• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN POKOK-POKOK MATERI

5.2. Pokok-Pokok Materi Muatan

Materi muatan Perda Kota Bekasi tentang Penyelenggaraan Rumah Potong Hewan terdiri atas 16 Bab, yang secara umum memuat substansi utama mengenai tujuan pendirian atau pembangunan RPH dan pendirian tempat

penanganan daging, yang meliputi persyaratan administratif dan teknis pendirian/pembangunan, persyaratan higiene, penyelenggaraan, perizinan, organisasi dan SDM, pelayanan kesehatan masyarakat veteriner, pemotongan hewan diluar RPH, pembinaan dan pengawasan, sanksi administratif, ketentuan penyidikan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.

Adapun pokok-pokok materi muatan Perda RPH selengkapnya adalah sebagai berikut:

1. BAB I KETENTUAN UMUM, memuat definisi dan pengertian-pengertian yang ada dalam susbtansi pasal-pasal, sehingga tidak menyebabkan multitafsir.

2. BAB II RUANG LINGKUP, berisi ruang lingkup Perda RPH, yang meliputi:

a. Rumah Potong Hewan dan Unit Penanganan Daging;

b. Rantai Produksi Rumah Potong Hewan;

c. Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan;

d. Sumber Daya Manusia;

e. Pemotongan Hewan Di luar RPH;

f. Perizinan RPH dan UPD g. Pembinaan dan pengawasan;

h. Ketentuan penyidikan;

i. Sanksi;

j. Ketentuan pidana;

k. Ketentuan peralihan;

l. Ketentuan penutup

3. BAB III RUMAH POTONG HEWAN DAN UNIT PENANGANAN DAGING, mengatur hal-hal terkait penyelenggaraan Rumah Potong Hewan dan Unit Penanganan Daging meliputi jenis-jenis RPH dan persyaratan-persyaratan RPH dan UPD.

4. BAB IV RANTAI PRODUKSI RUMAH POTONG HEWAN, mengatur hal-hal terkait:

a. Praktik Veteriner Yang Baik (Good Veterinary Practices) b. Penerapan Biosecurity

c. Penerapan Kesejahteraan Hewan d. Bangunan, Fasilitas, dan Peralatan e. Penanganan Daging

f. Higiene Personel g. Higiene Sanitasi

h. Pengujian oleh Pihak Eksternal Terakreditasi

5. BAB V KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN Mengatur tentang:

a. Kesehatan masyarakat meliputi penjaminan higiene dan sanitasi;

penjaminan produk hewan; dan pengendalian dan penanggulangan zoonosis serta penanganan produk hewan.

b. Kesejahteraan Hewan

6. BAB VI SUMBER DAYA MANUSIA membahas tentang: kewajiban RPH dan UPD memiliki tenaga teknis yang dipersyaratkan perundang-undangan 7. BAB VII PEMOTONGAN HEWAN DI LUAR RPH membahas tentang

pelaksanaan pemotongan hewan di luar RPH, ketentuan pemotongan di luar RPH dan persyaratan yang harus dipenuhi penyelenggara pemotongan hewan di luar RPH

8. BAB VIII IZIN USAHA RPH DAN/ATAU UPD membahas persyaratan perizinan RPH/UPD dan ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi

9. BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN mengatur tentang tata cara pembinaan dan pengawasan RPH dan UPD

11. BAB XI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Mengatur mengenai pembinaan dan pengawasan terhadap Rumah Potong Hewan dan Unit Pelayanan Daging.

12. BAB XII SANKSI ADMINISTRATIF Sanksi administratif diberikan kepada setiap orang atau badan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dan norma yang diatur dalam Perda tentang Pengaturan Rumah Potong Hewan. Sanksi dapat berupa: a. peringatan secara tertulis; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. pencabutan nomor pendaftaran dan penarikan produk dari peredaran; d. pencabutan izin; atau e. pengenaan denda.

13. BAB XIII KETENTUAN PENYIDIKAN Penyidikan selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan dari tanggung jawabnya meliputi peternakan dan 62 kesehatan hewan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyidikan dilakukan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang peternakan dan kesehatan hewan.

14. BAB XIV KETENTUAN PIDANA Ketentuan pidana mengatur ketentuan bagi setiap orang atau pejabat yang berwenang, badan atau korporasi yang melanggar Perda tentang Pengaturan Rumah Potong Hewan yaitu berupa kurungan badan dan/atau denda.

