• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH ZINC SULFAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN, TINGGI BADAN, DAN STATUS GIZI PADA BALITA GIZI BURUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH ZINC SULFAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN, TINGGI BADAN, DAN STATUS GIZI PADA BALITA GIZI BURUK"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH ZINC SULFAT TERHADAP

PENINGKATAN BERAT BADAN, TINGGI BADAN, DAN STATUS GIZI PADA BALITA GIZI BURUK

Oleh : DWI HASTUTI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

SKRIPSI

PENGARUH ZINC SULFAT TERHADAP

PENINGKATAN BERAT BADAN, TINGGI BADAN, DAN STATUS GIZI PADA BALITA GIZI BURUK

Oleh : DWI HASTUTI NIM. 100210947 I

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA

(3)

PENGESAHAN

Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan diterima untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM) Pada tanggal 26 Juli 2006

Mengesahkan Universitas Airlangga Fakultas Kesehatan Masyarakat

Dekan,

Prof. Dr. H. Tjipto Suwandi, dr., M.OH, SpOk NIP. 130517177

Tim Penguji :

(4)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Airlangga

Oleh :

DWI HASTUTI NIM. 100210947 I

Surabaya, 26 Juli 2006

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Bagian Pembimbing

Annis Catur Adi, Ir., M.Si Merryana Adriani, S.KM, M.Kes

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya skripsi dengan judul “PENGARUH

ZINC SULFAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN, TINGGI

BADAN, DAN STATUS GIZI PADA BALITA GIZI BURUK (Studi Kasus di

Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya)”, sebagai salah satu

persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Airlangga.

Dalam skripsi ini dijabarkan mengenai pengaruh zinc sulfat terhadap

perubahan berat badan, tinggi badan, dan status gizi pada Balita gizi buruk, sehingga

nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi petugas kesehatan untuk

memberikan suplemen zinc sulfat pada balita terutama balita dengan statsus gizi

buruk khususnya yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Sidotopo Surabaya.

Dengan tersusunnya skripsi ini, kami mengucapkan terima kasih yang tak

terhingga kepada Ibu Merryana Adriani, S.KM, M.Kes, selaku dosen pembimbing

yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, koreksi, serta saran sehingga

terwujudnya skripsi ini.

Terimakasih dan penghargaan kami sampaikan pula kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. Tjipto Suwandi, dr., M.OH, Sp.OK selaku Dekan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

2. Bapak Anis Catur Adi, Ir., M.Si, selaku Ketua Bagian Gizi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

3. Dinas Kesehatan Kota Surabaya yang telah memberikan ijin untuk

melakukan penelitian serta memberikan kemudahan dalam memperoleh data.

4. Kepala Puskesmas Sidotopo beserta stafnya yang telah memberikan ijin

untuk dapat melakukan penelitian dan memperoleh data di Wilayah Kerja

Puskesmas Sidotopo Surabaya.

5. Bu Nurul selaku bidan di Puskesmas Sidotopo yang telah membantu dan

(6)

6. Ibu-ibu kader Posyandu Kelurahan Sidotopo yang telah membantu dan

memberi kemudahan dalam pengumpulan data.

7. Ayah, Ibu, Mas Haris, dan Mbak Linda yang telah memberikan doa restu

serta dukungan sehingga terselesaikannya skripsi ini.

8. Sahabatku tercinta (Ririt, Ratna, dan Marita) dan semua teman-temanku

(Tyas, Sulis, Iir dan Erika) yang telah membantu dan memberikan masukan

serta saran untuk kelancaran penulisan skripsi ini.

9. Semua teman-temanku angkatan ext’02 yang telah berjuang bersama-sama

baik suka maupun duka selama dibangku perkuliahan.

10.Dan semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian yang tidak

dapat kami sebut satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah

diberikan dan semoga skripsi ini berguna baik bagi diri kami sendiri maupun fihak

lain yang memanfaatkan.

(7)

ABSTRACT

Nowadays zinc role in growth and development has been found. Zinc deficiency can cause unhealthy baby and children and at the end can influence their growth and development. It’s presumed that zinc deficiency as a factor that cause Protein Energy Malnutrition (PEM) with infection. Economic crisis caused increasing of severe nutritional cases in Sidotopo 13,85 %. To overcome this problem is need an effort to increase children’s under five years nutritional status by giving zinc suplementation.

The aim of this research was to know the influence of zinc suplementation to weight, height and nutritional status changes at children under five years with severe nutritional status in Sidotopo sub district, Surabaya, 2006.

Thus research was a quasi experimental study with pre – post test control group design. 40 children under five years (6 – 60 month) was choosen as samples, 20 samples as control group and 20 samples as treatment group. Paired t test and independent t test was used to analyze statistical analysis.

The result showed there were 95 % samples in treatment group and 80 % samples in control group that increase there weight. Based on statistical test, there was weight difference before and after treatment and there was weight different between treatment and control group. 65 % samples in treatment group had height increasing, but 65 % samples in control group had height decline. Based on statistical test, there was height difference before and after treatment and there was height difference between treatment and control group.

It’s concluded suplementation of zinc sulfat in children under five years with severe nutritional status can increase weight and height. And it’s suggested to give suplementation of zinc sulfat with feeding suplementation to increase nutritional status of severe nutritional status patient.

(8)

ABSTRAK

Peranan zinc dalam proses tumbuh kembang baru akhir-akhir ini ditemukan, apabila kekurangan seng cenderung menyebabkan bayi dan anak kurang sehat, yang pada gilirannya mempengaruhi tumbuh kembangnya. Dapat diperkirakan bahwa kekurangan seng merupakan salah satu faktor hingga hampir semua penderita KEP-berat disertai infeksi. Terjadinya krisis ekonomi mengakibatkan kasus gizi buruk terjadi peningkatan yang sangat tinggi terutama di wilayah kerja Puskesmas Sidotopo yaitu sebesar 13.85%. Untuk mengatasi hal ini maka perlu diupayakan peningkatan status gizi Balita dengan cara pemberian suplemen zinc sulfat.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh zinc sulfat terhadap perubahan berat badan, tinggi badan, dan status gizi pada Balita gizi buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya Tahun 2006.

Penelitian ini menurut rancang bangunnya merupakan penelitian eksperimental semu dengan menggunakan pre post study design. Besar sampel penelitian sebanyak 40 Balita (6-60 bulan), yang terdiri dari 20 kelompok perlakuan dan 20 kelompok kontrol. Uji statistik yang digunakan adalah uji t test sampel berpasangan dan uji t test sampel bebas.

Dari hasil penelitian ini didapatkan pada kelompok perlakuan berat badan Balita mengalami kenaikan 95%, sedangkan pada kelompok kontrol 80% juga mengalami kenaikan berat badan. Berdasarkan uji statistik pada kelompok perlakuan bahwa ada perbedaan berat badan sebelum dan sesudah perlakuan, sedangkan pada kelompok kontrol ada perbedaan berat badan sebelum dan sesudah perlakuan. Berdasarkan uji statistik bahwa ada perbedaan antara berat badan balita kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Sedangkan pada kelompok perlakuan tinggi badan Balita mengalami kenaikan 65%, dan pada kelompok kontrol 65% tinggi badannya tetap. Berdasarkan uji statistik pada kelompok perlakuan bahwa ada perbedaan tinggi badan sebelum dan sesudah perlakuan, sedangkan pada kelompok kontrol juga ada perpedaan tinggi badan sebelum dan sesudah perlakuan. Berdasarkan uji statistik bahwa tidak ada perbedaan antara tinggi badan balita kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian suplemen zinc sulfat pada Balita gizi buruk dapat meningkatkan berat badan maupun tinggi badan Balita. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan pemberian zinc sulfat bersama dengan pemberian makanan tambahan (PMT) untuk peningkatan status gizi pada penderita gizi buruk.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRACT ... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Identifikasi Masalah ... 3

I.3. Perumusan Masalah ... 6

BAB II TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 7

II.1. Tujuan Penelitian ... 7

II.2. Manfaat Penelitian ... 8

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ... 9

III.1. Anak Balita ... 9

III.1.1. Pengertian Balita ... 9

III.1.2. Kondisi Fisiologis Balita ... 9

III.1.3. Pertumbuhan dan Perkembangan ... 10

III.2. Status Gizi ... 13

III.2.1. Pengertian Status Gizi ... 13

III.2.2. Klasifikasi Status Gizi ... 14

III.2.3. Penentuan Status Gizi ... 15

III.2.4. Indeks Yang Digunakan ... 16

III.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi ... 20

III.3. Pola Konsumsi dan Tingkat Konsumsi, Serta Faktor-faktor Yang Mempengaruhi ... 22

III.3.1. Pola Konsumsi ... 22

III.3.2. Tingkat Konsumsi ... 23

III.4. Seng (Zn) ... 29

(10)

