• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan ko eksistensi pariwisata dan perikanan analisis konvergensi divergensi (KODI) di Selat Lembeh Sulawesi Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan ko eksistensi pariwisata dan perikanan analisis konvergensi divergensi (KODI) di Selat Lembeh Sulawesi Utara"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KONVERGENSI – DIVERGENSI (KODI)

DI SELAT LEMBEH SULAWESI UTARA

PARWINIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pemodelan Ko-Eksistensi Pariwisata dan Perikanan: Analisis Konvergensi-Divergensi (KODI) di Selat Lembeh Sulawesi Utara adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2007

(3)

PARWINIA. Pemodelan Ko-Eksistensi Pariwisata dan Perikanan : Analisis Konvergensi – Divergensi (KODI) di Selat Lembeh Sulawesi Utara. Dengan komisi pembimbing AKHMAD FAUZI (ketua), DEDI SOEDHARMA, ANDIN H. TARYOTO, MENNOFATRIA BOER (anggota).

Perairan pesisir Sulawesi Utara dikenal di dunia internasional karena keanekaragaman hayatinya, seperti Selat Lembeh di Kota Bitung yang juga dimanfaatkan untuk pelabuhan, perikanan tangkap dan pariwisata.

Perlindungan sebagian kawasan pesisir untuk konservasi dan pariwisata bahari akan memberikan manfaat baik secara ekonomi maupun ekologi. Namun demikian dalam kondisi dimana area yang dilindungi ini tumpang tindih dengan area penangkapan ikan tradisional maka diharapkan kegiatan-kegiatan ini dapat saling ko-eksis.

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab issu tersebut melalui pemodelan bio-ekonomi. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah 1) Melakukan analisis komparatif nilai ekonomi antara wisata dan kegiatan perikanan sekaligus melakukan analisis skenario perubahan nilai ekonomi pada suatu kawasan konservasi jika harus ko-eksis dengan kegiatan perikanan; 2) Menganalisis pola konvergensi / divergensi antara wisata dan perikanan di daerah konservasi; 3) Melakukan analisis kebijakan terhadap implikasi ko-eksistensi antara wisata dan perikanan

Model ini menunjukkan bahwa Ko-eksistensi antara Pariwisata dan Perikanan akan dimungkinkan ketika manfaat yang diperoleh keduanya menguntungkan. Nilai ekonomi tersebut bagaimanapun belum dapat dimanfaatkan secara utuh karena belum optimalnya pengelolaan sumberdaya alam di Selat Lembeh. Penelitian ini juga menghasilkan empat tipologi interaksi antara konservasi dan perikanan tergantung dari besaran kapasitas ekonomi dan kapasitas biofisik. Beberapa alternative kebijakan untuk melindungi pengelolaan kawasan pesisir yang mungkin dapat dilakukan adalah melalui kemitraan antara pengelola kawasan konservasi dan wisata dengan nelayan (sebagai guide diving,pemandu wisata).

Analisis dinamik merupakan interaksi antara kegiatan perikanan yang diwakili dengan potensi perikanan dengan kegiatan pariwisata yang diwakili jumlah wisatawan. Konvergensi terjadi pada tahun ke 40 dengan nilai biomasa ikan sebesar lebih kurang 13 ton dengan jumlah tersebut wisatawan sebanyak 119 orang. Sementara itu interaksi dinamik melalui analisis phase line memiliki keseimbangan

stable focus dimana keseimbangan system jangka panjang akan dicapai melalui

penyesuaian antara kedua kegiatan tersebut. Artinya bahwa peningkatan jumlah wisatawan hanya bisa dicapai jika kegiatan perikanan dikurangi.

(4)

PARWINIA. Modeling of Co-Existence between Tourism and Fisheries : Convergence-Divergence Analysis in Lembeh Strait North Sulawesi. Under supervision of AKHMAD FAUZI, DEDI SOEDHARMA, ANDIN H. TARYOTO, MENNOFATRIA BOER.

Coastal areas of North Sulawesi are world renowned for their marine biodiversity. Such an area is Lembeh Strait located in the city of Bitung which also serves for other activities such as port, fishing and tourism.

Protecting same coastal areas for conservationand marine tourism will benefit both economically and ecologically. However, when protected areas are intermingle with traditional fishing ground, the question of how these activities could co-exist becomes a crucial point. This study addresses such an issue through a modeling exercise by means of bio-economic modeling. Specifically, the objectives of the study are 1) to determine economic value of marine resource ini Lembeh Strait as well as the scenario if the strait is reserved as marine protected area; 2) to determine convergence-divergence mechanism between tourism and fisheries activities and 3) to analyze policy implication associated with the implementation of MPA (Marine Protecting Area) in the area.

The model shows that there is a significant economic value that could be generated from the Lembeh Strait from fisheries and marine tourism. These values, however, are not yet materialized due to suboptimality in exploiting the resource in the Lembeh Strait. Based on bioeconomic analyses, a co-existence between conservation (marine tourism) and fisheries would be possible once the benefits accrued in both sides are profitable. This study also yields four typologies of interaction between conservation and fisheries depending upon the magnitude of economic capacity and biophysical capacity. Some policy management alternatives for protecting some coastal areas could be proposed. These include partnership between MPA managers and fishermen, engaging community in marine tourism as well as empowering current fisheries activities more to value added rather than just fish for consumption. A phase plane analysis using dynamic model between fisheries (biomass) and tourism shows that a stable focus for long run equilibrium can be achieved with higher rate of tourism at rate of decreasing fisheries activity.

(5)

PEMODELAN KO-EKSISTENSI

PARIWISATA DAN PERIKANAN:

ANALISIS KONVERGENSI – DIVERGENSI (KODI)

DI SELAT LEMBEH SULAWESI UTARA

PARWINIA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

di Selat Lembeh Sulawesi Utara

Nama : Parwinia

NIM : P.31600013

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA Ketua Anggota

Dr. Ir. Andin H. Taryoto Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr.Ir. Sulistiono, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(7)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya

(8)

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah Rahmat dan

Karunia NYA disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi dengan judul ”Pemodelan

Ko-Eksistensi Pariwisata dan Perikanan: Analisis Konvergensi – Divergensi (KODI)

di Selat Lembeh Sulawesi Utara”. Judul ini berkaitan dengan minat dan perhatian

penulis pada aspek pariwisata bahari dan konservasi pesisir dimana secara umum

bertujuan mengembangkan model pengelolaan kawasan konservasi untuk wisata

bahari yang dapat ko-eksis dengan kegiatan ekonomi pesisir lainnya seperti

perikanan, dan secara khusus adalah melakukan analisis komparatif nilai ekonomi

antara wisata, konservasi dan kegiatan perikanan; melakukan analisis skenario

perubahan nilai ekonmi pada suatu kawasan konservasi jika harus ko-eksis dengan

kegiatan perikanan; menganalisis pola konvergensi/divergensi antara wisata dan

perikanan di daerah konservasi; dan selanjutnya melakukan analisis kebijakan

terhadap implikasi ko-eksistensi antara wisata dan perikanan.

Selat Lembeh sebagai salah satu kawasan yang direncanakan sebagai kawasan

konservasi laut merupakan wilayah pesisir dan laut yang memiliki nilai cukup

strategis dalam pembangunan ekonomi Kota Bitung. Berbagai kegiatan dilakukan di

selat ini diantaranya transportasi, penangkapan ikan, industri, konservasi dan

pariwisata. Di kawasan ini terdapat sekitar 20 lokasi tujuan wisata. Nilai strategis

tersebut telah direkomendasikan oleh para pakar sebagai kawasan konservasi laut.

Untuk menjustifikasi rekomendasi tersebut maka dibutuhkan berbagai penelitian yang

salah satunya berkaitan dengan masalah sosial-ekonomi yang dapat menjadi bahan

pertimbangan pengelolaan kawasan tersebut.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan

karuniaNYA sehingga disertasi ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Pada

kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan

yang tinggi kepada :

1. Yang terhormat Bapak Dr. Ir. Akhmad Fauzi, MSc., selaku ketua komisi

pembimbing, dengan kesabarannya yang tidak pernah mengenal lelah dan

selalu meluangkan waktu untuk memberi semangat, arahan dan bimbingan

sejak awal penulisan disertasi ini hingga selesai. Dengan bimbingan beliau,

disertasi ini akan menjadi sumbangan ilmu berharga bagi pengelolaan

sumberdaya pesisir dan lautan khususnya pada sektor pariwisata dan

perikanan.

2. Yang terhormat Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA., selaku anggota

komisi pembimbing yang selalu meluangkan waktu untuk memberi arahan

dan bimbingan sejak awal penulisan disertasi ini hingga selesai.

3. Yang terhormat Bapak Dr. Ir. Andin H. Taryoto, selaku anggota komisi

pembimbing yang selalu memonitor perkembangan penulisan disertasi ini dan

meluangkan waktu untuk memberi semangat, arahan dan bimbingan sejak

awal penulisan disertasi ini hingga selesai. Kesabaran beliau menghadapai

perilaku penulis yang kadang merepotkan, sungguh membuat ketenangan hati

dalam penyelesaian disertasi ini.

4. Yang terhormat Bapak Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA., selaku anggota

komisi yang telah banyak meluangkan waktu dengan penuh kesabaran

memberikan sumbangan pemikiran dan arahan yang sangat berarti bagi

penulis dalam menyelesaikan disertasi ini.

