• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI PERILAKU DAN LINGKUNGAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI PERILAKU DAN LINGKUNGAN."

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER DI SURAKARTA

DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI PERILAKU DAN LINGKUNGAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Jurusan Desain Interior

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh :

DIDIK ROHMADI NIM : C 0806007

JURUSAN DESAIN INTERIOR FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Penulisan Laporan Tugas Akhir dengan Judul : DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER DI SURAKARTA

DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI PERILAKU DAN LINGKUNGAN Telah disetujui Oleh :

Mengetahui

Ketua Jurusan Desain Interior

Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn NIP. 19621221 199201 1 001 Pembimbing I

Lu’lu’ Purwaningrum, SSn, MT NIP.19770612 20012 2 003

.

Pembimbing II

(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN

Telah disahkan dan dipertanggung jawabkan pada Sidang Tugas Akhir Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Senin, 26 Juli 2010

Tim Penguji : 1. Ketua Sidang

Iik Endang Siti W, SSn, M. Ds (………...) NIP. 19771027 200112 2 002

2. Sekretaris Sidang

Drs. IF. B. Sulistyono Sk, MT.arch (………...) NIP. 19621125 199303 1 001

3. Penguji I

Lu’lu’ Purwaningrum, SSn, MT. (………...) NIP.19770612 20012 2 003

4. Penguji II

Drs. Soepriyatmono, M.Sn. (………..) NIP. 19560117 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Dekan

Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Didik Rohmadi NIM : C 0806007

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Tugas Akhir berjudul Desain Interior Autisma Center di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan adalah benar – benar karya sendiri, bukan plagiat dan dibuatkan orang lain. Segala hal yang bukan karya saya dalam Laporan Tugas Akhir ini diberi kutipan dan ditunjukkan pada daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik.

Surakarta, 2 Agustus 2010 Yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

v

MOTTO

… enjoy living, easy going, keep smiling …

Jangan banyak bicara tanpa dzikir kepada Allah SWT, karena banyak bicara tanpa dzikrullah membekukan hati, dan sejauh-jauh manusia dari Allah SWT ialah yang keras hati (beku hati)

(HR. Ibnu Mardawaih)

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

· Bapak dan Simbokku yang slalu ada untuk aku

· Saudara-saudaraku yang kucintai

· Temen-temen interior

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah SAW, pada akhirnya penulis telah menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir : Desain Interior Autisma Center di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan, sebagai salah satu syarat kelengkapan kelulusan Jurusan Desain Interior, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan tugas ini, atas pernyataas rasa terima kasih ini penulis haturkan kepada :

1. Drs. Soedarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Rahmanu Widayat, MSn, selaku Ketua Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Iik Endang S.W, SSn, M. Ds, sekalu Koordinator Tugas Akhir.

4. Lu’lu’ Purwaningrum, SSn., MT, selaku Dosen Pembimbing I Mata Kuliah Tugas Akhir 5. Drs. Soepriyatmono, M. Sn, selaku Dosen Pembimbing II Mata Kuliah Tugas Akhir 6. Bapak dan Simbok yang selalu memberi motivasi.

7. Mas Bag + Bu Tutik, Abah Gie + Umi Rini, Den Joko + Nyai Susi, Mas Bimb + Mbak Tri kalianlah saudara-saudaraku yang menjadi inspirasi untuk aku berbuat lebih baik. 8. De’ Tithut yang memberi warna tersendiri dalam setiap langkahku.

(8)

commit to user

viii

10.Team maket ; Erlin, Harun, Arkhi. Terimakasih telah dengan total membantuku serta teman-teman interior 2006 (Pram Kebal, Hafidz Grendul, Ari Sangar, Muhib Sanggup, Fahmi Mio, Puthu, Cecep, Anik, Nur, Inung Ndud, Hesty, Rini Oneng, Selir Ginar, Putri, Ade’, Mayong, Rosi, Nanik, Nita Nitul).

11.Semua pihak yang telah banyak membantu selama penyusunan Tugas Akhir.

Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan oleh seluruh pihak akan mendapat balasan yang berlipat dari Allah SAW. Akhir kata, dalam penulisan dan penyususan Tugas Akhir Desain Interior Autisma Center di Surakarta dengan Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan ini mungkin masih banyak ada kekurangan, oleh karena itu segala saran dan kritik yang bergtuna untuk melengkapi ksempurnaan Laporan Tugas Akhir ini dapat diterima untuk membangun laporan ini. Semoga penulisan laporan ini dapat berguna dan bermanfaat untuk kita semua.

Surakarta, Agustus 2010

(9)

commit to user

ix

DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER DI SURAKARTA

DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI PERILAKU DAN LINGKUNGAN

Didik Rohmadi C 0806007

Pembimbing I : Lu’lu’ Purwaningrum, SSn., MT. Pembimbing II : Drs. Soepriyatmono, MSn.

ABSTRAK

(10)

commit to user

x

(11)

commit to user

A. Latar Belakang Masalah....………

(12)

commit to user

BAB II KAJIAN LITERATUR………

A. Pengertian Judul...……… B. Tinjauan Umum Autisma...………...

1. Definisi Autisme... 2. Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV...

3. Gejala...

4. Prevalensi Individu dengan Autisme... 5. Implikasi Diagnosa Autisme...

6. Perkembangan Penelitian Autisme... 7. Penanganan Autisme di Indonesia... 8. Terapi Bagi Individu dengan Autisme... 9. Terapi Alternatif... C. Tinjauan Khusus Autisma...……… 1. Terapi Medikamentosa... 2. Terapi Akupuntur ... D. Tinjauan Interior

1. Hubungan Antar Ruang... 2. Organisasi Ruang ...

(13)

commit to user

xiii

3. Pola Sirkulasi……...………. 4. Furniture ………...……….. 5. Warna...……… 6. Elemen Pembentuk Ruang ………...………..

BAB III STUDI LAPANGAN ………...

A. YAYASAN AUTISMA INDONESIA……… B. DOLAN CARE………. C. AROGYA MITRA AKUPUNTUR……….

BAB IV ANALISA DESAIN ………

A. Analisis Existing………. 1. Asumsi Lokasi……….

2. Potensi Lokasi ……… 3. Denah Existing …..……….

4. Pengembangan Denah Existing ……….………. B. Programing….………

1. Status Kelembagaan ……… 2. Struktur Organisasi…..……… 3. Sistem Operasional ………..……….. 4. Tinjauan Kegiatan………..………. 5. Pelaku Kegiatan………..……….

6. Skema Pelayanan…. ………. 7. Kegiatan dan Fasilitas ….………..

8. Analisa Kegiatan dan Besaran Ruang……… 9. Sistem Organisasi Ruang ……….

(14)

commit to user

xiv

10.Sistem Sirkulasi……… 11.Hubungan Antar Ruang……….. 12. Zoning dan Grouping………. C. Konsep Perancangan………

1. Pola Pikir Desain………. 2. Ide Gagasan……….. 3. Tema………. 4. Suasana dan Karakter Ruang………. 5. Pola Penataan Layout………. 6. Unsur Pembentuk Ruang……….. 7. Furniture……… 8. Bentuk dan Warna………. 9. Interior Sistem……… 10.Sistem Keamanan……….

BAB V KESIMPULAN ………..………

(15)

commit to user

xv DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Organisasi ruang terpusat... Gambar II.2 Ilustrasi 1 Organisasi ruang terpusat... Gambar II.3 Ilustrasi 2 Organisasi ruang terpusat... Gambar II.4 Ilustrasi 3 Organisasi ruang terpusat... Gambar II.5 Ilustrasi 4 Organisasi ruang terpusat... Gambar II.6 Ilustrasi 5 Organisasi ruang terpusat... Gambar II.7 Ilustrasi 6 Organisasi ruang terpusat... Gambar II.8 Ilustrasi 7 Organisasi ruang terpusat...