III.4.3. Kebutuhan Seng ... 33

III.4.4. Bahan Makanan Sumber Seng dan Penghambat Penyerapan Seng ... 34

III.4.5. Defisiensi dan Kelebihan Seng ... 35

III.4.6. Penentuan Status Seng ... 37

III.4.7. Peranan Seng ... 38

III.4.8. Interaksi Antara Seng Dan Gizi Buruk .... 39

III.4.9. Interaksi Anatar Seng Dan Tumbuh Kembang ... 40

III.4.10. Interaksi Antara Seng Dan Vitamin A ... 41

III.4.11. Suplementasi Seng ... 42

BAB IV KERANGKA KONSEPTUAL ... 43

IV.1. Model Hubungan Antar Variabel ... 43

IV.2. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ... 44

IV.3. Hipotesis ... 45

BAB V METODE PENELITIAN ... 46

V.1. Rancangan Bangun Penelitian ... 46

V.2. Populasi Penelitian ... 46

V.3. Sampel, Cara Pengambilan Sampel, dan Besar Sampel Penelitian ... 46

V.4. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 48

V.5. Variabel, Definisi Operasional, dan Cara Pengukuran ... 48

V.6. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 53

V.7. Teknik Analisis Data ... 55

KERANGKA OPERASIONAL ... 52

BAB VI HASIL PENELITIAN ... 56

VI.1. Gambaran Umum Puskesmas Sidotopo ... 56

VI.2. Gambaran Umum Kelurahan Sidotopo ... 56

VI.3. Karakteristik Orang Tua Balita ... 60

VI.4. Karakteristi Balita ... 65

VI.5. Karakteristik Pola Konsumsi Makanan Balita ... 69

VI.6. KarakteristikTingkat Konsumsi Makanan Balita .. 84

VI.7. Perubahan Berat Badan Dan Tinggi Badan Balita ... 97

BAB VII PEMBAHASAN ... 99

VII.1. Karakteristik Orang Tua Balita ... 99

VII.2. Karakteristi Balita ... 100

VII.3. Pola Konsumsi Makanan Balita ... 102

(11)

VII.5. Perubahan Berat Badan Dan

Tinggi Badan Balita ... 113

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

VIII.1. Kesimpulan ... 119

VIII.2. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 122

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

III.1. Penentuan Status Gizi Bagi Anak Balita Laki-laki Dan Perempuan

Berdasarkan Z-Score Baku NCHS ... 18 III.2. Nilai Rujukan Konsentrasi Seng ... 37 III.3. Distribusi Luas Wilayah Menurut Penggunaan Tanah di

Kelurahan Sidotopo Kota Surabaya Tahun 2005/2006 ... 56 III.4. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

di Kelurahan Sidotopo Kota Surabaya Tahun 2005/2006 ... 57 III.5. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan di Kelurahan

Sidotopo Kota Surabaya Tahun 2005/2006 ... 57 III.6. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

di Kelurahan Sidotopo Kota Surabaya Tahun 2005/2006 ... 58 III.7. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kelurahan

Sidotopo Kota Surabaya Tahun 2005/2006 ... 58 III.8. Distribusi Orang Tua Balita Berdasarkan Tingkat Pendidikan

di Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya

Tahun 2006 ... 60 III.9. Distribusi Orang Tua Balita Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan

Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya Tahun 2006 ... 61 III.10. Distribusi Orang Tua Balita Berdasarkan Pendapatan Keluarga

di Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya

Tahun 2006 ... 62 III.11. Distribusi Orang Tua Balita Berdasarkan Pengeluaran Pangan

Keluarga di Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo

Kota Surabaya Tahun 2006 ... 63 III.12. Distribusi Orang Tua Balita Berdasarkan Pengetahuan Gizi Ibu

di Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya

Tahun 2006 ... 64 III.13. Distribusi Balita Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan Sidotopo

Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya Tahun 2006 ... 65 III.14. Distribusi Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Sidotopo

Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya Tahun 2006 ... 66 III.15. Distribusi Balita Berdasarkan Status Gizi BB/U di Kelurahan

Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya Tahun 2006 ... 66 III.16. Distribusi Balita Berdasarkan Status Gizi BB/TB di Kelurahan

Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya Tahun 2006 ... 67 III.17. Distribusi Balita Berdasarkan Frekuensi Makan Dalam Sehari

di Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya

(13)

Kota Surabaya Tahun 2006 ... 69 III.19. Distribusi Balita Berdasarkan Susunan Makanan Sehari

Di Rumah di Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo

Kota Surabaya Tahun 2006 ... 70 III.20. Distribusi Pola Makan Balita Kelompok Perlakuan Berdasarkan

Frekuensi Makan di Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo

Kota Surabaya Tahun 2006 ... 73 III.21. Distribusi Pola Makan Balita Kelompok Kontrol Berdasarkan

Frekuensi Makan di Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo

Kota Surabaya Tahun 2006 ... 76 III.22. Distribusi Balita Kelompok Perlakuan Berdasarkan Pola Konsumsi

Makan Dan Frekuensi Makan Makanan Sumber Seng di Kelurahan

Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya Tahun 2006 ... 79 III.23. Distribusi Balita Kelompok Kontrol Berdasarkan Pola Konsumsi

Makan Dan Frekuensi Makan Makanan Sumber Seng di Kelurahan

Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya Tahun 2006 ... 82 III.24. Distribusi Balita Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi

di Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya

Tahun 2006 ... 83 III.25. Distribusi Balita Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein

di Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya

Tahun 2006 ... 85 III.26. Distribusi Balita Berdasarkan Tingkat Konsumsi Lemak

di Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya

Tahun 2006 ... 87 III.27. Distribusi Balita Berdasarkan Tingkat Konsumsi Karbohidrat

di Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya

Tahun 2006 ... 88 III.28. Distribusi Balita Berdasarkan Tingkat Konsumsi Besi (Fe)

di Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya

Tahun 2006 ... 90 III.29. Distribusi Balita Berdasarkan Tingkat Konsumsi Vitamin A

di Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya

Tahun 2006 ... 92 III.30. Distribusi Balita Berdasarkan Tingkat Konsumsi Vitamin B1

di Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya

Tahun 2006 ... 93 III.31. Distribusi Balita Berdasarkan Tingkat Konsumsi Vitamin C

di Kelurahan Sidotopo Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya

Tahun 2006 ... 95 III.32. Distribusi Perubahan Berat Badan Balita di Kelurahan Sidotopo

Puskesmas Sidotopo Kota Surabaya Tahun 2006 ... 97 III.33. Distribusi Perubahan Tinggi Badan Balita di Kelurahan Sidotopo

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran

1. Formulir Kuesioner

2. Formulir Pola Konsumsi (Food Frekuensi) 3. Formulir Recall 2x24 jam (Food Recall) 4. Formulir Frekuensi Makan Zat Seng 5. Output BB dan TB

6. Output Konsumsi Zat Gizi

7. Status Gizi Awal dan Akhir Balita Kelompok Perlakuan & Kelompok Kontrol

8. Presentase Prevalensi Balita Gizi Buruk Di Kota Surabaya Yang Dilaksanakan Oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2005

(16)

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Daftar Arti Lambang

% = persen

n = jumlah

µg/dl = mikrogram per desiliter

μg/l = mikrogram per liter

Daftar Singkatan

BB = Berat Badan TB = Tinggi Badan KKal = Kilo Kalori mg = mili gram SD = Standar Deviasi

BB/U = Berat Badan menurut Umur

BB/TB = Berat Badan menurut Tinggi Badan Zn SO4 = Zinc Sulfat

RDA = Recommended Dietery Allowance WHO = World Health Organization

WKNPG = Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi DKBM = Daftar Komposisi Bahan Makanan KEP = Kurang Energi Protein

RBP = Retinol Binding Protein Gilut = Gigi dan mulut

Z-Score = Standar deviasi unit

WHO-NCHS = World Health Organization-National Centre for Health Statistics NCHS = National Centre for Health Statistics

(17)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Seng (Zn) merupakan zat gizi yang esensial dan telah mendapat perhatian

yang cukup besar akhir-akhir ini. Seng berperan untuk bekerjanya lebih dari 70

macam enzim karena peranannya dalam sintesa ADN, ARN (keduanya unsur

utama genetika), dan protein. Maka defisiensi seng dapat menghambat

pembelahan sel, pertumbuhan dan pemulihan jaringan (Olson et.al., dalam

Karyadi, 1996). Ada kemungkinan seng berinteraksi dengan defisiensi vitamin A

dalam proses terjadinya buta senja (Karyadi, 1996).

Sampai saat ini di Indonesia masih harus menghadapi masalah gizi

kurang yang pada umumnya terdapat di Negara-negara sedang berkembang,

yaitu masalah Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia

Defisiensi Besi, serta masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY).

Disamping masalah gizi kurang yang utama tersebut, juga harus menghadapi

masalah gizi lebih, serta masalah defisiensi gizi mikro yang lainnya, seperti

defisiensi seng (Zn) (Depkes RI, 2002).

Kekurangan zat gizi akan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan

perkembangan yang mengakibatkan seseorang sulit menerima pendidikan,

menguasai informasi dan teknologi sehingga kualitas sumberdaya manusia jauh

(18)

sebagai indikator kualitas hidup masyarakat (Widya Karya Nasional Pangan dan

Gizi, 1998).