5. Yang terhormat Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc., selaku Penguji Luar

(10)

dan saran demi kesempurnaan disertasi ini

6. Yang terhormat Bapak Dr. Ir. Unggul Aktani, M.Sc selaku Penguji dari PS

SPL IPB pada saat ujian tertutup tanggal 26 Desember 2006 yang telah

memberikan sumbangan pemikiran, kritik dan saran demi kesempurnaan

disertasi ini

7. Yang terhormat Bapak Dr. Sapta Nirwandar, selaku Penguji Luar Komisi

pada saat ujian terbuka pada tanggal 25 Januari 2007, yang telah meluangkan

waktu disela-sela kesibukan beliau sebagai Sekjen Departemen Kebudayaan

dan Pariwisata RI, telah memberikan sumbangan pemikiran, kritik dan saran

demi kesempurnaan disertasi ini

8. Yang terhormat Dr. Suzy Anna, M.Si, selaku penguji informal sekaligus

Penguji Luar Komisi pada saat ujian terbuka pada tanggal 25 Januari 2007.

Banyak sekali yang ingin penulis sampaikan kepada beliau, sebagian besar

yang ingin dikatakan adalah terimakasih. Terimakasih karena selalu sabar,

memberikan semangat, berdiskusi dan membantu dalam penulisan disertasi

ini.

9. Ketua dan Sekretaris serta seluruh civitas akademika Program Studi Ilmu

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor atas

semua bekal ilmu dan bantuan dan kerjasamanya selama penulis menuntut

ilmu di PS-SPL IPB. Khususnya untuk staf administrasi di PS-SPL : Pak

Zainal, terimakasih atas segala bantuannya.

10.Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Georgina Maria Tinungki,

sahabat yang terus menerus memberi semangat; Ir. Norry Kopojos-sahabat

penulis di Tondano yang banyak sekali membantu penulis dalam memperoleh

data penelitian; Dr. Desniarti, sahabat setia dalam suka-duka penyelesaian

disertasi ini; Dr. Sofyan, Dr. Toni, Indra, Taslim Arifin, Nana dan semua

teman yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah banyak

(11)

12.Terima kasih yang sangat besar kepada Ayahanda Hadi Hermono (alm) dan

Ibunda Hj. Martidjah serta Bapak-Ibu Mertua: Bapak Drs. H. Rochsjad

Dahlan – Hj. Chusniyah, atas restu dan doa-doanya sehingga penulis dapat

menimba ilmu dan menyelesaikan disertasi ini.

13.Terimakasih pula penulis sampaikan kepada para pengasuh anak-anak di

rumah. Atas jasa dan kehadiran mereka maka penulis dapat merasa lebih

ringan dalam menuntut ilmu.

14.Keberhasilan menyelesaikan studi ini tidak terlepas dari dorongan,

pengorbanan dan doa dari suami tercinta dr. H. Dharmawan Setiabudi,

MARS., dan anak-anak tercinta Andina Lathifah, Andito Mohammad

(12)

Penulis dilahirkan di Karawang 10 Januari 1962 merupakan anak kelima dari

enam bersaudara keluarga Bapak Hadi Hermono dan Ibu Hj.Martidjah. Pendidikan

sekolah dasar di selesaikan pada tahun 1975 di SD YAPENKA Jakarta, Sekolah

Menengah Pertama di selesaikan di Sekolah Indonesia di Singapura pada tahun 1979.

Setelah menamatkan SMA pada tahun 1981 di Singapura penulis diterima sebagai

mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Proyek Perintis II. Pendidikan

sarjana diselesaikan pada jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, fakultas

Perikanan IPB pada tahun 1985. Pendidikan program master di peroleh dari bidang

Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor pada tahun 1994. Pada tahun 2000

penulis mengikuti program doktor pada program Studi Pengelolaan Sumberdaya

Pesisir dan Lautan (SPL).

Sejak tahun 1986 penulis bekerja sebagai staf Kerjasama Luar Negeri pada

Departemen Pertanian. Selanjutnya pernah menjabat sebagai kepala subbidang

Kemitraan Perikanan - Badan Agribisnis (1994-2000). Saat ini penulis bekerja di

Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Departemen Pertanian.

Penulis menikah dengan dr. H. Dharmawan Setiabudi, MARS pada tahun 1989

dan dikaruniai tiga orang anak yaitu : Andina Lathifah (Jakarta, 20 Juli 1999), Andito

Mohammad Wibisono (Jakarta, 2 Februari 2001) dan Adi Mohammad Arief (Jakarta,

(13)

Halaman DAFTAR TABEL...

DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR LAMPIRAN...

1 PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1.2 Perumusan Masalah... 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian………. 1.4 Hipotesis………. 1.5 Hasil yang diharapkan……….

2 TINJAUAN PUSTAKA ……… 2.1 Pembangunan Wilayah Pesisir………. 2.2 Ekosistem Wilayah Pesisir………... 2.3 Ekonomi Wisata dan Konservasi WilayahPesisir... 2.4 Kawasan Konservasi dan Pengendalian Perikanan... 2.5 Pemodelan Sumberdaya Pesisir... 2.6 Pemodelan Konservasi, Wisata dan Perikanan... 2.7 Kebijakan Wisata Bahari... 2.8 Pendekatan Welfare (Kesejahteraan)... 2.9 Teori Pertumbuhan dan Konvergensi ...

3 METODE PENELITIAN... 3.1 Kerangka Pendekatan Penelitian... 3.2 Metode Assessment Konservasi dan Perikanan... 3.3 Model Konservasi dengan Perikanan... 3.4 Pengukuran Dampak Kesejahteraan... 3.5 Pendekatan Konvergensi – Divergensi... 3.6 Model KODI Konservasi – Wisata... 3.7 Parameterisasi Model... 3.7.1 Estimasi Parameter Biofisik... 3.7.2 Kalibrasi Parameter ... 3.8 Pengumpulan Data ... 3.9 Tempat dan Waktu Penelitian ... 3.10 Pemetaan Penelitian ...

4 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 4.1 Gambaran Umum Kota Bitung...

(14)

4.2.2 Iklim ... 4.3 Kondisi Biologis ... 4.3.1 Padang lamun (Sea grass) ... 4.3.2 Hutan Mangrove ... 4.3.3 Terumbu Karang ... 4.3.4 Keanekaragaman Hayati... 4.4 Kondisi Sosial dan Budaya ... Penduduk ... 4.5 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 4.5.1 Kecamatan Bitung Selatan ... 4.5.2 Kecamatan Bitung Timur ... 4.6 Kegiatan Ekonomi ... 4.6.1 Perikanan ... 4.6.2 Peran Sub Sektor Perikanan terhadap

Perekonomian Sulawesi Utara ... 4.6.3 Pariwisata ...

5 ANALISIS TRADE OFF ANTARA KONSERVASI,

WISATA DAN PERIKANAN ………... 5.1 Analisis Regresi ... 5.2 Valuasi Ekonomi Kawasan Konservasi ... 5.3 Dampak Kawasan Konservasi Terhadap Perikanan ... 5.4 Dampak Kesejahteraan ... 5.5 Analisis Sensitivitas ... 5.6 Model KODI Konservasi – Wisata ... 5.7 Analisis Nilai Ekonomi KKL ... 5.7.1 Nilai Ekonomi Ekstraktif ... 5.7.2 Nilai Ekonomi Non-Ekstraktif ... 5.7.3 Nilai Ekonomi Total Selat Lembeh ...

6 IMPLIKASI KEBIJAKAN MODEL KO-DI TERHADAP KONSERVASI/WISATA ... 6.1 Potensi dan Manfaat Ekonomi Sumberdaya Pesisir

Selat Lembeh ... 6.2 Implikasi bagi Pengembangan Wilayah ...

6.3 Pariwisata Berkelanjutan ... 6.4 Model Tipologi Pengelolaan Kawasan Konservasi/ Wisata – Perikanan ...

6.5 Implikasi bagi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ... 6.6 Implikasi Operasional ... 6.7 Pola Kemitraan yang dapat Dikembangkan ...

(15)

7 SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan ... 7.2 Saran ... 7.2.1 Saran Operasional Kebijakan ... 7.2.2 Saran Penelitian Lanjutan ...

DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN ...

132 132 134 134 134

136

(16)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Standar kebutuhan ruang fasilitas Pariwisata Pantai ...

Jarak antara Ibukota Bitung dengan Ibukota Kecamatan …………...

Kondisi kemiringan lahan kota Bitung, Sulawesi Utara ...

Topografi berdasarkan ketinggian dari permukaan laut ...

Lokasi dan kondisi terumbu karang di Selat Lembeh ...

Jenis-jenis Biota dasar yang ditemukan di Selat Lembeh

(Pratasik et al. 2002) ...

Penduduk dirinci menurut kecamatan di kota Bitung

tahun 1999-2004 ...

Kepadatan penduduk kota Bitung menurut Kecamatan

tahun 1999 – 20004...

Perkembangan produksi hasil laut berdasarkan kelompok

hasil tangkapan di Kota Bitung tahun 1986 – 2004 ...

Perkembangan jumlah unit tangkap perikanan laut

menurut jenis alat tangkap di kota Bitung Tahun 2002-2004...

Data industri perikanan di kota Bitung...

Jumlah wisatawan yang berkunjung ke kota Bitung

melalui Pelabuhan Bitung Tahun 1992 – 2005 ...

Potensi pariwisata di kota Bitung (Pratasik et al. 2002) ...

Akomodasi di sekitar Selat Lembeh tahun 2006 ...

Titik-titik penyelaman yang terdapat di Selat Lembeh

beserta keunikannya ...

Akomodasi dan tarif diving di lokasi: Lembeh Resort tahun 2006 ...

Potensi manfaat dan biaya dari KKL ...

Hasil Analisis Bioekonomi Perikanan KKL ...

Analisis Surplus Produsen ...

Sensitivity Analysis terhadap Biaya ...

Hasil Simulasi Perubahan Parameter KODI ...

Parameter baseline analysis ...

(17)

25

26

27

28

29

30

31

Parameter Skenario untuk simulasi KKL ...

Indikator ekonomi KKL Selat lembeh dalam berbagai skenario ...

Net Present Value indikator ekonomi KKL Selat Lembeh ...

Nilai Ekonomi Non-Ekstraktif Selat Lembeh ...

