• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 IMPLIKASI KEBIJAKAN MODEL KO-DI TERHADAP

6.7 Pola Kemitraan yang dapat Dikembangkan

Dalam memacu pembangunan saat ini pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada swasta untuk berperan serta diberbagai sektor pembangunan. Demikian pula pengelolaan Selat Lembeh, penanganan sumberdaya ini yang mengacu pada pembangunan berkelanjutan, peran swasta sangat diharapkan terutama untuk pembangunan di sektor yang dapat menjadi pemicu untuk menghasilkan devisa, menyerap tenaga kerja, mempercepat pembangunan wilayah dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Salah satu upaya yang dianggap tepat dalam pengelolaan sumberdaya ini adalah melalui kemitraan usaha seperti telah diuraikan diatas. Melalui kemitraan diharapkan dapat secara cepat terjadi simbiose mutualistik antara pihak/pengusaha wisata dengan pelaku usaha kecil perikanan, sehingga kekurangan dan keterbatasan antara kedua pelaku dapat teratasi. Di samping itu sekaligus diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Sebagai implementasi dari hubungan kemitraan dapat dilaksanakan melalui pola-pola kemitraan yang telah berkembang selama ini namun perlu disesuaikan dengan kondisi dan tujuan usaha yang akan dimitrakan dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif, baik di dalam pembinaan maupun pelaksanaan operasionalnya. Menurut Hafsah (1999), pembinaan kemitraan sangat berpengaruh terhadap kebijaksanaan yang berlaku di suatu wilayah, oleh karena itu dukungan pemerintah mutlak diperlukan dalam pelaksanaan kemitraan usaha dan ditunjang operasionalisasi yang baik seperti penjabaran pelaksanaan

kemitraan melalui kontrak kerjasama kemitraan dan secara konsisten mengikuti segala kesepakatan yang telah ditetapkan bersama.

Ada beberapa jenis pola kemitraan yang telah banyak dilaksanakan seperti pola Inti Plasma, pola Subkontrak, pola Dagang Umum, pola Keagenan dan Waralaba (Hafsah 1999). Setelah mencermati berbagai pola kemitraan yang telah berkembang di masyarakat seperti diuraikan diatas, ternyata pola kemitraan yang akan diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir ini tidak ada yang mendekati jenis-jenis pola kemitraan diatas. Pola kemitraan yang diharapkan dapat diterapkan di Selat Lembeh merupakan pola kemitraan pemula dan sangat sederhana. Gambar 42 berikut menjelaskan bahwa pihak pengusaha mempunyai tanggung jawab terhadap pihak nelayan sebagai mitranya dalam memberikan pendidikan, pelatihan dan pembinaan dalam rangka menjadi pemandu wisata serta bagaimana mengelola dan cara pemeliharaan kawasan konservasi. Sedangkan bagi pengusaha usaha kecil (nelayan) yang menjadi mitra mempunyai kewajiban untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh pihak pengusaha besar. Selain itu juga bertanggung jawab dalam pemeliharaan kawasan konservasi sebagai lokasi wisata.

Untuk mendukung berkembangnya kemitraan usaha ini dibutuhkan peran pemerintah setempat dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan usaha. Adapun wujud dari peran pemerintah tersebut dapat berupa pemberian fasilitas dan kemudahan dalam berinvestasi, penyediaan/pembangunan sarana prasarana transportasi, telekomunikasi, listrik serta kemudahan-kemudahan lainnya yang mendukung terlaksananya kemitraan usaha. Di samping itu, pemerintah setempat diharapkan dapat berperan pula dalam pembinaan terhadap pelaksanaan kemitraan tersebut untuk menghindari terjadinya eksploitasi salah satu pihak terhadap pihak lainnya.

