• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.1 Pola Pemberian Makan Pada Anak Balita

5.1.1. Pola Pemberian Makan Berdasarkan Susunan Makanan dan Frekuensi Makanan pada Anak Balita Penderita ISPA

Pola pemberian makan pada balita penderita ISPA masih banyak yang yang tidak tepat, dimana anak balita jarang mengkonsumsi sayur dan buah. Tingkat pendapatan yang kurang mempengaruhi ketersediaan makanan dalam keluarga. Hal inilah yang menyebabkan daya beli bahan makanan yang kurang akan berpengaruh terhadap pola pemberian makan balita penderita ISPA. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa susunan makanan anak balita penderita ISPA tidak lengkap yaitu nasi + lauk pauk (85,7%). Keadaan ini dipengaruhi oleh persepsi ibu bahwa mengonsumsi makanan cukup dengan nasi dan lauk pauk sudah memenuhi kebutuhan gizi, konsumsi buah tergantung ketersediaan atau tidaknya sebab bagi ibu pendapatan mereka tidak dapat mencukupi untuk membeli buah-buahan, sedangkan sayur sayuran ibu selalu mengolah sesuai dengan selera keluarga, bukan selera anak balita tersebut. Oleh karena itu mereka lebih cenderung mengonsumsi makanan pokok dan lauk pauk saja. Ini dapat dilihat dari frekuensi mereka makan sayuran dan buah-buahan sangat jarang yaitu hanya 1-3 kali/minggu.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lauk pauk yang selalu dikonsumsi balita penderita ISPA dengan frekuensi 1-3 kali/hari dengan jenis ikan yaitu sebesar 100%. Hal ini dikarenakan ibu dengan sangat mudah mendapatkan ikan, tanpa harus membelinya. Selain itu, anak balita juga selalu mengonsumi

49

tahu (12,7%) sebagai pelengkap dalam menu makanan. Lauk pauk yang dikonsumsi tidak bervariasi, terlihat dari jenis lauk pauk yang dikonsumsi tidak beragam. Mereka jarang mengonsumsi lauk pauk lain seperti daging sapi maupun ayam. Selain itu, ikan yang dikonsumsi biasanya diolah dengan digoreng dan digulai. Begitu pula dengan tahu dan tempe yang biasa dikonsumsi diolah dengan digoreng.

Rata-rata frekuensi konsumsi sayuran pada balita penderita ISPA tergolong jarang. Jenis sayuran yang jarang dikonsumsi adalah sayuran brokoli (68,3%), begitu pula dengan sayuran lain seperti sayuran daun ubi (60,3%) dengan frekuensi tidak pernah dalam sebulan. Hal ini dikarenakan, sebagian ibu balita menganggap sayuran bukan kebutuhan makanan yang wajib dipenuhi, selain itu sebagian balita yang mengonsumsi sayuran, jika hanya tersedia saja. Padahal seharusnya, mengonsumsi sayuran sangat dianjurkan dalam setiap kali makan. Ini dikarenakan sayuran mengandung serat yang tinggi, sehingga sangat baik untuk balita yang masih mengalami masa pertumbuhan.

Frekuensi konsumsi buah-buahan anak balita penderita ISPA tergolong jarang. Jenis buah-buahan yang sangat jarang dikonsumsi adalah mangga dan semangka dengan frekuensi 1x/bulan. Hal ini dikarenakan, sebagian ibu balita menganggap buah-buahan tidak harus dikonsumsi setiap kali makan dan kurangnya daya beli keluarga. Selain itu mereka hanya mengonsumsi buah jika tersedia saja. Kebiasaan mengonsumsi buah-buahan dianjurkan bagi anak balita penderita ISPA agar lebih sering mengonsumsinya. Ini dikarenakan buah-buahan mempunyai efek yang mengenyangkan dan tinggi akan vitamin, mineral dan serat

sehingga frekuensi ISPA tidak akan lama. Selain mengonsumsi makanan pokok balita juga mengkonsumsi jajanan yang sering dikonsumsi sehari-hari diluar makanan pokok tersebut seperti jajanan seperti permen dan bikuit serta snack berbagai merek dan menggunakan penyedap rasa.

5.1.2 Pola Pemberian Makanan Berdasarkan Jumlah Asupan Karbohidrat, Protein, Vitamin A, Zink dan Zat Besi pada Anak Balita Penderita ISPA

Asupan zat gizi karbohidrat, protein, vitamin A, Zink dan zat besi sangat penting bagi anak balita, dimana masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang. Kurangnya asupan zat gizi pada balita akan menyebabkan kurangnya daya tahan tubuh balita, yang menyebabkan balita sangat mudah terserang penyakit ISPA. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan formulir food recall 24 jam, dapat diketahui bahwa jumlah asupan karbohidrat pada anak balita penderita ISPA dengan kategori kurang berada pada kelompok umur 12-36 bulan (30,4%%). Ini dikarenakan anak balita dengan kelompok umur 12-36 bulan mengalami masa pergantian makanan, dimana balita mulai mengikuti makanan sesuai dengan selera keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa jumlah asupan protein pada anak balita penderita ISPA dengan kelompok umur 12-36 bulan dan 37-59 bulan berada pada kategori sedang. Ini dikarenakan anak sering mengonsumsi lauk pauk berjenis ikan dengan 1-3x/hari, selain itu mereka juga sering mengonsumsi gorengan tahu dan tempe untuk makanan selingan maupun

51

pelengkap makanan utama. Protein yang cukup akan menguntungkan bagi tubuh balita.

Vitamin A merupakan salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai sistem imun. Kekurangan konsumsi vitamin A akan mempengaruhi kekebalan tubuh pada anak balita. Berdasarkan Hasil Penelitian menunjukkan bahwa jumlah asupan Vitamin A pada anak balita penderita ISPA dengan kelompok umur 12-36 bulan dalam kategori defisit (52,2%) dan kelompok umur 37-59 bulan dengan kategori kurang ( 47,1%). Ini dikarekan pengolahan sayur-sayuran tidak sesuai dengan selera anak balita melainkan dengan selera ibu balita dan kurangnya anak balita buah-buahan.

Zink merupakan zat gizi berfungsi sebagai penambah nafsu makan anak balita, maka dari itu kurangnya konsumsi zink pada anak balita akan menyebabkan menurunnya fungsi imunitas tubuh yang menyebabkan anak balita mudah terserang penyakit ISPA. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa jumlah asupan zink pada anak balita penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan kelompok umur 12-36 bulan dan kelompok umur 37-59 bulan dengan kategori kurang. Kurangnya konsumsi Vitamin A disebabkan kurangnya anak balita mengonsumsi buah-buahan dikarenakan harga buah-buahan yang mahal. Dengan pendapatan keluarga yang kurang, maka ibu tidak mampu untuk membeli buah-buahan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa jumlah asupan zat besi pada anak balita penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan kelompok umur 12-36 bulan dan 37-59 bulan dengan kategori defisit. Ini

dikarenakan anak balita penderita ISPA kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

5.2. Status Gizi pada Anak Balita Penderita Infeksi Saluran Pernafasan

Dokumen terkait