15. BAB XV KETENTUAN PERALIHAN Memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang lama terhadap Peraturan Perundangundangan yang baru, yang bertujuan untuk: a. menghindari terjadinya kekosongan hukum; b. menjamin kepastian hukum; c. memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan Peraturan Perundangundangan; dan d. mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara.

16. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Ketentuan penutup memuat ketentuan untuk mencabut seluruh atau sebagian pasal terhadap peraturan terdahulu dan mengamanatkan untuk pengaturan lebih lanjut terkait pelaksanaan peraturan daerah Pengaturan Rumah Potong Hewan dan memberikan wewenang kepada Wali Kota untuk mengaturnya.

BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan paparan pada Bab I sampai dengan Bab V, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan data jumlah Rumah Potong Hewan yang ada di Kota Bekasi yang dihubungkan dengan data penghitungan kebutuhan daging untuk masyarakat di Kota Bekasi, diperoleh kesimpulan bahwa Rumah Potong Hewan sangat urgent (penting dan mendesak) untuk ditambah dan dibangun yang baru. Hal ini untuk meningkatkan kapasitas pelayanan Pemerintah Daerah Bekasi dalam penyediaan Rumah Potong Hewan dan penyediaan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal. Hal ini sekaligus digunakan menjalankan tugas Pemerintah Daerah dalam melindungi masyarakatnya dari bahaya bahan pangan berupa daging yang tidak sehat. Kebutuhan masyarakat akan pangan yang sehat dan bergisi khususnya daging yang sehat merupakan bagian dari pemenuhan hak asasi manusia dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2. Penambahan dan pembangunan RPH baru oleh Pemerintah Daerah maupun swasta dilakukan dengan pengaturan berbentuk Peraturan daerah yang struktur dan pola pengaturannya disesuaikan dengani peraturan perundang- undangan terkait. Dalam hal ini pendirian dan pembangunan RPH yang baru diatur dengan persyaratan adminitratsi, persyaratan teknis, serta persyaratan kesehatan masyarakat veteriner yang ketat. Tujuannya agar diperoleh manfaat yang tinggi, kualitas produk daging yang terjaga, serta masyarakat terhindar dari dampak penyakit yang terkait dengan kesehatan hewan.

3. Pertimbangan secara filosofis, sosiologis, dan yuridis penyelenggaraan RPH di Kota Bekasi sudah kuat dalam meletakkan dasar pengaturan Perda ini, hal mana dapat digunakan sebagai alasan untuk mencapai tujuan memberikan nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastikan hukum kepada Pemda Bekasi dan semua pemangku kepentingan penyelenggaraan pemotongan hewan dan penanganan daging. Dengan pertimbangan dan landasan yang kuat tersebut maka diharapkan tidak ada keraguan lagi bagi Pemda Bekasi untuk menerbitkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan RPH, serta segera mengimplementasikan Perda dimaksud dengan membangun RPH-RPH baru yang memenuhi standar, guna memperkecil masalah kesenjangan kebutuhan dengan pemenuhan daging lokal yang sehat bagi masyarakat.

4. Struktur dan pola pengaturan Raperda ini disusun mengikuti ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.

5. Pengaturan dan Raperda Penyelenggaraan ini dilakukan dengan tujuan memberi ruang dan peluang bagi pelaku usaha dalam menjalankan dan mengembangkan usaha pemotongan hewan dan/atau penanganan daging.

Dengan pola pengaturan seperti ini maka usaha pemotongan hewan dan atau penanganan daging baik yang ditangani Pemda maupun swasta dapat dilaksanakan dengan mengacu pada persyaratan yang sudah ditentukan dan dapat menjamin kualitas hasil pemotongan hewan dan daging yang aman, sehat, utuh dan halal, yang mampu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, serta menghasilkan keuntungan secara ekonomi. Denga pola berpikir seperti ini, maka pada akhirnya penyelenggaraan pemotongan hewan di RPH menjadi kegiatan bisnis yang produktif dan dapat memberikan konstribusi berupa peningkatan jumlah retribusi ke kas daerah.

6.2. Rekomendasi

Terkait dengan paparan pada bab-bab terdahulu dan kesimpulan di atas, disampaikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Rencana Pemda Bekasi untuk menerbitkan Perda tentang Penyelenggaraan Rumah Potong Hewan merupakan suatu keniscayaan yang perlu segera dilakukan. Oleh karena itu direkomendasikan agar Naskah Akademik Raperda Penyelenggaraan RPH ini dapat dijadikan sebagai acuan atau landasan berfikir secara ilmiah dalam penyusunan dan penerbitan Perda dimaksud.