Pengusaha Wisata Usaha Kecil/

Nelayan Pembina/ Fasilitator •Manajemen •Teknologi •Pembinaan/ Pendidikan

Pengusaha Wisata Usaha Kecil/

Nelayan Pembina/ Fasilitator •Manajemen •Teknologi •Pembinaan/ Pendidikan

Gambar 42 Pola kemitraan antara pengusaha wisata dan usaha kecil (nelayan) di Selat Lembeh.

6.8 Logical Framework (LOGFRAME ) Analysis untuk Implikasi Kebijakan

Logical Framework (Logframe) pada dasarnya adalah alat analisis untuk merencanakan kebijakan dan sekaligus memonitor rancangan keluaran yang akan dihasilkan (Odame 2001). Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh United States Department of Defense yang kemudian diadopsi oleh United State Agency for International Development sejak akhir tahun 1960-an. Beberapa negara donor seperti Canada, Inggris dan German untuk mengembangkan program-program pemberdayan di negara berkembang.

Teknik Logframe dimulai dengan menentukan tujuan umum atau kebijakan yang kemudian diikuti oleh purpose atau tujuan jangka pendek dari kebijakan. Selanjutnya adalah output atau hasil yang di antisipasi dari program kebijakan kemudian diikuti dengan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Kemudian dilakukan verifikasi dengan menggunakan indikator- indikator yang dilengkapi dengan asumsi-asumsi dan resiko yang harus diambil agar kebijakan lebih realistis.

Dalam analisis Logframe ini beberapa isu dan pendekatan strategis akan dijabarkan secara lebih rinci dalam bentuk tabular. Matriks Logframe dimulai

dengan memberikan ringkasan narasi dari goal, purpose (tujuan jangka pendek), output dan kegiatan yang direkomendasikan. Ringkasan narasi ini merupakan gambaran ringkas dari hasil analisis. Pada kolom indikator, secara rinci digambarkan ukuran-ukuran yang harus dicapai serta target relative dari ukuran tersebut dalam prosentasi maupun dalam obsolut yang harus dicapai dari baseline (kondisi saat ini ) sampai kurang lebih lima tahun mendatang. Angka lima tahun dipilih karena menyesuaikan dengan perubahan politik dan perubahan anggaran keuangan di tingkat makro nasional maupun daerah. Pada kolom MOV (Means of Verification) atau alat verifikasi disajikan berbagai opsi untuk melihat pekembangan-perkembangan yang akan dicapai di masa mendatang. Perkembangan tersebut bisa diperoleh dari laporan tahunan dari lembaga pemerintah maupun survey-survey dari badan independen yang akan dilakukan di masa mendatang. Pada kolom akhir disajikan Risiko dan asumsi yang terkait dengan Goal, Purpose dan Output. Kolom ini diisi berdasarkan keterkaitan baris yang diisi dengan baris sebelumnya (misalnya output terhap purpose, dlsb)

Tabel 31 berikut menggambarkan Matriks Logframe untuk pengelolaan kawasan konservasi untuk wisata yang dapat ko-eksis dengan kegiatan ekonomi pesisir lainnya seperti perikanan di Selat Lembeh.

Tabel 31 Matriks Logframe pengelolaan kawasan pesisir di Selat Lembeh

TUJUAN INDIKATOR Output M.O.V (Means of Verification)

Resiko dan Asumsi

Perikanan yang lestari /berkelanjutan

Peningkatan Kesejahteraan :

♦ Peningkatan Pendapatan

♦ Produksi yang lestari

♦ Produksi perikanan yang tidak melebihi produksi lestari ♦ Pendapatan dari perikanan ≥ kondisi sekarang ♦ PDRB ♦ Statisitk Perikanan ♦ Potensi Desa Asumsi :

♦ Tidak ada peningkatan input perikanan yang drastis

♦ Stabilitas politik dan sosial Resiko :

Adanya kesenjangan sosial Konservasi Ko-exist

dengan perikanan

Peningkatan sumberdaya fisik :

