengan mikroskopis maupun dengan uji reaksi cepat (RDT). RDT yang tersedia saat ini sudah dapat mendeteksi Plasmodium

falciparum dan Plasmodium non-falciparum (Plasmodium vivax, Plamodium ovale dan Plasmodium malariae) dan

berbentuk device (kaset).

(41)

Cara melakukan pemeriksaan RDT (rapid diagnostic test/ tes diagnosa cepat) :

1) Jari manis/tengah penderita dibersihkan dengan kapas alkohol 70% (atau dengan disposible alcohol swab)

2) Kemudian jari diseka kembali dengan kasa steril untuk mem-bersihkan kemungkinan masih adanya sisa alkohol di jari.

(42)

4) Seka darah yang pertama keluar dengan kapas kering.

5) Ambil darah dengan loop/micro capiler tube yang tersedia. Jumlah darah yang diambil harus tepat (5 µl). Pastikan loop terisi penuh oleh darah.

6) Teteskan darah tersebut di kotak tempat sampel darah. Dengan cara menyentuhkan loop pada kotak untuk darah (posisi loop harus vertikal/tegak lurus)

(43)

7) Kemudian teteskan cairan buffer pada kotak buffer. Jumlah tetesan tergantung jenis RDT (umumnya 4 – 6 tetes). Posisi botol buffer tegak lurus.

8) Diamkan dan biarkan darah tercampur dan meresap pada kotak T (tes)

DARAH AKAN MENGALIR DENGAN SENDIRINYA

DIAMKAN DAN BIARKAN DARAH TERCAMPUR DAN MERESAP PADA KOTAK T

9) Umumnya hasil dibaca setelah menit 15 (maksimal sampai 30 menit) Baca hasil tes ditempat yang terang

10) Tulis hasil tes dekat kotak T (tes/hasil) dan pada buku laporan tes.

(44)

11) Tes tanpa garis kontrol berarti tidak valid, tes harus diulang dengan menggunakan RDT yang baru.

12) Bila telah melewati 30 menit, hasil tidak boleh dibaca lagi karena sudah tidak valid.

Cara membaca hasil tes RDT adalah sebagai berikut :

• Bila terdapat 2 garis berwarna pink pd jendela Test (T) menunjukkan adanya positip P. falciparum ataupun mixed

infection (lihat gambar paling kanan).

• Bila terdapat 1 garis berwarna pink pd jendela Test (T) menunjukkan adanya positip spesies lainnya (non P.

falciparum) lihat gambar bagian tengah.

• Bila tidak terdapat garis berwarna pink pd jendela test (T) menunjukkan adanya negatif P. falciparum maupun spesies lainnya (lihat gambar pertama).

• Bila terdapat 1 garis berwarna pink pada jendela test (T) terbawah, menunjukkan adanya positif terhadap P.

falciparum (pada infeksi awal P. falciparum) Contoh Hasil Tes (combo)

(45)

Pengobatan malaria dilakukan dengan mengacu pada pedoman tatalaksana standar malaria dengan tujuan untuk membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh pasien termasuk stadium gametosit. Semua obat anti malaria (OAM) tidak boleh diberikan atau diminum dalam keadaan perut kosong karena akan menyebabkan iritasi lambung. Obat anti malaria (OAM) yang saat ini digunakan dalam program pengendalian malaria adalah

Artemisinin-based Combination Therapy (ACT) yaitu kombinasi

Dihydroartemisinin-piperakuin (DHP) dalam bentuk

fixed-dose combination yang diberikan selama 3 hari ditambah

dengan primakuin (Gambar 5). Jika terjadi malaria berat dilakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap.

(46)

Pemberian pengobatan malaria dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan harus disesuaikan dengan jenis infeksi parasit Plasmodium sp:

i. Pengobatan malaria falciparum

Pengobatan malaria falciparum menggunakan DHP dan primakuin. Primakuin diberikan pada hari pertama saja (Tabel 1). Tabel 1. Pengobatan pasien malaria dengan infeksi parasit

Plasmodium falciparum

ii. Pengobatan malaria vivaks

Pengobatan malaria vivaks menggunakan DHP dan primakuin. Primakuin diberikan selama 14 hari (Tabel 2).

