• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.3 Pola Konsumsi Energi dan Protein

tambahan makanan karena 3-4 jam setelah makan, zat tenaga yang diperoleh dari makanan akan menurun. Dengan demikian mengonsumsi makanan tambahan di sekolah dapat bermanfaat untuk mempertahankan kadar glukosa dalam darah.

5.3 Pola Konsumsi Energi dan Protein

Bahaya kekurangan gizi masih mungkin terjadi pada masa prasekolah, maka harus diperhatikan kualitas maupun kuantitas makanan yang dimakan. Pada masa ini sebagian besar energi digunakan untuk beraktivitas. Anak usia prasekolah mempunyai kapasitas lambung lebih kecil dan nafsu makan yang bervariasi. Sebaiknya anak diberi makan dengan porsi kecil dan sering. Sebaiknya anak diberi makan 4-5 kali per hari, tiga kali makanan utama dan dua kali makanan selingan. Pemilihan makanan harus yang bergizi dan bervariasi.

Berdasarkan hasil food recall yang diperoleh, ada beberapa siswa yang hanya mengonsumsi makanan utama hanya dua kali sehari. Ada siswa yang tidak sarapan sebanyak 16,1% (5 siswa) dengan alasan tidak terbiasa. Orangtua seharusnya menanamkan kebiasaan yang baik pada anaknya yang dimulai dari usia dini karena sarapan sangat berpengaruh terhadap tingkat konsentrasi belajar. Sebaiknya jika anak tidak sarapan dirumah, orangtua menyiapkan bekal untuk dibawa anak ke sekolah. Selain tidak sarapan, frekuensi makan siswa kurang karena ada siswa yang tidak mau makan malam karena merasa sudah kenyang dengan konsumsi makanan jajanan yang dikonsumsinya pada sore hari.

Anak usia prasekolah masih ada yang tergolong balita atau berumur 4 tahun sebanyak 9 orang (29%). Dimana pada usia ini tubuh memerlukan zat gizi

yang sangat tinggi, sehingga apabila kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi maka tubuh akan menggunakan cadangan zat gizi yang ada dalam tubuh, yang akibatnya semakin lama cadangan zat gizi semakin habis dan akan menyebabkan terjadi kekurangan yang akan menimbulkan perubahan pada gejala klinis misalnya anak menderita kurang energi protein (Adriani,2012). Pada masa ini juga anak mulai suka jajan sembarangan. Jika dibiarkan, jajanan tidak sehat yang dipilih anak dapat mengurangi asupan gizi yang diperlukan tubuhnya, sehingga anak mengalami kurang gizi. Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis, kesehatan dan sosial anak. Oleh karena itu, keadaan lingkungan dan sikap keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam pemberian makan pada anak.

Dari hasil penelitian, dalam satu bulan terakhir ada 3 siswa (9,7%) yang mengalami batuk, 3 siswa (9,7%) yang mengalami demam, 1 siswa (3,2%) yang mengalami pilek. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang penyakit akibatnya dapat menderita gangguan gizi. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang (Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi penyakit merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.

55

5.3.1 Konsumsi Energi

Hasil penelitian dengan food recall 24 jam menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi responden dari konsumsi makanan di rumah umumnya berada dalam kategori defisit (dibawah 70% angka kecukupan gizi) yaitu sebanyak 24 siswa (77,4%). Untuk tingkat konsumsi energi total (konsumsi makanan yang mengandung energi di rumah ditambah dengan kandungan energi dari makanan tambahan) umumnya berada dalam kategori defisit sebanyak 12 siswa (38,7%) dan dengan kategori kurang sebanyak 11 siswa (35,5%).

Keadaan tersebut diasumsikan terjadi karena sebagian besar siswa-siswi fekuensi makannya tidak teratur seperti ada siswa yang jarang sarapan, porsi makan yang lebih sedikit, anak sulit makan, terlalu banyak jajan sehingga berpengaruh tehadap nafsu makan anak, kemungkinan juga kurangnya perhatian dari keluarga, baru sembuh dari penyakit, ataupun karena faktor ekonomi keluarga yang mempengaruhi ketersediaan makanan di rumah.

Rata-rata jumlah energi yang diperoleh dari konsumsi di rumah sebesar 989,98 kalori dan rata-rata jumlah energi yang diperoleh dari makanan tambahan yang disediakan sekolah sebesar 218,89 kalori. Dari jumlah ini diketahui bahwa rata-rata jumlah energi yang diperoleh dari konsumsi makanan di rumah dan di sekolah sebesar 1.208,87 kalori. Angka ini masih kurang jika dibandingkan dengan angka kecukupan energi yang dianjurkan yaitu sebesar 1.600 kalori. Agar tercapai angka kecukupan, dianjurkan kepada para siswa untuk mengonsumsi energi tambahan sebesar 391,13 kalori, yang bisa didapatkan dengan meningkatkan frekuensi makan siswa maupun pemberian snack yang bergizi.

Keadaan gizi sangat erat kaitannya dengan konsumsi makanan seseorang. Tingkat konsumsi energi anak rendah karena ketidakseimbangan antara makanan yang dikonsumsi dengan kecukupan energi yang dibutuhkan oleh tubuhnya. Apabila hal ini terus berlanjut maka akan terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan, apabila energi yang dikonsumsi tidak memenuhi kebutuhan tubuh maka protein yang seharusnya berfungsi untuk pertumbuhan dipergunakan sebagai pengganti energi sehingga memungkinkan terjadinya gangguan pertumbuhan. Ketidakseimbangan energi yang masuk dan yang dikeluarkan tubuh secara fisik dapat berakibat pada badan yang lemah, lesu, dan tidak bergairah yang akhirnya dapat menurunkan kualitas sumberdaya manusia.

5.3.2 Konsumsi Protein

Hasil penelitian menggunakan food recall 24 jam menunjukkan bahwa tingkat konsumsi protein siswa-siswi dari konsumsi makanan di rumah umumnya berada dalam kategori kurang ( 70%-80% dari angka kecukupan gizi) yaitu sebanyak 10 siswa (32,3%). Untuk tingkat konsumsi protein total (konsumsi makanan yang mengandung protein di rumah ditambah dengan kandungan protein dari makanan tambahan) umumnya berada dalam kategori sedang (80%-90% dari angka kecukupan gizi) yaitu sebanyak 15 siswa (48,4%). Ada yang berada dalam kategori kurang (19,4%) dan defisit (3,2%). Ada juga yang tingkat kecukupan proteinnya baik yaitu sebanyak 9 siswa (29%).

Rata-rata jumlah protein yang diperoleh dari konsumsi di rumah sebesar 26,91 gram dan rata-rata jumlah protein yang diperoleh dari makanan tambahan yang disediakan sekolah sebesar 5,44 gram. Dari jumlah ini diketahui bahwa

rata-57

rata jumlah protein yang diperoleh dari konsumsi makanan di rumah dan di sekolah sebesar 32,35 gram. Angka ini masih dibawah angka kecukupan protein yang dianjurkan yaitu sebesar 35 gram dn masih belum dalam kategori baik.

Secara umum konsumsi protein siswa TK Tunas Buana Kebun Pulu Raja cukup baik namun masih dibawah angka kecukupan protein yang dianjurkan. Sumber protein yang dikonsumsi siswa-siswi TK Tunas Buana biasanya bersumber dari ikan, telur, daging, tahu, tempe dan makanan lain yang juga turut menyumbang protein yang diperlukan oleh anak.

5.4 Kontribusi Energi dan Protein dari Makanan Tambahan Terhadap

Dokumen terkait