Pemenuhan zat gizi pada masa janin merupakan modal dasar bagi tumbuh

kembang anak pada usia selanjutnya. Peran gizi pada tumbuh kembang sangat

jelas. Pertumbuhan dalam arti proses bertambahnya struktur dan ukuran tubuh

adalah hasil langsung pemenuhan kebutuhan zat gizi, khususnya energi dan

protein. Tidak jarang dari mereka mengalami gangguan tumbuh kembang karena

kekurangan energi dan protein, juga menderita kekurangan zat gizi mikro yaitu

vitamin dan mineral. Salah satu zat gizi mikro yang berperan dalam tumbuh

kembang adalah seng (Satoto, 1996).

Prevalensi status gizi Balita di provinsi Jawa Timur berdasarkan

SUSENAS 1995, yaitu sebesar 3,8% berstatus gizi lebih, sebanyak 63,7%

berstatus gizi baik, sebanyak 28,4% berstatus gizi kurang, dan sebanyak 4,2%

berstatus gizi buruk. KEP nyata tercatat sebanyak 32,6% (Widya Karya Nasional

Pangan dan Gizi, 1998).

Mineral seng (Zn) merupakan mineral mikro yang mutlak dibutuhkan

untuk memelihara kehidupan yang optimal meskipun dalam jumlah yang sangat

kecil. Peran terpenting seng bagi makhluk hidup adalah untuk pertumbuhan dan

pemeliharaan sel, sebab seng berperan pada sintesis dan degradasi karbohidrat,

protein, lemak, asam nukleat, dan pembentukan embrio. Dalam hal ini, seng

dibutuhkan untuk proses percepatan pertumbuhan, menstabilkan struktur

(19)

Konsentrasi seng serum pada manusia menurun jika sedang menderita

infeksi seperti disentri, demam tifoid, tuberculosis. Sebaiknya konsentrasi seng

serum yang rendah berakibat menurunnya daya tahan tubuh, hingga keadaan

kekurangan seng memudahkan timbulnya berbagai macam infeksi. Diperkirakan

bahwa kekurangan seng merupakan salah satu faktor hingga hampir semua

penderita KEP-berat disertai infeksi (Pudjiadi, 2001).

Beberapa zat seperti asam sitrat, asam palmitat, dan asam pikolinat dapat

membantu meningkatkan absorbsi seng. Sedangkan fitat dan serat dapat

menghambat absorbsi seng dalam tubuh. Kelompok yang paling rentan terhadap

defisiensi seng adalah anak dalam masa pertumbuhan, masa produktif dan masa

penyembuhan.

I.2 Identifikasi Masalah

Defisiensi seng banyak ditemukan pada anak di Negara berkembang,

disebabkan kurangnya konsumsi bahan makanan sumber hewani terutama daging

dan produknya (susu, hati, telur), bioavailabilitas seng dalam diet setempat, dan

hilangnya seng akibat diare berulang. Tingginya insiden penyakit infeksi juga

dapat merupakan indikasi defisiensi seng, karena seng dapat menurunkan fungsi

kekebalan tubuh (Depkes RI Bogor, 2005).

Beberapa peneliti telah membuktikan dampak defisiensi seng,

diantaranya adalah terhambatnya pertumbuhan, terhambatnya proses

(20)

ketajaman rasa, lambatnya proses penyembuhan luka, impotensia, penurunan

daya kekebalan tubuh, gangguan neuropsikologis, kelainan kulit, penurunan

efisiensi makanan serta gangguan fungsi membrane. Defisiensi seng sering

terjadi pada kelompok usia rawan, yaitu anak-anak dalam masa pertumbuhan, ibu

hamil dan menyusui, serta orang tua.

Analisis data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2004) dalam

rangka Proyek Community Health and Nutrition III di lima provinsi

menunjukkan tingginya jumlah anak pendek (stunted) ini mencapai 42,8% -

51,3% dari total anak Balita. Penyebabnya tidak lain adalah rendahnya asupan

pangan hewani yang kaya seng, serta tingginya konsumsi serealia atau

kacang-kacangan yang mengandung fitat sehingga mengganggu penyerapan seng.

Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi Buruk pada anak Balita yang

dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kotamadya Surabaya tahun 2005, didapatkan

bahwa prevalensi gizi buruk Balita sebanyak 13,85% di wilayah kerja Puskesmas

Sidotopo, sebanyak 7,9% di Puskesmas Benowo, sebanyak 6,18% di Puskesmas

Putat Jaya, sebanyak 5,12% di Puskesmas Dukuh Kupang, dan sebanyak 4,01%

di Puskesmas Sidosermo.

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa prevalensi status gizi buruk

di wilayah kerja Puskesmas Sidotopo Surabaya sangat tinggi jika dibandingkan

dengan wilayah kerja Puskesmas lain yang berada dikota Surabaya yaitu sebesar

13.85%. Hal inilah yang menjadi pertimbangan bagi peneliti untuk memilih

(21)

Kebutuhan seng pada Balita menurut Angka Kecukupan Gizi yang

dianjurkan masing-masing sebesar 10 mg/hari. Bila ini tidak terpenuhi dari

makanan yang dikonsumsi selama jangka waktu tertentu akan dapat menurunkan

daya tahan tubuh Balita dan meningkatkan risiko terjadinya berbagai penyakit

infeksi.

Peranan seng dalam proses tumbuh kembang baru tahun-tahun terakhir

ini ditemukan, dimana apabila kekurangan seng cenderung menyebabkan bayi

dan anak kurang sehat, yang pada gilirannya mempengaruhi tumbuh

kembangnya. Menurut hasil penelitian Mundiastuti (2002) yang dilakukan pada

anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Jagir, Kecamatan Wonokromo dan Kelurahan

Bendul Merisi Kecamatan Wonocolo Kotamadya Surabaya, menunjukkan bahwa

ada perbedaan kenaikan BB/U yang bermakna antara anak yang diberi suplemen

seng dengan tidak, dan ada perbedaan TB/U yang bemakna antara yang diberi

suplemen seng dengan yang tidak. Pada kelompok perlakuan juga menunjukkan

adanya perbaikan selera makan pada anak.

Berbagai penelitian tentang gizi yang berhubungan dengan status gizi

pada Balita telah banyak dilakukan. Sedangkan yang meneliti pengaruh zinc

sulfat terhadap peningkatan berat badan, tinggi badan, dan status gizi pada Balita

gizi buruk masih jarang. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis ingin

meneliti apakah ada pengaruh zinc sulfat terhadap peningkatan berat badan,

tinggi badan, dan status gizi pada Balita gizi buruk, yang akan dilaksanakan di

(22)

I.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka masalah yang

ingin diteliti adalah sebagai berikut :

Apakah ada pengaruh zinc sulfat terhadap peningkatan berat badan, tinggi badan,

(23)

BAB II

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

II.1 Tujuan Penelitian II.1.1 Tujuan Umum

Mempelajari pengaruh zinc sulfat terhadap perubahan berat badan,

tinggi badan, dan status gizi pada Balita gizi buruk.

II.1.2 Tujuan Khusus

1. Mempelajari karakteristik Balita yang meliputi umur, dan jenis kelamin.

2. Mempelajari karakteristik keluarga yang meliputi pendidikan dan

pengetahuan gizi ibu, serta pendapatan keluarga.

3. Mempelajari pola konsumsi makanan Balita.

4. Mempelajari tingkat konsumsi makanan Balita yang meliputi konsumsi

energi, karbohidrat, protein, lemak, besi, vitamin A, vitamin B1, dan

vitamin C.

5. Menganalisis status gizi pada Balita gizi buruk.

6. Menganalisis peningkatan berat badan, dan tinggi badan pada Balita gizi

(24)

II.2 Manfaat Penelitian II.2.1 Bagi Peneliti

Dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman menerapkan ilmu

yang telah diperoleh selama perkuliahan.

II.2.2 Bagi Masyarakat

Dapat memberikan sumbangan informasi kepada masyarakat tentang

pentingnya konsumsi makanan sumber seng untuk dapat meningkatkan status

gizi terutama pada Balita gizi buruk.

II.2.3 Bagi Institusi

Sebagai informasi yang bisa digunakan untuk perencanaan atau

pelaksanaan upaya perbaikan gizi di wilayah kerja Puskesmas Sidotopo

(25)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Anak Balita III.1.1 Pengertian Balita

Balita didefinisikan sebagai individu atau sekelompok individu dari suatu penduduk yang berada dalam rentang usia tertentu. Menurut Moore 1997 usia balita bisa terbagi menjadi tiga yaitu : golongan usia bayi (0-2 tahun), golongan usia Balita (2-3 tahun), dan golongan usia pra sekolah (3-5 tahun). Sedangkan menurut WHO, kelompok usia Balita adalah 0-60 bulan (Widya Karya Pangan dan Gizi VI, 1998).