Tabel 2. Pengobatan pasien malaria dengan infeksi parasit

Plasmodium vivax

iii. Pengobatan malaria mixed

Pengobatan malaria mixed menggunakan DHP dan primakuin yang aturan penggunaannya (dosis dan lama pemberian) sama

(47)

iv. Pengobatan malaria ovale

Pengobatan malaria ovale sama dengan malaria vivaks v. Pengobatan malaria malariae

Pengobatan malaria malariae menggunakan DHP selama 3 hari tanpa primakuin.

Dosis : Dihydroartemisinin adalah 2-4 mg/KgBB per hari Piperakuin adalah : 16 – 32 mg/Kg BB per hari

Primakuin adalah : 0,25 mg/Kg BB per hari, primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil, bayi umur<6 bulan dan ibu menyusui bayi <6 bulan

Pelayanan Kesehatan Rujukan

Pelayanan Kesehatan Rujukan dilakukan untuk membantu pasien malaria agar segera mendapatkan pertolongan, pengobatan, dan perawatan yang sesuai standar. Penderita yang ditemukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak mempunyai fasilitas perawatan yang memadai agar segera dirujuk. Untuk suspek malaria yang ditemukan di KKP yang tidak mempunyai fasilitas penegakan diagnosis dan atau pengobatan, diberikan Surat Rujukan ke KKP pelabuhan/bandara tujuan. Apabila di KKP pelabuhan/bandara tujuan tidak mempunyai fasilitas penegakan diagnosis dan atau pengobatan, diberikan surat rujukan oleh KKP tujuan ke Puskesmas atau rumah sakit wilayah tujuan yang bersangkutan. Sedangkan apabila ada kasus malaria berat yang ditemukan di KKP, agar segera dirujuk ke rumah sakit terdekat atau rumah sakit rujukan yang ditetapkan oleh Pemerintah (Permenkes No. 001 Tahun 2012 tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan).

(48)

Survey dan Pengendalian vektor malaria

Pada saat pelaksanaan surveilans migrasi malaria selain surveilans kasus juga dilakukan surveilans terhadap vektor malaria. Surveilans terhadap vektor dapat dilakukan di lingkungan pelabuhan, bandara, bangunan dan alat angkut. Surveilans untuk mengidentifikasi keberadaan jentik dan nyamuk Anopheles. Apabila hasil surveilans didapatkan kepadatan nyamuk diatas baku mutu maka diikuti dengan upaya pengendalian vektor. Kekhususan wilayah kerja KKP harus bebas vektor sehingga apabila ditemukan vektor maka harus dikendalikan dengan cara pengendalian vektor terpadu. Pengendalian vektor terpadu merupakan suatu pendekatan pengendalian vektor menggunakan prinsip-prinsip dasar manajemen dengan mempertimbangkan aspek dinamika penularan malaria.

Surveilans vektor malaria dilakukan secara rutin minimal 1 kali dalam 1 bulan. Untuk wilayah kerja Dinas Kesehatan surveilans dilakukan oleh petugas puskesmas. Adapun untuk wilayah KKP survei dilakukan oleh tenaga entomolog KKP baik di wilayah perimeter maupun wilayah buffer.

Jenis intervensi pengendalian vektor malaria dilakukan berdasarkan hasil analisis situasi dan bukti lokal, misalnya penyemprotan rumah dengan insektisida (Indoor residual spraying/IRS), penggunaan kelambu anti nyamuk, larviciding, penebaran ikan pemakan larva dan pengelolaan lingkungan. Salah satu aspek penting dalam penerapan PVT adalah kombinasi penggunaan metode intervensi. Sebagai contoh: di suatu wilayah endemis malaria diaplikasikan IRS atau kelambu anti nyamuk dikombinasikan dengan tindakan anti-larva (larviciding atau penebaran ikan pemakan larva atau pengelolaan lingkungan) untuk menurunkan tingkat penularan malaria.

