• Tidak ada hasil yang ditemukan

Poligami Dalam Perspektif Kualitas Cinta Personal dan Cinta Sebagai Aktualisasi Diri Agustinus mengakui bahwa keadaan perkawinan yang paling agung adalah saling

mencintai tanpa memanfaatkan dalam perkawinan. Untuk membela perkawinan Agustinus sangat menekankan tiga nilai perkawinan antara lain kebaikan anak cucu (pro kreasi dan pengasuhan anak-anak), kebaikan dari kesetiaan satu sama lain (kesucian perkawinan yang sepenuhnya bebas dari hasrat seksual dan tidak adanya perzinahan) dan akhirnya sebagai kebaikan sakramen sehingga tidak dapat diceraikan.84 Dalam pandangan Agustinus, poligami bukan merupakan bagian dari nilai perkawinan yang sesungguhnya, karena itu diperlukan

81Setyawan, Seksualitas dalam Agama dan Masyarakat,79-80.

82Setyawan, Seksualitas dalam Agama dan Masyarakat, 75-76

83 Harari,Sapiens Riwayat Singkat Umat Manusia, 173

84 Jeanne Bechher “Perempuan,260

48

cinta sebagai dasar dari sebuah perkawinan. Fromm menyatakan bahwa cinta adalah salah satu cara yang konstruktif untuk membangun relasi dengan orang lain.85

Pada bagian ini penulis akan membahas tentang poligami dalam perspektif kualitas cinta personal dan cinta sebagai aktualisasi diri. Kualitas cinta personal dan cinta sebagai aktualisasi diri didasarkan atas relasi yang penuh dengan cinta yang konstruktif dan adil. Sementara poligami adalah sebuah sistem perkawinan yang dicirikan sebagai hubungan yang bersifat eksploitatif dan diskriminatif. Dengan demikian, pada bagian ini penulis akan membahas dua perspektif tentang cinta yaitu kualitas cinta personal dan cinta sebagai aktualisasi diri sebagai dasar hubungan suami istri sehingga poligami menjadi hal yang akan sangat dihindari.

2.5.1. Kualitas Cinta Personal

Poligami merupakan persoalan seksualitas sehingga untuk mengetahui alasan poligami dilakukan maka tidak dapat dipisahkan dari pandangan tentang seksualitas. Suban Tukan berpendapat bahwa dalam kualitas cinta personal, pengenalan, penyesuaian diri, keserasian, kebersamaan merupakan unsur yang memberikan warna pada nafsu kelamin, alat kelamin, gairah seks, naluri seks maupun sejenisnya. Seksualitas hanya bermakna dan bersifat manusiawi kalau menjadi sarana ungkapan cinta personal dengan seluruh dampaknya. Dengan demikian terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pasangan yang ingin menghayati dan mengamalkan seksualitas atas cara yang benar-benar membahagiakan secara manusiawi antara lain;

a. Seksualitas bukanlah perangkat yang digunakan untuk mencapai kenikmatan atau kepuasan seksual jasmani saja. Seksualitas harus terarah pada kebersamaan hidup dalam ikatan yang ingin saling membahagiakan.

85Bidharjo, Mengenal Teori Kepribadian Mutakhir, 63-64.

49

b. Cinta personal yang bersedia membahagiakan dan berkorban dapat membuahkan keturunan. Oleh karena itu, tidak adanya keturunan tidak boleh menjadi halangan diteruskannya hubungan cinta personal antara suami-istri.

c. Hubungan kekelaminan merupakan ikatan yang mempererat kesatuan. Hubungan ini harus merupakan suatu ungkapan cinta personal yang terbina dengan baik antara suami istri. Jika tidak maka hubungan kekelaminan akan dialami sebagai pelampiasan nafsu pihak yang satu terhadap pihak yang lain dan sekaligus merendahkan martabat pribadi kedua belah pihak.

d. Hubungan kekelaminan selalu harus dikitari iklim cinta personal yang sejati dan gairahnya lambat laun harus diganti dengan suasana kebersamaan dan membahagiakan. 86

