• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

III.3. Pola Konsumsi dan Tingkat Konsumsi,

lanjut akan berpengaruh juga terhadap keadaan status gizi dan anggota keluarga (Khumaidi M, 1984).

III.3 Pola Konsumsi, dan Tingkat Konsumsi, Serta Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

III.3.1 Pola Konsumsi

Pola konsumsi adalah cara yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang yang memilih dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial (Suhardjo, 1989).

Sedangkan pola makan adalah kebiasaan makan yang terbentuk dari perilaku makan yang berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama (Sediaoetama, 1999).

Pola makan mempengaruhi penyusunan menu. Seorang anak dapat memiliki kelebihan asupan makanan dan selera makan yang terbentuk dari kebiasaan dalam masyarakatnya. Dalam menyusun hidangan untuk anak perlu diperhaikan kebutuhan zat gizi untuk hidup sehat dan bertumbuh kembang. Kecukupan zat gizi ini berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak, maka pengetahuan dan kemampuan mengolah makanan sehat untuk anak adalah suatu hal yang amat penting (Santosa, 1999).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola makan seseorang adalah : a. Faktor lingkungan, agama, kepercayaan dan sosial budaya

Faktor lingkungan dan sosial budaya bersama faktor-faktor lain seperti pendidikan, agama dan kepercayaan, pendapat tentang kesehatan, pengetahuan gizi, produksi pangan dan sistem distribusi akan membentuk gaya hidup (life style) seseorang. Salah satu manifestasi adalah menjelaskan kebiasaan makan seseorang, susunan hidangan makan keluarga dan masyarakat.

b. Faktor kondisi kesehatan tubuh

Kondisi kesehatan tubuh seseorang akan mempengaruhi pola makan, misalnya pola makan seseorang dengan penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus akan berbeda dengan pola makan orang yang sehat (Khosman, 2000).

III.3.2 Tingkat Konsumsi

Tingkat konsumsi akan menunjukkan keadaan kesehatan gizi seseorang dimana tingkat konsumsi ini ditentukan oleh kualitas dan kuantitas makan yang dikonsumsi (Sediaoetama, 1999).

Keadaan kesehatan gizi tergantung pada tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan hidangan dan perbandingannya proporsional satu terhadap yang lain. Kuantitas menunjukkan kuantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan

tubuh. Jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, secara kualitas dan kuantitas, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan dan gizi yang sebaik-baiknya (konsumsi adekuat). Sebaliknya bila susunan hidangan tidak memenuhi kebutuhan tubuh maka akan menyebabkan kondisi kesehatan gizi kurang atau defisiensi (Sediaoetama, 1999).

KEP seringkali ditemukan pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, dimana pada usia ini tubuh memerlukan zat gizi tinggi, sehingga apabila kebutuhan zat gizi itu tidak tercukupi, maka tubuh akan menggunakan cadangan zat makanan yang ada. Lama kelamaan cadangan itu akan habis dan akan menyebabkan terjadinya perubahan dan akhirnya menimbulkan kelainan anatomis (Agus, 2001).

Ada tiga macam tingkat kesehatan gizi sebagai hasil dari tingkat konsumsi, yaitu :

1. Tingkat kesehatan gizi yang optimum

Dalam kondisi ini tubuh terbebas dari penyakit, mempunyai daya kerja dan daya tahan tubuh yang optimum.

2. Tingkat kesehatan gizi sebagai hasil konsumsi berlebih

Dalam kondisi ini, tubuh mempunyai tingkat kesehatan yang lebih rendah dan dapat menimbulkan penyakit tertentu.

3. Tingkat kesehatan gizi sebagai hasil konsumsi yang kurang

Pada tingkat ini daya tahan tubuh menurun dan akan dapat menimbulkan penyakit defisiensi gizi, seperti marasmus, kwashiorkor, dan marasmus kwashiorkor.

Tingkat konsumsi makan pada anak dapat dikatakan terpenuhi apabila : 1. Dari pengamatan sehari-hari terlihat nafsu makan yang baik dan hidangan

yang disediakan dapat dihabiskan.

2. Kurve pertumbuhan memuaskan, khususnya kurve berat dan tinggi badan.

3. Bentuk perawakan normal dengan tonus otot, jaringan lemak subkutan dan pertumbuhan rambut yang cukup.

4. Perkembangan dan aktifitaas normal.

5. Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal, missal kadar hemoglobin, protein serum, besi serum, feritin, dan lain-lain.