Gambar II.9 Organisasi Ruang Linier... Gambar II.10 Ilustrasi 1Organisasi ruang Linier...

Gambar II.11 Ilustrasi 2 Organisasi ruang Linier... Gambar II.12 Ilustrasi 3 Organisasi ruang Linier... Gambar II.13 Ilustrasi 4 Organisasi ruang Linier... Gambar II.15 Ilustrasi 5 Organisasi ruang Linier... Gambar II.16 Ilustrasi 5 Organisasi ruang Linier... Gambar II.17 Organisasi ruang Radial... Gambar II.18 Ilustrasi 1 Organisasi ruang Radial... Gambar II.19 Ilustrasi 2 Organisasi ruang Radial... Gambar II.20 Ilustrasi 3 Organisasi ruang Radial... Gambar II.21 Organisasi ruang Cluster... Gambar II.22 Ilustrasi 1 Organisasi ruang Cluster... Gambar II.23 Ilustrasi 2 Organisasi ruang Cluster...

(16)

commit to user

xvi

Gambar II.24 Ilustrasi 3 Organisasi ruang Cluster... Gambar II.25 Ilustrasi 4 Organisasi ruang Cluster... Gambar II.26 Organisasi ruang Grid... Gambar II.27 Ilustrasi 1 Organisasi ruang Grid... Gambar II.28 Ilustrasi 2 Organisasi ruang Grid... Gambar II.29 Ilustrasi 3 Organisasi ruang Grid... Gambar II.30 Ilustrasi 4 Organisasi ruang Grid... Gambar II.31 Ilustrasi 5 Organisasi ruang Grid... Gambar II.31 Ilustrasi 6 Organisasi ruang Grid... Gambar II.32 Ilustrasi 7 Organisasi ruang Grid... Gambar II.32 Sirkulasi Linier... Gambar II.33 Sirkulasi Radial... Gambar II.34 Sirkulasi Spiral... Gambar II.35 Sirkulasi Linier... Gambar II.36 Sirkulasi Network... Gambar. II.37 Konstruksi Lantai dan Karpet ... Gambar II.38 Fire estinguisher dan Hidrant kebakaran... Gambar III.1 Halaman Depan 1... Gambar III.2 Hal Depan II... Gambar III.3 Carport... Gambar III.4 Papan Nama... Gambar III.5 Bu Tari (Pengelola) ... Gambar III.6 Rak Data Autisma... Gambar III.7 Meja Kerja ...

(17)

commit to user

xvii

Gambar III.8 Rak Buku ... Gambar III.9 Sofa Tunggu 1... Gambar III.10 Sofa tunggu 2... Gambar III.11 Rak Makanan... Gambar III.12 Rak Mainan... Gambar III.13 Barang Paket... Gambar III.14 Display Mainan... Gambar III.15 Ruang Pimpinan... Gambar III.16 Market Autis ... Gambar III.17 Display Mainan... Gambar III.18 Interior Market... Gambar III.19 Interior Market... Gambar III.20 Ruang Tunggu 1... Gambar III.21 Ruang Tunggu 2... Gambar III.22 Pantry Belajar ... Gambar III.23 Toilet... Gambar III.24 Ruang Okupasi 1... Gambar III.25 Ruang Okupasi 2... Gambar III.26 Ruang Okupasi 3... Gambar III.27 Ruang Okupasi 4... Gambar III.28 Ruang Okupasi 5... Gambar III.28 Ruang Terapi ... Gambar III.29 R. Terapi Wicara... Gambar III.30 R. Diskusi Terapis 1...

(18)

commit to user

xviii

Gambar III.31 R. Diskusi Terapis 2... Gambar III.32 R. Terapi Wicara... Gambar III.33 R. Snoezelen 1... Gambar III.34 R. Snoezelen 2... Gambar II.35 R. Snoezelen 3... Gambar III.36 R. Snoezelen 4... Gambar III.37 Kantor TU dan Garasi... Gambar III.38 Gerbang Depan... Gambar III.39 Sanggar Kutilang... Gambar III.40 Sabtu Ceria... Gambar III.41 R. Rawat Inap... Gambar III.42 Tangga dan Ram... Gambar III.43 R. Rawat Inap... Gambar III.44 Ruang Akupuntur... Gambar III.45 Kolam Renang... Gambar III.46 Area Bermain... Gambar III.47 R. SI 1... Gambar III.48 R. SI 2... Gambar III.49 R. SI 3... Gambar III.50 R. SI 4... Gambar III.51 Perpisahan Karyawan... Gambar III.52 TokoPerlengkapan... Gambar III.53 Terapi Kegiatan 1... Gambar III.54 Terapi Kegiatan 2...

(19)

commit to user

xix

Gambar III.55 Terapi Kegiatan 3... Gambar III.56 R. Fitness... Gambar III.57 R. Akupuntur... Gambar III.58 R. Tunggu Terapi... Gambar III.59 R. Terapi Musik 1... Gambar III.60 R. Terapi Musik 2... Gambar III.61 R. Terapi Musik 3... Gambar III.62 Teras... Gambar III.63 Tunggu 1 ... Gambar III.64 R. Tunggu 2... Gambar III.65 R. Tunggu 3... Gambar III.66 R. Tangga... Gambar III.67 R. Parkir... Gambar III.68 Lavatory 1... Gambar III.69 Lavatory 2... Gambar IV.1 Peta Kota Suraka... Gambar IV.2 Denah Perubahan 1... Gambar IV.3 Denah Perubahan 2... Gambar IV.4 Denah Existing 1... Gambar IV.5 Denah Existing 2... Gambar IV.6 Ilustrasi Pola sirkulasi... Gambar IV.7 Zoning Grouping...

(20)

commit to user

xx DAFTAR SKEMA

Skema I.1. Pola Pikir Desain... Skema IV.1. Strktur Organisasi Autisma Center di Surakarta... Skema IV.2. Skema Pelayanan... Skema IV.3. Pola Pikir Desain...

(21)

commit to user

xxi DAFTAR TABEL

Tabel IV.1. Kegiatan dan Fasilitas... Tabel IV.2. Loby... Tabel IV.3. Ruang Kerja... Tabel IV.4. Ruang Terapi... Tabel IV.5. Ruang Terapis... Tabel IV.6. Toko... Tabel IV.7. Alternatif pengorganisasian ruang... Tabel IV.8. Hubungan Antar Ruang... Tabel IV.9. Analisa bahan dan kegunaan pada Lantai... Tabel IV.10. Analisa bahan dan kegunaan pada Dinding... Tabel IV.11. Analisa bahan dan kegunaan pada Ceiling...

(22)

commit to user

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar 1 Denah Perubahan Lantai 1... Gambar 2 Denah Perubahan Lantai 2... Gambar 3 Denah Existing Lantai 1... Gambar 4 Denah Existing Lantai 2... Gambar 5 Layout Lantai 1... Gambar 6 Layout Lantai 2... Gambar 7 Ceilling Plan Lantai 1... Gambar 8 Ceilling Plan Lantai 2...

Gambar 9 Floor Plan Lantai 1... Gambar 10 Floor Plan Lantai 2...