Nilai Ekonomi Ekosistem di Selat Lembeh ...

Nilai Ekonomi Total Selat Lembeh ...

Matriks Logframe Pengelolaan kawasan Pesisir di Selat Lembeh ...

108

109

109

112

113

114

(18)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Perumusan masalah penelitian dalam pengelolaan

Sumberdaya pesisir dan lautan...

Prinsip Spill Over dari KKL (dimodifikasi dari White 2001)………….

Kurva perkiraan perubahan kesejahteraan ...

Pendekatan analisis untuk mengembangkann model

pengelolaan Pariwisata dan Perikanan ...

Kurva pertumbuhan logistik ...

Kurva produksi lestari-upaya (yield-effort curve) ...

Pendekatan analisis melalui Konvergensi-Divergensi ...

Beberapa tipologi ko-eksistensi antara

wisata dengan perikanan ...

Simulasi dinamika wilayah Selat Lembeh, kota Bitung ………....

Metode assessment untuk mengembangkan pengelolaan

Pariwisata dan perikanan ...

Peta Lokasi Penelitian Selat Lembeh ...

Pemetaan Proses Penelitian ...

Pulau Lembeh, Selat Lembeh dan kota Bitung ...

Grafik Perkembangan Penduduk berdasarkan kecamatan

Kota Bitung Tahun 1999 – 2004 ...

Persentase Jenis Pekerjaan di Kecamatan Bitung Selatan

Dan Bitung Timur tahun 2005 ...

Perkembangan Produksi hasil laut Menurut Jenis hasil

Tangkapan di Kota Bitung Tahun 1986-2004 ...

Perkembangan Banyaknya Perahu / Kapal Ikan

di Kota Bitung Tahun 1995-2004 ...

Perkembangan Produksi Perikanan dan Nilai Produksi

di Kota Bitung dan Sulawesi Utara Tahun 1986-2004 ...

Produksi Perikanan Menurut Jenis (dominan) di Kota Bitung

Selama tahun 1986 – 2004 ...

Perkembangan produksi dan nilai perikanan laut berdasarkan-

Jenis Ikan yang dominan di Kota Bitung Tahun 2004 ...

(19)

23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42

Jenis Alat Tangkap di Kota Bitung Tahun 2002 – 2004 ...

Perkembangan Jumlah Wisatawan yang berkunjung

Ke kota Bitung melalui pelabuhan Bitung tahun 1992 – 2005 ...

Nilai produksi, effort dan Rente Optimal pada kondisi tanpa-

dan dengan KKL ...

Nilai produksi dan effort pada perikanan open akses kondisi

tanpa dan dengan KKL ...

Kurva Yield Effort dengan KKL (0.3) dan tanpa KKL ...

Kurva Yield Effort dengan KKL (0.9) dan tanpa KKL ...

Perkembangan Harvest, Effort dengan Perubahan Biaya ...

Dampak Peningkatan Biaya terhadap Effort dan Harvest

pada Perikanan Open Access ...

Hubungan Konvergensi – Divergensi antara Perikanan

dan Wisata pada kondisi baseline ...

Hubungan Konvergensi – Divergensi antara Perikanan

dan Wisata dengan perubahan biaya 0.032,0.050 dan 0.075 ...

Hubungan Konvergensi – Divergensi antara Perikanan

dan Wisata dengan perubahan sigma 0.3, 0.5 dan 0.8 ...

Hubungan Konvergensi – Divergensi antara Perikanan

dan Wisata dengan perubahan nilai eta 0.3, 0.5 dan 0.8 ...

Grafik Interkasi masing-masing parameter

(Biaya-Sigma-Eta) ...

Analisis Phase Plane Model Baseline ...

Nilai Ekonomi Perikanan pada empat desa di Selat Lembeh ...

Net Present Value manfaat ekonomi Selat Lembeh ...

Nilai Ekonomi Selat Lembeh dalam skenario KKL ...

Nilai NPV Selat Lembeh dalam skenario KKL ...

Peningkatan Present Value dari Diving ...

Model tipologi pengelolaan wisata - perikanan...

Pola Kemitraan antara Pengusaha Wisata dan usaha kecil Perikanan....

(20)

Halaman

1. Produksi Perikanan Kota Bitung (Tahun 1986 s/d Tahun 2004 ……… 145

2. Data Effort Berdasarkan Alat Tangkap di Kota Bitung Tahun 1986-2004 ... 146

3. Data Catch Per Unit Effort Selat Lembeh Berdasarkan Alat Tangkap, Kota Bitung, Tahun 1986 – 2004 ... 147

4. MAPLE Output untuk Optimal Produksi dan Effort dengan Beberapa luasan KKL di Selat Lembeh ... 148

5. Minitab Output untuk Regresi ... 152

6. Tabulasi Tingkat RT Nelayan desa Makawide-Bitung Timur ... 154

7 Tabulasi Tingkat RT Nelayan desa Aertembaga-Bitung Timur ... 155

8. Tabulasi Tingkat RT Nelayan desa Binuang-Bitung Selatan ... 156

9. Tabulasi Tingkat RT Nelayan desa Paudean-Bitung Selatan ... 157

10. Tabulasi aspek Ekonomi desa Aertembaga-Bitung Timur... 158

11.

12.

Tabulasi aspek Ekonomi desa Makawide- Bitung Timur ...

Framework Kesimpulan Penelitian ...

163

(21)

1.1 Latar Belakang

Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya, sehingga menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan sumberdayanya. Di sisi lain, sumberdaya alam pesisir ini sering bersifat multi-guna dimana berbagai kegiatan memiliki hak atas akses dan pemanfaatan sumberdaya di kawasan ini. Kawasan ini dapat dimanfaatkan sebagai tempat beraktifitas untuk penangkapan ikan dan juga kawasan ini merupakan ruang untuk melakukan aktivitas pariwisata bahari. Peranan yang besar itu menjadikan wilayah ini sangat rentan dari berbagai masalah, baik itu yang menyangkut masalah dari aspek fisik dan biologi maupun masalah yang menyangkut aspek sosial, ekonomi maupun budaya. Permasalahan ini terutama menyangkut sumberdaya alam sebagai kendala yang merupakan ekosistem penting bagi keberlanjutan hidup baik manusianya sendiri, maupun sumberdaya alam dan lingkungannya secara keseluruhan.

Untuk banyak negara, baik berkembang maupun sedang berkembang, pariwisata merupakan sumber paling penting sebagai sumber pendapatan dan penyedia kerja. Pertumbuhan yang diharapkan dalam sektor pariwisata dan meningkatnya kebergantungan dari banyak negara sedang berkembang pada sektor ini sebagai penyedia kerja dan kontributor utama bagi perekonomian lokal, regional dan nasional mendorong pemerintah untuk memberi perhatian khusus pada hubungan antara konservasi dan perlindungan lingkungan dengan pariwisata yang berkelanjutan (UN 2001 diacu dalam Noronha, 2003). Sebenarnya, kualitas lingkungan – baik yang alami dan yang buatan manusia – penting bagi pariwisata dan aktivitas ini sangat bergantung pada kekuatan daya tarik dari sumberdaya di tempat tujuan.

(22)

mengesampingkan keberadaan masyarakat setempat. Sementara di lain pihak, sektor perikanan juga merupakan salah satu sektor yang diharapkan menjadi tumpuan bagi bangsa Indonesia untuk melakukan pemulihan ekonomi akibat krisis yang berlangsung sejak tahun 1997. Dalam situasi seperti ini, kebijakan pemerintah hendaknya dapat mengatur keberadaan suatu kegiatan di kawasan pesisir yang dapat memberikan manfaat kepada kegiatan-kegiatan tersebut. Permasalahan dasarnya adalah dalam pengelolaannya. Selama ini pemerintah belum memiliki bentuk pengelolaan yang tepat bagi wilayah pesisir maupun lautnya. Hal ini bisa di lihat dari kondisi wilayah ini yang tidak lebih baik dari hari ke hari. Kenyataan menunjukkan bahwa sampai saat ini masyarakat pesisir di Indonesia adalah masyarakat yang masih dililit kemiskinan dengan pendapatan per kapita yang jauh di bawah standard World Bank. Kenyataan juga menunjukkan bahwa wilayah dengan kondisi kekayaan alam yang relatif tinggi ternyata memiliki tingkat pertumbuhan yang rendah.

Selat Lembeh yang terletak di Kota Bitung, Sulawesi Utara merupakan wilayah perairan pesisir yang unik dan memiliki nilai cukup strategis dalam pembangunan ekonomi kota Bitung, baik dalam pemanfaatan ekonomi maupun ekologinya. Dalam pengelolaannya diperlukan keterpaduan antar berbagai kegiatan dalam koordinasi dan mengarahkan berbagai kegiatan yang ada di wilayah pesisir Selat Lembeh tersebut. Hal ini dimaksudkan sebagai suatu upaya secara terpogram untuk mencapai tujuan yang dapat mengharmoniskan dan mengoptimalkan antara berbagai kepentingan agar terpelihara lingkungan dan tercapainya pembangunan ekonomi.

(23)

pintu gerbang pariwisata regional karena posisinya yang strategis sebagai pintu masuk/pintu keluar di kawasan Timur Indonesia belahan utara ke pasar pariwisata global, khususnya di kawasan Asia Pasifik.

Pengelolaan wilayah pesisir dan laut khususnya sektor pariwisata bahari di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karenanya perlu adanya peningkatkan kepedulian, keterlibatan dan kemampuan dalam mengelola dan melestarikan potensi-potensi wisata bahari, khususnya melibatkan partisipasi aktif secara seimbang antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Masyarakat diletakkan sebagai faktor utama, yang memiliki kepentingan berpartisipasi secara langsung dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui upaya konservasi serta pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat setempat, kemitraan dengan pihak swasta dan sewa lahan atau sumber daya lainnya baik oleh masyarakat maupun kerja sama dengan swasta.