III.1.2 Kondisi Fisiologis Balita

(26)

III.1.3 Pertumbuhan dan Perkembangan

Setiap manusia yang hidup mengalami proses tumbuh kembang, tumbuh berarti berkaitan dengan perubahan ukuran, sedangkan kembang berhubungan dengan aspek deferensiasi bentuk atau fungsi termasuk perubahan emosi dan sosial. Tumbuh kembang merupakan proses continue sejak dari konsepsi sampai maturasi atau dewasa yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan (Santoso, 1999).

Ada beberapa macam pengertian pertumbuhan dan perkembangan, diantaranya :

Tumbuh yang peristiwanya disebut pertumbuhan adalah proses yang berhubungan dengan bertambah besarnya ukuran fisik karena terjadi pembelahan dan bertambah banyaknya sel, disertai bertambahnya substansi intersiil pada jaringan tubuh. Proses tersebut dapat diamati dengan adanya perubahan-perubahan pada besar dan bentuk yang dinyatakan dalam nilai-nilai ukuran tubuh, misalnya berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas dan sebagainya (Narendra, 2002).

(27)

Kembang yang peristiwanya disebut perkembangan adalah proses yang berhubungan dengan fungsi organ atau alat tubuh karena terjadinya pematangan. Pada pematangan ini terjadi diferensiasi sel dan maturasi alat atau organ sesuai dengan fungsinya. Proses tersebut dapat diamati dengan bertambahnya kepandaian ketrampilan dan perilaku (Narendra, 2002).

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan system organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1995).

Anak yang sehat akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan wajar, yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya dan memiliki kemampuan sesuai standar kemampuan anak seusianya.

(28)

Ciri-ciri Anak Sehat menurut Departemen Kesehatan RI dalam Santoso (1999) adalah :

a. Tumbuh dengan baik, yang dapat dilihat dari naiknya berat dan tinggi badan secara teratur dan proporsional.

b. Tingkat perkembangannya sesuai dengan tingkat umurnya. c. Tampak aktif atau gesit dan gembira.

d. Mata bersih dan bersinar. e. Nafsu makan baik.

f. Bibir dan lidah tampak segar. g. Pernafasan tidak berbau.

h. Kulit dan rambut tampak bersih dan tidak kering. i. Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Bila ciri-ciri ini telah dimiliki oleh anak, maka pertumbuhan dan perkembangan anak biasanya dapat dikatakan wajar atau normal.

Ciri anak sehat dapat dilihat dari tiga segi, yaitu :

1. Dari segi fisik, ditandai dengan sehatnya badan dan pertumbuhan jasmani yang normal.

2. Dari segi psikis, anak yang sehat itu jiwanya berkembang secara wajar, pikiran bertambah cerdas, perasaan bertambah peka, kemauan bersosialisasi baik.

(29)

III.2 Status Gizi

III.2.1 Pengertian Status Gizi

Berbagai konsep yang diungkapkan oleh pakar gizi tentang pengertian status gizi. Dari berbagai konsep tersebut pada prinsipnya hampir sama.

Status gizi adalah merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk kedalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient out put) akan zat gizi tersebut. Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor antara lain : tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan aktifitas fisik, dan faktor yang bersifat relative, yaitu gangguan pencernaan (ingestion), perbedaan daya serap (absorpsion), tingkat penggunaan (afilization), dan perbedaan pengeluaran dan penghancuran (excretion and destruktion) dari zat gizi tersebut dalam tubuh (Supariasa, 2001).

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Status gizi dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Zat gizi sangat berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktifitas kerja serta daya tahan terhadap penyakit infeksi (Almatsier, 2001).

(30)

kebutuhan atas umur, jenis kelamin, aktifitas maupun kondisi dari individu (Pudjiadi, 2001).

III.2.2 Klasifikasi Status Gizi

Berdasarkan Baku Harvard keadaan gizi di klasifikasikan ke dalam empat keadaan, yaitu :

a. Gizi lebih untuk overweight, termasuk pada keadaan ini adalah kegemukan atau obesitas.

b. Gizi baik untuk well nourished.

c. Gizi kurang untuk under weight, yang meliputi mild and moderate protein malnutrition.

d. Gizi buruk, seperti marasmus, marasmic kwashiorkor dan kwashiorkor. Status gizi lebih adalah keadaan patologis yang disebabkan oleh kelebihan jumlah kalori dan zat-zat gizi lain dalam jangka waktu lama. Kegemukan merupakan tanda pertama yang dapat dilihat dari keadaan gizi lebih (Sukarjo, 1986).

(31)

Status gizi kurang adalah suatu keadaan tidak sehat (patologis) yang timbul karena tidak cukup makan dan dengan demikian konsumsi energi kurang selama jangka waktu tertentu. Biasanya juga kurang dalam satu atau lebih zat gizi esensial lainnya. Berat badan yang menurun adalah tanda umum dari kurang gizi (Sukarjo, 1986).

Status gizi buruk adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kekurangan makanan sumber energi dan protein secara umum, yang berdampak menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi dan berakibat rendahnya tingkat kecerdasan, dan akhirnya dapat menyebabkan kematian dini (Almatsier, 2001).

III.2.3 Penentuan Status Gizi

Pertumbuhan merupakan suatu proses yang kontinyu, oleh karena itu pertumbuhan merupakan indikator dari perkembangkan status gizi anak. Dengan demikian penilaian pencapaian pertumbuhan (growth achievement) atau ukuran fisik atau antropometri pada saat tertentu dapat memberikan indikasi tentang status gizi seorang anak pada saat pengukuan. Jadi dengan kata lain antropometri dapat digunakan sebagai indikator status gizi (Basuni, 2002).

Ada beberapa keuntungan menggunakan Antropometri untuk penentuan status gizi, yaitu :

(32)

2. Dapat digunakan pada posisi tidur, duduk, dan berdiri. 3. Sesuai untuk sampel besar.

4. Peralatan yang digunakan relative tidak mahal. 5. Bersifat portable (bisa dibawa kemana-mana).

6. Bisa dibuat atau dibeli oleh masyarakat atau instansi setempat. 7. Tidak memerlukan skill tinggi dalam menggunakannya.

8. Metode dapat memberikan hasil yang akurat, asal mengikuti cara yang betul.

9. Hasil antropometri dapat mengggambarkan terjadinya sesuatu dalam jangka waktu sebelumnya.

10. Dapat digunakan untuk screening test. (Gibson, 1990).

III.2.4 Indeks yang Digunakan

Cara termudah untuk menilai status gizi dilapangan adalah dengan pengukuran antropometri, karena sederhana, murah, dapat dilakukan siapa saja dan cukup teliti. Data antropometri yang sering digunakan adalah berat badan, tinggi badan, sedangkan indikator antropometri yang sering dipakai untuk menilai status gizi yaitu berat badan terhadap umur (BB/U), tinggi badan terhadap umur (TB/U) dan berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) (Apriadji, 1993).

(33)

dengan ketiga indeks ini dapat diketahui dengan jelas karakteristik individu maupun masyarakat (Basuni, 2002).

Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang penting digunakan untuk mengukur status gizi. Berat badan merupakan hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh, dan lain-lain. Berat badan dipakai sebagai indikator yang terbaik untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak dan sangat sensitif terhadap perubahan sedikit saja (Soetjiningsih, 1995).

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac stick), faktor umur dapat dikesampingkan (Supariasa, 2001).

Selama ini diketahui ada tiga cara penyajian penilaian status gizi, yaitu :

a. Dalam bentuk persen terhadap nilai median rujukan.

b. Dalam bentuk nilai Z-score atau Standart Deviasi (SD) dari nilai median rujukan.

c. Dalam bentuk nilai persentil dari sebaran nilai rujukan.

(34)

lebih lanjut, baik untuk perbandingan, kecenderungan maupun analisis hubungan (Basuni, 2002).

Beberapa klasifikasi penentuan status gizi bagi anak Balita baik laki-laki maupun perempuan berdasarkan Z-Score baku NCHS yang disusun oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun 2004, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel III.1 : Penentuan Status Gizi Bagi Anak Balita Baik Laki-laki

Dan Perempuan Berdasarkan Z-Score Baku NCHS

INDEK STATUS GIZI AMBANG BATAS

Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Lebih Normal Rendah

Sangat Rendah

>+2 SD

≥-2 SD sampai +2 SD <-2 SD sampai ≥-3 SD <-3 SD

Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Jangkung Normal Pendek

Sangat Pendek

>+2 SD

≥-2 SD sampai +2 SD <-2 SD sampai ≥-3 SD <-3 SD

Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Gemuk Normal

Kurus (Wasted) Sangat Kurus

>+2 SD

≥-2 SD sampai +2 SD <-2 SD sampai ≥-3 SD <-3 SD

SD : Standar Deviasi

(35)

Kelebihan indeks BB/U :

1. Sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek 2. Dapat mendeteksi kegemukan

Kelemahan indeks BB/U :

1. Dapat terjadi kekeliruan interpretasi status gizi bila terdapat edema 2. Memerlukan data umur yang akurat

3. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran

Untuk menjaga ketepatan timbangan selalu dikontrol keseimbangannya pada titiknol setiap kali melakukan penibangan (Narendra , 2002).

