• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Polyurethane

Polyurethane adalah campuran dua jenis bahan kimia (ISOCYNATE dan POLYOL)yang diaduk secara bersama-sama, sehingga terjadi reaksi dan membentuk FOAM.Polyurethane juga terdapat dalam berbagai bentuk, seperti busa lentur, busa keras, pelapis anti bahan kimia, bahan perekat, dan penyekat, serta elastomers.Busa keras polyurethane digunakan sebagai bahan penyekat pada gedung, pemanas air, alat transport berpendingin, serta pendingin untuk

industri maupun rumah tangga. Busa ini juga digunakan untuk flotation dan pengaturan energi. [19].

Polyurethane merupakan polimer dengan berbagai kegunaan dan aplikasi yang sangat luas. Polyurethane dihasilkan dari reaksi kimia antara isocyanate dengan polyol. Isocyanate adalah molekul yang mengandung gugus isocyanate (NCO), sedangkan Polyol merupakan sebutan dari alkohol derajat tinggi. Reaksi kimia ini pertama kali ditemukan oleh Wurtz dan Hofinan pada ta hun 1849, kemudian pada tahun 1937 Bayer menemukan dan mengembangkan produk secara komersial dengan cara mereaksikan heksametilena diisocyanate dengan 1,4 butanediol.

Polyurethane foam ditemukan oleh Bayer pada tahun 1947 kemudian mulai diperkenalkan dipasaran pada tahun 1955 (Priester dan Turner, 1994). Setelah mengalami berbagai pengembangan, terjadi kemajuan yang sangat pesat pada industri kimia polyurethane untuk menghasilkan foam, elastomer, perekat, serat dan pelapis permukaan. Pada saat ini 85% produk polyurethane berupa foam.

Material ini merniliki sifat yang unik sehingga banyak diaplikasikan dalam industri furniture, matras, isolasi panas pada pipa, peredam suara dan komponen otomotif (Toshima, 1994). Berdasarkan sifatnya foam polyurethane diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu flexible foam, semi-rigid foam dan rigid foam. Sedangkan berdasarkan struktur selnya dibedakan menjadi open cell (sel terbuka), closed cell (sel tertutup) dan mixed cell (sel campuran) (Toshima, 1994). Metode yang paling umum digunakan dalam pembuatan foam fleksibel polyurethane adalah mencampur polyol, surfaktan, katalis, air dan kemudian diikuti dengan pencampuran diisocyanate.

Agar terbentuk sel atau rongga (void) pada foam polyurethane, maka diperlukan blowing agent (bahan peniup), sedangkan untuk memperoleh properti spesiflk digunakan aditif. Pada umumnya blowing agent yang banyak digunakan adalah hydro chloro jluoro carbon (HCFC), cloro fluoro carbon (CFC) dan senyawa organik yang mudah menguap seperti methylene chloride. Namun blowing agent tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, mulai dikembangkan penggunaan blowing agent alternatif yang ramah lingkungan salah satunya adalah gas karbondioksida (C02).

Berbagai penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas foam polyurethane telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Macosko melakukan penelitian tentang bentuk morfologi urea hard segment dalarnfoam fleksibel polyurethane. Hasil yang didapatkan adalah dengan bertambahnya jumlah air dalam formulasinya, maka konsentrasi urea aggregat akan semakin meningkat, namun pada jurnlah air kurang dari 3 pphp keberadaan urea

aggregat tak terdeteksi. Penelitian yang dilakukan Zhang, tentang peranan dari silikon surfaktan dalamfoam fleksibel polyurethane. Berdasarkan penelitian tersebut disimpulkan bahwa surfaktan yang berbasis pada silikon dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga dapat menstimulasikan bahan-bahan yang kurang incompatible, membantu pembentukan bubble selama pencampuran serta menstabilkan sel windows.

