• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Pola Asuh Orang Tua

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pola berarti cara kerja, bentuk (struktur yang tetap), sistem. Selanjutnya kata asuh atau mengasuh artinya menjaga (merawat dan membimbing anak). Mengasuh juga mengandung pengertian membimbing yang meliputi membantu dan melatih supaya dapat berdiri.

Pengasuhan menurut (Schochib,2000: 15) adalah orang yang melaksanakan tugas membimbing, memimpin, atau mengelola. Pengasuhan yang dimaksud di sini adalah mengasuh anak. Menurut Darajat mengasuh anak maksudnya adalah mendidik dan memelihara anak itu, mengurus makan, minum, pakaiannya, dan keberhasilannya dalam periode yang pertama sampai dewasa. Dengan pengertian diatas dapatlah dipahami bahwa pengasuhan anak yang dimaksud adalah kepemimpinan, bimbingan, yang dilakukan terhadap anak berkaitan dengan kepentingan hidupnya.

Pengertian pola asuh orang tua terhadap anak merupakan bentuk interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan yang berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan setempat dan masyarakat. Orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga, mengajar, mendidik, serta memberi contoh bimbingan kepada anak-anak untuk mengetahui, mengenal, mengerti, dan akhirnya dapat menerapkan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Pola asuh yang ditanamkan tiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya. Hal ini tergantung dari pandangan pada diri tiap orang tua (Gunarsa, 2002: 86).

Pola asuh orang tua merupakan pola perilaku orang tua yang paling menonjol atau paling dominan dalam menangani anaknya sehari-hari. Pola orang tua dalam mendisiplinkan anak, dalam menanamkan nilai-nilai hidup, dalam mengajarkan keterampilan hidup, dan dalam mengelola emosi. Dari beberapa cara penilaian gaya pengasuhan, yang paling sensitif adalah mengukur kesan anak tentang pola perlakuan orang tua terhadapnya. Kesan yang mendalam dari seorang anak mengenai bagaimana ia diperlakukan oleh orang tuanya, itulah gaya pengasuhan (Sunar, Dwiti, Euis, 2004: 93).

Pada hakekatnya pengasuhan merupakan arahan kepada anak agar memiliki keterampilan hidup. Dalam padanan kata lain pengertian arahan sama dengan pengertian disiplin, yaitu bagaimana cara orang dewasa (orang tua, guru, atau masyarakat) mengajarkan tingkah laku moral kepada anak yang dapat diterima kelompoknya. Disiplin berkaitan dengan cara untuk mengoreksi, memperbaiki, mengajarkan seorang anak tinglah laku yang baik tanpa merusak harga diri anak.

Arahan dan bimbingan yang baik membantu anak untuk dapat mengontrol dirinya sendiri, memiliki tanggung jawab, dan membantu anak dalam membuat pilihan yang bijkasana. Disiplin berperan besar dalam perkembangan anak karena dapat memenuhi kebutuhan akan rasa aman dan kepastian tingkah laku. Anak mendapatkan rasa aman karena mengetahui mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Disiplin memungkinkan anak melakukan hal yang diterima lingkungannya, dan oleh karena itu mendapatkan penghargaan atau pujian. Penghargaan dan pujian merupakan kebutuhan mendasar bagi seorang individu untuk tumbuh kembang dengan sehat. Disiplin juga membantu anak dalam keputusan mengendalikan tingkah lakunya, serta membantu anak dalam mengembangkan hati nurani, sehingga peka dengan nilai kebenaran.

2.2.2 Dimensi Pola Asuh

Baumrind (dalam Sigelman, 2002) menyatakan bahwa pola asuh terbentuk

dari adanya dua dimensi pola asuh, yaitu; (1) Acceptance/Responsiveness;

menggambarkan bagaimana orang tua berespons kepada anaknya, berkaitan dengan kehangatan dan dukungan orang tua. Mengacu pada beberapa aspek, yakni;

1) sejauh mana orang tua mendukung dan sensitif pada kebutuhan anak-anaknya, 2) sensitif terhadap emosi anak,

3) memperhatikan kesejahteraan anak,

4) bersedia meluangkan waktu dan melakukan kegiatan bersama,

5) serta bersedia untuk memberikan kasih sayang dan pujian saat anak-anak mereka berprestasi atau memenuhi harapan mereka.