Kawasan konservasi laut selama ini dipandang sebagai kawasan konservasi dengan menitik beratkan pada fungsi ekologinya semata. Padahal di dalam kawasan koservasi tersebut tersimpan nilai-nilai ekonomi dan sosial yang sangat potensial. Ketimpangan pandangan tersebut selain karena kurangnya informasi mengenai pentingnya kawasan konservasi laut, juga dilatar belakangi oleh minimnya informasi mengenai nilai ekonomi yang diperoleh dari kawasan tersebut serta ketiadaan pengetahuan mengenai pendanaan yang berkelanjutan untuk keperluan pengelolaan kawasan konservasi laut.

Untuk itulah penelitian ini dibuat dalam rangka mengembangkan Model Pengelolaan Kawasan Wisata, Kawasan Konservasi Pesisir dan Perikanan secara ko-eksistensi melalui analisis Konvergensi dan Divergensi di Selat Lembeh, Sulawesi Utara.

1.2 Perumusan Masalah

(24)

pengelolaannya yang belum optimal. Pemanfaatan lahan di daerah pesisir terus meningkat dan mendesak sampai pada lahan-lahan yang seharusnya sebagai daerah konservasi, hal ini disebabkan karena lemahmya keterpaduan antar sektor yang terlibat di daerah pesisir. Kelemahan ini berkaitan dengan rendahnya pemahaman masyarakat pesisir tentang potensi yang terkandung pada sumberdaya pesisir dan laut itu sendiri. Selain itu, adanya konflik kepentingan dan lemahnya informasi sebagai landasan pengelolaan, juga menjadi akar permasalahan dalam mencapai tujuan akhir keterpaduan pengelolaan pariwisata .di daerah pesisir. Lembaga pemerintah dan swasta masih belum optimum dalam memberdayakan masyarakat di daerah wisata bahari. Akibatnya terjadi pengelolaan sumberdaya pariwisata bahari yang belum terintegrasi. Gambar 1 dibawah ini menjelaskan usulan pemecahan masalah untuk menjawab kelemahan pengelolaan wisata bahari yang sekaligus menjadi kawasan konservasi.

SDA Pesisir

dan Laut

PERMASALAHAN KONDI SI I DEAL

Potensi Barang Potensi Jasa Pariwisata Perikanan Potensi I ntrinsik Ekso-genous Endo-genous Kendala I nfrastruktur Makro/ Political System Kendala SD Konflik Akses Karakteristik intrinsik Penge-lolaan SD Wisata yang belum optimal dan Terinte-grasi Opsi Pengelolaan dan Solusi Permasalahan melalui Pendekatan Analitis dan Pemodelan KO DI KO Tipo-Logi Penge Lolaan Pari-Wisata Dan Per-ikanan Analisis Dinamika I nstitusi USULAN PEMECAHAN MASALAH Konservasi SDA Pesisir dan Laut PERMASALAHAN KONDI SI I DEAL

Potensi Barang Potensi Jasa Pariwisata Perikanan Potensi I ntrinsik Ekso-genous Endo-genous Kendala I nfrastruktur Makro/ Political System Kendala SD Konflik Akses Karakteristik intrinsik Penge-lolaan SD Wisata yang belum optimal dan Terinte-grasi Opsi Pengelolaan dan Solusi Permasalahan melalui Pendekatan Analitis dan Pemodelan KO DI KO Tipo-Logi Penge Lolaan Pari-Wisata Dan Per-ikanan Analisis Dinamika I nstitusi USULAN PEMECAHAN MASALAH Konservasi

(25)

Pertanyaan Penelitian

Atas dasar rumusan masalah dalam Gambar 1 di atas, maka beberapa pertanyaan yang muncul adalah :

1) Bagaimana suatu kawasan konservasi yang ditujukan untuk wisata bahari dapat ko-eksis dengan kegiatan ekonomi lainnya seperti perikanan ?

2) Apakah memungkinkan terjadinya konvergensi atau divergensi antara wisata di daerah konservasi dengan kegiatan perikanan ?

3) Bagaimana pengelolaan suatu kawasan yang bersifat multiple use dapat dilakukan dalam suatu pendekatan modeling ?

4) Bagaimana implikasi kebijakan dari penerapan pengelolaan seperti diuraikan pada poin-poin diatas ?

Berdasarkan uraian di atas, pokok permasalahan yang terdapat pada kawasan konservasi dimana sekaligus sebagai kawasan wisata bahari adalah belum adanya model pengelolaan kawasan wisata bahari yang ko-eksis dengan kawasan perikanan.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pengelolaan kawasan konservasi untuk wisata bahari yang dapat ko-eksis dengan kegiatan ekonomi pesisir lainnya seperti perikanan. Secara khusus penulisan ini bertujuan untuk :

1) Melakukan analisis komparatif nilai ekonomi antara wisata, konservasi dan kegiatan perikanan.

2) Melakukan analisis skenario perubahan nilai ekonomi pada suatu kawasan konservasi jika harus ko-eksis dengan kegiatan perikanan.

3) Menganalisis pola konvergensi / divergensi antara wisata dan perikanan di daerah konservasi.

(26)

1.4 Hipotesis

Mengacu pada permasalahan yang dihadapi maka disusun hipotesis sebagai berikut :

1) Diduga bahwa pemanfaatan suatu kawasan untuk menjadi kawasan konservasi laut dan dimanfaatkan untuk kepentingan wisata bahari tidak akan menurunkan nilai ekonomi kawasan tersebut.

2) Pemanfaatan kawasan konservasi dan wisata akan memberikan nilai tambah pada kegiatan perikanan

3) Diduga dalam jangka panjang akan terjadi pola konvergensi antara kegiatan wisata dan perikanan di kawasan konservasi

1.5 Hasil yang diharapkan

Secara umum penelitian ini akan menghasilkan model pengelolaan yang mengakomodasi ko-eksistensi antara kepentingan konservasi (ekologi) dan pemanfaatan ekonomi. Lebih khusus lagi bahwa dari penelitian ini akan diperoleh:

1) Nilai ekonomi (indikator) dari kawasan konservasi yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata

2) Model multi-guna konservasi dan wisata di kawasan Selat Lembeh, Sulawesi Utara

(27)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Wilayah Pesisir

Indonesia memiliki potensi sumberdaya pesisir yang sangat besar, baik potensi hayati maupun non hayati. Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan, Indonesia memiliki pulau-pulau dengan jumlah sebesar 17 500 dengan total panjang garis pantai mencapai 81 000 km serta memiliki luas wilayah laut yang mencakup 70% dari total luas wilayah Indonesia. Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi sumberdaya ikan dengan potensi lestari mencapai lebih kurang 6.2 juta ton/tahun, di luar sumber keragaman hayati lainnya seperti rumput laut, terumbu karang, dan lainnya (DKP 2001). Di sisi sumber daya tidak terbarukan, Indonesia memiliki sumber bahan tambang misalnya minyak dan gas bumi, pasir kuarsa, timah. Sumber daya pesisir juga memiliki potensi sebagai jasa lingkungan untuk pariwisata, perhubungan laut dan jasa-jasa lainnya. Disamping itu, peningkatan permintaan konsumsi domestik dan pasar ekspor terhadap produk perikanan laut Indonesia merupakan potensi besar yang bisa dimanfaatkan dalam pembangunan sektor kelautan.

(28)

publik yang masih rendah atas apa yang berlangsung pada sumberdaya pesisir (Dahuri 2000).

Secara geologis terdapat keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas. Dengan demikian perubahan yang terjadi pada suatu kawasan suatu ekosistem pesisir, cepat atau lambat akan mempengaruhi ekosistem lainnya. Selain itu biasanya dalam suatu kawasan pesisir terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan, yang memungkinkan terjadinya pemanfaatan multiguna.

Dilihat dari sudut ekologi, wilayah pesisir dan laut merupakan lokasi beberapa ekosistem yang unik dan saling terkait, dinamis dan produktif. Begitu pula apabila dipandang secara ruang arsitektural, wilayah ini dikenal sebagai suatu bentukan lanskap yang tinggi kualitasnya terutama karena secara dinamis terus menerus mengalami perubahan bentukan dalam musim dan tahun, serta akibat interaksinya dengan manusia. Dinamika perubahan wajah alam ini yang disertai dengan kekuatan karakter lanskap pesisir menjadi salah satu daya tarik yang kuat untuk dikembangkan sebagai daerah yang pantas dikunjungi dan dinikmati. Keragaman bentukan dan struktur ruang dengan keragaman ekosistem utamanya, diantaranya hutan mangrove, terumbu karang, pantai, baik pantai berbatu maupun berpasir, dan pulau-pulau kecil, juga merupakan nilai tinggi yang dimilikinya (Cicin Sain and Knecht 1998).

Keunikan dan keragaman bentang alam dan juga apa yang terkandung di dalamnya menjadikan wilayah pesisir sebagai suatu kawasan yang memiliki prospek yang tinggi untuk di kembangkan sebagai kawasan wisata. Namun demikian pemanfaatan potensi pariwisata ini banyak terkendala oleh karena kurangnya perhatian terhadap pengelolaan yang berkelanjutan.

(29)

dijadikan satu-satunya faktor andalan untuk menarik wisatawan. Hal ini mengingat keunggulan suatu tempat wisata tidak hanya dinilai dari segi fisiknya saja. Banyak faktor pendukung lain yang turut menentukan marketable atau tidaknya suatu tempat wisata, termasuk infrastruktur dan lingkungan budaya setempat (UN 2001 diacu dalam Noronha et al. 2003).