Penelitian yang dilakukan Bross, tentang tes ketahanan foam polyurethane untuk bantalan otomotif pada berbagai temperatur dan kelembaban. Foam polyurethane dibuat dengan 4 tipe, yaitu Hot Cure, Toluene Diisocyanate (TDI) High Recylience (HR) foam, Diphenyl methane diisocyanate (MDI) HR foam dan tetramethyl (TM)-20 High Recyc/ience. Karakteristik morfologi pada Hot Cure pada kondisi tersebut menunjukkan adanya jaringan urea dengan ikatan hidrogen sehingga sifat mekaniknya lebih baik. Penelitian yang dilakukan Hyung tentang properti dari rigid foam polyurethane dengan aquadest sebagai satu-satunya blowing agent. Hasil yang didapatkan adalah pada jumlah air yang semakin besar maka densitas foam dan daya tekannya akan berkurang sedangkan dengan peningkatan butane diol maka terjadi kenaikan densitas dan daya tekan. melakukan penelitian tentang pembuatan foam fleksibel polyurethane dengan penambahan physical blowing agent karbon dioksida (C02). Dari hasil penelitian disimpulkan, diameter rata-rata sel semakin mengecil dan bulk density foam semakin meningkat dengan semakin besarnya tekanan gas C02 dan indeks isocyanate, sedangkan distribusi sel dalam foam dengan menggunakan blowing agent methylene chloride lebih merata dibandingkan foam yang menggunakan blowing agent C02 melakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi surfaktan terhadap pembentukan foam fleksibel polyurethane. Hasil dari penelitian ini diperoleh dengan semakin besarnya konsentrasi surfaktan maka bulk density dan densitas sel akan meningkat. Namun rasio ekspansi volume mengalarni penurunan dengan bertambahnya konsentrasi surfaktan.

Melakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan partikel CaC03 terhadap properti dan struk:tur foam fleksibel polyurethane. Kesimpulannya adalah semakin besar konsentrasi dan ukuran partikel CaC03 (mesh), maka bulk density dan densitas sel semakin meningkat dan rasio ekspansi volume pada sistem yang menggunakan filler lebih besar daripada sistem yang tentang pengaruh komposisi polyol terhadap sifat-sifat material foam fleksibel polyurethane. Hasil yang didapat adalah pada foam dengan blowing agent gas C02 dan methylene chloride, semakin besar perbandingan konsentrasi PEG terhadap PPG maka bulk density sel dan diameter cenderung meningkat sedangkan densitas sel akan cenderung menurun.

Polyurethan dalam percobaan in yang di pakai adalah campuran antara polyol dan isocianate dengan penyusun, Reaksi pembentukan polyurethane :

R–NCO + HO–R1 R–NHCOO–R1 + 24 kcal/mol (1) Isocyanate alkohol Urethane

Reaksi pembentukan gas dan urea :

A. Tahap I:R-NCO + H2O R–NH2 + CO2_ + 22 kcal/mol (2) Isocyanate Air Amine Karbondioksida

B. Tahap II :R-NH2 + R-NCO R-NH-CO-NH-R’ + 22 kcal/mol (3)

Amine Isocyanate Ure Melakukan penelitian tentang pengaruh Chain Extenter terhadap properti dan struktur foam fleksibel polyurethane. Didapatkan pada penggunaan blowing agent gas C02 dan methylene chloride, semakin besar rasio berat Chain Extender/polyol, maka bulk density sel dan diameter cenderung meningkat sedangkan densitas sel akan cenderung menurun. Properti mekanis foam fleksible polyurethane. Dari penelitian tersebut disimpulkan penggunaan blowing agent C02 dan methylene chloride, semakin besar komposisi katalis jumlah SnOct/ TEDA), maka diameter sel cenderung meningkat, densitas sel cenderung menurun, dan bulk density cenderung menurun. Penelitian tentang pengaruh cross linker terhadap struktur dan properti mekanis foam fleksibel polyurethane. Didapatkan pada penggunaan blowing agent gas C02 dan methylene chloride, semakin besar rasio berat crosslinkerl polyol, maka bulk density dan densitas sel cenderung meningkat sedangkan diameter sel akan cenderung menurun. Dari beberapa additive yang pemah digunakan, menunjukkan bahwa additive sangat berpengaruh terhadap struktur dan properti foam. Salah satunya adalah filler, dimana penggunaan filler berfungsi untuk memperbaiki performance foam fleksibel polyurethane.

