• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III MMI Cabang Yogyakarta dan Wacana Penegakan Syari’ah

D. MMI dan politik: demokrasi tidak sesuai

Dalam konteks politik MMI berpandangan krisis berkepanjangan yang mendera negeri ini disebabkan karena pengkhianatan terhadap tujuh kata pada Piagam Jakarta.78 MMI percaya jika Piagam Jakarta ditegakkan maka segala persoalan bangsa Indonesia

CG* 1$ " # " / ' # - ! # 3 ! 1 # " # " # - & " " # # " 6 " # " " # " # 3 ' ' ! &'' & 4

akan terselesaikan, karena syari’ah merupakan skema kehidupan yang sempurna dan meliputi seluruh tatanan masyarakat.79

Bentuk pengkhianatan itu adalah dengan menjadikan demokrasi sebagai sistem politik. Bagi MMI, demokrasi adalah upaya pengasimilasian kesalahanG Demokrasi sebagai sistem politik yang sudah menjadi kecenderungan umum di berbagai negara, jelas merupakan sesuatu yang bertentangan dengan wa man lam yahkum bi ma anzala Allah, karena merupakan pergumulan manusia dan “Barat” yang bukan saja profan, tetapi juga sekuler dan jahiliyah karena meniadakan Tuhan.81 Irfan megatakan:

1Ajaran demokrasi dalam kaitannya dengan kewajiban menjalankan perintah Tuhan adalah satu kesalahan yang besar dan ancaman serius masyarakat Muslim. Dalam proses sejarah mereka yang panjang, umat Islam banyak mengadopsi ajaran sesat dan bid’ah intelektual yang membahayakan diri mereka sendiri, di mana kuasa Tuhan dihilangkan. Mereka tidak melihat apa yang mereka terapkan bertentangan dengan hukum al Qur’an Sunnah, maupun leluhur suci. Dan di antara bid’ah-bid’ah intelektual yang membawa pengaruh buruk ini, adalah demokrasi yang menundukkan pikiran dan menguasai hati mereka, sehingga baik mereka yang muda maupun yang tua, tanpa dosa semua menyambutnya dengan meriah, mereka memujinya habis-habisan, tanpa mempedulikan racun moral dan asal usul yang kafir. Demokrasi sebagai ajaran kedaulatan rakyat bertentangan dengan kedaulatan Tuhan.82

Dengan cara pandang dan keyakinan seperti itu, MMI memandang pendirian

negara Islam adalah tugas dan tanggung jawab umat Islam. Dasarnya, Muhammad adalah pemimpin agama dan politik sekaligus. Muhammad waktu pertama kali

C7% & # 1 # - " ! $ 3 % ! :% !; @!! 80 ' " # # ,,! ! # 6 " :3 & ; 9 # " " " # . 9 " # # " ' " " # " " " " " " / # $ ! 8 ! % $ * @ # % ' 0 7G> " >. G ! G ? ' ! &'' $ % $ !! ,,! 4 & 4

membangun negara Islam adalah dengan menjadikan asas La ilaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas negara dan pemerintahan, serta asas kehidupan bagi Muslim.83

Dalam kaitan dengan sistem pemerintahan, MMI berpendirian perintahan harus dibangun di atas perundangan-undangan syari’ah dan harus diterapkan dalam kondisi apapun. Irfan menjelaskan:

“Negara Islam merupakan kekuatan politik yang berfungsi untuk menerapkan dan memberlakukan hukum-hukum Islam, serta mengembangkan dakwah Islamiyah ke seluruh dunia sebagai sebuah risalah dengan dakwah dan jihad. Negara Islam inilah yang dijadikan Islam untuk menerapkan hukum-hukumnya secara menyeluruh di seluruh bidang kehidupan secara tegas dikatakan sistem pemerintahan Islam merupakan antitesis dari demokrasi yang dikembangkan di negara Barat yang mendasarkan legitimasi kepada kedaulatan rakyat. Islam dengan tegas menolak filsafat kedaulatan rakyat dan menyandarkan kekuasaan kepada landasan kedaulatan Tuhan dan kekhalifahan Islam”.84

Rasionalisasinya, segala program di MMI dilandasi dan diarahkan untuk tujuan itu, mulai dari penerapan syari’ah dalam kehidupan sehari-hari hingga membangun aliansi dengan berbagai institusi. MMI berpendirian bahwa menjalankan hidup berdasarkan perintah syari’ah merupakan sebuah panggilan yang harus dipahami secara luas. Syari’ah adalah sistem hukum dinamis yang dapat diperluas hingga ke seluruh aspek kehidupan sebagai way of life yang ditetapkan Allah bagi Muslim, berupa nilai, ajaran-ajaran dan norma-norma sosial. Untuk menegakkan syari’at, mujahid memulainya dari diri sendiri. Mujahid berjuang meningkatkan kualitas individu, melakukan koreksi terhadap penyimpangan syari’at (amar ma’ruf nahi munkar), serta melaksanakan butir-butir Piagam Yogyakarta plus 31 butir seruannya, yang secara garis

berisi himbauan untuk melaksanakan syari’at, mempererat ukhuwah Islamiyah,

G4? ' & " ! &'' & 4

G= ! &'' 1 # - " ! $ 3

mengembangkan sikap tasamuh (toleransi) kepada penganut agama lain, dan menolak konsep negara sekuler.85

Imajinasi MMI tentang negara Islam, sebagaimana dideskripsikan Irfan bahwa negara Islam adalah seorang khalifah yang menerapkan hukum syari’ah.86 Negara Islam adalah lembaga tertinggi yang berfungsi menyelenggarakan pemerintahan Islam, menerapkan hukum-hukum Islam, serta mengembangkan dakwah dakwah dan jihad ke seluruh dunia. Hanya dengan berdirinya negara Islam, ajaran-ajaran Islam dapat dilaksanakan secara menyeluruh dalam kehidupan masyarakat. Negara Islam atau

khilafah islamiyah merupakan antitesis dari demokrasi yang dikembangkan Barat yang mendasarkan legitimasi kedaulatan rakyat.87 Islam menolak kedaulatan rakyat. Islam menyandarkan kedaulatan politik kepada kedaulatan Tuhan dan kekhalifahan manusia.

