• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : ANALISIS DATA

DESKRIPSI LOKASI PRAKTIKUM

4.4. Pola dan kronologis Advokasi yang pernah dilakukan a.Tahun 1940 a.Tahun 1940

Pada tahun 1940 rakyat telah mendiami tanah dan mendirikan bangunan rumah sebagai tempat tinggal dan menanam berbagai tanaman seperti pohon durian , jengkol , petai , pisang , jagung , padi dan berbagai tanaman lainnya sebagai mata pencaharian merek sebagai petani. Selanjutnya oleh negara tanah tersebut dilegalisasi menjadi milik rakyat dengan alas hak sebagai Tanah Suguhan persil IV, seluas lebih kurang 600 ha , terletak di wilayah Desa Limau Mungkur,

Kooedinator

Mahasiswa

Comitee Organiser

Petani Pemuda

Dusun Batuktak Desa Lau Barus dan Dusun Tungkusan desa Tadukan Raga, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara adalah sah menurut hukum maupun dalam kebijakan Badan Pertanahan Nasional sendiri.

b. Tahun 1972

Pada tahun 1972 masa pemerintahan rezim Orde Baru tanpa alasan yang sah secara hukum, sebagian besar tanah tersebut, yaitu seluas lebih kurang 525 Ha, telah diambil atau dikuasai oleh PTPN IX secara paksa (sekarang PTPN II) dengan cara mengusir bangunan rumah tempat tinggal rakyat hingga sampai hancur dan rata dengan tanah, menebang pohon dan tanaman-tanaman yang telah ditanam rakyat. Lalu pihak PTPN II menanam pohon sawit dan karet diatas tanah tersebut. Karena pada masa itu kondisi politik dalam negeri tidak memungkinkan untuk melakukan perlawanan atas tindakan semena-mena tersebut, masyarakat tidak melakukan tindakan apapun. Setelah menunggu cukup lama akhirnya pecah reformasi tahun 1998.

c. Tahun 1998

Tahun 1998 peluang untuk mengambil kembali tanah yang dirampas tersebut terbuka. Dengan terlaksananya Pertemuan Dengar Pendapat Komisi A DPRD Tk. II Kabupaten Deli Serdang yang pada saat itu dihadiri oleh Kepala Kantor Pertanahan DS., ADM PTPN II (Persero) Kebun Limau Mungkur, Camat Kec. STM. Hilir, Kades. Tadukan Raga, Kades. Limau Mungkur, dan Kades. Lau Barus Baru tentang permasalahan tanah rakyat pada tanggal 27 Oktober 1998, dimana telah menyebutkan beberapa poin diantaranya yaitu tanah seluas lebih kurang 922 Ha tersebut tetap menjadi milik rakyat.

d. Tahun 1999

Oleh karena tanah terperkara seluas 922 Ha tersebut berada diluar areal tanah Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II , pada tahun 1999 tepatnya saat Replanting, tanah tersebut telah dikuasai

oleh rakyat sebagai alat produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akan tetapi beberapa bulan berselang pada tahun yang sama PTPN II kembali mengambil alih paksa tanah dengan membabat habis tanaman-tanaman masyarakat. bahkan beberapa orang petani juga menjadi korban kekerasan pada saat terjadinya perampasan tabah tersebut.

Sejalan dengan itu, maka rakyat melakukan gugatan Perdata kepada pihak PTPN II untuk mengembalikan tanah serta membayar ganti rugi peminjaman yang ditaksir sebesar 2,5 milyar rupiah lebih per tahun sejak tahun 1972 sampai ganti rugi tersebut dipenuhi. Selain dari tuntutan diatas, rakyat juga menuntut ganti rugi sebesar 500 milyar rupiah karena dianggap telah melanggar Hak Azasi Manusia. Dengan tuntutan seperti itu maka PTPN II melakukan Banding sampai akhirnya mereka mengajukan PK atas putusan MA.