2. Mengingat penting dan mendesaknya penerbitan Perda tentang Penyelenggaraan RPH, DPRD Kota Bekasi segera menjadualkan pembahasan dan persetujuan Raperdanya. Selanjutnya Raperda hasil persetujuan DPRD sesegera mungkin diteruskan ke Wali Kota untuk segera diundangkan menjadi Perda Kota Bekasi tentang Penyelenggaraan RPH.

3. Untuk mempercepat pelaksanaan Perda tentang Penyelenggaraan RPH, Pemerintah Kota Bekasi dapat segera merencanakan pembangunan RPH- RPH baru dengan menyiapkan lokasi-lokasi yang sesuai dengan ketentuan, yakni sesuai dengan RTRW dan RDTR, serta ketentuan teknis lainnya.

4. Segera setelah diterbitkannya Perda, perlu dilakukan program sosialiasi Perda ini kepada kalangan dunia usaha dan masyarakat, keberadaan Perda diketahui secara luas dan mampu menciptakan peluang investasi dari masyarakat. Kegiatan sosialiasi dapat melibatkan kalangan perguruan tinggi dan stakeholder lainnya dengan tujuan menciptakan pemahaman yang lebih konprehensif dan kesadaran hukum yang lebih baik terhadap matari muatan Perda.

DAFTAR PUSTAKA

Adeogun, A. O., A. V. Chukwuka, & O. R. Ibor. 2011. Impact of abattoir and saw-mill effluents on water quality of upper Ogun River (Abeokuta). Am. J. Environ. Sci.

7(6):525-530. http://thescipub.com/PDF/ ajessp.2011.525.530.pdf. [7 Februari 2014].

Akan, J. C., F. I. Abdulrahman, & E. Yusuf. 2010. Physical and chemical parameters in abattoir wastewater sample, Maiduguri Metropolis, Nigeria. Pac. J. Sci. Tech.

11(1):640-648. http://www.akamaiuniversity.us/ PJST11_1_640.pdf. [19 Februari 2014.

Adegbola, A. A., & A. O. Adewoye. 2012. On investigating pollution of groundwater from Atenda Abattoir wastes, Ogbomoso, Nigeria. Int. J. Eng. Tech. 2(9):1569- 1585.

http://iet-journals.org/archive/2012/sep_vol_2_ no_9/8673691344728622.pdf. [7 Februari 2014].

Chukwu, O., P. A. Adeoye, & I. Chidiebere. 2011. Abattoir wastes generation, management and the environment: a case of Minna, North Central Nigeria. Int. J. Biosci. 1(6):100- 109. http://www.innspub.net/wp-content/ uploads/2012/01/IJB-V1-No-6-p100- 109.pdf. [19 Februari 2014].

Hikmahanto Juwana, “Penyusunan Naskah Akademik Sebagai Prasyarat dalam Perencanaan Pembentukan Rancangan Undang-Undang”, Makalah disampaikan pada Rapat Pembahasan Tahunan Prolegnas Pemerintah Tahun 2006, Cisarua Bogor.

Hardijan Rusli, “Metode Penelitian Hukum Normatif: Bagaimana?”, Law Review Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Volume V No. 3 Tahun 2006,

Ilham, N., S. Hastuti dan I.K. Karyasa. 2002, Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran dan Permintaan Beberapa Jenis Daging di Indonesia, sebagaimana dikutip Khasrad, dkk dalam Jurnal Peternakan Inonesia, Juni 2012.

Iwara, A. I., G. N. Njar, T. N. Deekor, & A. E. Ita. 2012. Effect of Adiabo Abattoir on the water quality status of Calabar River in Odukpani, Cross River State, Nigeria.

Continental J. Env. Sci. 6(2):36–43.doi:10.5707/ cjenvsci. 2012.6.2.36.43.

Indriyati, 2004. Penerapan Teknologi Produksi Bersih di RPH Cakung. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan. BPPT. Jakarta.

Kusnoputranto H. 1996. Toksikologi Lingkungan Logam Toksik dan B3. Jakarta: UI-Press Lestari, P.T.B.A., 1994. Rancang Bangun Rumah Potong Hewan di Indonesia. P. T. Bina

Aneka Lestari, Jakarta.