(49)

2. 3. Koordinasi pelaksanaan surveilans migrasi malaria

antara Dinas Kesehatan dan KKP

Jenis-jenis koordinasi dalam pelaksanaan surveilans migrasi malaria antara dinas kesehatan dan KKP:

- Koordinasi pelaksanaan surveilans migrasi malaria. - Pelaksanaan PE terhadap setiap kasus positif - Sharing informasi secara berkala

- Kegiatan Peningkatan Kapasitas SDM Malaria

- Survey vektor bersama di daerah perimeter dan buffer bandara/pelabuhan/PLBDN

- Penyediaan Logistik, termasuk RDT dan OAM (DHP dan Primakuin)

- Koordinasi notifikasi, pencatatan dan pelaporan - Pelaksanaan KIE pada pelaku perjalanan

2. 4. Koordinasi pelaksanaan surveilans migrasi malaria di

lingkungan Kemhan, TNI dan POLRI

Melakukan Koordinasi kegiatan surveilans migrasi anggota TNI/POLRI yang kembali dari Daerah Penugasan yang endemis malaria, sebagai berikut :

- Ditempat keberangkatan dari Daerah Penugasan perlu berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi atau Dinkes Kabupaten/Kota dan KKP setempat

- Ditempat transit perlu berkoordinasi dengan Dinkes Kabupaten/Kota dan KKP setempat

- Ditempat tujuan akhir (Daerah Asal Satuan Pasukan) perlu berkoordinasi dengan Dinkes Provinsi atau Dinkes Kabupaten/Kota atau Puskesmas setempat

(50)

Gambar 6. Alur koordinasi dalam pelaksanaan surveilans migrasi malaria

Keterangan : Dinkes Tujuan : wilayah dinkes kedatangan Dinkes Asal : wilayah dinkes keberangkatan

2. 5. Notifikasi

Notifikasi penderita malaria harus dilakukan oleh dinas kesehatan dan KKP yang menemukan penderita malaria pertamakali kepada daerah asal (keberangkatan) dan tujuan (kedatangan) penderita dengan maksud agar daerah tersebut dapat menindaklanjuti kasus dan segera melakukan penanggulangan yang diperlukan. 2.5.1. Notifikasi Penderita Malaria di KKP

Mekanisme alur notifikasi dalam penemuan kasus malaria di wilayah kerja KKP, sebagai berikut:

 Apabila KKP Asal (keberangkatan) menemukan kasus positif malaria, maka notifikasi disampaikan kepada

(51)

KKP tujuan(kedatangan), dinas kesehatan tujuan dan dinas kesehatan asal penderita malaria tersebut agar segera dilakukan tindakan penanggulangan yang diperlukan

 Apabila KKP Tujuan (kedatangan) menemukan

kasus positif malaria, maka notifikasi disampaikan kepada dinas kesehatan tujuan dan dinas kesehatan asal penderita malaria tersebut (tempat terjadinya penularan malaria) agar segera dilakukan tindakan penanggulangan yang diperlukan

2.5.2. Notifikasi Penderita Malaria oleh Dinkes

Mekanisme notifikasi dalam penemuan kasus malaria dapat disampaikan kepada daerah asal (keberangkatan) penderita malaria agar segera dilakukan penyelidikan epidemiologi, untuk mengetahui terjadinya penularan di daerah asal tersebut yang selanjutnya dilakukan tindakan pengendalian.

(52)

Mekanisme notifikasi kasus positif malaria, sebagai berikut:  Notifikasi kasus dikirimkan secepatnya paling lambat dalam

waktu 48 jam setelah kasus positif ditemukan

 harus dilakukan, agar kasus tersebut segera ditanggulangi,  Bentuk notifikasi dapat melalui media komunikasi antara lain: surat (secara tertulis), e-mail, telepon, WA, pesan singkat (short message services/SMS), dll

Notifikasi silang (Cross notification) Mekanisme notifikasi silang adalah:

- Melaporkan temuan kasus yang ditemukan dari kegiatan surveilans migrasi dari fasyankes tujuan kepada fasyankes asal penularan.Notifikasi diutamakan apabila wiayah asal penularan merupakan wilayah pembebasan atau pemeliharaan. Rincian laporan berdasarkan formulir notifikasi kasus

- Notifikasi dilakukan secara berjenjang,sebagai berikut : a. notifikasi antar fasyankes dalam satu kabupaten

dilakukan oleh fasyankes

b. notifikasi antar kabupaten dalam satu provinsi dilakukan oleh kabupaten

c. notifikasi antar provinsi dilakukan oleh provinsi 2.5.3. Notifikasi Kasus Malaria di lingkungan TNI POLRI

a. Notifikasi kasus malaria di tempat keberangkatan : - Anggota yang ditemukan positif di tempat

keberangkatan dinotifikasi ke tempat transit.

