• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN

4.2 Kondisi Empiris dan Potensi Wilayah Perbatasan

4.2.7 Pola Pergerakan

Pola pergerakan penduduk perbatasan dibagi dalam pergerakan internal dan eksternal. Umumnya masyarakat melakukan mobilitas pergerakan untuk kepentingan sosial ekonomi. Pergerakan masyarakat sangat tergantung pada ketersediaan prasarana dan sarana transportasi baik darat maupun sungai. Kecenderungan masyarakat di perbatasan Kabupaten Sambas melakukan pergerakan lintas batas ke Sarawak tidak lepas dari kemudahan aksesibilitas dan hubungan sosial yang erat diantara mereka.

4.2.7.1. Pergerakan Internal

Secara internal, pergerakan penduduk kawasan perbatasan khususnya menuju Ibukota Kabupaten Sambas masih cukup sulit. Hal ini disebabkan prasarana dan sarana transportasi masih sangat terbatas. Jalan darat yang menghubungkan Kota Sambas ke Ibukota Sajingan Besar di perbatasan sudah ada namun kondisinya masih berupa jalan tanah yang hanya dapat dilalui jika kondisinya kering. Selain jalan darat, masyarakat juga memanfaatkan transportasi sungai untuk mobilitas mereka.

Sejak 3 bulan belakangan ini, seiring dengan peningkatan pembangunan jalan oleh Pemkab Sambas, telah beroperasi angkutan umum perbatasan dengan rute Sambas-Kaliau’ sebanyak 3 armada dengan tarif Rp.40.000/penumpang (tidak termasuk barang). Angkutan ini biasanya kesulitan beroperasi pada waktu musim hujan karena jalan sukar dilalui. Namun dengan adanya angkutan umum ini masyarakat perbatasan justru semakin banyak menjual hasil buminya di Kota Sambas. Tetapi barang-barang dari Sarawak hampir tidak ada yang disuplai ke Kota Sambas melalui angkutan ini. Yang terjadi justru barang-barang kebutuhan produk

Malaysia yang banyak terdapat di Kota Sambas disuplai melalui perbatasan Entikong. Hal ini dikarenakan distribusi barang-barang tersebut telah terkoordinasi melalui sistem ke-agen-an, sehingga distribusinya lebih teratur.

4.2.7.2. Pergerakan Eksternal

Secara eksternal pergerakan penduduk antarnegara (penduduk pelintas batas) memiliki karakteristik dan orientasi yang berbeda antara penduduk Sarawak ke Indonesia ataupun sebaliknya. Pelintas batas dari Indonesia ke Sarawak lebih didasarkan pada kepentingan ekonomi (perdagangan), sedangkan bagi penduduk Sarawak ke Indonesia selain kepentingan ekonomi, juga lebih kepada pemenuhan kebutuhan sosial (hiburan/rekreasi).

Selain itu minimnya fasilitas umum, sosial dan infrastruktur di kawasan perbatasan menyebabkan masyarakat cenderung berorientasi ke Sarawak dan Sabah. Motif utama penduduk selain berdagang adalah untuk mencari pekerjaan yang banyak terserap di sektor perkebunan dan industri yang tidak membutuhkan keterampilan tinggi, sehingga menyebabkan banyaknya TKI ilegal.

Pergerakan penduduk perbatasan melalui PLB Aruk ke Sarawak dalam melakukan aktifitas ekonomi terbatas pada penduduk desa disekitar wilayah tersebut, yaitu desa kaliau’, senatab dan sebunga yang ditempuh dengan berjalan kaki. Tujuan pergerakan penduduk pada umumnya menjual hasil bumi ke Desa terdekat di Sarawak (Biawak) dan pulangnya mereka membeli kebutuhan sehari-hari seperti sabun, biskuit, gula, dll untuk dikonsumsi. Terdapat sebagian kecil dari mereka yang memasok barang-barang tersebut untuk digunakan sebagai barang dagangan.

Sedangkan pergerakan penduduk dengan tujuan mencari pekerjaan di Sarawak (menjadi TKI) umumnya mereka masuk melalui pintu resmi (Entikong) karena di Aruk masih berstatus PLB sehingga belum dapat melayani pelintas batas secara resmi. Namun sejak berdirinya Pos Imigrasi dan Bea Cukai di Desa Kaliau (Oktober 2004), pergerakan penduduk ke Sarawak belum menunjukkan peningkatan karena aksesibilitas (terutama kondisi jalan) menuju pintu masuk Aruk dari Kota Sambas masih sulit.

