• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISA DESAIN

C. Konsep Perancangan

1. Pola Pikir Desain

DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER

StudiLiteratur StudiLapangan

Analisis Konsep Desain Norma Desain: 1. Fungsi 2. Bahan 3. Teknik 4. Estetik Alternatif Desain Skesta Desain Desain Akhir

commit to user

I. Metode Desain

1. Permasalahan

Desain Interior Autisma Center ini berdasarkan analisa permasalahan yang menjadi latar belakang perancangan sehingga membutuhkan bahan pembanding/ referensi dalam rancangan Autisma Center.

Perancangan ini membutuhkan pembanding dengan studi lapangan, studi literatur, dan browsing internet sehingga permasalahan dalam perancangan semakin jelas terlihat. Permasalahan dalam perancangan Autisma Center ini adalah penyediaan ruang-ruang terapi yang kondusif bagi penyandang autisma. Berdasar dari analisa permasalahan yang ada dikembangkan menjadi konsep desain yang didukung oleh aspek-aspeknya.

2. Bentuk Perancangan

Desain Interior Autisma Center menggunakan pendekatan psikologi lingkungan dan perilaku karena berpengaruh bagi pengguna. Pendekatan psikologi lingkungan dan perilaku ini sangat diperlukan karena bagi penyandang autisma selain terapi yang secara kontinyu dilakukan, ruangan yang mereka gunakan harus memperhatikan kebutuhan mereka. Dari studi lapangan dan literatur dihasilkan analisa desain yang sesuai dengan ide gagasan yaitu menciptakan terapi yang menyejukkan ditengah kota sehingga menghadirkan suasana yang homy, akrab, alami, peduli pada lingkungan namun tetap modern.

commit to user

Dari analisa desain menggunakan tema pembelajaran setiap saat dengan gaya natural modern pada ruang dan furnitur. Organisasi ruang menyesuaikan perancangan pencapaian antar ruang mudah dengan tidak mengenyampingkan interior system yang aman dan nyaman.

3. Lokasi Penelitian

a. Yayasan Autisma Indonesia di Jl. Cipinang Kebembem 1/6 Jakarta

13230

b. Dolan Care di Jl, Surabaya No. 11 Menteng Jakarta 10310

c. Arogya Mitra Akupuntur di Ngemplak, Kalikotes, Klaten, Jawa

Tengah

4. Bentuk Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diajukan dalam penelitian yang memerlukan data-data kualitatif maka bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif (uraian yang bersifat informatif dan tidak berbentuk angka). Bentuk ini mampu menangkap informasi kualitatif yang penuh nuansa daripada hanya sekedar angka atau frekuensi. “Deskriptif mempersyaratkan suatu usaha dengan keterbukaan pikiran yang menentukan objek yang sedang dipelajari.” (H.B Sutopo, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010).

commit to user

5. Sumber Data

Sumber-sumber data yang digunakan adalah:

1) Data Primer

Sejumlah keterangan yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian, melalui pihak-pihak yang terkait secara langsung.

2) Data Sekunder

Sejumlah data yang secara tidak langsung diperoleh dari lapangan penelitian, tetapi diperoleh melalui studi pustaka, majalah, internet.

6. Tehnik Pengumpulan Data

Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif, maka sumber data diperoleh melalui tehnik :

1) Wawancara

Metode ini untuk memperoleh data atau hal yang sifatnya tidak terungkap secara fisik. Wawancara ini dilakukan dengan struktur yang lentur tetapi dengan “pertanyaan yang semakin

memfokus sehingga informasi yang dikumpulkan cukup

mendalam”. ( H.B.Sutopo, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)

2) Observasi

Observasi dalam penelitian kualitatif sering disebut sebagai observasi berperan pasif. Observasi ini dilakukan secara formal dan informal untuk mengamati berbagai kegiatan di lokasi penelitian yang sesuai dengan daftar masalah. Observasi ini juga

commit to user

menggunakan alat bantu observasi seperti alat pencatat, kamera serta alat pendukung lainnya.

3) Kontek Analisa ( Analisa Dokumen )

Tehnik ini akan dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari dokumen dan arsip yang terdapat pada lokasi penelitian.