- Merujuk ke RS terdekat bila ada tanda tanda malaria berat untuk mendapatkan penanganan yang baik

(53)

- Lingkungan tempat tinggal agar bebas dari nyamuk penularan malaria sejauh 500 m.

b. Notifikasi Kasus Malaria di tempat transit

- Anggota yang ditemukan positif malaria di tempat transit dinotifikasi ke tujuan akhir.

- Merujuk ke RS terdekat bila ada tanda tanda malaria berat untuk mendapatkan penanganan yang baik

- Lingkungan tempat tinggal agar bebas dari nyamuk penularan malaria sejauh 500 m.

c. Notifikasi Kasus Malaria di tujuan akhir

- Setiap kasus positif malaria dinotifikasi ke Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tahap Pembebasan dan Pemeliharaan

- Merujuk ke RS terdekat bila ada tanda tanda malaria berat untuk mendapatkan penanganan yang baik

- Lingkungan tempat tinggal agar bebas dari nyamuk penularan malaria sejauh 500 m.

2. 6. Promosi Kesehatan

Kegiatan promosi dilakukan melalui berbagai media seperti baliho, spanduk, standard banner, lembar balik, leaflet, selebaran dan lain-lain. Promosi kesehatan juga dilakukan kepada komunitas pelabuhan/bandara, seperti pelaku perjalanan agent pelayaran/ ground handling, maskapai, tenaga kerja bongkar muat (TKBM/ Porter), lintas sektor, dan semua stakeholder terkait. Pemasangan spanduk/baliho dan sejenisnya dengan contoh isi pesannya, antara lain “Anda Memasuki Daerah Bebas Malaria. Apabila Anda

(54)

Mengalami Demam, Sakit Kepala, Mual, Segera Memeriksakan Diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan Setempat”.

Penggerakan masyarakat dilakukan menyusul kegiatan promosi kesehatan diatas dengan melakukan langkah-langkah sbb:

- Menunjuk kader kesehatan yang akan melaporkan setiap ada kedatangan orang dari wilayah endemis (laporan kepada RW setempat, Pustu, Puskesmas, Bides)

- Pertemuan berkala dengan kader kesehatan dilakukan secara terintegrasi dengan kegiatan lain terutama pada wilayah eliminasi.

- Kader juga melaporkan secara lisan mengenai tempat genangan air yang rawan menjadi perindukan nyamuk

- Pemberian KIE pada pelaku perjalanan yang datang dan pergi ke daerah endemis malaria serta pemangku kepentingan terkait ( biro perjalanan, dan lain-lain)

2. 7. Dukungan Logistik malaria

2.7.1. Jenis logistik malaria

Dukungan logistik malaria pada fasilitas pelayanan kesehatan dapat diperoleh dari pusat, dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota. Khusus obat anti malaria (OAM) pengadaannya dilakukan oleh Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yang didistribusikan ke masing-masing instalasi farmasi provinsi, kabupaten/kota, dan selanjutnya didistribusikan ke semua puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan. Jenis logistik malaria yang diperlukan untuk menunjang program pengendalian malaria adalah:

- Obat Anti Malaria (OAM)

(55)

- Bahan dan alat laboratorium - Form pencatatan dan pelaporan. - Alat pengukur suhu tubuh

- Peralatan dan bahan kegiatan surveilans vektor (entomological set) antara lain: gayung/cidukan (dipper),

refractometer, aspirator, mikroskop kompon (compound disecting microscope), thermohygrometer, anemometer, paper cup, kain kasa dan lain-lain.