2.2 Ekosistem Wilayah Pesisir

Kawasan pesisir selama ini dianggap merupakan suatu kawasan yang unik karena merupakan pertemuan antara daratan dan lautan serta menjadi tantangan dalam pengelolaannya. Transisi antara daratan dan lautan menghasilkan ekosistem yang beragam dan produktif dimana secara historis sangat membantu bagi tempat hunian manusia. Kombinasi antara pemanfaatan sumberdaya pesisir dengan nilainya sebagai basis perdagangan antar negara telah diketahui sejak dahulu mengakibatkan daerah ini sangat berharga. Dan sebaliknya daerah ini juga mendapat tekanan keras sebagai akibat dari berbagai dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia sehingga daerah ini juga sangat rentan terhadap kerusakan ekosistem yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup signifikan.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) dan sumber daya pesisir. Berdasarkan sifatnya, ekosistem pesisir dapat bersifat alami (natural) atau buatan (man-made). Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir diantaranya adalah (Dahuri 2003) :

a. Terumbu karang (coral reefs), yaitu ekosistem yang ditandai atau didominasi oleh keberadaan endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang, alga berkapur dan organismme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat.

(30)

c. Hutan Bakau (Mangrove), ekosistem ini ditandai atau di dominasi oleh keberadaan beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang dalam perairan asin. d. Rumput laut (Sea weeds), yaitu ekosistem yang ditandai atau didominasi

oleh kebanyakan tumbuhan laut golongan Thallophyta tanpa daun, akar, rongga, baik yang susunannya tunggal/monosekuler maupun multiselular. e. Estuaria, yaitu ekosistem yang terletak di teluk di pesisir yang sebagian

tertutup tempat air tawar dan air asin bertemu dan bercampur.

f. Pantai pasir (Sandy beach), ekosistem ini ditandai oleh keberadaan pasir kwarsa dan berada di daerah dimana pergerakan air yang kuat mengangkut partikel-pertikel yang halus dan ringan

g. Pantai berbatu (Rocky beach), ekosistem ini ditandai oleh keberadaan pantai yang berbatu-batu, memanjang ke laut dan terbenam di air.

h. Pulau-pulau kecil (Small island), ekosistem yang berada di pulau-pulau berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland).

Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa sawah pasang surut, tambak, kawasan pariwisata, kawasan industri dan kawasan pemukiman.

(31)

Fungsi terumbu karang lainnya yang menonjol secara fisik adalah ekosistem ini memproteksi garis pantai karena keberadaanya yang terus menerus dihantam ombak mengakibatkan terjadi patahan karang yang membentuk tanggul dan mampu meredam ombak. Dengan kelebihan-kelebihan tersebut, keberadaan terumbu karang misalnya, bukan saja menguntungkan bagi konservasi wilayah pesisir namun juga dapat dijadikan aset bagi pengembangan wisata.

2.3 Ekonomi Wisata dan Konservasi Wilayah Pesisir

Konservasi adalah upaya perlindungan sumberdaya alam dan ekosistemnya yang dilakukan secara sadar, bijaksana, bertanggung jawab dan bermakna oleh manusia, sehingga kualitas dan nilai keanekaragaman tetap terpelihara dan kesinambungan, pemanfaatan persediaanya tetap terjamin dan berkelanjutan untuk pembangunan dan kesejahteraan manusia (Soedharma 1999). Disamping itu, konservasi berperan dalam menuntun rencana pengelolaan sumberdaya alam dengan skala prioritas maupun dalam pemanfaatan sumberdaya sesuai dengan karakteristik suatu wilayah.

Sejalan dengan maksud tersebut, secara global, tujuan dan kegiatan konservasi diarahkan untuk (1) menjaga proses ekologis penting sebagai penyangga sistem kehidupan (perlindungan sistem penyangga kehidupan): (2) melestarikan keanekaragaman sumberdaya genetik dan ekosistemnya yang penting bagi pembangunan dan pengembangan IPTEK, budidaya, medis, pendidikan dan industri (pengawetan keanekaragaman jenis); (3) menjamin pemanfaatan pendayagunaan jenis dan ekosistemnya untuk mendukung kehidupan manusia dan menopang pembangunan (pemanfaatan jenis dan ekosistem secara lestari).

(32)

pandangan tersebut selain karena kurangnya informasi mengenai pentingnya kawasan konservasi laut, juga dilatar belakangi oleh minimnya informasi mengenai nilai ekonomi yang diperoleh dari kawasan tersebut serta ketiadaan pengetahuan mengenai pendanaan yang berkelanjutan untuk keperluan pengelolaan kawasan konservasi laut. Padahal jika kawasan ini dikelola dengan baik dengan mengetahui nilai ekonomi yang dapat ditingkatkan akan memberikan manfaat yang tinggi.

2.4 Kawasan Konservasi dan Pengendalian Perikanan

Pandangan umum selama ini melihat bahwa penutupan suatu kawasan laut menjadi kawasan konservasi akan merugikan kegiatan ekonomi lainnya. Padahal kawasan konservasi dapat juga dijadikan sebagai instrumen pengendalian perikanan untuk mencapai perikanan yang berkelanjutan.

Awal tahun 1990-an mulai diperkenalkan instrumen yang didisain langsung pada pengendalian sumberdaya alam, yaitu berupa penentuan suatu kawasan sebagai kawasan konservasi laut (KKL) atau marine reserve atau Marine Protected Area (MPA). Pada kawasan ini input dan output pada produksi perikanan diatur dengan menutup sebagian kawasan untuk daerah perlindungan. Walaupun mulai berkembang pada tahun 1990-an, sebenarnya pemerintah Finlandia telah membangun kawasan seperti ini pada tahun 1800-an. Namun demikian, kita tahu bahwa penetapan Kawasan Konservasi Laut ini masih menjadi bahan perdebatan baik di kalangan para akhli maupun stakeholders. Ada berbagai tanggapan yang berbeda baik pro dan kontra, pandangan optimis maupun pandangan pesimis mengenai manfaat dari sisi ekonomi pengelolaan berbasiskan konservasi atau MPA ini (Sanchirico et al. 2002).

(33)

Gell dan Robert (2002) bahkan mengatakan bahwa manfaat perikanan dari suatu kawasan yang dilindungi dapat diperoleh dengan cepat. Dalam beberapa kasus manfaat tersebut dapat diperoleh dalam kurun waktu lima tahun melalui perubahan pola perikanan (fishing patern). Dalam beberapa kasus produksi perikananmeningkat lebih cepat daripada tanpa kawasan konservasi.

Prinsip dari MPA adalah spill over effect (Gambar 2) atau dampak limpahan dimana pada kawasan yang dilindungi, stok ikan akan tumbuh dengan baik dan limpahan dari pertumbuhan ini akan mengalir ke wilayah di luar kawasan yang kemudian dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan tanpa mengurangi sumber pertumbuhan di daerah yang dilindungi. MPA memiliki banyak manfaat yang signifikan yang akan membantu pengelolaan sumberdaya kelautan dalam jangka panjang. Li (2000) merinci manfaat kawasan konservasi laut sebagai berikut: manfaat biogeografi, keaneka ragaman hayati, perlindungan terhadap spesies endemic dan spesies langka, perlindungan terhadap spesies yang rentan dalam masa pertumbuhan, pengurangan mortalitas akibat penangkapan, peningkatan produksi pada wilayah yang berdekatan, perlindungan pemijahan, manfaat penelitian, ekoturisme, pembatasan hasil samping ikan-ikan juvenil (juvenile by catch), dan peningkatan produktifitas perairan (productivity enchancement).

[image:33.595.116.509.484.691.2]

Sumber : (Fauzi dan Anna, 2005)

(34)

Manfaat-manfaat tersebut di atas sebagian merupakan manfaat langsung yang bisa dihitung secara moneter, sebagian lagi merupakan manfaat tidak langsung yang sering tidak bisa dikuantifikasi secara moneter. Namun demikian secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kawasan konservasi laut memiliki nilai ekonomi yang tinggi yang tidak hanya bersifat tangible (terukur) namun juga manfaat ekonomi yang tidak terukur (intangible). Manfaat yang terukur biasanya digolongkan kedalam manfaat kegunaan baik yang dikonsumsi maupun tidak, sementara manfaat yang tidak terukur berupa manfaat non-kegunaan yang lebih bersifat pemeliharaan ekosistim dalam jangka panjang (Fauzi & Anna 2005).

Sebagai suatu kawasan yang sifatnya ”Spill over”, beberapa kalangan meragukan manfaat KKL terhadap peningkatan biomass untuk kegiatan perikanan. Namun demikian sebagaimana yang ditunjukkan oleh Halpern (2003) penetapan suatu kawasan konservasi rata-rata telah meningkatkan kelimpahan (abundance) sebanyak dua kali lipat, dengan peningkatan biomass ikan dan keanekaragaman hayati tiga kali lipat. Akibat peningkatan ini maka terjadi pula peningkatan produktifitas perikanan. Studi yang dilakukan Cesar (1996) misalnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rasio Catch Per Unit Effort (CPUE) antara 30% sampai 60% di beberapa daerah konservasi seperti di Apo Island Filipina dan George Bank di Amerika Serikat.

Pemanfaatan suatu kawasan konservasi laut menjadi kawasan wisata dan kegiatan perikanan dapat memberikan manfaat ekonomi yang tinggi. Cesar (1996) mengemukakan bahwa hasil studi White dan Cruz Trinidad di Apo Island, Filipina menunjukkan bahwa KKL mampu membangkitkan nilai ekonomi hampir 400 ribu US$ dari sektor wisata dan perikanan. Nilai ini akan lebih berkelanjutan dibandingkan dengan nilai sesaat yang diperoleh dari kegiatan perikanan yang destruktif (bom dan sianida) serta kegiatan wisata yang tidak ditunjang oleh lingkungan konservsi yang baik. Selain manfaat ekonomi, KKL juga dapat memberikan manfaat sosial dimana keterbatasan masyarakat dalam memelihara lingkungannya akan semakin meningkat karena ditunjang oleh kepastian ketersediaan sumber daya ikan di wilayah tersebut.