7. Metode pembahasan

Metode yang digunakan dalam pembahasan masalah adalah metode pembahasan analisa interaktif, dimana ada 3 tahap pokok yang digunakan oleh peneliti, yaitu :

1) Data reduction

Yaitu proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi data.

2) Data display

Merupakan suatu penyusunan informasi sebelum menyusun sebuah kesimpulan dari penelitian yang dilakukan

3) Concluting Drawing

Dari awal penelitian data penelitian sudah harus memulai melakukan pencatatan peraturan, pola-pola pertanyaan, arahan sebab-akibat dan proporsi-proporsi. (Sutopo HB, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)

commit to user

J. SISTEMATIKA PENULISAN

Secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri atas latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, sasaran perancangan, manfaat, skema pola pikir dan metode desain, dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN LITERATUR

Mengemukakan hasil proses pengumpulan data dan studi literatur. Teori-teori ini kemudian digunakan sebagai dasar dan pedoman perancangan. yang meliputi pembahasan teori tentang ruang dan manusia, yang di dalamnya mencakup tentang pengertian, fungsi, klasifikasi, sirkulasi, komponen pembentuk ruang, sistem interior, sistem keamanan.

BAB III STUDI LAPANGAN

Data-data hasil survey lapangan yang berhubungan dengan proyek interior yang akan dikerjakan sehingga menjadi pembanding dan acuan untuk merancang konsep desain. Merupakan hasil studi observasi di lapangan, baik sebagai dasar acuan atas pemilihan lokasi perencanaan, maupun sebagai bahan pembanding dan bahan pengayaan bagi proses analisa dari konsep Desain Autisma Center di Surakarta

BAB IV ANALISA DESAIN

Merupakan uraian tentang ide atau gagasan yang akan melatar belakangi terciptanya karya desain interior.

commit to user BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Meliputi kesimpulan evaluasi konsep perancangan dan keputusan desain serta saran-saran penulis mengenai perancangan Interior Autisma Center di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan.

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

commit to user

15

BAB II

KAJIAN LITERATUR

A. Pengertian Judul

Pengertian Desain Interior Autisma Center Di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan bila dijelaskan secara umum dari tiap kata yang ada adalah :

Desain : 1) Rancangan, rencana suatu bentuk dan sebagainya.

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, dalam Galur Gegadannitisswari. 2009)

2) Suatu sistem yang berlaku untuk segala macam jenis perancangan dimanan titik beratnya adalah melihat sesuatu persoalan tidak secara tepisah atau tersendiri melainkan sebagi suatu kesatuan dimana satu masalah dengan lainnya saling kait mengkait. (Desain Interior, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)

Interior : merupakan bagian dalam dari gedung ( ruang; dsb; tatanan perabot, hiasan, dll ) di dalam ruangan dari gedung tersebut ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, dalam Galur Gegadannitisswari. 2009 )

Desain Interior : Adalah karya arsitek atau desainer yang khusus

menyangkut bagian dalam dari suatu bangunan. (Desain Interior, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)

commit to user

Autism : 1) a mental disorder characterized by inability to

engage in normal social interactions and intense self-absorption, and usually accompanied by other symptoms such as language dysfunctions and repetitive behavior. (www.dict.org_gcide)

2) behavior showing an abnormal level of absorption with one's own thoughts and disregard for external realities. (www.dict.org_gcide)

3) (psychiatry) an abnormal absorption with the self; marked by communication disorders and short attention span and inability to treat others as people. (www.dict.org_gcide)

4) Autisma adalah gangguan perkembangan yang luas dan berat yang gejalanya mulai tampak pada anak sebelum ia mencapai usia 3 tahun. Gangguan ini terutama mencakup bidang komunikasi interaksi dan perilaku. (Dr. Melly Budhiman SpKJ)

5) Autisme atau biasa disebut ASD (Autistic

Spectrum Disorder) adalah gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan sangat bervariasi (spektrum). Biasanya gangguan perkembangan ini meliputi cara berkomunikasi,

commit to user

ber-interaksi sosial dan kemampuan ber-imajinasi. (www.puterakembara.org)