2.7.2. Logistik malaria di daerah

Logistik malaria di daerah dapat disediakan oleh Dinkes Provinsi dan Dinkes kabupaten/kota disesuaikan dengan kebutuhan, termasuk untuk wilayah kerja KKP. Kebutuhan logistik untuk surveilans migrasi pada anggota TNI/POLRI disediakan oleh Dinkes Provinsi atau Dinkes Kabupaten/Kota di Daerah Asal Satuan Pasukan untuk skirining anggota TNI/POLRI yang pulang dari Daerah Penugasan yang endemis malaria serta dilakukan pemantauan 2 kali masa inkubasi.

2.7.3. Dukungan logistik malaria untuk KKP

KKP dapat memperoleh logistik dari dinas kesehatan provinsi dan atau kabupaten/kota sesuai dengan wilayah kerjanya. KKP mengajukan surat permintaan kepada Dinkes setempat terkait kebutuhan logistik untuk pelaksanaan kegiatan surveilans migrasi.

2. 8. Peningkatan Kapasitas Pelaksana

Dalam rangka kesinambungan pelaksanaan kegiatan surveilans migrasi malaria, maka peningkatan kemampuan pelaksananya perlu dilakukan. Pelaksana kegiatan surveilans migrasi seperti

(56)

petugas KKP, anggota TNI/POLRI, petugas puskesmas dan masyarakat (misalnya kader). Peningkatan kapasitas pelaksana surveilans migrasi malaria dapat dilakukan melalui :

a. Lokakarya Surveilans Migrasi Malaria b. Media KIE (buku, leaflet,dll)

c. Bimbingan Teknis dan Supervisi Fasilitatif

d. On the job training e. In house training

(57)

BAB III

PENGORGANISASIAN KEGIATAN SURVEILANS

MIGRASI MALARIA

Surveilans migrasi dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi (Dinas Kesehatan Provinsi) pemerintah kabupaten/kota (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota), serta Unit Pelaksana Teknis (UPT) terutama Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, Pustu/Polindes) maupun swasta, masyarakat dan lintas program /lintas sektor.

Surveilans migrasi malaria dilaksanakan secara rutin dan teratur oleh fasilitas pelayanan kesehatan dan masyarakat dengan memperhatikan pola migrasi penduduk di wilayahnya, maupun dalam situasi khusus (pada saat lebaran, tahun baru, dll). Peran dan fungsi masing-masing institusi dalam penyelenggaraan surveilans migrasi malaria:

3.1. Pusat

- Melakukan pembinaan, pengawasan, pengendalian kegiatan surveilans migrasi.

- Menerbitkan peraturan (Regulasi) untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans migrasi malaria

- Melakukan koordinasi dengan stakeholder dan lintas program/lintas sektor lainnya

- Melakukan sosialisasi advokasi terkait surveilans migrasi kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/ Kota, Unit Pelaksana Teknis Vertikal Kesehatan dan Kementerian terkait

(58)

- Membuat standar notifikasi yang berlaku secara nasional - Membuat pedoman untuk identifikasi dan pemetaan

daerah reseptif

- Membuat pedoman untuk identifikasi dan stratifikasi daerah endemisitas malaria

- Membuat dan membangun sistem pencatatan dan pelaporan berjenjang dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) di wilayah maupun di pintu masuk sampai ke pusat (Subdit Pengendalian Malaria).

- Menyediakan OAM dan logistik lainnya

3.2. Dinas Kesehatan Provinsi

- Menerbitkan peraturan (Regulasi) seperti keputusan gubernur/ bupati/ walikota/ kepala dinas kesehatan, dalam mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans migrasi malaria.