e. Tahun 2005

Pada tahun 2005 rakyat kembali melakukan gugatan melalui pengadilan negeri lubuk pakam dengan No. 69/PDT.G/2005?PN-LP yang memutuskan bahwa tanah tersebut adalah milik rakyat akan tetapi kembali lagi diajukan banding oleh PTPN II dengan dalil bahwa pohon yang tumbuh diatas tanah tersebut adalah milik PTPN II. Secara otomatis tanah tersebut belum dipastikan milik siapa (terperkara) sehingga kedua pihak tidak boleh menguasai lahan. Namun tindakan sepihak telah dilakukan PTPN II melalui Perjanjian dalam bentuk Kerja Sama Operasional (KSO) dengan Pihak Ketiga dengan isi perjanjian untuk memanen kelapa sawit diatas tanah terperkara tersebut. Jelas ini adalah tindakan melawan hukum. Masyarakat yang merasa dirugikan segera memasuki lahan dan mencoba menguasai tanah yang mereka anggap adalah milik mereka dengan alas hak yang sah menurut hukum. Akan tetapi di lapangan masyarakat mendapat halangan dari pihak aparat kepolisian dan TNI yang belum jelas alasannya mereka berada di lokasi tersebut, sebab jika ditanya mereka selalu mengatakan “kami hanya

menjaga buah, ini perintah atasan”. Bahkan Aparat Kepolisian yang ada melakukan penangkapan beberapa warga yang mencoba memanen sawit. Dengan senjata lengkap aparat, akhirnya masyarakat dipaksa mundur dari lahan, dan pihak ketiga tersebut secara bebas melakukan aktivitas memanen. Merasa tidak puas masyarakat kembali melakukan perlawanan dengan menghadang truk pengangkut buah sawit dengan cara berbaris tanpa senjata. Karena supir takut menabrak masyarakat yang sebagian besar adalah kaum ibu, maka kendali diambil alih oleh salah satu aparat polisi dan serta merta menabrak masyarakat yang melakukan perlawanan dan akhirnya 3 orang ibu-ibu menjadi korban dan harus dibawa kerumah sakit. Kejadian ini lantas membuat masyarakat sekitar menjadi trauma untuk datang ke lahan, bahkan nyaris ingin melupakan haknya atas tanah. dan sampai saat ini rakyat terus di intimidasi dengan aksi-aksi militerisme oleh kepolisiaan dan oknum TNI.

f. Tahun 2007

Pada awal juli 2007 mahasiswa dan pemuda atas nama Solidaritas Mahasiswa dan Pemuda untuk Rakyat (SMAPUR) membantu persoalan yang dialami masyarakat persil IV ini, dengan melakukan investigasi kasus selama 1 (satu) bulan dengan bermodalkan pendidikan dan keberanian melakukan pertemuan dengan masyarakat untuk membicarakan hal-hal seputar kasus yang dialami masyarakat serta informasi penting lainnya yang berhubungan dengan perjuangan tanah persil IV tersebut. Dari beberapa dusun yang telah dilakukan pertemuan maka digagaslah sebuah pertemuan yang di sebut Rembuk Akbar dari seluruh dusun yang ada di persil IV yang akan digelar di lapangan SD Negeri Tungkusan pada hari minggu 26 Agustus 2007 pukul 13.00 Wib s/d selesai. Adapun isi yang akan dibicarakan dalam rembuk akbar adalah suara-suara dari masyarakat 5 dusun tentang kondisi mereka, gagasan untuk memenangkan secara mutlak perjuangan tanah, sampai kepada Ikrar perjuangan rakyat atas tanah.

g. 26 Agustus 2007

Pertemuan Rembuk Akbar dilakukan di halaman SD Negeri Tungkusan pada pukul 13.00. Adapun isi yang akan dibicarakan dalam rembuk akbar adalah suara-suara dari masyarakat 5 dusun tentang kondisi mereka, gagasan untuk memenangkan secara mutlak perjuangan tanah, sampai kepada Ikrar perjuangan rakyat atas tanah. Dengan menghasilkan beberapa ikrar yaitu :

1.Tetap setia dam yakin dalam barisan perjuangan hak atas tanah suguhan persil IV yang di rampas oleh PTPN II sampai pada titik darah penghabisan.