Gambar 11 Floor Plan Lantai 2 Alternatif... Gambar 12 Tampak Potongan A-A’ dan B-B’... Gambar 13 Tampak Potongan C-C’, D-D’ dan G-G’... Gambar 14 Tampak Potongan E-E’ dan F-F’... Gambar 15 Aksonometri Lantai 1... Gambar 16 Aksonometri Lantai 2... Gambar 17 Detail Konstruksi... Gambar 18 Detail Konstruksi... Gambar 19 Gambar Furniture ... Gambar 20 Sketsa Furniture 1... Gambar 21 Sketsa Furniture 2... Gambar 22 Perspektif Lobby Area...

(23)

commit to user

xxiii

Gambar 23 Perspektif Ruang Terapi Akupuntur... Gambar 24 Perspektif Ruang Tunggu... Gambar 25 Perspektif Ruang Terapi Wicara... Gambar 26 Skema Bahan Lantai 1... Gambar 27 Skema Bahan Lantai 2... Gambar 28 Skema Warna Lantai 1... Gambar 29 Skema Warna Lantai 2... Gambar 30 Foto Sidang Tugas Akhir... Gambar 31 Foto Maket Tugas Akhir...

(24)

commit to user

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Autisma atau biasa disebut Autistic Spectrum Disorder (ASD)

merupakan suatu gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan

bervariasi. Dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi ledakan yang luar

biasa dari gangguan perkembangan pada anak diseluruh dunia. Yang

paling menonjol peningkatannya adalah suatu gangguan perkembangan

yang cukup berat dan luas, yang lebih lazim disebut dengan Autisma

Infantil atau Autisma Masa Kanak. Diagnosa dan penanganan yang tepat

dengan memperhatikan psikologi lingkungan dan perilaku penyandang

autisma akan sangat membantu mereka untuk dapat mengembangkan

potensi yang ada.

Penanganan yang dilakukan untuk penyandang autisma meliputi

berbagai macam terapi dan pengembangan bakat yang disesuaikan untuk

kebutuhan penyandang autisma. Gejala autisma mulai tampak pada tiga

tahun pertama kehidupan ( usia 0-3 tahun ). Gangguan perkembangan ini

meliputi cara berkomunikasi, berinteraksi sosial, dan kemampuan

berimajinasi.

National Information Center for Children and Youth with

Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan PDD pada

tahun 2000 mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian

(25)

commit to user

autisme beserta spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah:

60/10.000 – best current estimate dan terdapat 425.000 penyandang ASD

yang berusia dibawah 18 tahun di Amerika Serikat. Di Inggris, data

terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Belum ditemukan data yang akurat

mengenai keadaan yang sesungguhnya di Indonesia, namun dalam suatu

wawancara di Koran Kompas; Dr. Melly Budhiman, seorang Psikiater

Anak dan Ketua dari Yayasan Autisme Indonesia menyebutkan adanya

peningkatan yang luar biasa. “Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah

penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000 anak, sekarang meningkat

menjadi satu per 500 anak”. Tahun 2000 yang lalu, Dr. Ika Widyawati;

staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autisme di

Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus meningkat.

(Kompas: 2000)

Peningkatan jumlah penderita autisma masih tetap dalam penelitian

para pakar dibidang autisme. Ada indikasi bahwa cara hidup manusia yang

semakin modern, banyak menggunakan zat-zat kimiawi sehingga akhirnya

manusia juga yang kena dampak racunnya.

Sayangnya peningkatan jumlah penyandang autisma yang

demikian pesat itu tidak sebanding dengan jumlah para profesional yang

mendalami bidang ini. Hal ini seringkali menyebabkan terjadinya

kerancuan dalam menegakkan diagnosa. Banyak penyandang autisma

terutama yang ringan tidak terdiagnosa atau bahkan mendapatkan diagnosa

(26)

commit to user

kemajuan yang diperoleh para penyandang autisma sangat tergantung dari

deteksi dan penatalaksanaan dini yang tepat.

Maka dengan adanya permasalahan tersebut, dibentuklah sebuah

pusat autisma yang melayani kebutuhan terapi dan sekolah untuk anak –

anak berkebutuhan khusus, yaitu treatment yang komprehensif, umumnya

meliputi; Terapi Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational

Therapy) dan Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi perilaku. ( www.mediaindonesia.com. 25 Februari 2010)

B. Batasan Masalah

Perencanaan dan perancangan Autisma Center ini muncul karena

rasa kepedulian terhadap kondisi sekarang yang semakin meningkatnya

penyandang autisma. Pendekatan secara psikologis yang mengacu kepada

alam diharapkan dapat menunjang kebutuhan tumbuh kembang anak

secara optimal. Maka dengan dibuatkan sebuah wadah Autisma Center

yang perencanaan dan perancangan interiornya yang menggunakan tema

modern tropis diharapkan mampu membantu tumbuh kembang anak autis

secara baik dan terarah. Dengan tema interior modern tropis diharapkan

mampu memberi dampak psikologis bahwa anak autis itu belajar dengan

unsur alam sebagai penunjangnya.

Masalah yang ingin ditangani dengan adanya proyek ini adalah

1. Terapi Wicara (Speech Therapy),

(27)

commit to user

3. Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi perilaku.

4. Akupuntur

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang Masalah diatas maka dapat diajukan

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana merencanakan dan merancang organisasi ruang, pola

hubungan antar ruang, dan sirkulasi yang memudahkan bagi anak autis

dan penunggu sesuai dengan kegiatan yang diwadahi pada Autisma

Center tersebut ?

2. Bagaimana mewujudkan ruangan yang dapat membantu dalam

mendukung proses terapi bagi anak penyandang autis dengan

pemakaian material, bahan dan warna sebagai suatu bentuk terapi pada

penerapan interior ?

3. Bagaimana merencanakan dan merancang karakter ruang yang sesuai

dengan psikologi anak autis sehingga mampu mendukung proses terapi

dengan memperhatikan unsur pembentuk ruang, interior sistem dan

furniture yang sesuai berdasarkan tema ?

D. Tujuan

Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka Autisma Center ini

(28)

commit to user

1. Menentukan organisasi ruang, pola hubungan antar ruang, dan

sirkulasi pada Autisma Center di Surakarta tersebut agar dapat

mewadahi kegiatan yang ada.

2. Mewujudkan ruangan dengan pemakaian material, bahan dan warna

sebagai suatu bentuk terapi pada penerapan interior yang dapat

membantu dalam mendukung proses terapi bagi anak autis.

3. Merencanakan dan merancang karakter ruang yang sesuai dengan

psikologi anak autis sehingga mampu mendukung proses terapi dengan

memperhatikan unsur pembentuk ruang, interior sistem dan furniture

yang sesuai berdasarkan tema.

E. Ruang Lingkup Perancangan

Autisma Center ini berupaya untuk mendidik atau mengajarkan orang tua agar dapat menerapkan pola asuh yang baik terhadap anak autisnya

serta membantu tumbuh kembang anak. Penekanan pembahasan yaitu

pada perancangan interior yang dapat memenuhi kebutuhan para pengguna

sekaligus pengelola.

Kegiatan utama pada Autisma Centerini adalah :

a. Fasilitas utama yang terdiri dari :

1. Sarana penyuluhan dan pendidikan perilaku anak autis yang benar

2. Sarana pelayanan konsultasi dan terapi anak autis

3. Sarana untuk penemuan dan pengembangan bakat pada anak autis.

b. Fasilitas Pendukung

(29)

commit to user

1. Ruang Terapi ( okupasi, perilaku, wicara, sensori)

2. Lobby

3. Ruang Pengelola

4. Ruang Terapis

5. Ruang Akupuntur

6. Ruang Pengembangan Bakat (musik, seni lukis, komputer)

7. Ruang Tunggu

8. Toko

9. Gudang

10.Toilet

11.Tempat Ibadah

F. Sasaran

Dalam perencanaan dan perancangan Autisma Center ini memuat

beberapa sasaran, antara lain:

1. Orang Tua penyandang autis.

2. Penyandang Autis

3. dan lain-lain.