- Melakukan koordinasi dengan KKP serta stakeholder dan lintas program/lintas sektor lainnya

- Membuat jejaring informasi dan jejaring rujukan dengan semua fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya. - Melakukan notifikasi antar provinsi/ kabupaten/ kota

- Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan sistem yang dibuat Subdit Malaria

3.3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota :

- Menginformasikan daerah endemis malaria di wilayah Kabupaten/Kota kepada KKP

- Melakukan koordinasi dengan KKP serta stakeholder dan lintas program/lintas sektor lainnya termasuk masyarakat - Melakukan koordinasi kebutuhan obat dan logistik lainya

(59)

- Melakukan koordinasi pencatatan pelaporan tentang malaria

- Membantu peningkatan kapasitas SDM malaria

- Memberikan dukungan untuk identifikasi dan pemetaan daerah reseptif

- Memberikan dukungan untuk identifikasi dan stratifikasi daerah endemisitas malaria

- Memberikan dukungan untuk identifikasi kelompok penduduk yang bermigrasi (urban worker)

- Melakukan pencatatan dan pelaporan

3.4. Puskesmas

Peran puskesmas dalam surveilans migrasi malaria:

- penemuan dini penderita dan pengobatan malaria sesuai standar

- pemantauan kasus positif malaria termasuk kasus yang dinotifikasi oleh KKP

- Berperan aktif dalam pengendalian vektor malaria dan penganggulangan KLB malaria

- Melakukan PE 1-2-5 terhadap kasus positif

- Pemberdayaan masyarakat (Juru Malaria Desa/JMD, Juru Malaria Lingkungan/JML, Juru Malaria Kampung/JMK, Juru Malaria Perusahaan/JMP, kader dll)

- Melakukan analisis kejadian malaria terhadap penduduk migrasi, dan pemetaan vektor malaria dan lingkungan perkembangbiakannya

- Melakukan identifikasi dan pemetaan daerah reseptif - Melakukan identifikasi dan stratifikasi daerah endemisitas

malaria

- Melakukan identifikasi kelompok penduduk yang bermigrasi (urban worker)

(60)

- Melakukan pencatatan dan pelaporan data migrasi penduduk, vektor malaria dan lingkungan perkembangbiakannya, dan melaporkan bulanan, tahunan kepada Dinas Kesehatan.

- Melakukan promosi Kesehatan melalui:

Memberikan informasi terkait malaria kepada

masyarakat yang datang dari dan ke daerah endemis

Pemasangan spanduk, banner dan poster tentang

malaria

- Melakukan rujukan untuk pengobatan dan perawatan lebih lanjut

3.5. KKP

Peran dan fungsi KKP dalam penyelenggaraan surveilans migrasi malaria

a. Melakukan sosialisasi advokasi ke otoritas pelabuhan/ bandar udara dan atau otoritas Pos Lintas Batas Darat Negara untuk dapat mendukung kegiatan surveilans migrasi malaria.

b. Melakukan penemuan dini penderita dan pengobatan malaria sesuai pedoman tatalaksana malaria

c. Melakukan pemantauan dan pengendalian vektor malaria dan lingkungan di wilayah kerjanya.

d. Melakukan penanggulangan KLB malaria di wilayah kerja KKP berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat.

e. Melakukan notifikasi terhadap kasus positif yang ditemukan kepada KKP asal (keberangkatan) dan atau dinas kesehatan asal, KKP tujuan (kedatangan) dan atau dinas kesehatan tujuan.

(61)

f. Melakukan sinkronisasi pelaksanaan kegiatan dengan Dinas Kesehatan.

g. Melakukan promosi Kesehatan melalui:

- Memberikan informasi terkait malaria kepada pelaku perjalanan yang menuju daerah endemis malaria; dan atau

- Pembagian leaflet kepada setiap penumpang yang akan melakukan perjalanan ke daerah endemis malaria; dan atau

- Running teks atau media elektronik lain yang ada di KKP

h. Melakukan pencatatan dan pelaporan.

3.6. Rumah Sakit

Peran rumah sakit dalam surveilans migrasi malaria:

- Melakukan penemuan penderita dan memberikan

pengobatan malaria standar bagi penduduk migrasi yang datang berobat dengan gejala malaria.

- Melakukan pencatatan dan pelaporan data migrasi penduduk serta memberikan informasi bulanan dan tahunan kepada Dinas Kesehatan setempat

- Memberikan informasi kepada dinas kesehatan asal kasus positif agar ditindak lanjuti dengan PE

- Melakukan pelayanan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap.