2.Menolak dengan tegas tindakan kekerasan dan aksi militerisme baik oleh TNI/POLRI ,ataupun mobilisasi sipil dalam menghadapi persoalan persil IV deli serdang

3. Menuntut lembaga terkait untuk segera mengembalikan dan melegalisasi kepemilikan tanah petani persil IV

4. Meminta kepada seluruh elemen rakyat yang berpihak kepada petani persil IV untuk menggalang solidaritas.

h. Tanggal 10 september 2007 (aksi pertama kali)

Masyarakat, Mahasiswa beserta pemuda yang ikut melakukan pengorganisiran melakukan aksi turun kejalan untuk pertama kalinya. Rekan-rekan mahasiswa yang ikut turun kejalan mengatasnamakan ASMUNI (Aksi Solidaritas Untuk Petani). Dengan sasaran aksi adalah kantor DPRSU, kantor GUBSU dan POLDASU. Dengan tuntutan: Kembalikan Tanah Rakyat PERSIL IV, Segera bentuk Tim penyelesaian Tanah Rakyat PERSIL IV, Hentikan segala bentuk intimidasi dan tindak kekerasan yang dilakukan pihak kepolisian dan pihak ketiga. Dan

aksi ini menghasilkan keputusan akan dilaksanakan pertemuan dengar pendapat antara pihak yang terkait yang difasilitasi oleh komisi A DPRSU.

i. Tanggal 24 oktober 2007 (Dengar Pendapat).

Mengundang semua unsur muspida , BPN , Petani dan instansi terkait. j. Tanggal 1 november 2007 (Ampera).

Karena pembentukan tim untuk menyelesaikan kasus tanah terserbut tidak juga kunjung selesai maka mahasiswa dan beberapa perwakilan dari masyarakat malakukan aksi turun kejalan kembali dengan sasaran aksi adalah kantor GUBSU. Dan proses delegasi terlaksana akan tetapi proses delegasi tersebut tidak menghasilkan apa-apa, pihak GUBSU hanya memberikan janji secara lisan akan mempercepat proses pembentukan tim tersebut dengan menunjukan surat disposisi bahwasanya pihak DPRDSU telah memberikan surat kepada pihak GUBSU untuk membentuk tim penyelesaian kasus tanah tersebut.

k. 10 desember 2007

Masyarakat, pemuda dan mahasiswa kembali melakukan ke jalan untuk menyerukan tuntutan yang sama. Pada saat itu mahasiswa yang ikut dalam aksi mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Bersama Rakyat (AMBER). Dan aksi ini dilakukan dengan mengambil moment memperingati hari Hak Azasi Internasional. Dan pada saat aksi tersebut dilakukan proses dialog dengan anggota DPRDSU yang diterima oleh anggota komisi A. Proses delegasi menghasilkan surat yang ditandatangai oleh anggota komisi A yang berisikan akan segera mempercepat proses pembentukan tim untuk penyelesain kasus tanah tersebut. Namun pada saat proses delegasi tersebut terjadi aksi saling dorong antara massa aksi dengan pihak kepolisian yang mengawasi aksi tersebut hingga mengakibatkan kaca pintu depan kantor DPDRSU pecah. Dan penangkapan secara paksa dilakukan oleh pihak kepolisian dengan terlebih

dahulu melakukan pemukulan terhadap rekan mahasiswa tersebut lalu langsung membawa rekan-rekan tersebut ke kantor POLTABES. Dan rekan-rekan tersebut dibebaskan dengan syarat pada tanggal 11 November 2007 dengan dampingan pengacara yang berasal dari Kontras-SU.

l. Tanggal 14 januari 2008

Mengadakan audensi ke kantor DPRD-Su TK I. m. Tanggal 14 Januari 2008

Keluar ketentuan hokum tetap bahawasanya lahan yang dipersengketakan beserta objek diatasnya adalah sah menurut hokum milik penggugat (Petani Persil IV). Hal ini langsung direspon oleh PTPN dengan menyatakan akan terus melakukan upaya hokum/

n. Tanggal 11 juni 2009

PTPN II melakukan PK (peninjauan kembali) dengan menyertakan temuan-temuan baru.

BAB V

Dokumen terkait