G. Manfaat

Hasil perancangan nanti diharapkan dapat bermanfaat dan berguna

bagi pihak-pihak sebagai berikut :

(30)

commit to user

Memberikan pengetahuan tentang penataan interior yang termasuk di

dalamnya penataan furniture serta arus sirkulasi yang menunjang

kegiatan yang ada di sana, sekaligus dapat memberikan kenyamanan

dan keamanan.

2. Bagi Dunia Akademik

Memberikan pengetahuan tentang pengorgasisasian ruang yang baik di

dalam interior public space.

3. Bagi Penulis

Mampu merancang sebuah Autisma Center yang mampu memenuhi

(31)

commit to user

H. Skema Pola Pikir

Skema I.1 Pola Pikir Desain

DESAIN INTERIOR AUTISMA CENTER

StudiLiteratur StudiLapangan

Analisis

Konsep Desain

Norma Desain: 1. Fungsi 2. Bahan 3. Teknik 4. Estetik

Alternatif Desain

Skesta Desain

(32)

commit to user

I. Metode Desain

1. Permasalahan

Desain Interior Autisma Center ini berdasarkan analisa

permasalahan yang menjadi latar belakang perancangan sehingga

membutuhkan bahan pembanding/ referensi dalam rancangan Autisma

Center.

Perancangan ini membutuhkan pembanding dengan studi

lapangan, studi literatur, dan browsing internet sehingga permasalahan

dalam perancangan semakin jelas terlihat. Permasalahan dalam

perancangan Autisma Center ini adalah penyediaan ruang-ruang terapi

yang kondusif bagi penyandang autisma. Berdasar dari analisa

permasalahan yang ada dikembangkan menjadi konsep desain yang

didukung oleh aspek-aspeknya.

2. Bentuk Perancangan

Desain Interior Autisma Center menggunakan pendekatan

psikologi lingkungan dan perilaku karena berpengaruh bagi pengguna.

Pendekatan psikologi lingkungan dan perilaku ini sangat diperlukan

karena bagi penyandang autisma selain terapi yang secara kontinyu

dilakukan, ruangan yang mereka gunakan harus memperhatikan

kebutuhan mereka. Dari studi lapangan dan literatur dihasilkan analisa

desain yang sesuai dengan ide gagasan yaitu menciptakan terapi yang

menyejukkan ditengah kota sehingga menghadirkan suasana yang

(33)

commit to user

Dari analisa desain menggunakan tema pembelajaran setiap

saat dengan gaya natural modern pada ruang dan furnitur. Organisasi

ruang menyesuaikan perancangan pencapaian antar ruang mudah

dengan tidak mengenyampingkan interior system yang aman dan

nyaman.

3. Lokasi Penelitian

a. Yayasan Autisma Indonesia di Jl. Cipinang Kebembem 1/6 Jakarta

13230

b. Dolan Care di Jl, Surabaya No. 11 Menteng Jakarta 10310

c. Arogya Mitra Akupuntur di Ngemplak, Kalikotes, Klaten, Jawa

Tengah

4. Bentuk Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diajukan dalam

penelitian yang memerlukan data-data kualitatif maka bentuk

penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif

(uraian yang bersifat informatif dan tidak berbentuk angka). Bentuk ini

mampu menangkap informasi kualitatif yang penuh nuansa daripada

hanya sekedar angka atau frekuensi. “Deskriptif mempersyaratkan

suatu usaha dengan keterbukaan pikiran yang menentukan objek yang

(34)

commit to user

5. Sumber Data

Sumber-sumber data yang digunakan adalah:

1) Data Primer

Sejumlah keterangan yang diperoleh secara langsung dari lapangan

penelitian, melalui pihak-pihak yang terkait secara langsung.

2) Data Sekunder

Sejumlah data yang secara tidak langsung diperoleh dari lapangan

penelitian, tetapi diperoleh melalui studi pustaka, majalah, internet.

6. Tehnik Pengumpulan Data

Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif, maka sumber data

diperoleh melalui tehnik :

1) Wawancara

Metode ini untuk memperoleh data atau hal yang sifatnya

tidak terungkap secara fisik. Wawancara ini dilakukan dengan

struktur yang lentur tetapi dengan “pertanyaan yang semakin

memfokus sehingga informasi yang dikumpulkan cukup

mendalam”. ( H.B.Sutopo, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)

2) Observasi

Observasi dalam penelitian kualitatif sering disebut sebagai

observasi berperan pasif. Observasi ini dilakukan secara formal

dan informal untuk mengamati berbagai kegiatan di lokasi

(35)

commit to user

menggunakan alat bantu observasi seperti alat pencatat, kamera

serta alat pendukung lainnya.

3) Kontek Analisa ( Analisa Dokumen )

Tehnik ini akan dilakukan untuk mengumpulkan data yang

bersumber dari dokumen dan arsip yang terdapat pada lokasi

penelitian.

7. Metode pembahasan

Metode yang digunakan dalam pembahasan masalah adalah

metode pembahasan analisa interaktif, dimana ada 3 tahap pokok yang

digunakan oleh peneliti, yaitu :

1) Data reduction

Yaitu proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi data.

2) Data display

Merupakan suatu penyusunan informasi sebelum menyusun

sebuah kesimpulan dari penelitian yang dilakukan

3) Concluting Drawing

Dari awal penelitian data penelitian sudah harus memulai

melakukan pencatatan peraturan, pola-pola pertanyaan, arahan

sebab-akibat dan proporsi-proporsi. (Sutopo HB, dalam Defi Sri

(36)

commit to user

J. SISTEMATIKA PENULISAN

Secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri atas latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan

masalah, tujuan, sasaran perancangan, manfaat, skema pola

pikir dan metode desain, dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN LITERATUR

Mengemukakan hasil proses pengumpulan data dan studi

literatur. Teori-teori ini kemudian digunakan sebagai dasar dan

pedoman perancangan. yang meliputi pembahasan teori tentang

ruang dan manusia, yang di dalamnya mencakup tentang

pengertian, fungsi, klasifikasi, sirkulasi, komponen pembentuk

ruang, sistem interior, sistem keamanan.

BAB III STUDI LAPANGAN

Data-data hasil survey lapangan yang berhubungan dengan

proyek interior yang akan dikerjakan sehingga menjadi

pembanding dan acuan untuk merancang konsep desain.

Merupakan hasil studi observasi di lapangan, baik sebagai

dasar acuan atas pemilihan lokasi perencanaan, maupun

sebagai bahan pembanding dan bahan pengayaan bagi proses

analisa dari konsep Desain Autisma Center di Surakarta

BAB IV ANALISA DESAIN

Merupakan uraian tentang ide atau gagasan yang akan melatar

(37)

commit to user BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Meliputi kesimpulan evaluasi konsep perancangan dan

keputusan desain serta saran-saran penulis mengenai

perancangan Interior Autisma Center di Surakarta dengan

Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan.

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

(38)

commit to user

15

BAB II

KAJIAN LITERATUR

A. Pengertian Judul

Pengertian Desain Interior Autisma Center Di Surakarta dengan

Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan bila dijelaskan secara

umum dari tiap kata yang ada adalah :

Desain : 1) Rancangan, rencana suatu bentuk dan sebagainya.

