Pedagang Besar
5.6.2 Pola Kemitraan Eksisting
Permasalahan bagi petani hutan rakyat adalah rendahnya modal usaha,
terbatasnya pengetahuan/keterampilan dalam budidaya, pemanenan atau
pemasaran yang menyebabkan mutu kayu rakyat menjadi rendah, lemahnya organisasi yang menaungi petani dalam pemasaran dan perijinan dan tidak adanya akses ke industri/IPHHK besar. IPHHK menghendaki pasokan bahan baku dari kayu rakyat dengan standar tertentu dan kontinuitas pasokan. Inilah yang menyulitkan petani untuk menjual langsung produksi kayunya langsung ke industri.
Upaya mengatasi kesenjangan antara petani dengan industri salah satunya adalah dengan pola kemitraan. Dasar pertimbangan pola kemitraan ini adalah pihak perusahaan perlu kontinuitas bahan baku kayu, sedangkan pihak masyarakat perlu bantuan modal kerja, sumberdaya manusia (SDM) yang menguasai teknologi dan pengetahuan hutan rakyat dan kepastian pemasaran (Hidayat 2000). Keberhasilan pembangunan hutan rakyat tidak hanya diukur oleh keberhasilan tanaman tetapi juga diukur dalam pemanfaatan hasilnya yaitu oleh adanya kepastian pasar bagi hasil hutan rakyat.
Kemitraan yang selama ini berjalan di Jawa Timur, mitra usaha hutan rakyat umumnya baru bersifat menjanjikan pemasarannya namun tidak menjamin akan menampung seluruh hasil produksi. Bahkan petani dibebaskan bila ada yang ingin menjual kepada pihak luar. Kemitraan dengan perjanjian petani menjual seluruh hasil panen kepada mitra tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pada saat panen petani tidak selalu menjual kepada mitra karena ada pihak lain yang menawar dengan harga lebih tinggi dari industri mitra. Hal ini menyulitkan berjalannya kemitraan karena belum ditemukan suatu pola yang dianggap saling menguntungkan kedua belah pihak.
Bentuk kemitraan lain adalah kemitraan dari pemerintah melalui program Kredit Usaha Hutan Rakyat (KUHR), kemitraan antara pengusaha/industri
kelompok tani, kemitraan petani dengan lembaga keuangan dan sebagainya. Banyak pola kemitraan yang telah dikembangkan mekipun hasilnya masih belum sesuai yang diharapkan
Beberapa tahun terakhir pemerintah telah berperan dalam memfasilitasi pembangunan pola kemitraan antara kelompok tani hutan rakyat dengan IPHHK. Kementrian Kehutanan melalui Balai Pengelolaan DAS sejak tahun 2008 telah membangun areal model hutan rakyat pola kemitraan inti plasma sebagai pola dasar pembuatan hutan rakyat dengan ikatan kerjasama yang menguntungkan antara masyarakat hutan rakyat dengan pengusaha industri perkayuan, disamping efek positif pembuatan hutan rakyat yang dapat mengurangi tekanan eksploitasi terhadap hutan sebagaimana pada Tabel 19
Tabel 19 Pola Kemitraan Yang Dibangun BPDas Brantas
Sumber : BPDAS Brantas
Pada Tabel 19 terlihat dari 6 (enam) industri yang digandeng BPDAS Brantas, hanya 4 (empat) industri yang berperan secara aktif dalam memberikan bantuan kepada petani mitra baik berupa banytuan bibit, sarana produksi lain, bimbingan teknis maupun membangun calon plasma.