Berdasarkan penelitian dihasilkan bahwa semakin besar konsentrasi dan ukuran partikel CaC03, maka bulk density dan densitas sel semakin meningkat. Untuk itu, dalam penelitian ini digunakan CaC03 untuk memperoleh densitas foam yang lebih besar. Namun beberapa peristiwa telah terjadi, seperti collapse dan shrinking. Collapse ditandai dengan runtuhnya foam, sedangkan shrinking ditandai dengan berkerutnya foam. Dari peristiwa ini, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengatasi hal tersebut. Untuk foam yang mengalarni collapse dapat ditambahkan aditif lain berupa chain extender yang berfungsi untuk memperpanjang rantai linier, sehingga akan didapatkan konfigurasi hard-soft-hard yang lebih teratur. Akibatnya foam yang dihasilkan akan mempunyai struktur sel yang lebih kuat. Selain itu didapatkan pula permasalahan mengenai distribusi dan ukuran sel yang tidak merata pada penggunaan blowing agent C02 bila dibandingkan dengan menggunakan methylene chloride.

Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pencampuran C02 yang lebih baik agar didapatkan distribusi dan ukuran sel yang lebih merata.

Polyurethane banyak diaplikasikan dalam bidang termasuk serat (elastis), bahan perekat, pelapis, elastomer, dan busa-busa yang fleksibel dan kuat. Polyurethane memiliki banyak kegunaan, diantaranya sekitar 70% digunakan sebagai busa (foam) selebihnya sebagai bahan elastomer, lem dan pelapis. Polyurethane foam yang elastis digunakan sebagai isolator, termasuk laminat-laminat tekstil untuk pakaian musim dingin, panel pelindung pada mobil, kain pelapis, tempat tidur, dan karpet dasar spon sintetis, sedangkan busa yang keras digunakan dalam panel-panel konstruksi terisolasi, pengemasan barang-barang lunak dan untuk furnitur ringan. Berbagai penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas polyurethane foam telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti :

1. Ogunniyi, melakukan penelitian tentang Preparation and Properties of Polyurethane Foams from Tolune Diisocyanate and Mixture of Castor oil and Polyol. Hasil yang didapat adalah kompoosisi Polyurethane Foam yang mengandung 100% polyol (tidak mengandung castor oil) memiliki tekstur yang bagus. Flexible foam didapat dari komposisi yang mengandung tidak kebih dari 20% castor oil. Sedangkan kompoosisi Polyurethane Foam yang mengandung 100% castor oil cocok untuk membentuk semi rigid foam.

2. Penelitian yang dilakukan Lederer tentang pengaruh dari molar ratio chain extender / polyol terhadap properti dari foam polyurethane. Hasil yang didapatkan adalah dengan bertambahnya molar ratio chain extender / polyol dari 0 – 2 maka daya tekannya berkurang dan pada molar ratio lebih dari 2 terjadi 3 kenaikan daya tekan yang tergantung juga pada tipe chain extender.

3. Muhibuddin & Sony melakukan penelitian selanjutnya tentang pengaruh konsentrasi surfaktan terhadap struktur dan properti flexible foam polyurethane. Hasil dari penelitian ini diperoleh dengan semakin besarnya konsentrasi surfaktan maka bulk density dan densitas sel akan meningkat, namun rasio ekspansi volume mengalami penurunan dengan bertambahnya konsentrasi surfaktan.

4. Ilhamsyah & Sidu melakukan penelitian selanjutnya tentang pengaruh chain extender terhadap struktur dan properti mekanis flexible foam polyurethane dengan blowing agent methylene chloride dan CO2. Hasil yang didapat adalah pada foam dengan blowing agent methylene chloride 10 pphp, semakin besar rasio berat ethylen glycol / polyol, maka diameter sel cenderung meningkat, densitas sel cenderung menurun dan bulk density cenderung meningkat. Pada foam dengan blowing agent gas CO2 pada tekanan

10 psig, semakin besar rasio berat ethylen glycol / polyol, maka diameter sel dan densitas sel mengalami fluktuasi sedangkan bulk density cenderung menurun.

5. Rahman & Sinatra melakukan penelitian tentang pengaruh crosslinker terhadap struktur dan properti mekanis foam fleksibel polyurethane. Didapatkan pada penggunaan blowing agent gas CO2 dan methylene chloride, semakin besar rasio berat crosslinker/polyol, maka bulk density dan densitas sel cenderung meningkat sedangkan diameter sel akan cenderung menurun.

Ogunleye, melakukan penelitian tentang Effect of Castor oil on the Physical Properties of Polyether Based Flexible4 Polyurethane Foam.