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, dalam Galur

Gegadannitisswari. 2009)

2) Suatu sistem yang berlaku untuk segala macam

jenis perancangan dimanan titik beratnya adalah

melihat sesuatu persoalan tidak secara tepisah atau

tersendiri melainkan sebagi suatu kesatuan dimana

satu masalah dengan lainnya saling kait mengkait.

(Desain Interior, dalam Defi Sri Kartikasari. 2010)

Interior : merupakan bagian dalam dari gedung ( ruang; dsb; tatanan perabot, hiasan, dll ) di dalam ruangan

dari gedung tersebut ( Kamus Besar Bahasa

Indonesia, dalam Galur Gegadannitisswari. 2009 )

Desain Interior : Adalah karya arsitek atau desainer yang khusus

menyangkut bagian dalam dari suatu bangunan.

(39)

commit to user

Autism : 1) a mental disorder characterized by inability to

engage in normal social interactions and intense self-absorption, and usually accompanied by other symptoms such as language dysfunctions

and repetitive behavior. (www.dict.org_gcide)

2) behavior showing an abnormal level of

absorption with one's own thoughts and disregard for external realities. (www.dict.org_gcide)

3) (psychiatry) an abnormal absorption with the

self; marked by communication disorders and short attention span and inability to treat others

as people. (www.dict.org_gcide)

4) Autisma adalah gangguan perkembangan yang

luas dan berat yang gejalanya mulai tampak pada

anak sebelum ia mencapai usia 3 tahun. Gangguan

ini terutama mencakup bidang komunikasi

interaksi dan perilaku. (Dr. Melly Budhiman

SpKJ)

5) Autisme atau biasa disebut ASD (Autistic

Spectrum Disorder) adalah gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan

sangat bervariasi (spektrum). Biasanya gangguan

(40)

commit to user

ber-interaksi sosial dan kemampuan ber-imajinasi.

(www.puterakembara.org)

Center : Titik tengah atau bagian dari sesuatu. Bangunan atau tempat untuk kegiatan tertentu. Titik dimana

orang-orang memusatkan perhatian.( Oxford Learner’s

Pocket Dictionary )

Surakarta : Salah satu kota di Jawa Tengah

Psikologi : psychology ( Inggris ) yang dari kata ‘psyche’ atau

‘psycologie’ ( Jerman ) dimana artinya adalah jiwa,

psychology artinya ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan jiwa manusia,

baik perkembangannya dan segala hal yang

menyertainya. ( Oxford Learner’s Pocket

Dictionary)

Lingkungan : Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,

dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia

dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan

perkehidupan dan kesejahteraan manusia serta

makhluk hidup lainnya. ( UURI No.4 Tahun 1982 &

UURI No.23 Tahun 1997, Tentang Lingkungan

Hidup )

Perilaku : Menunjukkan manusia dalam aksinya, berkaitan

(41)

commit to user

interaksi manusia dengan sesamanya ataupun

dengan lingkungan fisiknya

Jadi pengertian Desain Interior Autisma Center di Surakarta dengan

Pendekatan Psikologi Perilaku dan Lingkungan adalah rancangan suatu

bentuk ruang dalam bangunan yang merupakan fasilitas terapi dan

penataan perilaku penyandang autisma yang terletak di Surakarta dengan

pendekatan konsep interior yang peduli perilaku penyandang autisma

dengan menciptakan lingkungan interior yang kondusif untuk penataan

perilaku penyandang autisma.

B. Tinjauan Umum Autisma

1. Definisi Autisme

Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun

saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk

hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak

tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive,

aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut

Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6

gangguan dalam bidang:

1. interaksi sosial,

2. komunikasi (bahasa dan bicara),

3. perilaku-emosi,

4. pola bermain,

(42)

commit to user

6. perkembangan terlambat atau tidak normal.

Gejala autis ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil;

biasanya sebelum anak berusia 3 tahun. Autisme dalam Diagnostic

and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah satu

dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Perpasive

Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity

Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk

menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di

bawah (umbrella term) PDD, yaitu:

1. Autistic Disorder (Autism)

Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya hambatan

dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara

imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas.

2. Asperger’s Syndrome

Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan

aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan

keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat

intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.

3. Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified

(PDD-NOS)

Merujuk pada istilah a typical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku

bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada

(43)

commit to user

4. Rett’s Syndrome

Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada

anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal

kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang

dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang

digantikan dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang

pada rentang usia 1 – 4 tahun.

5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD)

Menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama

usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan

kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.

Diagnosa Perpasive Develompmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD – NOS) umumnya digunakan atau dipakai di Amerika Serikat untuk menjelaskan adanya beberapa karakteristik autisme pada

seseorang (Howlin, 1998: 79). National Information Center for

Children and Youth with Disabilities (NICHCY) di Amerika Serikat menyatakan bahwa Autisme dan PDD – NOS adalah gangguan

perkembangan yang cenderung memiliki karakteristik serupa dan

gejalanya muncul sebelum usia 3 tahun. Keduanya merupakan

gangguan yang bersifat neurologis yang mempengaruhi kemampuan

berkomunikasi, pemahaman bahasa, bermain dan kemampuan

berhubungan dengan orang lain. Ketidakmampuan beradaptasi pada

perubahan dan adanya respon-respon yang tidak wajar terhadap

(44)

commit to user

2. Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV

a) Interaksi Sosial (minimal 2):

1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak

mata, ekspresi muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju

2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya

3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat

4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2

arah

b) Komunikasi Sosial (minimal 1):

1. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non

verbal

2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris

3. Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip

4. Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi sosial

c) Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):

1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat

khas dan berlebihan, baik intensitas dan fokusnya.

2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak

berguna.

3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang.

Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu dari

suatu benda.

Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate)

(45)

commit to user

seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya gangguan autisme sering

kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para

ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan

kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku

menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan

rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low

functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan

bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti

rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism.

Dua dikotomi dari karakteristik gangguan sesungguhnya akan sangat

berpengaruh pada implikasi pendidikan maupun model-model

treatment yang diberikan pada para penyandang autisme. Kiranya melalui media ini penulis menghimbau kepada para ahli dan paktisi di

bidang autisme untuk semakin mengembangkan strategi-strategi dan

teknik-teknik pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi mengingat

fakta dari hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 80%

anak dengan autisme memiliki intelegensi yang rendah dan tidak

berbicara atau nonverbal. Namun sekali lagi, apapun diagnosa maupun

label yang diberikan prioritasnya adalah segera diberikannya intervensi

yang tepat dan sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan mereka.

Referensi baku yang digunakan secara universal dalam mengenali

jenis-jenis gangguan perkembangan pada anak adalah ICD

(46)

commit to user

DSM (Diagnostic And Statistical Manual) Revisi IV tahun 1994 yang

keduanya sama isinya. Secara khusus dalam kategori Gangguan

Perkembangan Perpasiv (Perpasive Developmental Disorder/PDD):

Autisme ditunjukkan bila ditemukan 6 atau lebih dari 12 gejala yang

mengacu pada 3 bidang utama gangguan, yaitu: Interaksi Sosial –

Komunikasi – Perilaku.

Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat

menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila

tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi

adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini

telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:

1. Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun

1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat

menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan

hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi

terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi

verbal.

2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk

mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon

Baron Cohen di awal tahun 1990-an.

3. The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang

(47)

commit to user

tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial

mereka

4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening

autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy

Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak,

yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.