♦ Secara kualitas dan kuantitas terjadi perubahan yang lebih baik

♦ Peningkatan penutupan karang

♦ Peningkatan non-use. Misalkan fungsi lahan hutan bakau sebagai nursery ground kepiting

♦ Stok ikan karang meningkat ♦ Coverage terumbu karang meningkat ♦ Produksi tangkap perikanan meningkat ♦ Laporan penelitian ♦ Data Statistik

♦ Adanya nelayan yang ikut berpartisipasi dlm memelihara lingkungan

Asumsi :

Tidak ada defector (perusak) Resiko :

Terjadi influx (pendatang)

Wisata Ko-exist

dengan Perikanan ♦ Peningkatan jumlah wisatawan

♦ Peningkatan nelayan part time ♦ Peningkatan Tenaga Kerja

♦ Peningkatan pendapatan dari diving operator (Tourist operator)

♦ Laju pertumbuhan wisatawan ≥ kondisi sekarang

♦ Meningkatnya penyerapan tenaga kerja

♦ Meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat setempat

♦ Data Statistik :

♦ Dinas Pariwisata

♦ Pengelola Usaha Wisata

Asumsi :

♦ Perbaikan infrastruktur

♦ Stabilitas keamanan Resiko :

Adanya konflik penggunaan lahan

TUJUAN INDIKATOR Output M.O.V (Means of Verification)

Resiko dan Asumsi

Perikanan yang lestari /berkelanjutan

Peningkatan Kesejahteraan :

♦ Peningkatan Pendapatan

♦ Produksi yang lestari

♦ Produksi perikanan yang tidak melebihi produksi lestari ♦ Pendapatan dari perikanan ≥ kondisi sekarang ♦ PDRB ♦ Statisitk Perikanan ♦ Potensi Desa Asumsi :

♦ Tidak ada peningkatan input perikanan yang drastis

♦ Stabilitas politik dan sosial Resiko :

Adanya kesenjangan sosial Konservasi Ko-exist

dengan perikanan

Peningkatan sumberdaya fisik :

♦ Secara kualitas dan kuantitas terjadi perubahan yang lebih baik

♦ Peningkatan penutupan karang

♦ Peningkatan non-use. Misalkan fungsi lahan hutan bakau sebagai nursery ground kepiting

♦ Stok ikan karang meningkat ♦ Coverage terumbu karang meningkat ♦ Produksi tangkap perikanan meningkat ♦ Laporan penelitian ♦ Data Statistik

♦ Adanya nelayan yang ikut berpartisipasi dlm memelihara lingkungan

Asumsi :

Tidak ada defector (perusak) Resiko :

Terjadi influx (pendatang)

Wisata Ko-exist

dengan Perikanan ♦ Peningkatan jumlah wisatawan

♦ Peningkatan nelayan part time ♦ Peningkatan Tenaga Kerja

♦ Peningkatan pendapatan dari diving operator (Tourist operator)

♦ Laju pertumbuhan wisatawan ≥ kondisi sekarang

♦ Meningkatnya penyerapan tenaga kerja

♦ Meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat setempat

♦ Data Statistik :

♦ Dinas Pariwisata

♦ Pengelola Usaha Wisata

Asumsi :

♦ Perbaikan infrastruktur

♦ Stabilitas keamanan Resiko :

7 SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut :

Pertama, Dampak ekonomi yang ditimbulkan akibat adanya konservasi laut dapat dikategorikan dalam tiga hal yaitu ekstraktif, non-ekstraktif dan manajemen. Nilai ekonomi ekstraktif di kawasan selat Lembeh dengan indikator total revenue dari perikanan berkisar antara Rp. 27 juta per vessel per tahun (Desa Aertembaga) sampai Rp. 238 juta per vessel per tahun (Desa Makawide). Kedua desa terletak di Kecamatan Bitung Timur; Nilai Tambah yang dihasilkan berkisar antara Rp 23 juta per vessel per tahun hingga Rp. 200 juta per vessel per tahun.