Kelebihan indeks BB/TB : 1. Tidak memerlukan data umur

2. Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan kurus) Kelemahan indeks BB/TB :

1. Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya, karena faktor umur tidak dipertimbangkan

2. Kesulitan dalam melakukan pengukuran tinggi badan pada balita 3. Membutuhkan dua macam alat ukur

4. Pengukuran relatif lebih lama

5. Membutuhkan dua orang untuk melakukannya

(36)

III.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Status gizi seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang berperan dalam menentukan status gizi seseorang antara lain :

1. Pendapatan Keluarga

Menurut Berg (1986) pendapatan mempengaruhi daya beli keluarga akan bahan makanan yang bergizi karena tingkat penghasilan menentukan jenis pangan yang akan dibeli.

Rendahnya pendapatan sebagai rintangan lain yang menyebabkan orang-orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Ada pula keluarga yang berpenghasilan cukup tetapi sebagian anaknya menderita gizi kurang, karena kurang baiknya pengaturan belanja, mutu, dan keragaman pangan serta belum terbiasanya membuat perencanaan pengeluaran keluarga yang baik (Sayogjo, 1986).

Menurut Apriadji (1993) pendapatan yang rendah merupakan kendala untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup yang sehat yaitu terpenuhinya zat gizi dari sudut kualitas maupun kuantitas, karena dengan uang yang terbatas itu tidak banyak pilihan.

(37)

memuaskan tersebut ternyata hanya sampai umur 4,6-6 bulan saja (Pudjiadi, 2001).

2. Pendidikan dan Pengetahuan Gizi Ibu

Menurut Sayogjo (1986) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan rata-rata penduduk yang masih rendah, khususnya dikalangan wanita merupakan salah satu masalah pokok yang berpengaruh terhadap masalah kesehatan, khususnya untuk pendidikan ibu, pengaruhnya terhadap status gizi anggota rumah tangganya sangat besar, karena biasanya ibu rumah tangga menjadi penentu dan pengatur konsumsi makanan.

Pendidikan formal maupun informal diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dalam upaya mengatur dan mengetahui hubungan antara makanan dan kesehatan, atau kebutuhan tubuh termasuk kebutuhan zat gizi bagi anggota keluarganya. Seorang ibu dengan pendidikan yang tinggi akan dapat merencanakan menu makanan yang sehat dan bergizi bagi dirinya dan keluarganya dalam upaya memenuhi zat gizi yang diperlukan (Sediaoetama, 1999).

(38)

Dengan demikian ibu rumah tangga dengan tingkat pendidikan yang rendah akan menyebabkan pengetahuan yang terbatas sehingga mempengaruhi kualitas perencanaan pola makan keluarga yang lebih lanjut akan berpengaruh juga terhadap keadaan status gizi dan anggota keluarga (Khumaidi M, 1984).

III.3 Pola Konsumsi, dan Tingkat Konsumsi, Serta Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

III.3.1 Pola Konsumsi

Pola konsumsi adalah cara yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang yang memilih dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial (Suhardjo, 1989).

Sedangkan pola makan adalah kebiasaan makan yang terbentuk dari perilaku makan yang berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama (Sediaoetama, 1999).

(39)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola makan seseorang adalah : a. Faktor lingkungan, agama, kepercayaan dan sosial budaya

Faktor lingkungan dan sosial budaya bersama faktor-faktor lain seperti pendidikan, agama dan kepercayaan, pendapat tentang kesehatan, pengetahuan gizi, produksi pangan dan sistem distribusi akan membentuk gaya hidup (life style) seseorang. Salah satu manifestasi adalah menjelaskan kebiasaan makan seseorang, susunan hidangan makan keluarga dan masyarakat.

b. Faktor kondisi kesehatan tubuh

Kondisi kesehatan tubuh seseorang akan mempengaruhi pola makan, misalnya pola makan seseorang dengan penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus akan berbeda dengan pola makan orang yang sehat (Khosman, 2000).

III.3.2 Tingkat Konsumsi

Tingkat konsumsi akan menunjukkan keadaan kesehatan gizi seseorang dimana tingkat konsumsi ini ditentukan oleh kualitas dan kuantitas makan yang dikonsumsi (Sediaoetama, 1999).

(40)

tubuh. Jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, secara kualitas dan kuantitas, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan dan gizi yang sebaik-baiknya (konsumsi adekuat). Sebaliknya bila susunan hidangan tidak memenuhi kebutuhan tubuh maka akan menyebabkan kondisi kesehatan gizi kurang atau defisiensi (Sediaoetama, 1999).

KEP seringkali ditemukan pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, dimana pada usia ini tubuh memerlukan zat gizi tinggi, sehingga apabila kebutuhan zat gizi itu tidak tercukupi, maka tubuh akan menggunakan cadangan zat makanan yang ada. Lama kelamaan cadangan itu akan habis dan akan menyebabkan terjadinya perubahan dan akhirnya menimbulkan kelainan anatomis (Agus, 2001).

Ada tiga macam tingkat kesehatan gizi sebagai hasil dari tingkat konsumsi, yaitu :

1. Tingkat kesehatan gizi yang optimum

Dalam kondisi ini tubuh terbebas dari penyakit, mempunyai daya kerja dan daya tahan tubuh yang optimum.

2. Tingkat kesehatan gizi sebagai hasil konsumsi berlebih

(41)

3. Tingkat kesehatan gizi sebagai hasil konsumsi yang kurang

Pada tingkat ini daya tahan tubuh menurun dan akan dapat menimbulkan penyakit defisiensi gizi, seperti marasmus, kwashiorkor, dan marasmus kwashiorkor.

Tingkat konsumsi makan pada anak dapat dikatakan terpenuhi apabila : 1. Dari pengamatan sehari-hari terlihat nafsu makan yang baik dan hidangan

yang disediakan dapat dihabiskan.

2. Kurve pertumbuhan memuaskan, khususnya kurve berat dan tinggi badan.

3. Bentuk perawakan normal dengan tonus otot, jaringan lemak subkutan

dan pertumbuhan rambut yang cukup. 4. Perkembangan dan aktifitaas normal.

5. Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal, missal kadar hemoglobin, protein serum, besi serum, feritin, dan lain-lain.

Untuk meneliti tingkat konsumsi seseorang dapat dilakukan menggunakan tiga metode, yaitu :

1. Metode Recall

(42)

2. Metode Menimbang

Pelaksanaan metode ini dengan cara peneliti mengunjungi responden untuk menimbang bahan makanan yang telah dikonsumsi oleh responden. 3. Metode Inventaris

Pada metode ini, responden diberi buku catatan untuk mencatat makanan yang telah dikonsumsi oleh responden, mulai jenis makanan, ukuran, jam dan tanggal. Hasilnya kemudian dianalisa dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan.

Kemudian hasil dari ketiga metode itu dibandingkan dengan RDA (Recommended Dietary Allowences) (Sediaoetama, 1999).

Beberapa kebutuhan zat gizi yang diperlukan bagi anak Balita adalah sebagai berikut :

1. Energi

(43)

Kebutuhan energi setiap orang berbeda, bagi anak ditentukan oleh metabolisme basal, umur, aktifitas fisik, suhu lingkungan, serta kesehatannya. Zat gizi yang mengandung energi disebut makro nutrient, terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Setiap gram protein maupun karbohidrat memberi energi 4 – 5 kilo kalori per 1 gramnya, sedangkan lemak 9 kilo kalori per 1 gramnya. Dianjurkan supaya jumlah energi yang diperlukan 50 – 60% diperoleh dari karbohidrat, 25 – 35% lemak, selebihnya 10 – 15% protein (Apriadji, 1993).

2. Protein

Menurut Almatsier (2001), Protein adalah sumber asam aminoyang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang

asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur-unsur karbon, hydrogen, oksigen dan nitrogen. Beberapa asam amino disamping itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, iodium, dan kobalt.

Kebutuhan protein khususnya pada balita perlu diperhatikan, mengingat seringnya kejadian malnutrisi pada golongan umur ini. Kecukupan protein yang dianjurkan bagi anak balita adalah 1,5 – 2,0 g/kgBB/hari.

(44)

bertambahnya umur. Disarankan 2,5 – 3 gram per kg BB bayi dan 1,5 – 2 gram per kg BB bagi anak sekolah sampai remaja (Pudjiadi, 2001). 3. Karbohidrat

Karbohidrat didefinisikan sebagai senyawa organik yang mempunyai unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan umumnya mempunyai rumus Cn H2n On.

Menurut WHO (1990) menganjurkan agar 55 – 75% konsumsi energi total berasal dari karbohidrat kompleks. Nilai energi karbohidrat adalah 4 kkal per gram (Almatsier, 2001).

4. Lemak

Lemak adalah sekelompok ikatan organic yang terdiri dari unsur-unsur carbon (C), hydrogen (H), dan oksigen (O), yang mempunyai sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut tertentu (zat pelarut lemak), seperti petroleum benzene, dan ether (Sediaoetama, 1999).