Hasil yang didapat adalah densitas foam meningkat saat Castor oil meningkat dan Silicone oil menurun. Beberapa fenomena yang terjadi dalam pembentukan polyurethane adalah shrinking dan collapse. Shrinking dapat disebabkan karena terjadinya crosslink yang terlalu kuat pada rantai polimer. Akibatnya gas-gas yang berdifusi masuk ke dalam sehingga ukuran sel tidak dapat berkembang. Sedangkan collapse atau runtuhnya foam disebabkan karena dinding sel terlalu rapuh sehingga nuclei tidak sempat berkembang. Untuk mengatasi hal tersebut digunakan chain extender yang dapat memperpanjang susunan rantai linier sehingga memberikan jarak yang lebih besar antar hard segment, dengan demikian dapat mengurangi gaya tarik menarik antar hard segment.

Dalam penelitian ini kami menggunakan polyol polypropylene glycol dan castor oil karena castor oil dapat mempengaruhi pertumbuhan sel dan menghasilkan polyurethane foam. Akan tetapi foam yang dihasilkan bersifat rigid, oleh karena itu dalam penelitian ini kami menambahkan chain extender ethylene glycol dengan tujuan untuk memperpanjang rantai linier sehingga diharapkan dapat mengurangi gaya tarik menarik antar hard segment. Kombinasi polyol ini akan direaksikan dengan toluene diisocyanate (TDI) sebagai rektan polyisocyanate-nya untuk menghasilkan urethane polimer. Sejumlah chain extender ditambahkan ke dalam proses sintesis secara bervariasi dengan range yang ditentukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode one shoot. Bahan additive yang ditambahkan untuk memperbaiki sifat-sifat polyurethane foam, antara lain stannous octoate sebagai katalis logam, triethylene diamine sebagai katalis basa, silicone oil sebagai surfaktan, dan methylene chloride sebagai blowing agent.

Salah satu komponen penting dalam pembuatan polyurethane adalah polyol. Polyol dapat bereaksi dengan polyisocyanate untuk membuat polyurethane. Polyol yang mengandung dua gugus hidroksil disebut diol dan yang mengandung tiga gugus hidroksil disebut triol, dll. Secara umum, jenis polyol yang digunakan dalam pembuatan polyurethane terbagi menjadi dua yaitu polyol yang terbuat dari produk alami dan polyol yang dibuat secara sintetis. [20]

Sebagai polyol alami, castor oil banyak digunakan karena mengandung tiga grup hidroksil yang akan menghasilkan cross-linked polymers. Sedangkan polyol yang dibuat secara sintetis terbagi menjadi dua yaitu polyester polyol dan polyether polyol. Sekitar 90% polyol yang digunakan untuk membuat polyurethane adalah berjenis polyether yang diapit gugus-gugus hidroksil. Polyester polyol biasanya lebih mahal dari pada jenis polyether polyol. Polyether polyol dan polyester polyol hanya terlarut sebagian (partially miscible)satu dan lainnya. Secara thermal, polyether polyol lebih tidak stabil dan lebih mudah teroksidasi daripada polyester polyol, namun polyether polyol lebih stabil untuk reaksi saponifikasi. Saat ini pembuatan polyol yang digunakan untuk membuat polyurethane telah dikembangkan agar mempunyai tingkat reaktifitas yang tinggi saat bereaksi dengan isocyanate untuk memproduksi polyurethane dengan sifat khusus. Saat ini juga ditemukan

penggunaan polyoltriol dalam pembuatan polyurethane yaitu polypropylen glycol (PPG) three function, glycerol, dll.

Penggunaan polyol triol ini mulai dikembangkan karena apabila monomer yang digunakan untuk polimerisasi mempunyai lebih dari dua gugus fungsi, akan menciptakan crosslinking dalam jaringan polimernya sehingga akan dihasilkan polyurethane dengan sifat khusus. Pemilihan polyol terutama dilihat dari ukuran dan fleksibilitas dari struktur molekularnya, serta kontrol fungsionalitasnya untuk perluasan, derajat cross-linking dicapai dalam polimer yang terbentuk dari reaksi dengan polyisocyanate. Derajat cross-linking cukup dominan dalam mempengaruhi kekakuan polyurethane foam yang dihasilkan. Untuk memperoleh foam yang rigid, jaringan polimer haruslah tegas atau kaku. Oleh karena itu, dalam hal ini derajat crosslink tinggi yang dibutuhkan.

Dokumen terkait