Kedua, Nilai ekonomi tersebut akan berubah tergantung dari besaran atau luasan untuk kawasan konservasi. Berdasarkan teknik skenario, perubahan tingkat pemanfaatan sebesar 25% akan meningkatkan manfaat ekonomi lebih dari 50%.

Ketiga, Nilai ekonomi non-Ekstraktif merupakan nilai wisata dan

ekosistem) diperoleh melalui pendekatan BOTE, meliputi kegiatan diving, transportasi dan taxi air. Kegiatan diving/penyelaman memberikan manfaat ekonomi tertinggi sekitar Rp.300 juta per tahun selanjutanya taxi air Rp. 90 juta per tahun dan nilai ekonomi dari sewa kapal sebesar Rp. 25 juta per tahun. Sementara nilai ekosistem (terumbu karang, mangrove dan padang lamun lebih kurang sebesar US$ 1.6 juta yang setara dengan Rp. 15 milyar. Nilai ini dapat diartikan bahwa terlepas apakah dikonsumsi atau tidak keberadaan ekosistem tersebut memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dimana didalamnya termasuk nilai –nilai lain seperti keanekaragaman hayati, fungsi biologis, fungsi estetika dan sebagainya. Nilai ini juga dapat diartikan bahwa jika ketiga ekosistem tersebut hilang atau rusak maka akan diderita kerugian yang setara dengan Rp. 15 milyar per tahun.

Keempat, Nilai ekonomi dari kegiatan ekstraktif dan non-ekstraktif yang ada di Selat Lembeh adalah sekitar Rp 195 milyar dalam kurun waktu jangka panjang apabila kawasan ini dikelola dalam kondisi berkelanjutan.

Kelima, Pada kondisi tidak ada KKL, nilai produksi optimal, effort optimal dan rente optimal ternyata lebih rendah dibandingkan pada kondisi diterapkan KKL dengan berbagai luasan. Sebaliknya pada kondisi open access, nilai produksi dan effort pada penerapan KKL lebih rendah daripada dalam kondisi tanpa KKL

Pada kondisi yang cukup ekstrim dengan skenario peningkatan biaya sebesar 50%, peningkatan produksi cukup signifikan meski penurunan effort tidak terlalu besar. Hal ini menunjukkan bahwa adanya trade off antara mengurangi nelayan yang berlebih dengan meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Keenam, Analisis dinamik untuk melihat sensitivitas biaya terhadap sifat konvergensi – divergensi menunjukkan bahwa : pada nilai koefisien adjustment (η) sebesar 0.8, peningkatan biaya melaut cenderung mengakibatkan turunnya effort sehingga kondisi stok /biofisik menjadi baik dan stabil dan menyebabkan terjadinya konvergensi lebih cepat. Karena tingginya biaya melaut, nelayan cenderung lebih memilih keluar dari kegiatan perikanan dan mencari kesempatan kerja di sektor lain. perubahan biaya yang semakin besar akan menyebabkan tingkat effort cenderung turun. Artinya bahwa biaya sangat responsive terhadap profit dari kegiatan perikanan.

Ketujuh, Tipologi pengelolaan yang ideal adalah dimana kondisi baik

kapasitas ekonomi dan kapasitas biofisik tinggi, sehingga dapat terjadi konvergensi antara wisata dan perikanan.

Kedelapan, Salah satu alternatif kebijakan yang mungkin dapat dilakukan adalah melalui kemitraan antara pengelola kawasan konservasi dan wisata dengan nelayan. Pada saat nelayan tidak sedang musim ikan (tidak melaut), mereka dapat di berdayakan untuk menjadi guide/pemandu wisatawan untuk mengunjungi kawasan konservasi dan melakukan diving disekitar KKL.