(45)

III.4 Seng (Zn)

Seng (Zn) merupakan zat gizi yang esensial dan telah mendapat perhatian yang cukup besar akhir-akhir ini. Seng berperan untuk bekerjanya lebih dari 70 macam enzim karena peranannya dalam sintesa AND, ARN (keduanya unsur utama genetika), dan protein. Maka defisiensi seng dapat menghambat pembelahan sel, pertumbuhan dan pemulihan jaringan (Olson et.al., dalam Karyadi 1996). Ada kemungkinan seng berinteraksi dengan defisiensi vitamin A dalam proses terjadinya buta senja (Karyadi, 1996).

Seng merupakan trace elementi yang berperan luas pada metabolisme tubuh. Seng berperan aktif dalam seluruh bagian tubuh sebagai konstituen lebih dari 200 metaloenzim yang terlibat dalam metabolisme Karbohidrat, Lemak, Protein serta sintesis dan pemecahan asam nukleat (Sunstead, 1985).

Seng merupakan bagian dari banyak metaloenzim dan bekerja sebagai koenzim pada berbagai sistem enzim. Lebih dari 80 enzim dan protein yang mengandung seng telah ditemukan (Pudjiadi, 2001).

Seng termasuk zat gizi mikro yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang optimal, meski dalam jumlah yang sangat kecil. Kelompok yang paling rentan terhadap defisiensi seng adalah anak dalam masa pertumbuhan (Soegih, 1992).

(46)

kelenjar prostat, spermatozoa, kulit, rambut dan kuku. Di dalam cairan tubuh, seng terutama merupakan ion intaseluler. Seng di dalam plasma hanya merupakan 0,1% dari seluruh seng di dalam tubuh yang mempunyai masa pergantian yang cepat (Almatsier,2001).

III.4.1 Metabolisme Seng

Seng dikeluarkan tubuh melalui usus, ginjal dan kulit. Pengeluaran melalui usus berkisar antara 0,5 – 3 mg/hr tergantung dari asupan seng. Lebih kurang 0,7 mg seng/hari dikeluarkan melalui urine manusia sehat. Keadaan kelaparan dan katabolisme otot akan meningkatkan pengeluaran seng dalam urine dan tinja. Ekskresi seng melalui kulit sekitar 0,5 mg/hr dan dipengaruhi oleh asupan seng, latihan yang berlebihan serta suhu kamar.

Kira-kira 90% cadangan seng dalam tubuh berubah pelan-pelan dan kemudian tidak langsung siap untuk dilakukan metabolisme. Sisa seng yang mendasar disebut kelompok seng yang dapat berubah cepat, yang mana diperkirakan menjadi penting untuk memelihara fungsi biologi pada manusia. Seng yang dapat berubah cepat dapat pindah ke dalam dan keluar dari kompartemen plasma dalam waktu sekitar 3 hari. Persediaan seng yang layak dengan diet yang tetap dapat mencukupi kebutuhan seng yang normal untuk pertumbuhan dan pemeliharaan.

(47)

dalam plasma. Perbedaan kecil di dalam pengambilan atau pelepasan seng dari sekeliling tempat dapat mempunyai efek pada konsentrasi seng plasma, konsentrasi seng plasma tidak dapat dipercaya menandai adanya total seng dalam tubuh yang tersimpan di semua keadaan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi konsentrasi seng plasma adalah hypoalbuminemia yang dapat mempengaruhi penyerapan dan pengangkutan seng, penyakit usus yang bertentangan dengan penyerapan dan pengangkutan seng, kehamilan, infeksi, dan bentuk tekanan lain seperti luka jaringan yang dikarenakan pembedahan (Brown dan Sara, 2002).

Absorpsi seng diatur oleh metalotionin yang disintetis di dalam sel dinding saluran cerna. Bila konsumsi seng tinggi, di dalam sel dinding saluran cerna sebagian diubah menjadi metalotionein sebagai simpanan, sehingga absorpsi berkurang. Bentuk simpanan ini akan dibuang bersama sel-sel dinding usus halus yang umurnya adalah 2-5 hari. Metalotionein di dalam hati mengikat seng hingga dibutuhkan oleh tubuh. Metalotionein diduga mempunyai peranan dalam mengatur kandungan seng di dalam cairan intraseluler.

(48)

III.4.2 Absorpsi Seng

Proses Absorbsi membutuhkan alat angkut dan terjadi dibagian atas usus halus (duodenum). Seng diangkut oleh albumin dan transferin masuk ke aliran darah dan dibawa ke hati. Kelebihan seng disimpan di dalam hati dalam bentuk metalotionein, lainnya dibawa ke pankreas dan jaringan tubuh lain. Didalam pankreas seng digunakan untuk membuat enzim pencernaan, yang pada waktu makan dikeluarkan kedalam saluran cerna. Dengan demikian saluran cerna menerima seng dari dua sumber, yaitu dari makanan dan dari cairan pencernaan yang berasal dari pankreas. Sirkulasi seng di dalam tubuh dari pankreas ke saluran cerna dan kembali ke pankreas dinamakan enteropankreatik.

Jika tubuh mengalami defisiensi seng akan menghambat sirkulasi seng di dalam tubuh dari pankreas ke saluran cerna sehingga mengakibatkan gangguan fungsi pankreas, gangguan pembentukan kilomikron, dan kerusakan permukaan saluran cerna. Kondisi tersebut dapat menyebabkan penurunan ketajaman indra rasa sehingga dapat menyebabkan nafsu makan menurun.

(49)

Seng dikeluarkan tubuh terutama melalui feses. Disamping itu seng dikeluarkan melalui urin, dan jaringan tubuh yang dibuang, seperti jaringan kulit, sel dinding usus, cairan haid, dan mani.

Serat dan fitat menghambat ketersediaan biologik seng. Sebaliknya, protein histidin tampaknya membantu absorpsi. Nilai albumin dalam plasma merupakan penentu utama absorpsi seng. Albumin merupakan alat transpor utama seng. Absorpsi seng menurun bila nilai albumin darah menurun, misalnya dalam keadaan gizi kurang (Almatsier, 2001).

III.4.3 Kebutuhan Seng

Kebutuhan seng sangat bervariasi, tergantung pada :

1. keadaan fisiologis, yang menggambarkan banyaknya seng yang harus diabsorpsi untuk menggantikan pengeluaran endogen, pembentukan jaringan, pertumbuhan, dan sekresi susu, sehingga kebutuhan seng secara fisiologis ini tergantung pada usia dan status fisiologis seseorang.

(50)

Angka kecukupan seng yang dianjurkan Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 1998 untuk Indonesia sebagai berikut :

a. bayi : 3-5 mg b. 1-9 tahun : 8-10 mg

c. 10 - >60 tahun : 15 mg (baik pria maupun wanita) d. Ibu hamil : + 5 mg

e. Ibu menyusui : + 10 mg

III.4.4 Bahan Makanan Sumber Seng dan Penghambat Penyerapan Seng

Pada umumnya diet tinggi protein mengandung banyak seng, sedangkan makanan yang mengandung terutama karbohidrat konsentrasinya rendah. Sumber utama seng terdapat pada bahan makanan berasal dari hewani, seperti daging, ikan, kerang, ayam, telur dan sebagainya (Pudjiadi, 2001).

Sumber paling baik adalah sumber protein hewani, terutama daging, hati, kerang, dan telur. Serealia tumbuk dan kacang-kacangan juga merupakan sumber yang baik, namun mempunyai ketersediaan biologik yang rendah (Almatsier, 2001).

(51)

Beberapa bahan makanan yang dapat menghambat penyerapan seng adalah serat dan fitat, seperti : beras, terigu, gandum, teh, kopi, kacang kedele, kacang, tumbuhan polong, bayam, dan susu (Almatsier, 2001).

Penghambat absorpsi seng adalah myoinositol heksaphosphate

(phytat) yang banyak terdapat pada makanan yang berasal dari tanaman, khususnya serealia dan biji-bijian. Daging hewan menyusui,unggas dan ikan adalah makanan yang kaya akan seng dan makanan tersebut tidak mengandung phytat, sehingga makanan tersebut merupakan makanan yang kandungan sengnya mudah diserap. Telur dan produk susu juga bebas dari phytat, namun kandungan sengnya lebih rendah dari daging. Beberapa serealia dan gandum mengandung seng sedang, namun mengandung phytat cukup tinggi, sehingga mengurangi jumlah seng yang dapat diserap. Bila bahan makanan tersebut difermentasi, organisme perfermentasi memproduksi phitase yang dapat memecah phytat, sehingga dapat meningkatkan absorpsi seng (Brown dan Sara, 2002).