(35)

KKL ini, diantaranya adalah : model valuasi ekonomi dan model bioekonomi. Dalam kondisi data yang tidak memadai biasanya kedua model tersebut dapat digunakan dengan penyesuaian-penyesuaian. Selain untuk mengevaluasi KKL, model valuasi ekonomi penting digunakan dalam perencanaan pembangunan kawasan konservasi laut, diantaranya adalah: 1) Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya value/nilai dari sumber daya alam yang ada di lokasi tersebut sebagai justifikasi bagi pembangunan Kawasan Konservasi Laut tersebut, 2) Sebagai bahan masukan bagi stakeholders apakah worth it (bernilai) membangun suatu KKL di kawasan tersebut.

Studi literatur mengenai implementasi kawasan konservasi laut di Indoensia memang masih sangat terbatas. Namun demikian Fauzi dan Anna (2005) telah mencoba melakukan analisis ekonomi untuk kawasan Selat Lembeh di Sulawesi Utara. Kawasan Selat Lembeh, adalah salah satu daerah pesisir dan laut yang memiliki permasalahan tipikal kawasan ini. Dengan potensi yang luar biasa, kawasan ini dimanfaatkan secara berlebihan dan dikhawatirkan tidak mampu mempertahankan kelestarian dari sumber daya alam dan lingkungannya. Walaupun pemanfaatan dari kawasan ini diatur dengan berbagai kebijakan baik tingkat nasional maupun tingkat lokal, namun tampaknya kondisi kawasan ini tidak juga membaik, malah cenderung memiliki laju degradasi dan deplesi yang cukup mengkhawatirkan. Hal ini dapat dibuktikan dari data-data yang ada yang menyangkut produktifitas catch per unit effort sumber daya alam terutama sumber daya ikan yang menurun dari tahun ke tahun. Penurunan produktifitas ini akan terus berlanjut, karena input yang semakin meningkat baik dari legal fishing maupun illegal fishing tanpa pengendalian, dan berbagai tindakan merusak seperti pengeboman terumbu karang maupun peracunan ikan dari masyarakat sekitar.

(36)

Kawasan Konservasi Laut, diperlukan penelitian yang mendalam berkaitan dengan perhitungan nilai ekonomi kawasan ini melalui valuasi ekonomi.

Masalah utama dalam pengalokasian suatu kawasan konservasi adalah menetapkan batas ekologis yang dapat digunakan untuk mencapai suatu kawasan konservasi. Selama ini batas kawasan konservasi didasarkan pada karakteristik geologis kawasan (batas daratan dan lautan), batas administratif (nasional, provinsi atau kabupaten), atau biaya (lokasi yang lebih kecil memerlukan biaya

yang lebih kecil untuk melindungi atau mempertahankan keberadaannya). Secara umum sangat sedikit alasan ekologis yang dijadikan dasar untuk menentukan batas kawasan konservasi, namun alasan ekologis yang tepat haruslah digunakan menentukan batas dan zonasi kawasan konservasi. Tidak ada aturan baku yang menetapkan ukuran optimal dan rancangan dari suatu kawasan konservasi. Namun demikian secara umum terhadap 2 (dua) kategori kawasan konservasi, yakni : kategori disagregasi (sekelompok kawasan konservasi yang berukuran kecil), dan kategori kawasan agregasi (sekelompok kawasan konservasi yang berukuran besar). Setiap kategori ukuran memiliki keunggulan sendiri. Kawasan konservasi yang berukuran kecil dapat mendukung kehidupan lebih banyak jenis biota dengan relung yang berbeda-beda serta tidak merusak semua kawasan konservasi secara bersamaan bila terdapat bencana. Kawasan konservasi yang berukuran besar menuntut adanya zonasi kawasan untuk dapat mendukung pengelolaan yang efektif bagi berbagai pemanfaatan secara berkelanjutan. Dengan adanya zonasi, maka pemanfaatan sumber daya alam dapat dikontrol secara efektif untuk mencapai sasaran dan tujuan kawasan konservasi

.

(37)

2.5 Pemodelan Sumberdaya Pesisir

Menurut Jeffers 1978 diacu dalam Grant et al. 1997, suatu model merupakan abstraksi dari kenyataan. Model adalah deskripsi formal dari faktor-faktor penting dalam suatu masalah. Karena faktor-faktor-faktor-faktor penting dalam suatu masalah merupakan faktor-faktor yang didefinisikan untuk menjadi system of interest maka model dapat digunakan sebagai deskripsi formal dari system of interest. Deskripsi tersebut dapat bersifat fisik, matematik ataupun verbal. Model bermanfaat dalam beberapa hal dan salah satu yang paling penting adalah bahwa model membantu dalam melakukan konseptualisasi, mengorganisir dan mengkomunikasikan fenomena yang rumit. Dengan kata lain model adalah representasi suatu realitas dari seorang pemodel, model sebagai jembatan antara dunia nyata dan dunia berpikir untuk memecahkan suatu masalah. Dapat dikatakan bahwa pemodelan merupakan proses berpikir melalui sekuen yang logis.

Model dibangun atas proses berpikir dari dunia nyata yang kemudian di interpretasikan melalui proses berpikir, sehingga menghasilkan pengertian dan pemahaman mengenai dunia nyata. Pemodelan juga dapat dikatakan sebagai proses menerima, memformulasikan, memroses, dan menampilkan kembali persepsi dunia luar. Di dalam proses interpretasi dunia nyata tersebut ke dalam dunia model, berbagai proses transformasi atau bentuk model bisa dilakukan. Ada model yang lebih mengembangkan interpretasi verbal (bahasa), ada yang diterjemahkan ke dalam bahasa simbolik, seperti bahasa matematik sehingga menghasilkan model kuantitatif. Untuk menjembatani dunia nyata yang dalam persepsi manusia bersifat kualitatif menjadi model yang bersifat kuantitatif diperlukan proses transformasi berupa alat pengukuran dan proses pengambilan keputusan. Model kuantitatif yang kokoh dapat dibangun apabila pengukurannya jelas. Oleh karenanya, pengukuran dalam membangun model sangat penting karena dapat menentukan seberapa jauh model yang dibangun dapat dikendalikan dan dikelola.

(38)

demikian pemanfaatan optimal sumberdaya pesisir harus mengakomodasi berbagai disiplin ilmu.

Untuk sumber daya pesisir seperti ikan, pemodelan yang menyangkut bagaimana mengelola sumber daya ini secara optimal dan berkelanjutan sudah relatif “Well established”. Dimulai dengan model Gordon-Schaefer (Gordon 1954) yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Clark dan Munro (1976), model-model pengelolaan sumber daya ikan sudah relatif banyak diterapkan dan dikembangkan secara lebih kompleks dengan mengakomodasi berbagai kompleksitas yang sebelumnya diabaikan.

Demikian juga untuk sumber daya lainnya seperti mangrove dan terumbu karang serta pulau-pulau kecil, belakangan sudah relatif banyak dikembangkan untuk menentukan bagaimana sumber daya alam tersebut dapat dikelola secara optimal dan berkelanjutan. Namun demikian masih relatif sedikit yang mengembangkan keterkaitan antara suatu kawasan konservasi yang dimanfaatkan sebagai suatu kawasan wisata dengan kegiatan ekonomi lainnya seperti perikanan, khususnya perikanan pesisir.

2.6 Pemodelan Konservasi, Wisata dan Perikanan

Sebagaimana dikemukakan di atas, pemodelan yang menyangkut interaksi antara kawasan konservasi, wisata dan perikanan masih relatif sedikit. Meski Casagandri dan Rinaldi (2002) telah mengembangkan model wisata yang telah mengadopsi model bioekonmi perikanan, model tersebut belum sepenuhnya mengintegrasikan kepentingan lain dan tidak mengakomodasikan konvergensi maupun divergensi antara kegiatan-kegiatan tersebut.

(39)

Anna (2005) tersebut akan dijadikan sebagai basis untuk mengembangkan model wisata, konservasi dan perikanan dengan melihat konvergensi dan divergensi dari setiap aktivitas yang ada.

2.7 Kebijakan Wisata Bahari

Dalam suatu kawasan pariwisata di wilayah pesisir pada umumnya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat yang memiliki ketrampilan/keahlian dan kesenangan bekerja yang berbeda, sebagai nelayan, petani, pendamping wisatawan, industri dan kerajinan rumah tangga dan sebagainya. Di lain pihak sangat sukar atau hampir tidak mungkin untuk mengubah kesenangan bekerja sekelompok orang yang telah secara mentradisi menekuni suatu bidang pekerjaan.

Kawasan wisata di pesisir umumnya merupakan sumberdaya milik bersama (common property resources) yang dimanfaatkan oleh semua orang (open access). Setiap pengguna sumberdaya pesisir, dalam hal ini industri pariwisata, biasanya berprinsip memaksimalkan keuntungan. Oleh karenanya wajar jika pencemaran, over-exploited sumberdaya alam dan konflik pemanfaatan ruang seringkali terjadi di kawasan pesisir. Aspek sosial ini sangat berkaitan dengan aspek ekonomi.

Dalam konteks pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan, khususnya dalam konteks pengembangan wisata bahari aspek sosial perlu mendapat perhatian khusus mengingat kegiatan wisata perlu adanya keterlibatan masyarakat, yang merupakan wadah kehidupan bersama. Adanya kegiatan wisata di suatu wilayah pesisir dan lautan tentunya menimbulkan interaksi sosial pada subsistem kehidupan fisik. Bahwa untuk membangun masyarakat di wilayah pesisir dan laut diperlukan pemahaman sosiologi masyarakat pesisir. Sosiologi masyarakat pesisir berbeda dengan sosiologi pertanian yang basisnya pada kegiatan pertanian di darat, sosiologi masyarakat pesisir ini direkonstruksi dari basis sumberdaya. (Satria et al. 2002).