7.2 Saran

7.2.1 Saran Operasional Kebijakan

♦ Program Konservasi Kawasan Laut di Selat Lembeh memerlukan keterlibatan masyarakat di sekitar Selat Lembeh. Oleh karenanya perlu ada kegiatan sosialisasi program konservasi masyarakat yang komprehensif agar tidak menimbukan persepsi negatif, sehingga sosialisasi dan law enforcement merupakan kata kunci

♦ Kebijakan KKL tidak dapat berdiri sendiri, karena permasalahan seperti over capacity pada jangka panjang masih memungkinkan terjadi, sehingga dibutuhkan instrumen tambahan lainnya dalam mengelola sumber daya ikan, misalnya rasionalisasi melalui pajak, kuota, dll..

7.2.2 Saran Penelitian Lanjutan

♦ Pengembangan model Ko-eksistensi antara konservasi-wisata dengan perikanan secara teoritis dapat dikembangkan lebih lanjut untuk menjembatani beberapa keterbatasan yang ada dalam penelitian ini. Penelitian mendalam selanjutnya dapat difokuskan pada luasan yang optimal untuk Kawasan Konservasi Laut (KKL) guna memperoleh tingkat konvergensi optimal terhadap kegiatan pariwisata dan perikanan. Karena bagaimanapun baiknya suatu model pada dasarnya hanyalah merupakan simplifikasi dari dunia nyata, dengan demikian penyempurnaan model untuk penelitian lebih lanjut akan menambahkan kesempurnaan dari model yang dikembangkan dalam penelitian ini.

♦ Dalam menetapkan KKL, pemodelan yang lebih komprehensif dapat dilakukan dengan memasukkan faktor-faktor pemanfaatan lainnya dari selat Lembeh seperti kegiatan industri dan budidaya perikanan.

♦ Dari sisi spasial, untuk pengembangan penelitian mendatang, model yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat dimodifikasi lebih jauh dengan mengakomodasikan aspek regional yang ditimbulkan akibat interaksi perikanan-industri atau pariwisata – industri. Lebih luas lagi apabila timbul masalah dengan adanya pencemaran akibat adanya kegiatan industri.

Dengan mengakomodasi cakupan wilayah yang lebih luas, model ini dapat dimodifikasi untuk melihat dampak spasial yang ditimbulkan serta implikasi kebijakannya.

♦ Selanjutnya, untuk melihat dampak positip dengan makin berkembangnya pariwisata di kawasan Selat Lembeh, seperti peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, disarankan dalam pengembangan ke depan, model ini dapat dikembangkan dengan melibatkan peran serta masyarakat atau aspek sosial lebih menjadi fokus penelitian. Hal ini dikarenakan akan berpengaruh kepada diversifikasi ekonomi yaitu bertambahnya jumlah usaha masyarakat tersebut.

♦ Untuk melihat seberapa besar kegiatan pariwisata dapat mempengaruhi kawasan konservasi, penelitian lebih lanjut yang perlu dilakukan adalah analisis yang melihat skala/besaran dari kegiatan pariwisata yang optimal untuk kawasan konservasi dalam pengertian bahwa ada skala jumlah turis, tingkat hunian hotel (occupation rate), jenis kegiatan pariwisata, besaranya pemanfaatan (skala pemanfaatan), magnitude yang optimal dalam arti sesuai daya dukung pada lokasi KKL.

♦ Pemodelan yang dilakukan belum memasukkan faktor ketidak pastian, sehingga akan lebih baik bila dimasukkan faktor ketidak pastian ini dalam analisis KODI

♦ Penelitian ini hanya mengadopsi 3 variable kegiatan, padahal secara riil di lapangan kawasan pesisir memiliki multiple activities, sehingga lebih baik apabila model dikembangkan pada kegiatan yang lebih banyak lagi, misalnya tambahan kegiatan budidaya dan industri.