Lestari, P.T.B.A., 1994b. Rancang Bangun Rumah Potong Hewan di Indonesia. P. T. Bina Aneka Lestari, Jakarta

Mahendar, R. 2010. Pengolahan limbah cair rumah potong hewan (RPH) dengan metode fotokatalitik TiO2: pengaruh waktu kontak terhadap kualitas BOD5, COD dan pH efluen. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mahendra Putra Kurnia dkk, Pedoman Naskah Akademik PERDA Partisipatif (Urgensi, Strategi, dan Proses Bagi Pembentukan Perda yang baik), Kreasi Total Media (KTM), Yogyakarta, cetakan pertama, 2007

Olayinka, O. O., O. H. Adedeji, & I. B. Oladeru. 2013. Water quality and bacteriological assessment of slaughterhouse effluent on Urban River in Nigeria. J. Appl. Sci. Env.

San. 8(4):277-286.

Padmono, D. 2005. Alternatif pengolahan limbah rumah potong hewan cakung (suatu studi kasus). J. Tek. Ling. P3TL. -BPPT. 6(1):303-310.

Pramayanti, D. I. 2003. Kajian sistem manajemen lingkungan pada Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Bogor. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Raheem, N. K., & Morenikeji. 2008. Impact of abattoir effluents on surface waters of the Alamuyo stream in Ibadan. J. Appl. Sci. Environ. Manage. 12(1):73 – 77.

http://www.bioline.org.br/pdf?ja08011. [19 Februari 2014].

Said, Nusa Idaman. 2007. Instalansi Pengolahan Limbah Rumah Potong Hewan Kapasitas 400 M3 per Hari. Direktorat Tegnologi Lingkungan. Jakarta

Saputra, H. S., Nuraini, H., Priyanto, R., & Salundik, S. (2015). Kajian Teknis Operasional Dan Lingkungan Rumah Potong Hewan Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 3(2), 89-94.

Saidu, M., J. J. Musa. 2012. Impact of abattoir effluent on River Landzu, Bida, Nigeria. J.

Chem. Bio. Phy. Sci. Sec. A. 2(1):132-136. http://isindexing.com/isi/

papers/1421998365.pdf. [19 Februari 2014]

Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke-11. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas donesia Press, 1984.

Kebutuhan Daging Sapi Tahun Ini 700.000 Ton, Produksi Dalam Negri Hanya Separuhnya, e-Koran Kontan.co.id., Reporter: Siti Masitoh; Minggu, 20 Juni 2021 / 11:01 WIB, diakses 1 November 2021.

Pemkot Bekasi Tak Bisa Penuhi Kebutuhan Daging Warganya, e-Koran Merdeka.com., Reporter Adi Nugroho, 22 Juni 2016, diakses 18 Oktober 2021.

Paparan Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKP3) Kota Bekasi pada Rapat Kerja Dengan Komisi II DPRD Kota Bekasi, 27 Oktober 2021.

DAFTAR ISI

Daftar Isi ... i

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Identifikasi Masalah ... 6 1.3. Tujuan dan Sasaran ... 6 1.4. Metode Pendekatan ... 7 1.5. Sistematika Pembahasan ... 9 II. KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTIK EMPIRIK ... 11

2.1. Urgensi Pengaturan Penyelenggaraan Rumah Potong Hewan di Kota Bekasi ... 11 2.1.1. Kebutuhan dan Pemenuhan Daging di Kota Bekasi ... 11 2.1.2. Kondisi Obyektif Rumah Pemotongan Hewan di Kota Bekasi dan Urgensi Pembangunan RPH Baru ... 13 2.2. Konsep Pembangunan Rumah Pemotongan Hewan ... 16 2.2.1. Fungsi dan Peran RPH ... 16 2.2.2. Tata Cara Pembangunan RPH ... 18 2.2.3. Rantai Produksi Rumah Pemotongan H ... 35 2.2.4. Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan ... 41 2.2.5. Sumber Daya Manusia (SDM) ... 43 2.2.6. Pemotongan Hewan di Luar RPH ... 45 2.2.7. Izin Usaha RPH dan/atau UPD ... 46 2.2.8. Sertifikasi Higiene Sanitasi dan Jaminan Produk Halal RPH ... 49 2.2.8.1. Sertifikasi Nomor Kontril Veteriner (NKV) ... 49 2.2.8.2. Sertifikasi Halal ... 52 2.3. Praktik Empirik Penyelenggaraan RPH ... 54

2.3.1. RPH Kota Malang ... 54 2.3.2. RPH Karawaci ... 56 III. ANALISIS & EVALUASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