Dari hasil wawancara di lapangan, industri kurang tertarik untuk membangun hutan rakyat pola kemitraan dengan pola inti plasma seperti pada perkebunan, karena tanaman kehutanan disamping daur produksi yang lama, juga merupakan tanaman yang sekali panen sehingga tidak ada jaminan
VOLUME DIBANGUN
Desa Kabupaten (Ha) (Tahun)
1 Desa Jabung Malang CV. SengonInti 50 2008 Gunung Baik Mitra pasif
2 Desa Dalisodo Malang CV. SengonInti 30 2009 Subur Baik Mitra pasif
3 Ngadirenggo Blitar PT. Kutai TimberIndonesia 50 2008 Sido Asri Baik Mitra aktif 4 Tegalsari Blitar PT. Kutai TimberIndonesia 25 2009 Sido Subur Baik Mitra aktif
5 Pakel Trenggalek CV. Halmahera 50 2008 Gotong Baik Mitra aktif
6 Dukuh Trenggalek CV. Halmahera 25 2009 Sri Lestari Baik Mitra aktif
7 Bendo Nganjuk CV. GunungJati 50 2008 Ngudi Karyo Baik Mitra pasif
8 Duren Nganjuk CV. GunungJati 25 2007 GadingMakmur Baik Mitra pasif
9 Mojokembang Mojokerto CV. Tina Jaya Sakti 50 2008 Tanimulyo Baik Mitra pasif 10 Penanggungan Mojokerto CV. Tina Jaya Sakti 25 2009 SuburMakmur Baik Mitra pasif 11 Sumber Agung Malang PT. Sejahtera Usaha Bersama 25 2010 Sumber Makmur Baik Mitra aktif 12 Purwodadi Malang PT. Sejahtera Usaha Bersama 50 2011 Tani Makmur Baik Mitra aktif 13 Sumberejo Blitar PT. Sejahtera Usaha Bersama 50 2011 Ngudi Utomo Baik Mitra aktif 14 Mlijon Trenggalek PT. Sejahtera Usaha Bersama 50 2011 Margo Subur Baik Mitra aktif 15 Bareng Jombang PT. Sejahtera Usaha Bersama 50 2011 Tegalrejo Baik Mitra aktif 16 Bleberan Mojokerto PT. Sejahtera Usaha Bersama 50 2011 Lestari Baik Mitra aktif KET
LOKASI NAMA MITRA
NO NAMA KELOMPOK
kontinuitas pasokan bahan baku. IPHHK yang diwawancarai juga beralasan bahwa bahan baku yang mereka butuhkan rata-rata 5.000 m3/bulan tidak mungkin terpenuhi hanya dengan 1 kelompok tani. Pihak IPHHK lebih menyukai pola kemitraan dengan sistem memberikan bantuan bibit dan sarana produksi tanpa ada kewajiban masyarakat untuk menjual hasil panen kepada IPHHK tersebut. Saat ini yang banyak berjalan adalah IPHHK memberikan bantuan bibit gratis sebanyak-banyaknya untuk mendorong masyarakat menanam hutan rakyat. Pemberian bibit diharapkan mampu meningkatkan produksi kayu rakyat sehingga ditahun-tahun mendatang produksi melimpah sehingga kesulitan bahan baku teratasi serta harga bisa stabil.
Hasil wawancara dengan pihak petani, masih banyak yang belum memahami tentang pola kemitraan. Sebagian besar hanya menginginkan suatu bentuk kemitraan berupa bantuan bibit dan sarana produksi serta adanya kepastian seluruh produksi mereka diterima mitra dengan harga diatas harga pasar. Bahkan petani hutan rakyat jati tidak menginginkan adanya kemitraan yang mengikat mengenai hasil produksi. Hal ini disebabkan IPHHK menuntut adanya mutu kayu yang diproduksi termasuk umur panen dan diameter kayu, sedangkan petani menjual kayu sesuai kebutuhan. Kayu yang belum masak panen sering sudah dijual dengan alasan walau bagaimanapun jati tetap memiliki
harga. Disamping itu semakin bersaingnya IPHHK dalam memperoleh kayu
rakyat membuat persaingan harga juga semakin tinggi, sehingga petani menginginkan adanya kebebasan untuk menjual kepada pedagang yang membeli dengan harga lebih tinggi.
Pihak pemerintah yang diwawancara lebih menyukai adanya kemitraan yang saling menguntungkan semua pihak. Industri memberi bantuan bibit, sarana produksi, bimbingan bahkan kredit usaha lunak untuk penanaman hutan rakyat serta adanya jaminan semua produksi kayu rakyat akan ditampung oleh industri mitra. Sedangkan pihak petani mempunyai kewajiban untuk menanam mengikuti kaidah silvikultur dan menanam kayu sesuai kebutuhan industri mitra serta menjaga mutu kayu yang dihasilkan dan menjual hasil panen ke industri mitra dengan harga pasar yang wajar pada saat panen.
Dengan adanya kemitraan yang baik, pemerintah menginginkan
terjaganya pasokan bahan baku industri, meningkatnya kesejahteraan petani serta terjaganya ekosistem dengan semakin banyaknya hutan rakyat.