DAFTAR PUSTAKA

Alcala AC. 1988. Effects of Marine Reserves on Coral Fish Abundances and Yields of Philippines Coral Reefs. AMBIO, Vol.17, No.3, pp.194-199. Alcala AC, Russ GR. 1990. A Direct Test of the Effects of Protective

Management of Abundance and Yield of Tropical Marine Resources. J.Cons. int. Explor. Mer., Vol 46, pp. 40 – 47.

Anna S. 2003. Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi Perikanan- Pencemaran. Disertasi Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anna S. 2006. Analisis Ekonomi Kawasan Konservasi Laut: Optimisasi dan Dampak Sosial Ekonomi Pada Perikanan. Paper 15 hal. Disajikan pada Workshop Nasional Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor 2-3 Agustus 2006. PKSPL-IPB.

Arifin T. 2006. Sistem Zonasi dan Status Keberlanjutan Pemanfaatan EkosistemTerumbu karang di Selat Lembeh Kota Bitung. Draft Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

[BAPPEDA dan BPS] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Kota Bitung. 2005. Bitung Dalam Angka (Bitung in Figures, data 2004).

Beller W. 1990. How to Sustain A Small Island. in Beller, W, P d'Ayala and P. Hein (eds). Sustainable Development and Environmental Management of Small Islands. Unesco. Paris.

Bengen DG. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. PKSPL-IPB, Bogor.

Boullion R. 1985. Planification del Espacio Turistico. Editorial Trillas, Mexico Casagandri R, Sergio Rinaldi. 2002. A Theoretical Approach to Tourism

Sustainability. IASA Report IR-02-051. Austria.

Cesar H. 1996. Economic Analysis of Indonesian Coral Reefs. Environment Department Work in Progress. Toward Environmentally and Socially Sustainable Development.

Cesar H, Burke L, Pet-Soede L. 2003. The Economics of World Wide Coral reef Degradation. Cesar Environmental Economics Consulting. The Netherland.

Cicin Sain B dan RW. Knecht. 1998. Integrated Coastal and Ocean Management. Island Press. Washington. USA

Clarke RP, Yoshimoto SS, Pooley SG. 1992. A Bioeconomic Analysis of the Northwestern Hawaiian Islands Lobster Fishery. Marine Resource Economics, Volume 7, pp115-140. Printed in the USA.

Clark C dan Munro G. 1975. The Economics of Fishery and Modern Capital Theory : A Simplifed Approach. Journal of Environmental Economics and Management 2:92-106

Clark J. 1983. Coastal Ecosystem Management. A Technical Manual for the Conservation of Coastal Zone Resources. Robert E. Krieger Publishing Co. Florida, USA.

Cole MA, Eric N. The Pitfalls of Convergence Analysis : Is the Income Gap Really Widening ?. http://www.daneprairie.com.

Cunningham S, Dunn MR, Whitmarsh D. 1985. Fisheries Economics an Introduction. Mansell Publishing Limited London . St. Martin’s Press New York.

Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. PT Pradnya Paramita. Jakarta.

Dahuri R. 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteraan Rakyat. LISPI. Jakarta.

Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan Berkelanjutan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Dahuri R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah : Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fak.Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB Bogor.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, November 2001. Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut kerjasama dengan Lembaga Penelitian -IPB, 2002. Inventarisasi dan Penilaian Potensi Calon Kawasan Konservasi Laut baru di Provinsi Sulawesi Utara. Laporan Akhir Proyek Pengelolaan kawasan Konservasi Laut.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2003. Pedoman Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah.

Dickey et al. 1994. A Primer on Cointegration with an Application to Money and Income. In B.B.Rao (Ed) Cointrgration for the Applied Economist. Pp:9-45. St.Martin’s Press, Inc. New York.

Djajadiningrat ST. 2001. Pemikiran, Tantangan dan Permasalahan Lingkungan : Untuk Generasi Masa Depan. Studio Tekno Ekonomi, Departemen Teknik Ekonomi, Fakultas TI, ITB, Bandung.