III.4.5 Defisiensi dan Kelebihan Seng

(52)

Menurut Murbawani 2004, gejala seseorang yang tidak mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat seng secara adekuat akan cenderung mengalami gangguan pertumbuhan, anemia, dan kelelahan berat. Juga terjadi perubahan pada rambut dan kulit, yakni kulit menjadi kering, keriput, serta rambut mudah rontok. Selain itu, terjadi pula gangguan perkembangan organ seksual, gangguan produksi sperma, infertilitas baik pada wanita maupun pria, berkurangnya ketahanan tubuh sehingga mudah terjadi infeksi, gangguan konsentrasi, dan depresi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi seng berpengaruh terhadap hormone pertumbuhan, rendahnya tingkat Insulin like Growth Factor 1 (1 GF-1), Growth Hormon (GH) Reseptor dan GH Binding Protein RNA seringkali dihubungkan dengan defisiensi seng. Rendahnya sistem regulasi dari hormone pertumbuhan dapat menghambat pertumbuhan linier dan kadang sampai terhenti pertumbuhan berat badan (MC. Nall. AD, dalam Sandstead H 1991).

(53)

seng juga mengganggu fungsi kelenjar tiroid dan laju metabolisme, gangguan nafsu makan, penurunan ketajaman indra rasa serta memperlambat penyembuhan luka (Almatsier, 2001).

Kelebihan seng hingga dua sampai tiga kali AKG menurunkan absorpsi tembaga. Kelebihan sampai sepuluh kali AKG mempengaruhi metabolisme kolesterol, mengubah nilai protein, dan tampaknya dapat mempercepat timbulnya arterosklerosis. Dosis sebanyak 2 gram atau lebih dapat menyebabkan muntah, diare, demam, kelelahan yang sangat, anemia, dan gangguan reproduksi. Suplemen seng bisa menyebabkan keracunan (Almatsier, 2001).

III.4.6 Penentuan Status Seng

Beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menetapkan status seng adalah: konsentrasi seng plasma atau serum, konsentrasi seng eritrosit, konsentrasi seng lekosit dan netrofil, konsentrasi seng rambut, konsentrasi seng urine, konsentrasi seng air liur, uji ketahanan pengecapan, studi isotop, respon pertumbuhan dan perkembangan seksual terhadap suplementasi seng, enzim yang tergantung pada seng.

(54)

Nilai rujukan konsentrasi seng diberbagai cairan dan jaringan tubuh yang dianjurkan WHO adalah seperti pada table berikut ini :

Tabel III.2 : Nilai Rujukan Konsentrasi Seng

Jaringan atau Cairan tubuh Nilai Susu ibu

Darah (Whole Blood) Serum

Urine Rambut

1000 – 2000 μg/l 6000 – 7000 μg/l 800 – 1100 μg/l

400 – 600 μg/l 150 – 250 μg/l

Dikutip dari : WHO, 1996. Zinc. In (WHO). Trace Elements In Human Nutrition and Health. Geneva : WHO, 72-104.

III.4.7 Peranan Seng

Sebagai salah satu komponen dalam jaringan tubuh, seng termasuk zat gizi mikro yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang optimal, meski dalam jumlah yang sangat kecil.

Peranan seng dari segi fisiologis :

1. Berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel.

2. Berperan sebagai zat antioksidan, yaitu bersatu dalam ikatan copper atau

zinc superoksida dismutase.

3. Berperan dalam respon imunitas tubuh, yaitu zat proteksi terhadap adanya racun organik, logam berat, radiasi, dan adanya racun endotoksin yang diproduksi oleh bakteri patogen.

Peranan seng dari segi biokimia :

1. Berperan sebagai komponen dari 200 macam enzim berperan dalam pembentukan dan konformasi polisome.

(55)

3. Berperan sebagai ion-bebas ultra-seluler. 4. Berperan dalam jalur metabolisme tubuh. Peranan seng bagi makhluk hidup :

1. Berperan terhadap pertumbuhan dan pembelahan sel, sebab seng berperan pada sintesis dan degradasi karbohidrat, lemak, protein, asam nukleat, dan pembentukan embrio.

2. Berperan terhadap sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.

3. Berperan dalam berbagai fungsi organ. Misalnya, keutuhan penglihatan yang merupakan interaksi metabolisme antara seng dan vitamin A.

4. Berperan dalam metabolisme tulang. (Soegih, 1992).

III.4.8 Interaksi Antara Seng Dan Gizi Buruk

(56)

III.4.9 Interaksi Antara Seng Dan Tumbuh Kembang

Sejak janin sampai masa akhir pertumbuhan sekitar 18 tahun, peran seng dalam tumbuh kembang anak terutama terkait dengan peranannya pada proses metabolisme, yaitu peranan seng sebagai komponen metaloenzim, konformasi polymerase, dan berbagai fungsi sebagai ion bebas pada stabilitas membran. Beberapa peran ini yang terpenting adalah peranan seng sebagai komponen metalloenzim (Prassad, 1977).

Disamping itu peranan seng pada pertumbuhan anak dapat ditunjukkan dengan terjadinya hambatan pertumbuhan, sampai gagal tumbuh sebagai salah satu akibat dari anoreksia. Keadaan anoreksia ini penyebab terjadinya kekurangan asupan gizi baik macronutrient maupun micronutrient

kedalam tubuh, dan juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme seluler (Weugard E, 1980).

(57)

III.4.10 Interaksi Antara Seng Dan Vitamin A

Banyak enzim bergantung pada seng dan diantaranya enzim tersebut adalah retinol dehidrogenase yang penting pada fungsi rod. Pada beberapa hasil kasus yang telah ditemukan mengatakan bahwa rabun senja yang disebabkan karena kekurangan vitamin A memiliki hubungan dengan seng. Kekurangan seng memiliki kemungkinan untuk berinteraksi dengan sintesis retinol binding protein (RBP).

Sejumlah penelitian baru-baru ini terbukti bahwa suplementasi seng mempunyai efek yang sama-sama berguna seperti vitamin A terhadap terjadinya diare dan beberapa penyakit infeksi lainnya (Bhutta et al, dalam Mc. Laren, 2001). Hal ini sepertinya akan menjadi semakin lebih kompleks apabila penggunaan suplemen dengan kombinasi fariasi tiga mikronutrient, yaitu vitamin A, Fe dan seng. Respon limfosit semakin meningkat dengan vitamin A dan seng (Kramer et al, dalam Mc. Laren, 2001), sedangkan pertumbuhan tinggi dan berat dipengaruhi oleh vitamin A tapi tidak oleh seng (Smith et al, dalam Mc. Laren, 2001).

(58)

III.4.11 Suplementasi Seng

Suplementasi seng adalah cara untuk memberikan tambahan seng. Keuntungan penggunaan cara ini adalah biaya yang diperlukan relative tidak tinggi dibandingkan dengan menyediakan sejumlah makanan kaya seng pada sasaran.

Beberapa bentuk senyawa seng dapat dijadikan sebagai suplemen. Pilihan tentu harus didasarkan pada kelarutannya dalam air, rasa, harga, dan keamanannya. Beberapa publikasi ilmiah memakai dalam bentuk Zinc sulfat, Zinc gloconate atau Zinc acetate yang semuanya tersebut larut dalam air dan

Zinc oxidate yang tidak larut dalam air. Senyawa seng biasanya dalam bentuk larutan ber-pH netral. Karena larutan garam mempunyai rasa yang tidak begitu disukai, maka biasanya akan lebih disukai apabila dicampur dengan flavor (rasa) tertentu. Dalam hal penyerapan, seng lebih baik diserap dalam bentuk larutan daripada dalam bentuk makanan.

Dosis yang digunakan untuk bayi baru lahir sekitar 2-4 mg/hari, 5-10 mg/hari dianjurkan untuk anak yang lebih besar, dosis yang lebih tinggi sekitar 10-20 mg/hari bisa digunakan untuk anak yang agak besar dengan kasus diare atau severe malnutrition (Borwn dan Sara, 2000).

(59)

BAB IV

KERANGKA KONSEPTUAL

IV.1 Model Hubungan Antar Variabel

Karakteristik orang Tua Balita

- Pendidikan dan Pengetahuan Gizi - Pendapatan keluarga

Karakteristik Balita - Umur

- Jenis Kelamin

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

Gambar IV.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Pola Konsumsi - Jenis makanan

- Frekuensi makanan

Absorpsi - Tingkat konsumsi

Energi, KH, protein,lemak, Fe, vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C.

- Frekuensi konsumsi : seng Nafsu

Makan Ketajaman

Indra Rasa

Permukaan Saluran Cerna

Kilomikron Enzim

Pencernaan Pankreas

Metalotionen

Hati Pemberian suplemen seng

Faktor lain

- Genetik

- Lingkungan

Penyakit Infeksi Status gizi

(60)

IV.2 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

Pola konsumsi Balita merupakan gambaran kebiasaan konsumsi

makan pada Balita dengan status gizi buruk yang meliputi jenis bahan

makanan yang dikonsumsi serta frekuensi makannya. Pola konsumsi pada

Balita secara tidak langsung dipengaruhi oleh pendidikan dan pengetahuan

gizi ibu, dan pendapatan keluarga.

Pola konsumsi makan pada Balita akan mempengaruhi tingkat

konsumsi zat gizi dan frekuensi makan. Tingkat konsumsi zat gizi dan

frekuensi makan Balita juga dipengaruhi oleh pemberian suplemen zinc

sulfat, dengan pemberian suplemen zinc sulfat membantu meningkatkan

sirkulasi seng di dalam tubuh dari pankreas ke saluran pencernaan sehingga

dapat memperbaiki pembentukan kilomikron, dan permukaan saluran cerna.

