• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR merupakan suatu teknik amplifikasi DNA secara in vitro yang mampu mengamplifikasi segmen tertentu dari keseluruhan genom bakteri. Proses amplifikasi PCR melibatkan variasi suhu yang mendekati suhu didih air, maka diperlukan enzim polimerase yang tetap stabil dalam temperatur yang tinggi. Pada proses PCR, enzim polimerase yang digunakan berasal dari bakteri Thermus

aquaticus (Taq) yang hidup di lingkungan bersuhu lebih dari 90OC (Agung, 2010).

Target PCR yaitu asam nukleat (DNA) untai ganda yang diekstraksi dari sel dan terdenaturasi menjadi asam nukleat beruntai tunggal. Proses yang terjadi dalam mesin PCR meliputi tiga tahap utama yaitu pemisahan untai ganda DNA (denaturasi), penempelan primer (annealing) dan pemanjangan primer ekstensi

(ekstensi). Proses yang dimulai dari denaturasi, penempelan dan ekstensi disebut

sebagai satu siklus. Produk PCR dapat berlangsung melalui proses elektroforesis dan digunakan untuk analisis lebih lanjut. Produk PCR dipisahkan dengan elektroforesis gel yang diwarnai dengan bromida dan divisualisasikan dengan sinar ultraviolet (Esti, 2013).

PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, dalam tabung reaksi, tanpa perlu memasukkan ke dalam sel (in vivo). Pada proses PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan yang mengandung DNA-target (yang akan di amplifikasi) untuk pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang primer oligonukleotida. Pada kondisi tertentu, kedua primer akan mengenali dan berikatan dengan untaian DNA komplemennya yang terletak pada awal dan akhir

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

fragmen DNA target, sehingga kedua primer tersebut akan menyediakan gugus hidroksil bebas pada karbon 3‟. Setelah kedua primer menempel pada DNA templat, DNA polimerase mengkatalisis proses pemanjangan kedua primer dengan menambahkan nukleotida yang komplemen dengan urutan nukleotida templat. DNA polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara OH pada karbon 3‟ dengan gugus 5‟ fosfat dNTP yang ditambahkan. Proses penambahan dNTP yang dikatalisis oleh enzim DNA polimerase ini berlangsung dengan arah 5‟-3‟ dan disebut reaksi polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP yang komplemen dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA templat (Gaffar, 2007).

2.6.1 Komponen PCR

Berikut adalah komponen yang diperlukan untuk reaksi PCR, yaitu : a. DNA cetak / DNA target

Merupakan keseluruhan DNA sampel yang di dalamnya terkandung fragmen DNA target.

b. Primer

Primer adalah suatu oligonukleotida yang memiliki 10 sampai 40 pb (pb = pasangan basa) dan merupakan komplementer dari DNA target. Pemilihan primer yang tidak sesuai dapat menyebabkan tidak terjadinya reaksi polimerasi antara gen target dengan primer. Berikut adalah kriteria pemilihan primer, yaitu :

1. Panjang primer : 15-30 pb 2. Kandungan GCsekitar 50%

3. Temperatur penempelan kedua primer tidak jauh berbeda 4. Urutan nukleotida yang sama harus dihindari

5. Tidak boleh terjadi self dimmer, pair dimmer, atau hairpin c. Enzim Taq DNA Polymerase

Polimerase adalah suatu molekul komplek yang memiliki tiga aktivitas diantaranya sebagai aktivitas polimerase dari ujung 5‟-3‟, aktivitas exonuclease (aktivitas pengoreksian) dari ujung 3‟-5‟dan bisa juga dari 5‟-3‟ (Viljoen.Gerrit.J et al, 2005). Enzim DNA polimerase berfungsi sebagai katalisis untuk reaksi polimerisasi DNA. Pada proses PCR,

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

enzim ini diperlukan untuk tahap ekstensi DNA. Enzim polimerase DNA yang digunakan untuk proses PCR diisolasi dari bakteri termofilik atau hipertermofilik oleh karena itu enzim ini bersifat termostabil sampai temperatur 95oC. Aktivitas polimerase DNA bergantung dari jenisnya dan dari mana bakteri tersebut diisolasi. Sebagai contoh adalah enzim Pfu polimerase (diisolasi dari bakteri Pyrococcus furiosus) mempunyai aktivitas spesifik 10x lebih kuat dibandingkan aktivitas spesifik enzim

Taq polimerase (diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus). Penggunaan

jenis polimerase DNA berkaitan erat dengan buffer PCR yang dipakai (Handoyo, et al., 2001). Enzim ini tetap stabil mengamplifikasi DNA walaupun amplifikasi berjalan pada suhu mendekati titik didih air. d. Buffer / Dapar

Buffer atau Dapar yang digunakan umumnya mengandung MgCl2 yang mempengaruhi stabilitas dan kerja enzim polimerase.

e. dNTPS

dNTPS atau deoxynukleotide Triphosphates merupakan suatu nukleotida bebas yang berperan penting dalam perpanjangan primer melalui pembentukan pasangan basa dengan nukleotida dari DNA target.