Fauzi A. 2000. Teori Ekonomi Sumberdaya Perikanan. Working Paper. Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fauzi A. 2001. Penelitian Ekonomi Sumberdaya alam dan Lingkungan. Bahan Kuliah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fauzi A. 2002. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil. Didalam : Seminar Sehari Peluang Investasi Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. Jakarta 10 Oktober 2002.

Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Fauzi A, Anna S. 2003. Model Dinamik Optimasi “Multiple use” Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil. Paper 23 hal. Agustus 2003.

Fauzi A, Anna S. 2005. Panduan Penentuan Perkiraan Kerusakan Lingkungan (Damage Assessment). Submitted to Kementrian Lingkungan Hidup. Paper 26 hal.

Fauzi A, Anna S. 2005. Studi Valuasi Ekonomi Perencanaan Kawasan Konservasi Selat Lembeh, Sulawesi Utara. Bahan untuk Naskah Akademik Kawasan Konservasi Laut Selat Lembeh.

Fauzi A, Anna S. 2005. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan Untuk Analisis Kebijakan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Fauzi A, Anna S. 2005. An Optimization Model of Marine Protected Area and Its Social Impacts on Fishery Communities of Seribu Island, Indonesia. Presented at International Marine Protected Area Conference, October 23rd – 28th. Geelong. Australia.

Fauzi A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan : Isu, Sintesis, dan Gagasan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gell FR, Callum MR. 2002. The Fishery Effects of Marine Reserves and Fishery Closures WWF – US. Washington DC.

Gordon HS. 1954. The Economic Theory of a Common Property Resources : the Fishery. Journal of Political Economy 62 :124 -142.

Grant WE, Ellen KP, Sandra LM. 1997. Ecology and natural resource management : Systems Analysis and Simulation. John Wiley & Sons, INC. Published simultaneously in Canada.

Gujarati DN. 1995. Basic Econometrics : Third Edition Mc Graw-Hill, Inc. New York.

Gunn CA. 1994. Tourism Planning : Basics, Concepts, Cases. Third Edition. Taylor & Francis, USA.

Hafsah MJ. 1999. Kemitraan Usaha : Konsepsi dan Strategi. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Halpern B. 2003. The Impact of Marine Reserve : Do Reserve work and Does size matter ? Ecological Application.

Hansen AJ, Agustine I, Courtney CA, Fauzi A, Gamage S, Koesoebono. 2003. An Assessment of the Coastal Resource Management Project (CRMP) in Indonesia-USAID

Hardin G. 1968. The Tragedy of The Commons. Science 162 : 1243 - 1248 Hein PL. 1990. Economic Problems and Prospects of Small Island in Bell, W., P.

d'Ayala and P Heins (Eds.). Sustainable Development and Environmental Management of Small Islands. UNESCO, Paris.

Holden A. 2000. Environment and Tourism. Rouledge Introductions to Environment Series. Rouledge Taylor and Francis Group. London and New York.

[IPB] Institut Pertanian Bogor. 1998. Strategi Dasar Pembangunan Kelautan di

Indonesia. Kerjasama Antara PKSPL-IPB dengan Bappenas. Bogor.

[JICA] Japan International Coperation Agency, Ministry of Marine Affairs and Fisheries Government (DKP) of Indonesia, Regional Planning Research and Development Agency North Sulawesi Province (BAPELITBANG). 2002. The Study on the Integrated Coral Reef Management Plan ini Sulawesi in the Republic of Indonesia. Maps of coastal environmental conditions and coastal management zoning. Pasific Consultanta International. 17 pp. Jones CI. 1997. Convergence Revisited . Journal of Economic Growth, 2: 131 –

Kay R, Alder J. 1999. Coastal Planning and Management. Simultaneously Publ. E & FN Spon, an imprint of Routledge. London and New York, USA.

Dokumen terkait