Diagnosa yang akurat dari Autisme maupun gangguan

perkembangan lain yang berhubungan membutuhkan observasi yang

menyeluruh terhadap: perilaku anak, kemampuan komunikasi dan

kemampuan perkembangan lainnya. Akan sangat sulit mendiagnosa

karena adanya berbagai macam gangguan yang terlihat. Observasi dan

wawancara dengan orang tua juga sangat penting dalam mendiagnosa.

Evaluasi tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu memungkinkan

adanya standardisasi dalam mendiagnosa. Tim dapat terdiri dari

neurolog, psikolog, pediatrik, paedagog, patologis ucapan/kebahasaan,

okupasi terapi, pekerja sosial dan lain sebaginya.

3. Gejala

Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama

maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali

menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara

tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang

lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau

(48)

commit to user

panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan

penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan

atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata)

juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri

sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar

kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal

mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang

berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi,

beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang

autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi

sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya,

permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa

tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.

Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut

ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya

baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.

1. Hambatan dalam komunikasi, misalnya: berbicara dan memahami

bahasa.

2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di

sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.

3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.

4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang

(49)

commit to user

Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola

perilaku yang tertentu.

Para penyandang autisme beserta spektrumnya sangat beragam,

baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan

perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak 'berbicara'

sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga

sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia).

Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya

menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami

konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas

yang unik dari individu-individu penyandangnya.

Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan

pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspada

dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute

of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika

Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan

perlunya evaluasi lebih lanjut :

1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan

2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada,

menggenggam) hingga usia 12 bulan

3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan

4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di

(50)

commit to user

5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada

usia tertentu

Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak

tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan

autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan

evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog,

Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang

memahami persoalan autisme. (www.rumahautis.org).

4. Prevalensi Individu dengan autisme

Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di

Amerika Serikat. Sejak tahun 80 – an, bayi-bayi yang lahir di

California – AS, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian

Autisme. Penelitian dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar

kedokteran saraf dari Universitas George Washington. Dari 250 contoh

darah yang diambil, ternyata hasilnya mencengangkan; seperempat

dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala autis. National

Information Center for Children and Youth with Disabilities

(NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan PDD pada tahun 2000

mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian Frombonne

(Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari autisme

beserta spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah:

60/10.000 – best current estimate dan terdapat 425.000 penyandang

(51)

commit to user

data terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Autisme secara umum telah

diketahui terjadi empat kali lebih sering pada anak laki-laki

dibandingkan yang terjadi pada anak perempuan. Hingga saat ini

penyebabnya belum diketahui secara pasti. Saat ini para ahli terus

mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya

sehingga mereka pun dapat menemukan ‘obat’ yang tepat untuk

mengatasi fenomena ini. Bidang-bidang yang menjadi fokus utama

dalam penelitian para ahli, meliputi; kerusakan secara neurologis dan

ketidakseimbangan dalam otak yang bersifat biokimia. Dr. Ron Leaf

saat melakukan seminar di Singapura pada tanggal 26 – 27 Maret

2004, menyebutkan beberapa faktor penyebab autisme, yaitu:

1. Genetic susceptibility – different genes may be responsible in

different families.

2. Chromosome 7 – speech / language chromosome

3. Variety of problems in pregnancy at birth or even after birth

Meskipun para ahli dan praktisi di bidang autisme tidak selamanya

dapat menyetujui atau bahkan sependapat dengan penyebab-penyebab

di atas. Hal terpenting yang perlu dicatat melalui hasil

penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak disebabkan

oleh faktor-faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua

tidak menginginkan anak ketika hamil.

Bagaimana di Indonesia? Belum ditemukan data yang akurat

mengenai keadaan yang sesungguhnya di Indonesia, namun dalam

(52)

commit to user

Psikiater Anak dan Ketua dari Yayasan Autisme Indonesia

menyebutkan adanya peningkatan yang luar biasa. “Bila sepuluh tahun

yang lalu jumlah penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000

anak, sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak”. Tahun 2000

yang lalu, Dr. Ika Widyawati; staf bagian Psikiatri Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang

lebih 6.900 anak penyandang autisme di Indonesia. Jumlah tersebut

menurutnya setiap tahun terus meningkat. Hal ini sungguh patut

diwaspadai karena jika penduduk di Indonesia saat ini mencapai lebih

dari 160 juta, kira-kira berapa orang yang terdata sungguh-sungguh

menyandang austime beserta spektrumnya?. (Sumber :Kompas: 2000).

5. Implikasi Diagnosa Autisme

Secara historis, diagnosa autisme memiliki persoalan; suatu ketika

para ahli dan peneliti dalam bidang autisme bersandarkan pada ada

atau tidaknya gejala, saat ini para ahli dan peneliti tampaknya

berpindah menuju berbagai karakteristik yang disebut sebagai

continuum autism. Aarons dan Gittents (1992) merekomendasikan

adanya descriptive approach to diagnosis. Ini adalah suatu pendekatan

deskriptif dalam mendiagnosa sehingga menyertakan

observasi-observasi yang menyeluruh di setting-setting sosial anak sendiri.

Settingya mungkin di sekolah, di taman-taman bermain atau mungkin

(53)

commit to user

maupun kesulitan mereka tampak jelas diantara teman-teman sebaya

mereka yang ‘normal’.

Persoalan lain yang mempengaruhi keakuratan suatu diagnosa

seringkali juga muncul dari adanya fakta bahwa perilaku-perilaku yang

bermasalah merupakan atribut dari pola asuh yang kurang tepat.

Perilaku-perilaku tersebut mungkin saja merupakan hasil dari

dinamika keluarga yang negatif dan bukan sebagai gejala dari adanya

gangguan. Adanya interpretasi yang salah dalam memaknai penyebab

mengapa anak menunjukkan persoalan-persoalan perilaku mampu

menimbulkan perasaan-perasaan negatif para orang tua. Pertanyaan

selanjutnya kemudian adalah apa yang dapat dilakukan agar diagnosa

semakin akurat dan konsisten sehingga autisme sungguh-sungguh

terpisah dengan kondisi-kondisi yang semakin memperburuk kondisi?

Perlu adanya sebuah model diagnosa yang menyertakan keseluruhan

hidup anak dan mengevaluasi hambatan-hambatan dan kesulitan anak

sebagaimana juga terhadap kemampuan-kemampuan dan

keterampilan-keterampilan anak sendiri. Mungkin tepat bila kemudian

disarankan agar para profesional di bidang autisme juga

mempertimbangkan keseluruhan area, misalnya: perkembangan awal

anak, penampilan anak, mobilitas anak, kontrol dan perhatian anak,

fungsi-fungsi sensorisnya, kemampuan bermain, perkembangan

konsep-konsep dasar, kemampuan yang bersifat sikuen, kemampuan

musikal, dan lain sebagainya yang menjadi keseluruhan diri anak

(54)

commit to user

Bagi para orang tua dan keluarga sendiri perlu juga dicatat bahwa

gejala autisme bersifat individual; akan berbeda satu dengan lainnya

meskipun sama-sama dianggap sebagai low functioning atau dianggap

sebagai high functioning. Membutuhkan kesabaran untuk

menghadapinya dan konsistensi untuk dalam penanganannya sehingga

perlu disadari bahwa bahwa fenomena ini adalah suatu perjalanan yang

panjang. Jangan berhenti pada ketidakmampuan anak tetapi juga perlu

menggali bakat-bakat serta potensi-potensi yang ada pada diri anak.