- Melakukan rujuk balik ke Puskesmas untuk kasus yang memerlukan pemantauan lebih lanjut

(62)

3.7. Kemhan, TNI dan POLRI

a. Melakukan pembinaan, pengawasan, pengendalian kegiatan surveilans migrasi di lingkup Kemhan, TNI dan POLRI.

b. Menerbitkan peraturan (Regulasi) untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans migrasi malaria di lingkup Kemhan, TNI dan POLRI

c. Melakukan koordinasi dengan Dinkes Provinsi, Kabupaten/ Kota, dan Kantor Kesehatan Pelabuhan/KKP

d. Melakukan identifikasi dan pemetaan daerah reseptif lingkungan kerja dan tempat tinggal para anggota TNI dan POLRI

e. Melakukan identifikasi daerah kerja TNI dan POLRI berdasarkan data stratifikasi endemisitas malaria yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI

f. Menyediakan OAM dan logistik, dan berkoordinasi dengan Dinkes Kabupaten/Kota setempat untuk kegiatan surveilans migrasi

3.8. Masyarakat (Pamong desa/kelurahan)

Peran masyarakat dalam kegiatan surveilans migrasi malaria: - Membantu memberikan informasi ke puskesmas atau Juru/

Kader Malaria Desa (JMD), JML, JMK, JMP tentang adanya pendatang atau warga desa yang baru kembali dari daerah endemis malaria

- Memberikan penyuluhan kepada para pendatang dan warga yang baru tiba serta dimotivasi untuk memeriksakan diri ke puskesmas

(63)

- Melakukan penemuan kasus malaria bagi penduduk migrasi, dan apabila ditemukan tersangka malaria ditindaklanjuti dengan rujukan ke pusat pelayanan kesehatan

- Adanya peraturan Lurah atau Kepala Desa bagi masyarakat yang baru pulang dari daerah endemis malaria agar bersedia memeriksakan diri ke puskesmas.

3.9. Lintas Program/Lintas Sektor

Peran lintas program dan lintas sektor dalam kegiatan surveilans migrasi malaria:

- Melakukan promosi kesehatan terkait penyakit malaria - Menggerakkan peran serta masyarakat dalam kegiatan

surveilans migrasi malaria

- Menginformasikan kepada fasilitas pelayanan kesehatan tentang adanya suspek malaria pada penduduk migrasi. - Pos lintas batas

- Sektor ketenagakerjaan

(64)

Gambar

Gambar 1. Alur kegiatan surveilans migrasi malaria di
Gambar 2. Alur penemuan penderita dalam pelaksanaan surveilans  migrasi malaria di komunitas oleh Dinkes
Gambar  4. Cara melakukan pemeriksaan sediaan darah dengan
Gambar  5. Gambar jenis obat anti malaria (OAM)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tingginya indeks puru pada akar tanaman kedelai tanpa pemberian pupuk kandang disebabkan karena pada akar yang tidak diberi pupuk kandang mengalami defisiensi unsur

segan untuk bertanya dan memberikan respon atas apa yang disampaikan oleh guru. Penggunaan metode cooprative learning type jigsaw menekankan siswa untuk belajar kelompok

Sebelum tayangan: Kurang lebih 10 menit sebelum program ditayangkan, orang tua mengajak anak duduk bersama dengan sikap rileks dan menjelaskan sekilas tentang lamanya tayangan

dan sebagian lagi mirip dengan yang ada di Australia. yang ada di Australia... Coba kalian perhatikan tumbuh-tumbuhan dan binatang yang ada di sekitarmu, atau pergilah kamu ke

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

Contoh dengan menggunakan operasional LinkList java kita bisa memasukkan data pada indeks yang terkecil dengan menggunakan operasi addFirst ataupun pula pada

Hasil wawancara dengan kepala desa sukaraja bapak boimin, mengatakan: “hal yang melatar belakangi pola interaksi sosial antara masyarakat desa sukaraja dengan masyarakat desa

Data awal indeks manufaktur PMI area Eropa yang dirilis London-Markit Economics diperkirakan turun ke level 50,6 di September dari level 50,7 di bulan lalu.. Sementara itu, data awal