TERKAIT ... 66 3.1. Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan di Bidang Pemerintahan Daerah ... 66 3.2. Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan ... 72 3.3. Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan di Bidang Pelayanan Publik... 79 3.4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan ... 82 3.5. Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan di Bidang Perlindungan Konsumen ... 84 3.6. Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jaminan Produk Halal ... 86 IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS ... 88 4.1. Landasan Filosofis ... 88 4.2. Landasan Sosiologis ... 90 4.3. Landasan Yuridis ... 92 V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN POKOK-POKOK MATERI

MUATAN ... 95 5.1. Jangkauan dan Arah Pengaturan ... 95 5.2. Pokok-Pokok Materi Muatan ... 95 VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 99 6.1. Kesimpulan ... 99 6.2. Rekomendasi ... 101 VII. DAFTAR PUSTAKA... 102

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bahan pangan yang bernilai gizi tinggi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan sehat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut pangan hewani memegang peranan yang sangat penting. Salah satu bahan pangan hewani yang mudah didapatkan masyarakat adalah daging. Daging bukan hanya komoditas pertanian yang punya nilai ekonomi tinggi, melainkan juga esensial bagi pemenuhan kebutuhan gizi. Daging merupakan bahan makanan yang mengandung gizi tinggi yang baik untuk tubuh manusia. Karena kandungan zat gizinya tersebut, daging juga merupakan media atau tempat yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan kuman, baik kuman yang dapat menyebabkan pembusukan daging ataupun kuman yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan manusia.

Permintaan akan daging oleh masyarakat terus meningkat. Data Kementerian Pertanian sebagaimana tersaji dalam Outlook daging sapi 2020, Outlook daging unggas 2020, dan Outlook daging kambing dan domba 2020 menunjukkan adanya peningkatan konsumsi rumah tangga sebesar 3,98%/tahun untuk daging sapi, daging kambing meningkat sebesar 3,15%, daging domba sebesar 3,55% dan unggas sebesar 5,64%/

tahun. Sedangkan peningkatan produksi daging sapi hanya sebesar 0,14%/tahun, daging kambing 0,29%, daging domba 5,29%, produksi daging unggas meningkat sebesar 11,94%/tahun. Berdasarkan data

tersebut terjadi defisit terhadap komoditas daging sapi dan daging kambing dan surplus untuk komoditas daging domba dan ayam.

Pada 2020 ini, kebutuhan daging sapi nasional mencapai hampir 700.00 ton atau setara dengan 3,6 juta ekor sapi. Namun produksi daging sapi dalam negeri hanya sebanyak 525.630 ton/tahun. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan daging doma/kambing dan unggas cukup mampu dipenuhi karena produksi yang tinggi.

Pemenuhan kebutuhan daging masyarakat yang sangat tinggi tersebut didapat dari hasil budidaya ternak yang dilakukan secara mandiri oleh masyarakat atau perusahaan yang bergerak di bidang peternakan dan sisanya diperoleh dari impor. Bahwa hasil budidaya ternak tidak bisa langsung dikonsumsi oleh masyarakat tetapi memerlukan proses pemotongan yang sebaiknya dilakukan di rumah – Rumah Potong Hewan yang memenuhi persyaratan teknis Kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan kehalalan sehingga menjamin produk yang dihasilkan sampai ke tangan masyarakat dalam kondisi aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Selain itu, keberadaan penyakit hewan menular dan zoonosis atau penyakit hewan yang dapat menular dari dan ke manusia juga menjadi hal yang harus diperhatikan.

Daging bukan hanya komoditas pertanian yang punya nilai ekonomi, melainkan juga esensial bagi pemenuhan kebutuhan gizi. Daging merupakan bahan makanan yang mengandung gizi tinggi yang baik untuk tubuh manusia. Karena kandungan zat gizinya tersebut, daging juga merupakan media atau tempat yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembang-biakan kuman-kuman, baik kuman yang dapat menyebabkan pembusukan daging ataupun kuman yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan manusia. Daging merupakan produk hewan yang mempunyai risiko keamanan pangan (food safety hazard), resiko menyebarkan dan menularkan penyakit hewan ke manusia (zoonosis) serta masalah-masalah terkait kesehatan masyarakat veteriner yaitu segala urusan yang berhubungan dengan Hewan dan produk Hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia meliputi

penjaminan Higiene dan Sanitasi; penjaminan produk Hewan; dan Pengendalian dan Penanggulangan Zoonosis.