Sebagai inspirasi kiranya dapat disebutkan beberapa penyandang

autisme yang mampu mengembangkan bakat dan potensi yang ada

pada diri mereka, misalnya: Temple Grandine yang mampu

mengembangkan kemampuan visual dan pola berpikir yang sistematis

sehingga menjadi seorang Doktor dalam bidang peternakan, Donna

William yang mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dan

bakat seninya sehingga dapat menjadi seorang penulis dan seniman,

Bradley Olson seorang mahasiswa yang mampu mengembangkan

kemampuan kognitif dan kebugaran fisiknya sehingga menjadi seorang

pemuda yang aktif dan tangkas dan mungkin masih banyak

nama-nama lain yang dapat menjadi sumber inspirasi kita bersama. Pada

akhirnya, sebuah label dari suatu diagnosa dapat dikatakan berguna

bila mampu memberikan petunjuk bagi para orang tua dan pendidik

mengenai kondisi alamiah yang benar dari seorang anak. Label yang

menimbukan kebingungan dan ketidakpuasan para orang tua dan

(55)

commit to user

6. Perkembangan Penelitian Autisme

Tahun 1960 penanganan anak dengan autisme secara umum

didasarkan pada model psikodinamika, menawarkan harapan akan

pemulihan melalui experiential manipulations (Rimland, 1964).

Namun demikian model psikodinamika dianggap tidak cukup efektif.

Pada pertengahan tahun 1960-an, terdapat sejumlah laporan penelitian

bahwa pelaku psikodinamik tidak dapat memberikan apa yang mereka

janjikan (Lovaas, 1987). Melalui berbagai literatur, dapat disebutkan

beberapa ahli yang memiliki perbedaan filosofis, variasi-variasi

treatment dan target-target khusus lainnya, seperti:

1. Rimland (1964): Meneliti karakteristik orang tua yang memiliki

anak dengan autisme, seperti: pekerja keras, pintar, obsesif, rutin

dan detail. Ia juga meneliti penyebab autisme yang menurutnya

mengarah pada faktor biologis.

2. Bettelheim (1967): Ide penyebab autisme adalah adanya penolakan

dari orang tua. Infantile Autism disebabkan harapan orang tua

untuk tidak memiliki anak, karena pada saat itu psikoterapi yang

sangat berpengaruh, maka ia menginstitusionalkan 46 anak dengan

autistime untuk keluar dari stress berat. Namun tidak dilaporkan

secara detail kelanjutan dari hasil pekerjaannya tersebut.

3. Delacato (1974): Autisme disebabkan oleh Brain injured. Sebagai

seorang Fisioterapi maka Delacato memberikan treatment yang

bersifat sensoris. Pengaruh ini kemudian berkembang pada Doman

(56)

commit to user

4. Lovaas (1987): Mengaplikasikan teori Skinne dan menerapkan

Behavior Modification kepada anak-anak berkebutuhan khusus,

termasuk anak dengan autistisme di dalamnya. Ia membuat

program-program intervensi bagi anak-anak berkebutuhan khusus

yang dilakukannya di UCLA. Dari hasil program-program Lovaas,

anak-anak dengan autisme mendapatkan program modifikasi

perilaku yang kemudian berkembang secara professional dalam

jurnal-jurnal psikologi.

Hingga saat ini terdapat banyak program intervensi perilaku bagi

anak dengan autisme, setiap program memiliki berbagai variasi dan

pengembangan-pengembangan sendiri sesuai dengan

penelitian-penelitan dilakukan. Perkembangan studi mengenai autisme kemudian

disampaikan oleh Rogers, Sally J., sebagaimana disebutkan di bawah

ini:

1. 1960s Heavy emphasis on causes of autism, correlates of autism

2. 1970s Heavy emphasis on assessment, diagnosis: emerging

literature on treatment

3. 1980s Heavy emphasis on functional assessment and treatment,

school-based services

4. 1990s Heavy emphasis on social interventions, assessment,

school-based services

(57)

commit to user

7. Penanganan Autisme di Indonesia

Intensitas dari treatment perilaku pada anak dengan autisme

merupakan hal penting, namun persoalan-persoalan mendasar yang

ditemui di Indonesia menjadi sangat krusial untuk diatasi lebih dahulu.

Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain, beberapa fakta yang dianggap

relevan dengan persoalan penanganan masalah autisme di Indonesia

diantaranya adalah:

1. Kurangnya tenaga terapis yang terlatih di Indonesia. Orang tua

selalu menjadi pelopor dalam proses intervensi sehingga pada

awalnya pusat-pusat intervensi bagi anak dengan autisme dibangun

berdasarkan kepentingan keluarga untuk menjamin kelangsungan

pendidikan anak mereka sendiri.

2. Belum adanya petunjuk treatment yang formal di Indonesia. Tidak

cukup dengan hanya mengimplementasikan petunjuk teatment dari

luar yang penerapannya tidak selalu sesuai dengan kultur

kehidupan anak-anak Indonesia.

3. Masih banyak kasus-kasus autisme yang tidak dideteksi secara dini

sehingga ketika anak menjadi semakin besar maka semakin

kompleks pula persoalan intervensi yang dihadapi orang tua. Para

ahli yang mampu mendiagnosa autisme, informasi mengenai

gangguan dan karakteristik autisme serta lembaga-lembaga formal

yang memberikan layanan pendidikan bagi anak dengan autisme

(58)

commit to user

4. Belum terpadunya penyelenggaraan pendidikan bagi anak dengan

autisme di sekolah. Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional telah diamanatkan pendidikan yang

demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak

asasi manusia, dukungan ini membuka peluang yang besar bagi

para penyandang autisme untuk masuk dalam sekolah-sekolah

umum (inklusi) karena hampir 500 sekolah negeri telah diarahkan

oleh pemerintah untuk menyelenggarakan inklusi.

5. Permasalahan akhir yang tidak kalah pentingnya adalah minimnya

pengetahuan baik secara klinis maupun praktis yang didukung

dengan validitas data secara empirik (Empirically Validated

Treatments/EVT) dari penanganan-penanganan masalah autisme di Indonesia. Studi dan penelitian autisme selain membutuhkan dana

yang besar juga harus didukung oleh validitas data empirik, namun

secara etis tentunya tidak ada orang tua yang menginginkan anak

mereka menjadi percobaan dari suatu metodologi tertentu.

Kepastian dan jaminan bagi proses pendidikan anak merupakan

pertimbangan utama bagi orang tua dalam memilih salah satu jenis

treatment bagi anak mereka sehingga bila keraguan ini dapat dijawab melalui otoritas-otoritas ilmiah maka semakin terbuka

informasi bagi masyarakat luas mengenai

pengetahuan-pengetahuan baik yang bersifat klinis maupun praktis dalam proses

(59)

commit to user

8. Terapi Bagi Individu dengan Autisme

Bila ada pertanyaan mengenai terapi apa yang efektif? Maka

jawaban atas pertanyaan ini sangat kompleks, bahkan para orang tua

dari anak-anak dengan autisme pun merasa bingung ketika dihadapkan

dengan banyaknya treatment dan proses pendidikan yang ditawarkan

bagi anak mereka. Beberapa jenis terapi bersifat tradisional dan telah

teruji dari waktu ke waktu sementara terapi lainnya mungkin baru saja

muncul. Tidak seperti gangguan perkembangan lainnya, tidak banyak

petunjuk treatment yang telah dipublikasikan apalagi prosedur yang

standar dalam menangani autisme. Bagaimanapun juga para ahli

sependapat bahwa terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan

pada hambatan maupun keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh

setiap anak autis, misalnya; komunikasi dan persoalan-persoalan

perilaku. Treatment yang komprehensif umumnya meliputi; Terapi

Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan

Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi

perilaku.