Center : Titik tengah atau bagian dari sesuatu. Bangunan atau tempat untuk kegiatan tertentu. Titik dimana

orang-orang memusatkan perhatian.( Oxford Learner’s

Pocket Dictionary )

Surakarta : Salah satu kota di Jawa Tengah

Psikologi : psychology ( Inggris ) yang dari kata ‘psyche’ atau

‘psycologie’ ( Jerman ) dimana artinya adalah jiwa,

psychology artinya ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan jiwa manusia, baik perkembangannya dan segala hal yang

menyertainya. ( Oxford Learner’s Pocket

Dictionary)

Lingkungan : Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,

dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perkehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. ( UURI No.4 Tahun 1982 & UURI No.23 Tahun 1997, Tentang Lingkungan Hidup )

Perilaku : Menunjukkan manusia dalam aksinya, berkaitan

commit to user

interaksi manusia dengan sesamanya ataupun dengan lingkungan fisiknya

Jadi pengertian Desain Interior Autisma Center di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan adalah rancangan suatu bentuk ruang dalam bangunan yang merupakan fasilitas terapi dan penataan perilaku penyandang autisma yang terletak di Surakarta dengan pendekatan konsep interior yang peduli perilaku penyandang autisma dengan menciptakan lingkungan interior yang kondusif untuk penataan perilaku penyandang autisma.

B. Tinjauan Umum Autisma

1. Definisi Autisme

Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun

saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang:

1. interaksi sosial,

2. komunikasi (bahasa dan bicara),

3. perilaku-emosi,

4. pola bermain,

commit to user

6. perkembangan terlambat atau tidak normal.

Gejala autis ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil;

biasanya sebelum anak berusia 3 tahun. Autisme dalam Diagnostic

and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah satu

dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Perpasive

Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di

bawah (umbrella term) PDD, yaitu:

1. Autistic Disorder (Autism)

Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas. 2. Asperger’s Syndrome

Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.

3. Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified

(PDD-NOS)

Merujuk pada istilah a typical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku

bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada

commit to user

4. Rett’s Syndrome

Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1 – 4 tahun.

5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD)

Menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.

Diagnosa Perpasive Develompmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD – NOS) umumnya digunakan atau dipakai di Amerika Serikat untuk menjelaskan adanya beberapa karakteristik autisme pada

seseorang (Howlin, 1998: 79). National Information Center for

Children and Youth with Disabilities (NICHCY) di Amerika Serikat menyatakan bahwa Autisme dan PDD – NOS adalah gangguan perkembangan yang cenderung memiliki karakteristik serupa dan gejalanya muncul sebelum usia 3 tahun. Keduanya merupakan gangguan yang bersifat neurologis yang mempengaruhi kemampuan berkomunikasi, pemahaman bahasa, bermain dan kemampuan berhubungan dengan orang lain. Ketidakmampuan beradaptasi pada perubahan dan adanya respon-respon yang tidak wajar terhadap pengalaman sensoris seringkali juga dihubungkan pada gejala autisme.

commit to user

2. Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV

a) Interaksi Sosial (minimal 2):

1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak

mata, ekspresi muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju

2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya

3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat

4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2

arah

b) Komunikasi Sosial (minimal 1):

1. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non

verbal

2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris

3. Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip

4. Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi sosial

c) Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):

1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat

khas dan berlebihan, baik intensitas dan fokusnya.

2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak

berguna.

3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang.

Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda.

Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate)

commit to user

seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan

kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku

menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan

rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low

functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti

rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism.

Dua dikotomi dari karakteristik gangguan sesungguhnya akan sangat berpengaruh pada implikasi pendidikan maupun model-model

treatment yang diberikan pada para penyandang autisme. Kiranya melalui media ini penulis menghimbau kepada para ahli dan paktisi di bidang autisme untuk semakin mengembangkan strategi-strategi dan teknik-teknik pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi mengingat fakta dari hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 80% anak dengan autisme memiliki intelegensi yang rendah dan tidak berbicara atau nonverbal. Namun sekali lagi, apapun diagnosa maupun label yang diberikan prioritasnya adalah segera diberikannya intervensi yang tepat dan sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan mereka.