Besarnya resiko keamanan pangan, biologi dan potensi penyakit zoonosis yang terkandung dalam daging menyebabkan penyediaannya perlu dilakukan secara baik dan memerlukan penjaminan higiene dan sanitasi yang dilaksanakan dengan menerapkan cara yang baik pada semua rantai produksi mulai dari cara yang baik di tempat budidaya; di tempat produksi pangan asal Hewan; di tempat produksi produk Hewan nonpangan; di rumah potong Hewan; di tempat pengumpulan dan penjualan.

Ada beberapa isu terkait perlunya pembangunan dan penambahan RPH di Kota Bekasi. Isu-isu ini antara lain:

a. Tingginya jumlah pemotongan hewan yang dilakukan masyarakat belum diimbangi ketersediaan infrastruktur RPH yang memenuhi standar teknis kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan kehalalan.

b. Kebutuhan daging ASUH masyarakat tinggi sehingga diperlukan penyediaan Rumah Potong Hewan yang sesuai standar teknis kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan kehalalan.

c. Jaminan ketentraman batin masyarakat dalam penyediaan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh dan halal

d. Mencegah masuk dan berkembangnya penyakit hewan menular dan zoonosis berperantara hewan dan produk hewan khususnya daging di Kota Bekasi

e. Kota Bekasi belum memiliki peraturan daerah tentang penyelenggaraan Rumah Potong Hewan.

f. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Perubahan Pertama Perda Kota Bekasi No.13 tahun 2001 dan Peraturan Daerah No.9 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah sudah tidak memadai untuk mengatur penyelenggaraan RPH dan retribusi RPH

g. produksi RPH belum optimal akibatnya pendapatan asli daerah dari retribusi RPH masih rendah. Biaya retribusi pemotongan hewan dinilai masih rendah, tidak sebanding dengan biaya operasional RPH baik untuk pemotongan hewan maupun penanganan daging.

h. Pengelolaan RPH/UPD belum dikelola sesuai standar teknis kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan kehalalan seperti tidak memiliki sertifikat AMDAL atau UPL/UKL, tidak memilki izin usaha, tidak memiliki Sertifikat Halal, Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner serta terindikasi mencemari lingkungan.

Sehubungan dengan kondisi di atas, maka Pengaturan penyelenggaraan Rumah Potong Hewan di Kota Bekasi mendesak untuk segera dilaksanakan karena:

a. RPH mempunyai peran yang sangat strategis dalam menjembatani Kesehatan hewan pada bidang peternakan dan Kesehatan masyarakat sebagai konsumen produk pangan asal hewan

b. RPH dapat memutus penyebaran penyakit asal hewan yang berpotensi menimbulkan gangguan Kesehatan pada manusia c. RPH mempunyai peran dalam meningkatkan Kesehatan masyarakat

melalui penyediaan pangan asal hewan yang ASUH

d. RPH menjamin ketentraman batin masyarakat dengan memberikan jaminan penyediaan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh dan halal

e. membuka peluang investasi pembangunan RPH baru f. meningkatkan pendapatan asli daerah

Secara normatif-konseptual RPH merupakan suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum. RPH mempunyai fungsi utama sebagai tempat diselenggarakannya kegiatan pemotongan hewan yang dimaknai sebagai serangkaian kegiatan yang meliputi penerimaan hewan, pengistirahatan, pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipemotongan, pemotongan/penyembelihan, pemeriksaan kesehatan jeroan dan karkas setelah hewan dipemotongan, dengan

memperhatikan higiene dan sanitasi, kesejahteraan hewan, serta kehalalan bagi yang dipersyaratkan.

RPH ini juga merupakan rantai produksi pangan asal hewan yang sangat penting dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal bagi masyarakat. Dalam rangka mendorong RPH agar dapat menghasilkan daging yang ASUH, maka RPH harus dikelola secara professional. Untuk itu perlu dukungan penuh dari pemerintah daerah dalam penyediaan RPH yang memadai dan memenuhi ketentuan teknis, serta regulasi yang terarah dan berkesinambungan. Keberadaan RPH sangat diperlukan agar dalam pelaksanaan pemotongan hewan dapat terjaga dan terkendali dengan baik.

Undang-undang 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 68 Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terwujudnya penyelenggaraan keamanan pangan di setiap rantai pangan secara terpadu. Jaminan kelayakan dasar keamanan produk hewan dilaksanakan

Undang-undang 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 68 Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terwujudnya penyelenggaraan keamanan pangan di setiap rantai pangan secara terpadu. Jaminan kelayakan dasar keamanan produk hewan dilaksanakan