Kondisi tersebut nantinya dapat meningkatkan ketajaman indra rasa sehingga

nafsu makan meningkat. Seiring dengan meningkatnya nafsu makan Balita

maka tingkat konsumsi zat gizi dan frekuensi makan sumber seng juga

meningkat. Konsumsi makanan sumber seng dapat menunjang daya tahan

tubuh dan pertumbuhan pada anak, disamping faktor lain yang dapat

mempengaruhi absorpsinya. Tinggi rendahnya konsumsi makanan yang

mengandung seng maupun konsumsi suplemen zinc sulfat akan berpengaruh

terhadap status gizi pada Balita terutama Balita dengan status gizi buruk.

Tinggi rendahnya konsumsi makanan sumber seng maupun suplemen

(61)

mana akan sangat mempengaruhi pada sering tidaknya balita menderita

penyakit infeksi dan hal ini akan berpengaruh pula terhadap status gizi pada

Balita, disamping ada faktor lain yaitu lingkungan dan genetik.

Dalam penelitian ini yang diteliti adalah status gizi Balita, pola

konsumsi, tingkat konsumsi zat gizi dan frekuensi konsumsi, karakteristik

Balita, dan karakteristik orang tua Balita.

IV.3 Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan secara bermakna antara berat badan, dan tinggi badan

(62)

BAB V

METODOLOGI PENELITIAN

V.1 Rancang Bangun Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian experimental semu dengan menggunakan “Pre Post Study Design” yang bertujuan untuk melihat perubahan berat badan dan tinggi badan sebelum dan sesudah diberikan suplemen zinc sulfat.

V.2 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua Balita yang mempunyai status gizi buruk yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sidotopo Surabaya.

V.3 Sampel, Cara Pengambilan Sampel, Dan Besar Sampel Penelitian V.3.1 Sampel Penelitian

Sampel yang diambil adalah semua Balita yang mempunyai status gizi buruk yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sidotopo Surabaya.

V.3.2 Cara Pengambilan Sampel

(63)

V.3.3 Besar Sampel Penelitian

Besar sampel ditentukan sesuai dengan Lemeshow S, et al, 1997,

dengan rumus sebagai berikut : Keterangan :

.n = Besar masing-masing sampel Z = Harga pada kurva normal

Zα/2 = Nilai Z pada kurva normal untuk tingkat kemaknaan yang digunakan dalam pengujian sebesar 0,05 adalah 1,96

Z1-β = Nilai Z pada kurva normal untuk β error yang digunakan dalam

pengujian hipotesis sebesar 0,2 adalah 0,842

σ = Varians populasi yang diperoleh dari hasil penelitian orang lain

sebelumnya, yaitu sebesar 1,38

μ1-μ2 = Selisih rata-rata Z score antara masing-masing kelompok sebesar

0,9

F10% = Proporsi sampel yang diperkirakan hilang atau droup out selama penelitian

(64)

anak yang tidak mendapat suplemen zinc sulfat atau sebagai kelompok kontrol.

V.4 Lokasi Dan Waktu Penelitian V.4.1 Lokasi

Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah Kelurahan Sidotopo Kota Surabaya.

V.4.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 6 bulan yaitu pada bulan Januari sampai dengan Juni 2006.

V.5 Variabel, Definisi Operasional Variabel, dan Cara Pengukuran V.5.1 Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti meliputi : Variabel terikat : Status gizi

Variabel bebas : a. Pola konsumsi balita

b. Tingkat konsumsi energi, karbohidrat, lemak, protein, besi (Fe), vitamin A, vitamin B1, dan

vitamin C, serta frekuensi konsumsi seng.

(65)

V.4.2 Definisi Operasional Variabel dan Cara Pengukuran

No. Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran dan Klasifikasi

Jenis kelamin

Status Gizi

Pola konsumsi makanan

Umur responden saat penelitian dilakukan

jenis kelamin respon- den yang dikumpulkan menjadi

Keadaan gizi balita yang diukur berdasarkan BB/U dengan standar WHO-NCHS dengan metode Z-score

Keadaan gizi balita yang diukur

berdasarkan BB/TB dengan standar WHO-NCHS dengan metode Z-score

Gambaran kebiasaan makan balita yang meliputi jenis dan frekuensi makanan

Wawancara dengan kuesioner

Kategori :

1. 6 – 12 bulan 2. 12 – 24 bulan 3. 24 – 60 bulan

Wawancara dengan kuesioner

Kategori : 1. laki-laki 2. perempuan

(66)

No. Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran dan

Pola konsumsi seng

Tingkat

konsumsi energi, Protein,

KH,Lemak, Fe, Vit A, Vit B1, Vit C

Suplemen seng

Pendapatan keluarga

Pengeluaran untuk pangan

Gambaran kebiasaan makan balita yang meliputi jenis bahan makanan sumber seng dan frekuensi makanan

Semua jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi selama kurun waktu 24 jam yang diukur dengan recall

dan dikonversi- kan menjadi zat gizi (E, KH, P, L, Fe, Vit A, Vit B1, dan Vit C) dengan bantuan DKBM dan bahan makanan pengukur (Supariasa, 2001)

Cairan zinci sulfas dengan dosis 0.37 % per hari setiap hari sebelum tidur selama 3 bulan

Besarnya penghasilan yang diperoleh orang tua balita tiap bulan dari pekerjaan utama atau sambilan (UMR, 2006)

Jumlah pengeluaran yang digunakan untuk kebutuhan pangan keluarga

Wawancara dengan kuesioner

Dinyatakan dalam : E : kal

KH, P, L : gram Fe, vit.A, vit.B1, dan

vit.C : mg Dinyatakan dalam :

1. baik : ≥100%

menggunakan sendok takar 5ml atau sebanyak 1 sendok teh

Wawancara dengan kuesioner

(67)

No. Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran dan

Pengetahuan

Bentuk makanan

Frekuensi makan balita dalam sehari

Susunan makanan balita dalam sehari

Jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh ibu

Tingkat pemahaman ibu tentang gizi

Bentuk makanan pokok yang dikonsumsi balita sehari-hari

Frekuensi makan balita sehari-hari di rumah

Komposisi atau susunan menu yang dihidangkan untuk balita setiap hari

2. Rp 300.000 – Rp 500.000

3. > Rp 500.000

Wawancara dengan kuesioner

Wawancara dengan kuesioner

Kategori :

1. baik : > 70 2. sedang : 60-70 3. kurang : < 60

Wawancara dengan kuesioner

Kategori : 1. Nasi 2. Nasi Tim

Wawancara dengan kuesioner

Kategori : 1. < 3x 2. ≥ 3x

Wawancara dengan kuesioner

Kategori :

1. makanan pokok, lauk pauk, sayur, buah, susu 2. makanan pokok,

lauk, buah, susu 3. makanan pokok,

lauk pauk, sayur, buah

4. makanan pokok, lauk pauk, sayur

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

(68)

KERANGKA OPERASIONAL

3 bulan

Kelompok Kontrol

tidak diberikan Zinc Sulfat

∑Balita = 20 orang Kelompok Perlakuan

diberikan Zinc Sulfat

∑Balita = 20 orang

Berat badan Tinggi badan

BB/U BB/TB Penderita dengan status gizi buruk

Kriteria :

- Umur 6 – 60 bulan - ∑Balita = 40 orang

Gambar IV.2 Kerangka Operasional Penelitian

Gambar

Tabel III.1 :   Penentuan Status Gizi Bagi Anak Balita Baik Laki-laki
Tabel III.2 :      Nilai Rujukan Konsentrasi Seng
Gambar IV.1  Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar IV.2  Kerangka Operasional Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan status gizi antara balita dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan berat badan lahir cukup (BBLC) di Kecamatan

meskipun pemberian PMT dapat menaikkan berat badan balita namun berat badan balita masih dibawah berat badan ideal. Banyaknya balita sakit berpengaruh negatif terhadap

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan menerapkan algoritma Learning Vector Quantization untuk klasifikasi status gizi balita ke dalam gizi buruk, gizi kurang, gizi baik

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA DENGAN STATUS.. GIZI BALITA BERDASARKAN BERAT BADAN

Rancangan Grafik Acuan Pertumbuhan Berat Badan Balita dengan Pendekatan Model Spline Truncated sebagai Acuan Penentuan Status Gizi Balita (Studi Kasus Balita di

Hasil uji statistik karakteristik balita dengan gizi buruk serta berat badan sebelum pada kelompok intervensi dan kontrol memiliki kesetaraaan pada usia, jenis

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan menerapkan algoritma Learning Vector Quantization untuk klasifikasi status gizi balita ke dalam gizi buruk, gizi kurang, gizi baik

Januari 2019 137 – 146 Analisis Faktor Keteraturan Kunjungan Posyandu Balita Dan Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan/Umur Danik Riawati, Ajeng Novita Sari 141 Tabel 3