Dengan demikian dalam pandangan kualitas cinta personal, poligami tidak akan mungkin dilakukan sekalipun terdapat berbagai tantangan dalam perkawinan, misalnya tidak adanya keturunan. Suami dan istri umumnya dapat memahami setiap tantangan tersebut dan mereka mampu menerima kekurangan dari masing-masing pasangan. Hal ini dikarenakan kualitas cinta personal dicirikan dengan sebuah ikatan kebersamaan dan persatuan untuk saling memahami dan membahagiakan.87 Dengan kata lain kualitas cinta personal hanya bisa dilakukan dalam pernikahan monogami. Karena seksualitas dalam segi jasmani manusia diangkat ke tingkat yang lebih tinggi. Mencari kepuasan seks jasmani lepas dari pasangannya yang sah maka tidak sejalan dengan tujuan seksualitas dalam kehidupan manusia. Seksualitas dalam rangka kebersamaan cinta personal juga tidak dapat dihayati atas cara yang membahagiakan, kalau seksualitas dijadikan sarana untuk mengungkapkan cinta kepada lebih dari satu orang sekaligus dalam hal ini pernikahan/perkawinan yang ideal terjadi hanya antara

86 Tukan, Etika Seksual dan Perkawinan,xiii-xix.

87Tukan, Etika Seksual dan Perkawinan,xix

50

seorang pria dan seorang wanita.88 Dengan demikian, poligami dan poliandri tidak sejalan dengan pemahaman seksualitas dari cinta personal.

2.5.2. Seksualitas dalam Cinta Sebagai Aktualisasi Diri

Maslow beranggapan bahwa studi empiris tentang cinta sangat penting, karena dengan mengetahui apa itu cinta dan mengajarkannya, orang dapat memprediksikan tingkah laku manusia di tengah-tengah situasi permusuhan yang terjadi dewasa ini. Seksualitas dan cinta pada orang yang mengaktualisasikan diri ialah indikasi yang tegas akan tuntutan pemuasan cinta dan pemuasan seks yang dapat bertambah sempurna dengan berlanjutnya hubungan cinta. Cukup jelas pula bahwa pada orang-orang yang sungguh sehat, kepuasan yang khusus bersifat sensual dan fisik pun bertambah sempurna dengan semakin akrabnya hubungan dengan teman bercinta (pasangan) daripada dengan orang yang baru.89 Hubungan percintaan yang sehat cenderung memberikan kemungkinan kepada dua orang untuk berlaku spontan, untuk sungguh-sungguh saling mengenal dan tetap saling mencintai.90 Sehingga poligami tidak akan dilakukan oleh orang yang mengaktualisasikan dirinya.

Menurut Maslow, cinta aktualisasi diri banyak menunjukkan ciri-ciri pada umumnya misalnya bahwa cinta aktualisasi didasarkan pada pandangan yang sehat mengenai diri sendiri dan orang lain. Cinta pada orang yang mengaktualisasi diri dapat menerima banyak hal yang mungkin tidak dapat diterima oleh orang lain. Orang yang mengaktualisasi diri, menunjukkan sifat menerima fakta kehidupan, yang diiringi dengan hubungan percintaan yang lebih bersungguh, mendalam serta lebih memuaskan, dan hal ini membuat mereka kurang terdorong untuk melakukan hubungan seks pengimbang atau neurotik di luar pernikahan. Misalnya,

88 Tukan, Etika Seksual dan Perkawinan, xviii

89 Kata sehat yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah hubungan percintaan dan hubungan seksual yang dibangun oleh orang yang mengaktulaisasikan diri.Hubungan sehat adalah hubungan seks yang dibangun atas dasar cinta. Hubungan seks yang dibangun tanpa diiringi cinta disebut kurang sehat. Dengan demikian pria dan wanita yang mengaktulisasikan diri, pada umumnya tidak mengejar seks demi seks saja melainkan seks yang disertai dengan rasa cinta atau kasih sayang. Abraham H. Maslow, Penerjemah Nurul Iman, Teori Motivasi dan Kepribadian, 213-214.