Khalifah sebenarnya mempunyai dua makna, pertama, pemimpin. Teks Al Qur’an menyebut setiap manusia dilahirkan sebagai pemimpin yang mempunyai tugas dan

kewajiban untuk memakmurkan kehidupan di muka bumi.88 Demikian, setiap manusia

adalah wakil Tuhan atau khalifatullah fil ardh. Dan, kedua, bermakna kepala negara

G>% * # 4

GE & 9 - & # C #

# ' , ' < "

" " # # # " # " '

< " / & 9 - ) 2 & 1 ( & ( 1 $ : A ) % 77E;

" 4=7 ! "& " & 1 "

# " # " # - " 1& 3

# & & 1' & "3

1 < "3 " "

! * $ G , > % " "

& + " " # # @

$" @ & & & 6" % @ ## " & # " " # "

" " " & 6 %6 ! " + 5 0 " & ( :A ) %6 ! 77 ; !!) E E $" " 1 8 $$ ( ( ! $ *> " $ $ ( ! $ - A" / :/ ; : ' * FI @ # % 77>; " 47 GC & " & / # "' ' 9 -" " # % : # 8 $ * ; " " 0 * # ) $ 774 C GG " # $ " " : ; " : ; " " ' 9 :4G; ) E

(penguasa) dalam sistem pemerintahan Islam. Pemahaman khalifah di MMI pada makna kedua, yaitu sebagai wakil Tuhan dan rasul (khalifatullah war rasul), yang mempunyai tugas dan kewajiban menyejahterakan kehidupan di muka bumi.

Karena khalifah dipandang sebagai wakil Tuhan dan Rasul, maka otoritas khalifah

dianggap berasal dari Tuhan, kehendaknya sama dengan kehendak Tuhan, sehingga penolakan atas mereka dianggap penolakan terhadap perintah Allah, yang dapat

mendatangkan fitnah bagi umat Islam.89 MMI mendasarkan pandangan ini pada QS al

Imran; 104.90 Namun, meski khalifah adalah pusat kekuasaan, ia tidak berkuasa mutlak, khalifah bukan penguasa mutlak. Kedaulatan pada khilafah Islamiyah berada di tangan Allah (Baldatun al Syiyasah). Bagi MMI, kedaulatan hanya milik Allah. Kedaulatan negara harus didasarkan pada kehendak Allah.91

Kewenangan khalifah juga dibatasi oleh Al Qur’an dan Sunnah. Meskipun seorang khalifah diberi kewenangan membuat hukum, namun, dengan tetap merujuk wahyu. Syari’ahlah otoritas tertinggi. Khalifah cuma memiliki wewenang untuk mengadopsi hukum yang dianggapnya paling tepat dan tetap berdasar pada Al Qur’an

dan Hadits. Selama khalifah merujuk ke wahyu, kaum muslim wajib mentaatinya. Akan

tetapi bila ia menyimpang dan melanggar dari wahyu, Muslim wajib mengoreksinya. Tidak ada tuntutan ketaatan kepada manusia dalam hal maksiat kepada Allah (muhasabah lil hukma). Seorang Muslim malah harus menyampaikan kata-kata yang hak (benar) di depan penguasa yang zhalim.92 Mekanisme inilah yang memungkinkan umat kritis. Konsep amar ma’ruf nahi munkar menurut MMI harus menjadi mekanisme

G7 " " # " ! ! / # $ ($ 7 10 # " & " < # 3 7 ! 7 ! * $ G , >

pertanggungjawaban dalam melakukan kritik terhadap pemerintah. Analognya adalah kritik terhadap Rasul ketika perjanjian Hudaibiyah lebih menguntungkan kaum kafir .

Di samping itu, ada Makhamah Madzhalim (semacam pengadilan yang mengadili

perkara penguasa dengan umat), dan Majlisul Ummah (semacam otoritas umat untuk menghukum pemimpinnya yang dianggap zhalim). Dan, pada tahap tertentu, umat boleh mengangkat senjata melawan khalifah zhalim jika proses diplomasi dilakukan dan menemui jalan buntu. Diplomasi di MMI dipahami sebagai jihad, sehingga orang

yang mati berjuang karena mengoreksi penguasa yang zhalim dianggap syahiddus sahada

(pemimpin para suhada).93

Peran khalifah lebih pada fungsi eksekutif (pelaksana kedaulatan rakyat). Meskipun ia tidak sepenuhnya memiliki hak legislasi, karena pembuat hukum adalah hak Allah SWT. Ia mempunyai kewenangan sebagai qadhi (mahkamah agung) tapi

sebatas pengadil, bukan pembuat keputusan. Khalifah wajib menerapkan dan

memutuskan hukum berdasarkan al Qur’an dan Hadits. Sistem inilah yang ditawarkan MMI untuk mengganti sistem demokrasi yang dianggap bertentangan dengan syari’ah.

Dokumen terkait