2.6.2 Tahapan PCR

Ada tiga tahap pengulangan yang penting dalam proses PCR yaitu : 1. Denaturasi

Pada tahap ini molekul DNA dipanaskan sampai suhu 94OC yang menyebabkan terjadinya pemisahan untai ganda menjadi untai DNA tunggal. Untai DNA tunggal inilah yang menjadi cetakan bagi untai DNA baru yang akan dibuat.

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.6. Untai DNA mengalami denaturasi (Agung, 2010)

2. Penempelan (Annealing)

Enzim Tag polimerase dapat memulai pembentukan suatu untai DNA baru jika ada seuntai DNA berukuran pendek (DNA yang mempunyai panjang sekitar 10 sampai 30 pasang basa) yang menempel pada untai DNA target yang telah terpisah. DNA yang pendek ini disebut primer. Agar suatu primer dapat menempel dengan tepat pada target, diperlukan sushu yang rendah sekitar 55OC selama 30-60 detik.

Gambar 2.7. Penempelan primer dengan untai DNA yang telah

terdenaturasi (Agung, 2010) 3. Pemanjangan (Ektension)

Setelah primer menempel pada untai DNA target, enzim DNA polimerase akan memanjangkan sekaligus membentuk DNA yang baru dari gabungan antara primer, DNA cetakan dan nukleotida. (Agung, 2010)

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.8. Perpanjangan DNA secara Semi-konservatif (Agung, 2010)

Ketika tiga tahap diatas dilakukan pengulangan, maka untai DNA yang baru dibentuk akan kembali mengalami proses denaturasi, penempelan dan pemanjangan untai DNA menjadi untai DNA baru. Pengulangan proses PCR akan menghasilkan amplifikasi DNA cetakan baru secara eksponensial. (Agung, 2010).

Gambar 2.9. Proses Amplifikasi DNA Target (Agung, 2010).

2.6.3 Polymerase Chain Reaction Restriction Fragment Lenght Polimorfisme (PCR-RFLP)

Banyak metode yang dapat digunakan untuk melakukan analisis DNA, salah satunya yaitu amplifikasi dengan PCR-RFLP. Teknik ini adalah salah satu teknik penandaan DNA yang didasarkan pada perbedaan sisi pemotongan (situs

Amplifikasi secara

eksponensial

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

restriksi). Enzim restriksi endonuklease yang dapat mendigesti DNA akan memotong DNA pada sisi-sisi restriksi tertentu menjadi fragmen-fragmen yang kemudian dengan analisis elektroforesis gel dapat ditentukan analisis yang diinginkan sesuai dengan markernya masing-masing (Uswahdani, 2013).

Metode PCR-RFLP yang memanfaatkan amplifikasi dengan primer spesifik atau universal yang diikuti dengan pemotongan menggunakan enzim restriksi endonuklease telah banyak digunakan untuk penentuan filogeni tanaman. Pemanfaatan PCR-RFLP dalam identifikasi dan penentuan filogeni pada tanaman telah banyak dilakukan, antara lain pada fungi, Phaseolus dan pisang (Ekasari, 2011).

Tabel 2. Kelebihan dan Kelemahan Restriction Fragment Lenght Polimorfisme (RFLP)

Kelebihan Kelemahan

Bersifat kodominan sehingga sangat baik untuk komparatif pemetaan genom. Polymorphisme akan menghasilkan perbedaan ukuran fragmen yang terpotong, sehingga setiap siklus restriksi dapat dipetakan, dapat diturunkan dari nuclear genom, kloroplas genom, dan mitokondria genom (Nurlaily, 2012).

Menyita banyak tenaga dan waktu, kuantitas dan kualitas DNA yang diperlukan sangat tinggi, prosedur hibridisasinya rumit, sehingga menyulitkan otomatisasi, dan memerlukan pustaka probe untuk spesies-spesies tanaman yang belum pernah dieksplorasi sebelumnya (Nurlaily, 2012).

Dokumen terkait