Berikut ini adalah suatu uraian sederhana dari berbagai literatur

yang ada dan ringkasan penjelasan yang tidak menyeluruh dari

beberapa treatment yang diakui saat ini. Menjadi keharusan bagi orang

tua untuk mencari tahu dan mengenali treatment yang dipilihnya

langsung kepada orang-orang yang profesional dibidangnya. Sebagian

(60)

commit to user

menuju target tertentu yang menjadi hambatan atau kesulitan para

penyandangnya.

1. Educational Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Applied

Behavior Analysis (ABA) yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam penelitian Lovaas sehingga sering disamakan dengan Discrete Trial

Training atau Intervensi Perilaku Intensif.

2. Pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang

dikenal sebagai Floortime.

3. TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related

Communication – Handicapped Children).

4. Biological Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: diet, pemberian vitamin dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi

perilaku-perilaku tertentu (agresivitas, hiperaktif, melukai diri

sendiri, dsb.).

5. Speech – Language Therapy (Terapi Wicara), meliputi tetapi tidak terbatas pada usaha penanganan gangguan asosiasi dan gangguan

proses auditory/pendengaran.

6. Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS

(Picture Exchange Communication System), bahasa isyarat, strategi

visual menggunakan gambar dalam berkomunikasi dan

pendukung-pendukung komunikasi lainnya.

7. Pelayanan Autisme Intensif, meliputi kerja team dari berbagai

disiplin ilmu yang memberikan intervensi baik di rumah, sekolah

(61)

commit to user

8. Terapi yang bersifat Sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada

Occupational Therapy (OT), Sensory Integration Therapy (SI) dan

Auditory Integration Training (AIT).

Dengan adanya berbagai jenis terapi yang dapat dipilih oleh orang

tua, maka sangat penting bagi mereka untuk memilih salah satu jenis

terapi yang dapat meningkatkan fungsionalitas anak dan mengurangi

gangguan serta hambatan autisme. Sangat disayangkan masih minim

data ilmiah yang mampu mendukung berbagai jenis terapi yang dapat

dipilih orang tua di Indonesia saat ini. Fakta menyebutkan bahwa

sangat sulit membuat suatu penelitian mengenai autisme. Sangat

banyak variabel-variabel yang dimiliki anak, dari tingkat keparahan

gangguannya hingga lingkungan sekitarnya dan belum lagi etika yang

ada didalamnya untuk membuat suatu penelitian itu sungguh-sungguh

terkontrol. Sangat tidak mungkin mengkontrol semua variabel yang

ada sehingga data yang dihasilkan dari penelitian-penelitian

sebelumnya mungkin secara statistik tidak akurat.

Tidak ada satupun jenis terapi yang berhasil bagi semua anak.

Terapi harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada

potensinya, kekurangannya dan tentu saja sesuai dengan minat anak

sendiri. Terapi harus dilakukan secara multidisiplin ilmu, misalnya

menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan terapi perilaku sebagai

basisnya. Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu

mengarahkan pilihan-pilihan anda terhadap berbagai jenis terapi yang

(62)

commit to user

tua maupun keluarga sungguh-sungguh akan berjalan efektif. Namun

demikian, tentukan salah satu jenis terapi dan laksanakan secara

konsisten, bila tidak terlihat perubahan atau kemajuan yang nyata

selama 3 bulan dapat melakukan perubahan terapi. Bimbingan dan

arahan yang diberikan harus dilaksanakan oleh orang tua secara

konsisten. Bila terlihat kemajuan yang signifikan selama 3 bulan maka

bentuk intervensi lainnya dapat ditambahkan. Tetap bersikap obyektif

dan tanyakan kepada para ahli bila terjadi perubahan-perubahan

perilaku lainnya.

( Sumber : Yayasan Autisma Indonesia)

9. Terapi Alternatif

Semua yang dijabarkan diatas adalah data-data berdasarkan

ilmu-ilmu medis dan proses penelitian yang cukup panjang. Akan tetapi

suatu metode penyembuhan alternatif autisma yang telah berhasil

diterapkan di pinggiran kota Klaten telah menarik para orang tua

penyandang autisma untuk mengikuti pengobatan alternatif ini.

Metode penyembuhan dengan akupuntur yang dikenalkan oleh

Ignatius Eko Tunggono ternyata telah berhasil menyembuhkan ( Edo )

penderita autisma dan hal ini menjadikan ibunda Edo untuk

memberdayakan Ignatius Eko Tunggono untuk membantu

menyembuhkan penyandang autisma yang lainnya. Terapi akupuntur

pun harus didukung dengan terapi yang lainnya juga seperti terapi

(63)

commit to user

lainnya untuk mengembangkan bakat yang ada bagi penyandang

autisme. Hal penunjang lainnya yang mendukung untuk proses

penyembuhan ini adalah lingkungan, dalam hal ini adalah ruangan

yang memadai untuk proses terapi itu sendiri.

( Sumber : Arogya Mitra Akupuntur)

C. Tinjauan Khusus Autisma

Beragamnya gejala autisma menyebabkan tidak mungkin setiap

anak hanya ditangani oleh hanya satu terapi saja. Para penyandang autisma

sangat responsif terhadap program edukasi yang terstruktur yang

dirancang sesuai kebutuhan dirinya. Harus selalu diingat bahwa setiap

anak mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda

Suatu program intervensi yang dirancang secara baik harus

menyertakan pelatihan dalam bidang komunikasi, interaksi social, perilaku

dan perbaikan sensoris, yang dilakukan oleh ahli dalam bidangnya

masing-masing.

Penatalaksanaan yang efektif harus fleksibel, memakai penguatan

(reinforcement) yang positif dan harus dievaluasi secara berkala.

Pada intervensi dini, keberhasilan terapi sangat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu :

1. Berat atau ringannya gejala.

Hal ini tergantung dari berat atau ringannya gangguan di dalam otak

Gambar

gambar dalam
Gambar II.1 Organisasi ruang terpusat  Sumber : Ching, 2000, hal 189
Gambar II.2 Ilustrasi 1 Organisasi ruang terpusat
Gambar II.5 Ilustrasi 4 Organisasi ruang terpusat
+7

Referensi

Dokumen terkait

komitmen organisasional merupakan suatu perilaku ( behavioral school ) yang mengacu pada pemikiran Becker dengan teori " side bets ".. Aliran kedua dikenal

Dari beberapa hasil studi tersebut membuktikan pentingnya membangun kualitas keterhubungan (relationship quality ) oleh perusahaan melalui beberapa dimensi yaitu kepercayaan

Agar lebih memahami tentang penjumlahan bilangan bulat dengan garis bilangan, kerjakanlah penjumlahan bilangan bulat berikut dengan menggunakan alat

, Tabel Koefisien dan Grafik Untuk Perencanaan Balok Pelat Beton, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta,

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “ Pengaruh Konsentrasi Pektin terhadap Sifat

Menurut M.Quraish Shihab kata ار (katsiran)banyak bukan يث ك berarti kebanyakan, sebagaimana dipahami atau diterjemahkan sementara penerjemah. Tiga dari sepuluh

Sejalan dengan hukum permintaan pasar, tuntutan masyarakat terhadap ketersediaan guru SD tersebut, sangat menarik bagi berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta

A CLEP study guide includes sample tests and sample questions that are quite similar in format and standard to the actual CLEP tests or questions.. The CLEP study guides are your