(40)

efek stimulasi yang lebih permanen. Perusahaan pariwisata menyediakan pekerjaan ekonomi regional dan konsekwensinya mereka membayar upah. Sektor pariwisata adalah industri yang relatif labour intensive. Artinya adalah bahwa dengan stok modal yang relatif rendah menyediakan sejumlah pekerjaan yang pasti. Selanjutnya permintaan akan pekerja berfluktuasi tergantung dari musim turis, sehingga pekerjaan yang ada adalah seringkali pekerjaan paruh waktu yang dicirikan dengan status dan gaji yang rendah. Efek dari pariwisata ini tidak hanya terbatas pada efek langsung.

Aktifitas ekonomi regional yang menyediakan industri turisme dihadapkan pada permintaan yang meningkat. Lebih lanjut, permintaan konsumen akan berkembang sebagai konsekwensi dari pendapatan regional yang meningkat. Akhirnya pemerintah nasional maupun regional akan mendapatkan manfaat ketika revenue dari berbagai bentuk pajak ( seperti turis, pendapatan dan added value dari pajak), meningkat. Disamping itu, tingkat pengangguran akan berkurang seiring dengan meningkatnya jumlah pekerjaan. Fenomena dimana ekspenditur turis tidak terbatas ke perusahaan dimana uang disimpan, disebut sebagai efek multiplier dari tourist expenditure. Efek multiplier ini adalah rantai dari efek yang mengikuti perubahan dari tourist expenditure. Efek dari industri turis regional itu sendiri disebut sebagai efek langsung, sedangkan efek pada perusahaan regional yang diakibatkan sektor turisme dan berbagai konsekwensi perubahan dalam permintaan intermediate adalah efek tidak langsung. Efek induksi adalah efek dari peningkatan permintaan untuk barang-barang konsumsi sebagai konsekwensi dari peningkatan pendapatan masyarakat di wilayah ini.

(41)

sehingga sumberdaya menjadi overexploited. Jika dikelola dengan baik, sebenarnya aktivitas secara kolektif (multiple user) dapat merupakan pemanfaatan sumberdaya yang efisien (Anderis 2000 diacu dalam Fauzi & Anna 2003).

Wisata adalah perpindahan sementara dari orang atau sekelompok orang dalam jangka waktu tertentu ke tempat tujuan wisata yang terletak di luar tempat mereka biasa tinggal atau bekerja, kegiatan wisatanya dilakukan selama mereka tinggal di tempat tersebut, dan fasilitasnya dipersiapkan untuk menunjang kebutuhan-kebutuhan wisatawan ini (Gunn 1993). Waktu perjalanan wisata dapat kurang dari satu hari tetapi juga dapat lebih dari satu bulan dengan jarak tempuh yang juga beragam. Adapun motivasi pendorong terjadinya aktivitas wisata ini ada yang bersifat rekreatif seperti tamasya dan rekreasi; dan non-rekreati seperti budaya, olah raga, konvensi, spriritual, kesehatan dan lain-lain.

Pariwisata merupakan ekspresi yang digunakan untuk mendefinisikan semua hubungan dan fenomena yang menyertai orang-orang yang melakukan perjalanan. Menurut Michaud (1983) diacu dalam Lourenco dan Jorge (2003), pariwisata mengelompokkan seluruh aktivitas yang berkaitan dengan produksi dan konsumsi, yang melandasi perjalanan berkelanjutan tertentu, yang menyiratkan kegiatan menginap sekurang-kurangnya satu malam jauh dari daerah berpenduduk untuk tujuan kesenangan, bisnis, keseharian, atau partisipasi dalam perkumpulan profesional, olah raga, atau keagamaan.

(42)

Salah satu bentuk wisata yang saat ini mulai dikembangkan di Indonesia adalah wisata bahari yaitu satu bentuk wisata yang berorientasi terhadap lingkungan bahari. Jenis wisata ini memanfaatkan lautan dan pesisir sebagai sumberdaya pariwisata, baik secara langsung (berperahu, berenang, diving dan lainnya) maupun tidak langsung (kegiatan wisata yang dilakukan di bagian daratnya seperti olah raga pantai, piknik untuk melihat atmosfer lautan dan lainnya). Berdasarkan data Euro Asia Management, 1998 produk dan daya tarik yang dapat dikembangkan pada pariwisata bahari di Indonesia diantaranya adalah wisata bisnis, wisata pesiar, wisata alam, dan wisata olah raga.

Menurut Dahuri (2000), secara definisi wisata bahari adalah jenis wisata minat khusus yang memiliki aktivitas yang berkaitan dengan kelautan, baik di atas permukaan laut (marine) maupun kegiatan yang dilakukan di bawah permukaan laut (sub marine). Wisata bahari oleh pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pariwisata, dimasukkan kedalam wisata minat khusus. Wisata minat khusus didefinisikan sebagai: suatu bentuk perjalanan wisata, dimana wisatawan mengunjungi suatu tempat kerena memiliki minat atau tujuan khusus mengenai sesuatu jenis obyek atau kegiatan yang dapat ditemui atau dilakukan di lokasi atau daerah tujuan wisata tersebut.

Pada dasarnya suatu industri pariwisata merupakan suatu sistem yang ditunjang oleh beberapa subsistem untuk dapat berkembang dan berkelanjutan. Demikian pula dengan industri pariwisata pesisir, dimana industri ini terdiri dari dua sistem yang komplek, yaitu (1) sistem pariwisata yang erat kaitannya dengan sosial masyarakat, dan (2) sistem wilayah pesisir yang terkait dengan sistem lingkungan. Interaksi diantara kedua sistem ini dapat menjadi peluang pengembangan kawasan wisata apabila berjalan sinergis seperti di Bali. Tetapi apabila kedua sistem itu sudah tidak dapat berjalan sinergis, maka dapat menghancurkan kawasan wisata itu sendiri.

(43)

Lee bersama TNI AL. Ketua tim ekspedisi, Francis Lee mengatakan, harus diakui bahwa Indonesia memiliki potensi wisata laut yang indah. Selama ini potensi tersebut belum banyak digarap dan diketahui masyarakat internasional.

Gunn (1993) menjelaskan bahwa suatu kawasan wisata dinyatakan sebagai kawasan wisata yang berhasil bila secara optimal dapat mempertemukan empat aspek yaitu (1) Mempertahankan kelestarian lingkungannya; (2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut; (3) Menjamin kepuasan pengunjung, dan (4) Meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya.

Salah satu cara untuk menjaga kelestarian Lingkungan dan sumberdaya pesisir dari aktivitas wisata bahari yang tidak berkelanjutan adalah dengan menghitung besarnya daya dukung lingkungan terhadap aktivitas wisata. World Tourism Organization (1981) memberikan standar pembangunan resort-resort di tepi pantai sebagaimana pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1 Standar kebutuhan ruang fasilitas Pariwisata Pantai (WTO,1981)

1. Kapasitas pantai m2 / orang Jumlah orang optimum per setiap 20-50 m pantai Kelas rendah 10 2,0-5,0

Kelas menengah 15 1,5-3,5 Kelas mewah 20 1,0-3,0 Kelas istimewa 30 0,7-1,5

2. Fasilitas pantai Fasilitas kebersihan yang setara dengan 5 buah WC, 2 buah bak mandi, dan 4 pancuran air untuk setiap 500 orang.

3. Kepadatan penginapan 60 - 100 tempat tidur / ha.

4. Fasilitas marina

Ukuran 150 - 200 perahu/kapal wisata. Kapasitas pelabuhan 75 - 150 perahu / ha.

(44)

2.8 Pendekatan Welfare (Kesejahteraan)

Dampak sosial dari kawasan wisata diukur dengan menggunakan metode dampak kesejahteraan dari kegiatan pariwisata di pesisir. Salah satu hal yang paling mendasar dari setiap pengembangan model sumberdaya alam adalah seberapa besar dampak kesejahteraan yang ditimbulkan dari ekstraksi dan depresiasi sumberdaya alam itu sendiri. Pada kebanyakan model yang konvensional, dampak kesejahteraan ini tidak secara eksplisit dimasukan ke dalam model. Pada model konvensional kesejahteraan diukur dari manfaat social (social benefit) yang dihasilkan dari sumberdaya alam. Pengukuruan ini sifatnya ex-ante sehingga sulit untuk digunakan mengukur kesejahteraan dari kerusakan lingkungan dan depresiasi sumberdaya yang sifatnya ex-post.

Menurut Fauzi (2004) bahwa pada model kerusakan lingkungan dan depresiasi, dampak kesejahteraan (welfare effect) diukur berdasarkan perubahan surplus ekonomi yang terjadi. Surplus ekonomi pada dasarnya merupakan selisih antara manfaat kotor yang diterima dari ekstraksi sumberdaya alam, dalam hal ini kegiatan pariwisata bahari, dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengekstraksi sumberdaya tersebut. Dengan kata lain manfaat ekonomi menempatkan nilai moneter terhadap kesejahteraan masyarakat dari mengkonsumsi dan mengeksploitasi sumberdaya alam dan menguranginya dengan biaya sosial yang ditanggung masyarakat.

Pendekatan kesejahteraan digunakan untuk mengukur aspek equity atau kesetaraan dalam konteks ko-eksistensi antara kegiatan wisata dengan kegiatan ekonomi pesisir lainnya seperti perikanan maupun budidaya laut (mari-kultur). Jika kegiatan wisata misalnya memberikan dampak positif terhadap kegiatan perikanan maka akan terukur dari peningkatan kesejahteraan nelayan dalam bentuk peningkatan surplus produsen dari nelayan itu sendiri. Sebaliknya jika ko-eksistensi antara nelayan dan wisata memberikan dampak negative terhadap nelayan maka akan terlihat pula dari penurunan kesejahteraan mereka dengan menurunnya surplus produsen.