Untuk meneliti tingkat konsumsi seseorang dapat dilakukan menggunakan tiga metode, yaitu :

1. Metode Recall

Metode recall merupakan metode wawancara, dimana pewawancara menanyakan apa yang telah dikonsumsi oleh responden. Hasil wawancara kemudian diolah kedalam bentuk makanan mentah kemudian dihitung zat-zat gizinya dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan.

2. Metode Menimbang

Pelaksanaan metode ini dengan cara peneliti mengunjungi responden untuk menimbang bahan makanan yang telah dikonsumsi oleh responden. 3. Metode Inventaris

Pada metode ini, responden diberi buku catatan untuk mencatat makanan yang telah dikonsumsi oleh responden, mulai jenis makanan, ukuran, jam dan tanggal. Hasilnya kemudian dianalisa dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan.

Kemudian hasil dari ketiga metode itu dibandingkan dengan RDA (Recommended Dietary Allowences) (Sediaoetama, 1999).

Beberapa kebutuhan zat gizi yang diperlukan bagi anak Balita adalah sebagai berikut :

1. Energi

Energi diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, utilisasi bahan makanan dan aktifitas. Kebutuhan energi terutama disuplai oleh karbohidrat dan lemak. Suplai energi untuk pemeliharaan sel bagi pertumbuhan lebih diutamakan dari protein. Maka bila jumlah energi dalam makanan sehari-hari tidak cukup, sebagian masukan protein makanan akan dipergunakan sebagai energi, sehingga mengurangi bagian yang diperlukan bagi pertumbuhan (Pudjiadi, 2001).

Kebutuhan energi setiap orang berbeda, bagi anak ditentukan oleh metabolisme basal, umur, aktifitas fisik, suhu lingkungan, serta kesehatannya. Zat gizi yang mengandung energi disebut makro nutrient, terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Setiap gram protein maupun karbohidrat memberi energi 4 – 5 kilo kalori per 1 gramnya, sedangkan lemak 9 kilo kalori per 1 gramnya. Dianjurkan supaya jumlah energi yang diperlukan 50 – 60% diperoleh dari karbohidrat, 25 – 35% lemak, selebihnya 10 – 15% protein (Apriadji, 1993).

2. Protein

Menurut Almatsier (2001), Protein adalah sumber asam aminoyang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang

asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur-unsur karbon, hydrogen, oksigen dan nitrogen. Beberapa asam amino disamping itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, iodium, dan kobalt.

Kebutuhan protein khususnya pada balita perlu diperhatikan, mengingat seringnya kejadian malnutrisi pada golongan umur ini. Kecukupan protein yang dianjurkan bagi anak balita adalah 1,5 – 2,0 g/kgBB/hari.

Kebutuhan protein setiap kilo gram berat badan lebih tinggi pada bayi karena pertumbuhannya cepat sekali, kemudian berkurang dengan

bertambahnya umur. Disarankan 2,5 – 3 gram per kg BB bayi dan 1,5 – 2 gram per kg BB bagi anak sekolah sampai remaja (Pudjiadi, 2001). 3. Karbohidrat

Karbohidrat didefinisikan sebagai senyawa organik yang mempunyai unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan umumnya mempunyai rumus Cn H2n On.

Menurut WHO (1990) menganjurkan agar 55 – 75% konsumsi energi total berasal dari karbohidrat kompleks. Nilai energi karbohidrat adalah 4 kkal per gram (Almatsier, 2001).

4. Lemak

Lemak adalah sekelompok ikatan organic yang terdiri dari unsur- unsur carbon (C), hydrogen (H), dan oksigen (O), yang mempunyai sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut tertentu (zat pelarut lemak), seperti petroleum benzene, dan ether (Sediaoetama, 1999).

Lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Besarnya energi yang dihasilkan per gram lemak adalah 1 gram lemak menghasilkan 9 kkalori. Menurut WHO (1990) menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 15 – 30% kebutuhan energi total dianggap baik untuk kesehatan. Diantara lemak yang dikonsumsi sehari dianjurkan paling banyak 10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, dan 3 – 7% dari lemak tidak jenuh ganda (Almatsier, 2001).

Dokumen terkait