• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRESTASI DATA PENELITIAN

4.9 Anak putus sekolah di Desa Rantau Panjang

4.9.1 faktor-faktor anak putus sekolah

4.9.1.1 Faktor Internal

4.9.1.1.3 Pola Pikir Masyarakat Desa Rantau Panjang

Keberadaan individu dimanapun berada dengan waktu yang cukup lama akan mempengaruhi pola kehidupan dan cara berbicara, tingkah laku akan sesuai dengan lingkungan sosial tempat tinggalnya. Begitu juga dengan kehidupan sosial tempat tinggal masyarakat pesisir memiliki nilai yang ditanamkan dalam diri individu namun menjadi umum memiliki nilai yang ditanamkan dalam diri individu menjadi umum memiliki pola pikir yang sama terhadap pendidikan.

Maka untuk mengetahui orientasi dari orangtua menyekolahkan anak-anak nya di Desa Rantau Panjang tersebut agar anak bisa baca dan

menulis, selain itu di orangtua hanya menginginkan anak untuk sekolah saja tanpa harus memikirkan apa saja yang dibutuhkan anaknya ketika sedang mengenyam pendidikan, peneliti akan memaparkan data hasil penelitian yang telah dilakukan, hal ini diungkapkan oleh Ibu Sahriah yaitu:

“….adalah pulakkan nak pas anak ibu sewaktu kuliah, jadikan anak ibu kuliah dibatang kuis, teruskan nak anak ibu setiap mau kuliah pasti menumpang saja kerja dia nak, pas dapatlah pulak tumpangan dia orang satu kampung ni, dibilangnya lah sama anak ibu, kau mau kemana, dijawab anak ibu kasimpang, terus ngapain jawab anak ibu lah kan nak mau kuliah, dibilang orang satu kampung nilah kan nak, bodoh ngapain lah kau sampai kuliah, mau jadi apa rupanya kau, nanti palingan penganguran kau, kau kan sudah ada ijazah SMA jadi apa lagi cobak, mending kau pergi ke Malaysia, kerja kau dipabrik bodoh, enak banyak gaji, ini kuliah kau orangtua kau pun susah padahal kalau kerja kau, bisalah kau bangunkan rumah mamak kau tu, bisa kau belikkan kereta buat mamak kau dank au tak manumpang-numpang lagi, diam sajalah anak ibu katanya nak….”

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Alwi saat dilapangan yaitu :

“….omak jang yang malulah aku mak yang sakolah ni mak, takut kali aku yang sudah mau tammat ni mak, dibilang orang sama aku-aku bodoh sakolah karena nanti pun kalau tamat menganggur nya aku mak, jadi kato orang ngapoi lah aku sakolah tinggi-tinggi mak….”

Hal tersebut juga sependapat dengan pendapat Bapak Syaipul yang merupakan sekretaris desa di Rantau Panjang yaitu :

“….mau kayak mana pun dibilang kalau di desa ini cukup hanya sekolah baca tulis saja kalau sudah bisa tak pala perlu sekolah, kalau disini payah, kalau orang sekolah yang diceritai, kalau tak sakolah bagus mungkin menurut orangni, yang mana kalau anak

sekolah banyaklah cerita orangni, kalau parampuan mau pun laki-laki mau nya langsung saja kerja, tak usah pala capek-capek sakolah, ujungnya pun nanti penganggurannya kan….”

Pola pikir masyarakat pesisir menjadi budaya akan pendidikan tak ada arti bagi seseorang, sebab pola pikir masyarakat terhadap pendidikan yang tidak membawa perubahan memang tidak adanya terbukti bahwasanya pendidikan akan membawa pada perubahan yang baik, dimana ketika sudah tamat sekolah dan ingin bekerja juga akan memerlukan uang juga. Hal tersebut yang membuat masyarakat pesisir untuk memilih bekerja secara langsung tanpa harus dibekali ilmu terlebih dahulu.

Kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan membawa perubahan sangat sedikit, dimana setiap orang yang sudah tamat sekolah tidak memiliki pekerjaan dan pada akhirnya menjadi pengangguran. Setelah menganggur kembali lagi bekerja kelaut, sebab itulah jalan satu- satu nya untuk perubahan hidup seseorang. Dan pola pikir masyarakat yang seperti ini dari tahun-ke tahun tidak pernah mengalami perubahan. Masyarakat hanya percaya pendidikan yang akan membawa perubahan tersebut hanya di daerah besar saja, seperti di perkotaan saja atau di daerah pesisir lainnya seperti sibolga. Hal ini disukung saat wawancara dengan Bapak Adi Bowo Sembiring pada saat dilapangan yaitu :

“….bedanya masyarakat pesisir ni dek kalau masalah pendidikan, mungkin masyarakat pesisir yang paling bobrok pendidikannya ya di desa ni dek, kalau di batu bara, tanjung balai sedikit baik, tapi kalau mau yang lebih baik pendidiikannya ya di si Bolga sana bapak liat dek, orang itu pola pikirnya memang sudah baik, kalau di desa ini jangan tanya dek dari tahun ketahun

begitu saja nya itu dek, cuman bangunan sekolah saja nya yang betambah, tapi kalau minat nya tak ada pala itu dek, bapak nilai sama sajanya….”

Hal ini senada dengan pedapat Bapak Abdul Hakim yaitu : “….kalau dinilai pola fikir masyarakat untuk pendidikan sangat sedikit dek, tapi kalau Bapak nilai sekolah yang ada di desa ini sudah cukup baik dari segi bangunan dan segi guru-gurunya mengajar dek, kalau dari cara pandangan masyarakat menilai sekolah itu sedikit saingannya, beda kalinya sama orang kota-kota dek….”

Masyarakat pesisir khusus nya di Desa Rantau Panjang sendiri menilai bahwasanya pendidikan yang baik itu hanya ada di dapat di kota besar saja, dan pendidikan khusunya masyarakat pesisir yang baik itu hanya ada di di Sibolga, yang mana kota Sibolga sendiri sudah modern cara berpikirnya terhadap pendidikan. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti bahwasanya pendidikan di desa tersebut memang tidak ada perubahan yang baik dari tahun ketahun, pendidikan di desa tersebut stagnan, bahkan hanya berjalan di tempat saja. Namun jika dinilai dari segi bangunan dan segi guru-guru sudah baik di desa tersebut, hanya saja kemauan masyarakat sendiri yang kurang antusias terhadap pendidikan tersebut.

Dokumen terkait