90 Maslow, Penerjemah Nurul Iman, Teori Motivasi dan Kepribadian, 211

51

sekalipun mereka relatif kurang terdorong untuk mengadakan hubungan cinta di luar perkawinan, mereka lebih bersedia mengakui adanya daya tarik seksual terhadap orang lain.

Tunjang terima yang lebih leluasa terhadap fakta seksualitas rupanya menyebabkan seseorang lebih mudah dan bukan lebih sulit menjalani kehidupan yang relatif bersifat monogami. 91

Kecenderungan untuk hidup bermonogami bukanlah merupakan kecenderungan untuk hidup suci, ataupun menolak seksualitas. Jelasnya, semakin sempurna kepuasan dari suatu hubungan cinta, semakin kurang terasa perlu adanya beraneka dorongan untuk mengadakan hubungan seks dengan orang lain. Sudah tentu tunjang terima atas seksualitas merupakan dasar utama kenikmatan seksualitas yang mendalam yang ditemukan pada orang-orang yang mengaktualisasikan diri. Suatu ciri khas lainnya dari cinta tersebut adalah mereka tidak mengadakan perbedaan tajam antara peranan dan kepribadian masing-masing jenis kelamin.

Yaitu tidak ada asumsi bahwa pria bersifat aktif soal seks dan wanita bersifat pasif. Pria dan wanita biasanya sudah yakin tentang sifat kelaki-lakian atau kewanitaan dirinya, sehingga mereka tidak berkeberatan untuk mengemban beberapa aspek kebudayaan dari peranan jenis yang berlawanan. 92

Dengan demikian, cinta adalah pengalaman terbesar yang dengannya kehidupan manusia dapat berlangsung, karena dengan cinta semacam itu memungkinkan potensi-potensi fisik, mental dan emosional manusia, laki-laki dan perempuan, untuk mencapai puncak intensitas tertinggi dan menyelam ke dalam diri dan kehidupan. Salah satu syarat cinta sejati adalah persamaan dan keadilan dalam hak-hak manusia. Cinta sejati tidak dapat didasarkan atas hubungan yang dicirikan dengan hubungan eksploitasi apapun.93Cinta sejati tidak mementingkan diri sendiri, suka memberi, dan suka memperhatikan pihak yang lain. Namun

91 Maslow, Penerjemah Nurul Iman, Teori Motivasi dan Kepribadian, 216

92Maslow, Penerjemah Nurul Iman, Teori Motivasi dan Kepribadian,217

93Sadawi,Perempuan dalam Budaya Patriarki,142-143

52

penting untuk diketahui bahwa sisi yang tajam dari hubungan cinta dapat menjadi tumpul karena tekanan-tekanan hidup yang rutin.94

2.6. Kesimpulan

Seksualitas tidak hanya merupakan hubungan biologis melainkan merupakan bentuk interaksi sosial. Seksualitas juga merupakan representasi dari budaya dan pemahaman agama serta praktik ideologis dan politis. Seksualitas bukanlah pemahaman alami, biologis, universal. Ada beragam cara kebudayaan dan periode waktu yang berbeda untuk menikmati seks dan memahami seksualitas. Seksualitas dibentuk oleh kekuatan seksual dan politik yang terhubung dengan cara-cara penting untuk hubungan kekuasaan di sekitar kelas, ras dan khususnya jenis kelamin. Para penulis interaksionisme simbolik tentang seksualitas juga berpendapat bahwa seksualitas bukan sekadar proses biologi atau proses bawah sadar sebagai basis namun seksualitas adalah sebuah kapasitas yang dimiliki oleh setiap manusia.

Seksualitas dibentuk secara sosial, ketimbang sebuah dorongan yang membentuk masyarakat.

Dalam pandangan seksualitas, budaya patriarki merupakan politik seksualitas tertua yang terus diwarisi hingga saat ini. Patriarki pada intinya merupakan politik yang didasarkan pada seksualitas dengan menekankan pada seksualitas laki-laki sebagai pusat dari komunitas.