Dapat menerima kondisi anak, orang tua responsif penuh kasih sayang dan sering tersenyum, memberi pujian, dan mendorong anak-anak mereka. Mereka juga

membiarkan anak-anak mereka tahu ketika mereka nakal atau berbuat salah. Orang tua kurang menerima dan responsif sering kali cepat mengkritik, merendahkan, menghukum, atau mengabaikan anak-anak mereka dan jarang mengkomunikasikan kepada anak-anak bahwa mereka dicintai dan dihargai.

Selanjutnya dimensi (2) Demandingness/Control; menggambarkan bagaimana

standar yang ditetapkan oleh orang tua bagi anak, berkaitan dengan kontrol perilaku dari orang tua. Mengacu pada beberapa aspek yakni;

1) pembatasan; orang tua membatasi tingkah laku anak menunjukkan usaha orang tua menentukan hal-hal yang harus dilakukan anak dan memberikan batasan terhadap hal-hal yang ingin dilakukan anak,

2) tuntutan; agar anak memenuhi aturan, sikap, tingkah laku dan tanggung jawab sosial sesuasi dengan standart yang berlaku sesuai keinginan orang tua,

3) sikap ketat; berkaitan dengan sikap orang tua yang ketat dan tegas dalam menjaga agar anak memenuhi aturan dan tuntutan mereka. Orang tua tidak menghendaki anak membantah atau mengajukan keberatan terhadap peraturan yang telah ditentukan,

4) campur tangan; tidak adanya kebebasan bertingkah laku yang diberikan orang tua kepada anaknnya. Orang tua selalu turut campur dalam keputusan, rencana dan relasi anak, orang tua tidak melibatkan anak dalam membuat keputusan tersebut, orang tua beranggapan apa yang mereka putuskan untuk anak adalah yang terbaik dan benar untuk anak.

5) kekuasaan sewenang-wenang; menggambarkan bahwa orang tua menerapkan kendali yang ketat, kekuasaan terletak mutlak pada orang tua.

Mengendalikan atau menuntut aturan yang ditetapkan orang tua, mengharapkan anak-anak mereka untuk mengikuti mereka, dan memantau anak-anak

mereka dengan ketat untuk memastikan bahwa aturan-aturan dipatuhi. Orang tua yang kurang dalam pengendalikan atau menuntut (sering disebut orang tua permisif) membuat tuntutan yang lebih sedikit dan memungkinkan anak-anak mereka memiliki banyak kebebasan dalam mengeksplorasi lingkungan, mengungkapkan pendapat mereka dan emosi, dan membuat keputusan tentang kegiatan mereka sendiri.

2.2.3 Jenis-jenis Pola Asuh

1. Pola Asuh Demokratis

Gaya pengasuh dicirikan beberapa kondisi dimana orangtua senantiasa mengontrol perilaku anak, namaun control tersebut dilakukan dengan fleksibel atau tidak kaku. Orang tua meminta anak untuk menunjukkan prestasi- prestasi tertentu. Permintaan tersebut di dasari pengetahuan bahwa prestasi tersebut sesuai dengan tingkat perkembangan umurnya. Orangtua memperlakukan anak dengan hangat, membangun rasa percaya diri, dan anak diperlakukan secara unik. Orangtua berkemunikasi dalam banyak hal dengan anak. Kemampuan orang tua dalam mengetahui kebutuhan anak serta kemampuan mendengarkan aspirasi anak menjadi cirri gaya pengasuhan ini. Nilai kepatuhan anak terhadap otoritas orangtu tetap mendapat perhatian, walaupun bukan menuntut kepatuhan yang total.

Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan demokratis akan mengembangkan percaya diri, kontrl emosi yang baik, selalu ingin tahu, menggali hal- hal yang dapat memperluas wawasan dan kematangan pribadinya. Anak mampu menemukan arah dan tujuan dari tugas- tugas perkembangannya. Anak mengembangkan sikap bertanggung jawab dan percaya terhadap kemampuan diri sendiri.