Referensi baku yang digunakan secara universal dalam mengenali jenis-jenis gangguan perkembangan pada anak adalah ICD (International Classification of Diseases) Revisi ke-10 tahun 1993 dan

commit to user

DSM (Diagnostic And Statistical Manual) Revisi IV tahun 1994 yang

keduanya sama isinya. Secara khusus dalam kategori Gangguan

Perkembangan Perpasiv (Perpasive Developmental Disorder/PDD):

Autisme ditunjukkan bila ditemukan 6 atau lebih dari 12 gejala yang mengacu pada 3 bidang utama gangguan, yaitu: Interaksi Sosial – Komunikasi – Perilaku.

Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila

tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi

adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini

telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:

1. Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun

1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat

menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal.

2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.

3. The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4

commit to user

tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka

4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.

Diagnosa yang akurat dari Autisme maupun gangguan

perkembangan lain yang berhubungan membutuhkan observasi yang menyeluruh terhadap: perilaku anak, kemampuan komunikasi dan kemampuan perkembangan lainnya. Akan sangat sulit mendiagnosa karena adanya berbagai macam gangguan yang terlihat. Observasi dan wawancara dengan orang tua juga sangat penting dalam mendiagnosa. Evaluasi tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu memungkinkan adanya standardisasi dalam mendiagnosa. Tim dapat terdiri dari neurolog, psikolog, pediatrik, paedagog, patologis ucapan/kebahasaan, okupasi terapi, pekerja sosial dan lain sebaginya.

3. Gejala

Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangsangan dari kelima

commit to user

panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.

Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.

1. Hambatan dalam komunikasi, misalnya: berbicara dan memahami

bahasa.

2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di

sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.

3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.

4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang

commit to user

Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu.

Para penyandang autisme beserta spektrumnya sangat beragam, baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga

sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia).

Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.

Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspada dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :

1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan

2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada,

menggenggam) hingga usia 12 bulan

3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan

4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di

commit to user

5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada

usia tertentu

Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme. (www.rumahautis.org).

4. Prevalensi Individu dengan autisme

Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika Serikat. Sejak tahun 80 – an, bayi-bayi yang lahir di California – AS, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian Autisme. Penelitian dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran saraf dari Universitas George Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata hasilnya mencengangkan; seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala autis. National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan PDD pada tahun 2000 mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian Frombonne (Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari autisme

beserta spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah:

60/10.000 – best current estimate dan terdapat 425.000 penyandang

commit to user

data terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Autisme secara umum telah diketahui terjadi empat kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan yang terjadi pada anak perempuan. Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti. Saat ini para ahli terus mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya sehingga mereka pun dapat menemukan ‘obat’ yang tepat untuk mengatasi fenomena ini. Bidang-bidang yang menjadi fokus utama dalam penelitian para ahli, meliputi; kerusakan secara neurologis dan ketidakseimbangan dalam otak yang bersifat biokimia. Dr. Ron Leaf saat melakukan seminar di Singapura pada tanggal 26 – 27 Maret 2004, menyebutkan beberapa faktor penyebab autisme, yaitu:

1. Genetic susceptibility – different genes may be responsible in different families.

2. Chromosome 7 – speech / language chromosome

3. Variety of problems in pregnancy at birth or even after birth

Meskipun para ahli dan praktisi di bidang autisme tidak selamanya dapat menyetujui atau bahkan sependapat dengan penyebab-penyebab di atas. Hal terpenting yang perlu dicatat melalui hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua tidak menginginkan anak ketika hamil.

Bagaimana di Indonesia? Belum ditemukan data yang akurat mengenai keadaan yang sesungguhnya di Indonesia, namun dalam suatu wawancara di Koran Kompas; Dr. Melly Budhiman, seorang

commit to user

Psikiater Anak dan Ketua dari Yayasan Autisme Indonesia menyebutkan adanya peningkatan yang luar biasa. “Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000 anak, sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak”. Tahun 2000 yang lalu, Dr. Ika Widyawati; staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autisme di Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus meningkat. Hal ini sungguh patut

Dokumen terkait