(45)

stakeholder lainnya yang tidak terkait langsung dengan kegiatan perikanan. Jadi jika dengan adanya wisata masyarakat merasakan kemudahan dalam hal akses maupun ketersediaan barang dan jasa, maka akan tergambar dari meningkatnya kesejahteraan mereka dengan meningkatnya surplus konsumen yang diperoleh. Surplus produsen di sisi lain mengukur perubahan kesejahteraan yang terjadi dari kegiatan langsung antara pariwisata dan perikanan. Misalnya saja jika dengan adanya pariwisata, harga ikan yang diterima oleh nelayan lebih besar daripada dengan tidak adanya pariwisata maka surplus produsen nelayan akan bertambah yang menunjukkan bahwa kesejahteraan mereka akan bertambah. Dengan kata lain, pendekatan kesejahteraan ini dapat dijadikan salah satu tolok ukur bagaimana pengembangan pariwisata jika harus berdiri bersama-sama dengan kegiatan berbasis sumber daya pesisir lainnya.

Pengukuran surplus produsen dan konsumen secara teknis dapat dijelaskan sebagai berikut ini.

kuantitas harga

p1 p2

D A

B C

S

q1 q2

D E

q0

kuantitas harga

p1 p2

D A

B C

S

q1 q2

D E

q0

Gambar 3 Kurva perkiraan perubahan kesejahteraan.

(46)

harga ikan meningkat sebesar p2, maka jumlah yang dibeli akan berkurang sebesar q2. Sehingga daerah surplus konsumen yang tadinya merupakan daerah segitiga p1AC menjadi p2BC. Dengan kata lain terjadi perubahan surplus sebesar p1ABp2. Perubahan surplus konsumen ini merupakan dampak kesejahteraan yang dirasakan secara tidak langsung oleh masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam pariwisata.

Bagi masyarakat yang terlibat langsung dengan pariwisata seperti nelayan maka dapat digambarkan dari kurva suplai S dan perubahan harga p1 dan p2. Jika sebelum adanya pariwisata maka kesejahteraan nelayan diperoleh sebesar daerah DEp1. Daerah ini diperoleh karena ketika tidak ada pariwisata, dengan harga p1 maka nelayan akan menjual ikan sebesar qo. Sementara ketika ada pariwisata maka kenaikan harga menyebabkan nelayan memperoleh surplus sebesar DBp2 karena jumlah ikan yang akan dijual meningkat dari qo menjadi q2. Daerah ini lebih besar dari daerah sebelumnya sehingga dengan adanya pariwisata terjadi perubahan surplus produsen sebesar p1EBp2. Perubahan surplus produsen ini merupakan dampak kesejahteraan langsung yang diterima oleh nelayan akibat meningkatnya harga ikan yang diterima oleh nelayan.

2.9 Teori Pertumbuhan dan Konvergensi

(47)
(48)

3 METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pendekatan Penelitian

Wilayah pesisir merupakan wilayah dengan segala aktifitas yang sangat kompleks dan permasalahan yang memiliki multi dimensi. Selama ini pendekatan analisis dalam menangani masalah yang terjadi di wilayah pesisir cenderung dilakukan secara parsial dan cenderung sektoral. Misalnya saja permasalahan yang terjadi pada perikanan dianalisis melalui pendekatan perikanan semata padahal kegiatan perikanan tidak bisa terlepas dari kegiatan wisata sehingga pendekatan parsial sering tidak mengenai sasaran. Di sisi lain pendekatan konservasi juga dilakukan secara parsial dan tidak menyentuh aspek perikanan yang sangat tergantung dari keberhasilan konservasi. Oleh karenanya pendekatan yang memadukan berbagai sektoral tersebut dalam satu analisis yang utuh sangatlah diperlukan.

(49)

Setelah nilai kegunaan ganda (multiple use) kawasan tersebut ditentukan barulah dilakukan analisis konvergensi dan divergensi yang didukung oleh analisis kelembagaan dan analisis dinamik dari sumber daya yang ada. Interaksi ketiga analisis ini akan menghasilkan tipologi pengelolaan kawasan konservasi dan wisata untuk Selat Lembeh yang kemudian diturunkan lebih rinci dalam bentuk implikasi kebijakan pengelolaan. Keseluruhan pendekatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

[image:49.595.110.537.240.526.2]

KAWASAN PESISIR Assessment Konservasi & Perikanan Assessment Wisata Direct Value Welfare Value Added Bio ekonomi Valuasi Ekonomi Nilai Ekonomi Konservasi Nilai Ekonomi Wisata Multiple Use Institusi KODI-KO SDA/ Analisis Dinamika Tipologi Pengelolaan Implikasi KAWASAN PESISIR Assessment Konservasi & Perikanan Assessment Wisata Direct Value Welfare Value Added Bio ekonomi Valuasi Ekonomi Nilai Ekonomi Konservasi Nilai Ekonomi Wisata Multiple Use Institusi KODI-KO SDA/ Analisis Dinamika Tipologi Pengelolaan Implikasi

Gambar 4 Pendekatan analisis untuk mengembangkan model Pengelolaan Pariwisata dan Perikanan.

3.2 Metode Assessment Konservasi dan Perikanan

(50)

perikanan melalui perhitungan financial performance dari kegiatan perikanan. Financial performance tersebut dihitung dengan menjumlahkan nilai tambah (value added), penerimaan terhadap kapal (boat income) dan penerimaan bersih. Nilai total dari perikanan kemudian di hitung berdasarkan Net Present Value (NPV) dalam jangka waktu yang cukup lama melalui formula :

NF =

(

)

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − − − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ +

∑∑

= = − ∞ = n i m j ij ij ij ij ij ij i ij ij ij ij ij t t FC E C E h P W E C E h P 1 1 1 0 1 1

δ (3.1)

Keterangan :

NF = Nilai total perikanan

Pij = harga ikan oleh kapal i pada lokasi j

Hij = tingkat tangkapan oleh kapal i pada lokasi j

Eij = Unit input yang digunakan oleh kapal i pada lokasi j Cij = biaya per unit input

Wi = upah tenaga kerja pada kapal i FCij = Biaya tetap alat i pada lokasi j

δ = Discount rate

Nilai ekonomi dari kegiatan non-ekstraktif yakni dari wisata dan nilai intrinsik konservasi di hitung dengan pendekatan Back of the Envelope (BOTE), dimana nilai wisata diperoleh melalui formula :

NW = DFi x DURi + (RCBi x CBUi) + (RSTi x STUi) (3.2)

Keterangan :

NW = Nilai Wisata

DFi = Diving Fee pada lokasi i

DURi = DivingUsage Rate pada lokasi i

RCBi = Rate dari chartered boat di lokasi i

CBUi = Chartered Boat Usage Rate di lokasi i

RSTi = Rate Sea Taxi pada lokasi i

STUi = Usage Rate Sea Taxi pada lokasi i

(51)

mangrove), nilai total dari sumberdaya ini di hitung berdasarkan :

NI = (NC/ha) x coverage + (NSG/ha) x coverage + NM/ha x coverage (3.3)

Keterangan :

NI = Nilai Intrinsik

NC = Nilai Coral/terumbu Karang NSG = Nilai Sea Grass / Padang Lamun NM = Nilai Mangrove

Dengan demikian nilai total kawasan tersebut untuk konservasi, wisata dan perikanan merupakan penjumlahan total dari kedua nilai diatas yakni,

PV (NTK) = NF + 1

[

NW NI

δ +

]

(3.4)

Keterangan :

NTK = Nilai Total Kawasan

3.3 Model Konservasi dengan Perikanan

Untuk melihat seberapa besar dampak penutupan suatu kawasan menjadi kawasan konservasi terhadap kegiatan penangkapan ikan, maka penelitian ini menggunakan model bioekonomi yang sudah dikembangkan sebelumnya oleh Fauzi dan Anna (2005). Dalam model tersebut, model dasar bioekonomi yang telah dikembangkan oleh Gordon dan Schaefer (1954) kemudian dimodifikasi untuk mengakomodasi dampak wisata terhadap perikanan. Rincian model tersebut sebagai berikut :

Jika dimisalkan bahwa populasi ikan mengikuti fungsi pertumbuhan logistik tanpa adanya gangguan atau penangkapan oleh manusia, secara matematika dapat ditulis sebagai berikut

Gambar

Gambar 2   Prinsip Spill over                         dari White 2001). dari Kawasan Konservasi Laut (dimodifkasi
Gambar 4   Pendekatan analisis untuk mengembangkan model Pengelolaan
Gambar 8 sebagai berikut :
Gambar 9 pada halaman berikut.
+7

Referensi

Dokumen terkait

dari penelitian didapatkan hubungan gadget dengan penurunan prestasi belajar menunjukkan bahwa dari 91 sampel responden menunjukkan bahwa siswa-siswi Smp Cahaya Surabaya

Menyetujui RI sebagai negara bagian dalam Negara Indonesia Serikat merupakan pernyataan Belanda, hasil dari..

5 Bagaimanapun, di dalam spektrometri molekul tidak berkaitan dengan warna dari suatu senyawa, yaitu warna yang dipancarkan atau pantulkan, namun berkaitan dengan warna

Hal lain lagi yang perlu diperhatikan adalah terjadinya keruntuhan yang berdampak pada terdeformasinya abutmen jembatan, yang dapat dikenali: (a) pada saat lapisan tanah lunak

Data kualitatif dalam penelitian ini diperoleh melalui jenis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, meliputi kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler bahasa Arab yang

lan dengan dimatikan u i.php denga h meningk is Yii, ini a a dipakai. APC ankan forma. garuhi debug angan miliar baik, untuk an file katkan adalah Baik na itu, n dan

Salah satu masalah dalam operasi pemboran yaitu hilang sirkulasi lumpur (lost circulation), lost circulation atau hilang sirkulasi lumpur merupakan hilangnya sebagian

hasil penelitian di atas maka pelatihan menggunakan ladder drills icky shuffle memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kelincahan, yaitu dengan