Superioritas laki-laki yang direkonstruksikan ini kemudian secara gradual menjadi identik dengan sistem masyarakat dan budaya. Paham patriarki ini akhirnya membentuk peradaban di mana laki-laki dianggap lebih superior dalam semua lini kehidupan. Budaya patriarki yang berlangsung hampir di seluruh wilayah di dunia, merupakan aspek yang utama dalam timbulnya diskriminasi terhadap perempuan.

Poligami merupakan salah satu persoalan seksualitas yang tidak terpisahkan dari pengaruh ideologi patriarki. Para pendukung poligami sering mengklaim bahwa poligami merupakan sarana yang benar dalam memuaskan dorongan seks laki-laki yang memang tinggi

94Dobson, Dr. Dhobson Menjawab Pertanyaan-Pertanyaan, 16-18.

53

dan merupakan alternatif yang lebih baik dibanding melakukan berzina yang terlarang.

Adapun alasan-alasan terjadinya poligami yaitu pertama kegagalan dalam suami istri dalam menjaga stabilitas perkawinan, misalnya kegagalan perkawinan karena pasangannya tidak mempunyai anak atau hanya mempunyai beberapa anak daripada pasangan yang mempunyai banyak anak.

Kedua, poligami yang terjadi saat ini juga tidak dapat dipisahkan dari fakta-fakta terkait perbedaan dorongan seksual yang dialami oleh laki-laki dan perempuan karena dorongan seksual sangat mempengaruhi perilaku seksual bagi kedua jenis kelamin tersebut.

Perilaku seksual laki-laki dan perempuan juga dipengaruhi oleh norma-norma budaya.

Perempuan yang cenderung bersifat pasif terhadap hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas sementara laki-laki yang cenderung aktif juga dipengaruhi oleh pola asuh yang masih bias gender.

Ketiga, beragam realita yang dialami oleh perempuan masa kini tidak dapat dipisahkan dari pengaruh pandangan tentang perempuan yang telah ada sejak dulu dan terus berkembang hingga saat ini. Dalam banyak masyarakat, perempuan hanyalah harta milik laki-laki, paling sering ayah, suami, atau saudara laki-laki. Menjadi suami berarti memegang kendali penuh atas seksualitas istri. Sehingga laki-laki berhak mengatur seksualitas istrinya.

Namun terkait dengan poligami, dalam perspektif kualitas cinta personal dan cinta sebagai aktualisasi diri poligami menjadi suatu hal yang sangat dihindari. Hal ini dikarenakan, poligami merupakan sebuah sistem perkawinan yang dicirikan sebagai hubungan yang bersifat eksploitatif dan diskriminatif. Sementara dalam kualitas cinta personal dan cinta sebagai aktualisasi diri, kebaikan dari kesetiaan sangat diutamakan karena relasi dalam cinta yang demikian didasarkan atas hubungan yang penuh dengan cinta yang adil dan membangun.

54

Dalam kualitas cinta personal, poligami tidak akan mungkin dilakukan sekalipun terdapat berbagai tantangan dalam perkawinan, misalnya tidak adanya keturunan. Suami dan istri umumnya dapat memahami setiap tantangan tersebut dan mereka mampu menerima kekurangan dari masing-masing pasangan. Hal ini dikarenakan kualitas cinta personal dicirikan dengan sebuah ikatan kebersamaan dan persatuan untuk saling memahami dan membahagiakan. Sementara dalam kualitas cinta sebagai aktualisasi diri, orang-orang yang mengaktualisasi diri akan berupaya untuk mewujudkan cinta sejati Salah satu syarat cinta sejati adalah persamaan dan keadilan dalam hak-hak manusia. Cinta sejati tidak dapat didasarkan atas hubungan yang dicirikan dengan hubungan eksploitasi apapun. Oleh sebab itu dalam kualitas cinta personal dan cinta sebagai aktualisasi diri, poligami merupakan suatu hal yang sangat dihindari.

Dokumen terkait