Sedangkan penduduk perbatasan di Temajok (Paloh) melakukan pergerakan ke Sarawak melalui jalan darat menuju ke Kampung Telok Melano (Sarawak). Perjalan dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau jika menggunakan sepeda motor hanya memerlukan waktu 15 menit. Selain itu masyarakat Temajok juga menggunakan jalur transportasi laut dengan menggunakan Kapal Motor ke Kota Sematan untuk menjual hasil bumi mereka (mayoritas lada). Lama perjalanan Ke Sematan ditempuh dalam 3-5 jam. Waktu tempuh ini lebih singkat jika harus menjual hasil bumi ke Liku (Ibukota Kec. Paloh) yang membutuhkan 4-6 jam perjalanan darat dan membutuhkan 8 jam perjalanan jika dijual ke Kota Sambas.

Alasan utama masyarakat Temajok menjual hasil bumi ke Sematan (Sarawak) karena jaraknya lebih dekat dan harga yang bersaing. Sedangkan komoditas yang banyak diperdagangkan masyarakat di perbatasan (Paloh dan Sajingan Besar) adalah lada karena komoditas ini memang mempunyai harga jual yang lebih mahal dibandingkan dengan di Indonesia. Sehingga tidak mengherankan banyak masyarakat yang menanam lada untuk dijual di Sarawak.

HASIL ANALISIS, 2005 4.14 165 Batas imajine Temajok Serikin Biawak Liku Jagoi Babang Telok Melano Aruk Sematan

HASIL ANALISIS, 2005

4.15 166

POLA ALIRAN BARANG

Telok Melano Sematan Aruk Temajok Biawak Liku

• Aliran barang melalui jalur laut dari Liku (Ibukota Kec. Paloh) menuju Sematan mayoritas berupa komo ditas hasil hutan (kayu) yang umumnya illegal. • Sedangkan aliran barang

dari Temajok via laut de ngan tujuan yang sama mayoritas adalah komodi tas hasil perkebunan (lada, kopi, karet)

• Aliran barang dari Sema tan melalui laut didominasi barang konsumsi rumah tangga yg diselundupkan dalam jumlah yang cukup besar (mis: gula, bawang putih, pakaian bekas, dll)

• Aliran barang lintas batas melalui jalur darat dari Temajok ke Telok Melano didominasi oleh komoditas perkebunan (lada, kopi, karet) dengan pola perdagangan tradisional. • Sedangkan aliran barang dari

Aruk menuju Biawak selain berupa komoditas perkebunan, juga komoditas hasil hutan (kayu) yang umumnya ilegal • Aliran barang dari Biawak

berupa barang konsumsi rumah tangga dan elektronik. Selain untuk konsumsi sehari-hari seringpula diselundupkan dalam jumlah yang cukup besar (mis. Gula)

Serikin Kuching

Jagoi Babang

• Aliran barang lintas batas hanya terjadi pada wilayah disekitar garis perbatasan dalam radius 5-20 km, kecuali lewat jalur laut di Kec. Paloh.

• Sedangkan aliran barang dari wilayah lainnya cenderung menuju Kota Sambas, bahkan terdapat sebagian komoditas perkebunan dari kawasan PALSA yang dipasarkan ke Kota Sambas

• Kota Sambas sebagai pusat koleksi , distribusi dan pemasaran bagi wilayah sekitarnya (termasuk wilayah perbatasan) juga mendistribusikannya ke luar Kab. Sambas menuju Singkawang atau Pontianak.

• Sebagian juga didistribusikan ke perbatasan Jagoi Babang (Kab. Bengkayang) untuk dipasarkan di Serikin (Sarawak)

Jangkauan pelayanan lokal

Aliran lintas batas via darat Aliran lintas batas via laut Aliran dari pusat pengum pul Lokal

Aliran dari Sentra Produksi Jangkauan pelayanan Kota Sambas

Sedangkan komoditas lainnya seperti karet, damar, rotan, kopra, kopi, dll. diperdagangkan mengikuti fluktuasi nilai tukar Ringgit dengan Rupiah. Apabila nilai kurs Rupiah melemah, mereka menjual komoditas tersebut ke Sarawak. Sedangkan bila Rupiah menguat mereka menjualnya ke kota terdekat di Kabupaten Sambas.

Selain melalui PPLB Entikong, pedagang di Kota Sambas biasanya juga menjual hasil bumi ke Serikin (Sarawak) melalui Jagoi Babang (Kab. Bengkayang) melalui Kecamatan Subah dengan waktu tempuh sekitar 6 jam perjalanan dengan kendaraan darat (truk). Meskipun rute ini cukup jauh, namun aksesibilitasnya cukup baik karena kondisi jalannya sudah beraspal. Selain itu alasan mereka menjual komoditas hasil bumi lewat Jagoi Babang ini dikarenakan di Serikin kondisi pasarnya lebih ramai dibandingkan dengan Biawak. Di Serikin telah lama terdapat semacam “pasar tumpah” yang ramai dikunjungi warga pada akhir pekan, sehingga pedagang dari Indonesia banyak yang memanfaatkan momen ini.

Pola pergerakan serta aliran orang dan barang dapat dilihat pada Gambar 4.14 dan Gambar 4.15 diatas.

Dokumen terkait