2. Pola asuh Otoriter

Gaya pengasuhan ini menenpatkan orangtua sebagai pusat dan pengendali utama dan pemegang kendali. Orangtua melakukan control yang ketat terhadap anak yang didasarkan kepada nilai- nilai yang dipercayai absolute kebenarannya. Sikap dan perilaku anak dikontrol dan dievaluasi dengan menggunakan nilai yang absolute juga. Nili kepatuhan menjadi dominan dan sangat penting bagi orangtua, dan dijadikan sebagai indicator keberhasilan pengasuh yang dilaksanakan orang tua. Demikian halnya dengan nilai otoritas orangtua. Orangtua sangat sensi jika anak dinilai tidak menghiraukan atau bahkan tidak menghormati orangtua lagi.

Anak yang dibesarkan dengan pengasuhan otoriter akan mengembangkan sikap sebagai pengekor, selalu tergantung pada orang lain dalam mengambil keputusan, dan tidak memiliki kemandirian pribadi. Anak sulit untuk menangkap makna dan hakikat dari setiap fenomena hidup, kurang fokus terhadap aktifitas yang

dikerjakan, dan seringkali kehilangan arah yang dituju (amless ). Anak tidak memiliki

rasa percaya diri yang tinggi, dipenuhi ketakutan berbuat salah, dan cenderung sulit mempercayai orang- orang yang disekitarnya. Akumulasi dari karakteristik negative tersebut menyebabkan anak memiliki kecenderungan untuk agresif dan mempunyai tingkah lau yang menyimpang.

3. Pola Asuh Permisif

Sesuai dengan namanya, gaya pengasuhan permisif (serba membolehkan ) dicirikan oleh perilaku orangrua yang senantiasa menyetuji keinginan anak. Orangtua bukan hanya senantiasa melibatkan anak dalam pengambilan keputusan atau kebijakan, tapi juga menjadikan pilihan anak sebagai kebijakan keluarga. Anak menjadi sumber pengambilan keputusan berbagai hal dalam keluarga. Hal tersebut bahkan berlaku untuk hal- hal dimana anak belum waktunya untuk terlibat.orang tua

kurang melakukan evaluasi dan control terhapa perilaku anak. Disisi lain orang tua tidak menuntut atau meminta anak untuk menunjukkan prestasi yang seharusnya ditunjukkan sesuai usia perkembangannya.

Anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan permisif akan tumbuh menjadi ank yang control dirinya rendah, kurang bertanggung jawab, tidak terampil dalam mengatasi masalah, dan tidak frustasi. Anak kurang mengembangkan keinginantahuan apalagi memenuhi keinginantahuan yang ada. Anak cenderung impulsive dan agresif, sehingga bermasalah dalam pergaulan sosialnya. Rendahnya keterampilan emosi sosial menyebabkan kepercayaan diri rendah. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh permisif menunjukkan tidak matangnya (mature ) tingkat perkembangan sesuai usianya.

Jika pengasuhan dimensi arahan dikombinasikan dengan gaya pengasuhan

dimenasi kehangatan ( The Warmth Dimension), Baumrind menambahkan satu lagi

gaya pengasuhan yaitu gaya pengabaian dan penolakan. Kombinasi antara kontrol orang tua dengan perlakuan hangat orang tua dapat digambarkan sebagai berikut :

1) Gaya pengasuhan demokratis : memiliki kontrol tinggi dan kehangatan tinggi.

2) Gaya pengasuhan permisif : memiliki kontrol rendah tapi kehangatan tinggi

3) Gaya pengasuhan otoriter : memiliki kontrol tinggi dan kehangatan renda

4) Gaya pengsuhan penolakan : baik kontrol maupun kehangatan rendah (Sunarti,

Euis, 2004: 117).

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh.

Darling (1999) mengatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi pola asuh, yaitu:

Jenis kelamin anak mempengaruhi bagaimana orang tua mengambil tindakan pada anak dalam pengasuhannya. Umumnya orang tua akan bersikap lebih ketat pada anak perempuan dan memberi kebebasan lebih pada anak laki-laki. Namun tanggung jawab yang besar diberikan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.

2. Kebudayaan

Latar belakang budaya menciptakan perbedaan dalam pola asuh anak. Hal ini juga berkaitan dengan perbedaan peran dan tuntutan pada laki-laki dan perempuan dalam suatu kebudayaan.

3. Kelas sosial ekonomi

Orang tua dari kelas sosial ekonomi menengah ke atas cenderung lebih permissive dibanding dengan orang tua dari kelas sosial ekonomi bawah yang cemderung autoritarian.

Dokumen terkait