• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PORNOGRAFI DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN

C. Pornografi dan Wacana Perlindungan Terhadap Perempuan

2. Pornografi dan Kekerasan terhadap Perempuan

Pornografi adalah salah satu hal yang memainkan peran besar sehingga posisi perempuan menjadi subordinat dan marjinal. Catatan Komnas Perempaun sejak tahun 1998-2010 menunjukkan hampir sepertiga kasus kekerasan terhadap perempuan adalah kasus kekerasan seksual, atau ada 91.311 kasus kekerasan seksual dari 295.836 total kasus kekerasan terhadap perempuan.22

22

Kekerasaan seksual bisa terjadi dimana saja. Baik di ranah personal, artinya dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan darah (ayah, kakak, adik, paman, kakek), kekerabatan, perkawinan (suami) maupun relasi intim (pacaran) dengan korban; ranah publik, artinya korban dan pelaku tidak memilki hubungan kekerabatan, darah ataupun perkawinan. Pelaku bisa saja majikan, tetangga, guru, teman sekerja, tokoh masyarakat, ataupun orang yang tidak dikenali; ranah negara, artinya pelaku kekerasan adalah aparatur negara dalam kapasitas tugas.

Di sisi lain, peristiwa kekerasan seksual seringkali justru direkatkan pada penilaian tentang “jejak moralitas” perempuan korban. Perempuan

korban dituduh sebagai penyebab atau pemberi peluang terjadinya kekerasan seksual karena berpakaiannya, bahasa tubuhnya, cara ia berhubungan sosial, status perkawinannya, pekerjaannya, atau karena keberadaannya pada sebuah waktu atau lokasi tertentu.

Dari data-data yang dihimpun Komnas Perempuan sejak 1998-2010 dan dengan merujuk pada berbagai dokumen tentang kekerasan terhadap perempuan, Komnas Perempuan mengenali sebelas jenis kekerasan seksual yang dialami perempuan Indonesia.

Pornografi adalah kekerasan terhadap perempuan. Pornografi ternyata juga menyebabkan timbulnya kekerasan-kekerasan seksual lainnya. Pelecehan seksual dan pemerkosaan adalah ekses negatif pornografi, dimana perempuan menjadi korban.

32

Pornografi turut membentuk lingkungan masyarakat yang penuh dengan kekerasan, sehingga menjadikan perempuan senantiasa dalam kondisi fear of crime. Kaum perempuan yang memang secara sruktural tertindas, semakin sulit untuk mendapatkan keadilan. Pornografi adalah bahaya besar terhadap gerakan perempuan dalam mewujudkan kesetaraan gender.

33

A. Delik Pornografi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 1. Pengertian Delik

Sebelum membahas mengenai delik pornografi, perlu dijelaskan

terlebih dahulu pengertian “delik”, yang merupakan terjemahan dari strafbare feit. Hal ini penting sebab dalam ilmu pidana dikenal istilah-istilah lain sebagai terjemahan istilah strafbare feit.

Para ahli ilmu hukum pidana indoneesia menggunaka berbagai istilah untuk menterjemahkan strafbare feit. Istilah strafbare feit diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai1:

a. Perbuatan yang dapat/boleh dihukum, b. Peristiwa pidana,

c. Perbuatan pidana, d. Tindak pidana, dan e. Delik

Para sarjana hukum memberikan pendapat atau alasan-alasannya, mengapa harus menggunakan istilah-istilah terjemahan dari strafbaar dan

1

S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perempun, cet.4, (Jakarta: ALUMNI AHAEM-PETEHAEM, 1996), hal. 200

34

feit.2 Porf. Satochid Kartanegara, salah seorng sarjana hukum yang menggunakan istilah tindak pidana sebagai terjemahan dari straafbare feit, memberikan penjelasan bahwa istilah tindak (tindakan) mencakup pengertian melakukan atau berbuat (actieve handeling) dan/atau pengertian tidak melakukan, tidak berbuat, tidak melakukan suatu perbuatan (passieve handeling).3 S.R. Sianturi menyatakan bahwa istilah “Tidak Pidana” yang

digunakan Prof. Satochid Kartanegara, lebih tepat. Selain itu, S.R. Sianturi

juga menggunakn istilah “delik” yang menurut pendapatnya mempunyai arti yang sama dengan “tindak pidana”4

. Terjemahan straafbare feit yang lebih

tepat menurut S.R. Sianturi adalah “delik” dan “tindak pidana”.

Wirjono Prodjodikoro menjelaskan secara singkat bahwa tindak pidana (delik) adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.5 E. Utrecht menerjemahkan istilah strafbare feit dalam

bahasa Indonesia sebagai “peristiwa pidana”, meskupun sering juga ia

menyebutkan sebagai delik.6 Secara teoritis, suatu “peristiwa pidana” adalah

suatu pelanggaran kaidah/tata hukum (normovertreding), yang diadakan

2

S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perempun, cet.4, (Jakarta: ALUMNI AHAEM-PETEHAEM, 1996), hal. 202-203

3

S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perempun, cet.4, (Jakarta: ALUMNI AHAEM-PETEHAEM, 1996), hal. 202-203

4

S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perempun, cet.4, (Jakarta: ALUMNI AHAEM-PETEHAEM, 1996), hal. 202-203

5

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, edisi kedua, (bandung: PT Eresco,1989), hal.55

6

karena kesalahan pelanggar, dan yang harus diberi hukuman untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.7

Suatu delik (tindak pidana) dapat diuraikan unsur-unsurnya, yaitu8: a. Subjek,

b. Kesalahan,

c. Bersifat melawan hukum (dari tindakan),

d. Suatu tindakan aktif/pasif yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/perundangan dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana.

e. Waktu, tempat dan keadaan (unsur objektif lainnya).

Dari uraian unsur-unsur delik tersebut, Sianturi dapat merumuskan pengertian dari delik (tindak pidana) sebagai berikut:

“Suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang

dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorng

(yang mampu bertanggung jawab).”9

7

E. Utrecht, Hukum Pidana I, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas), hal. 252.

8

S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perempun, cet.4, (Jakarta: ALUMNI AHAEM-PETEHAEM, 1996), hal.207

9

S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perempun, cet.4, (Jakarta: ALUMNI AHAEM-PETEHAEM, 1996), hal.207

36

2. Delik Pornografi Sebagai Delik Kesusilaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia

Ada dua macam penempatan delik pornografi dalam peraturan undang-undang hukum pidana di berbagai negara, yaitu10:

a. Menggambungkan delik pornografi dalam bab delik kesusilaan. b. Memisahkan delik pornografi dan menempatkannya secara tersendiri.

Kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP) Indonesia menggabungkan delik pornografi dalam bab delik pornografi, sama seperti wetboek van Strafecht.11

Delik pornografi diatur dalam buku II KUHP, Bab XIV mengenai kejahatan-kejahatan melanggar kesopanan dan buku III KUHP, Bab VI mengenai pelanggaran-pelanggaran kesopanan.12 R. Soesilo menjelaskan

bahwa “kesopanan” dapat diartikan sebagai “kesusilaan” yaitu perasaan malu

yang berhubungan dengan nafsu kelamin. 13 Pengertian kesusilaan yang terdapat penjelasan KUHP terjemahan R. Soesilo kurang jelas, sehingga sulit diphami.

10 Andi Hamzah, “Pornografi Dalam Hukum Pidana: Suatu Studi Perbandingan”, Cet I, (Jakarta: Bima Mulia, 1987), hal. 31

11 Andi Hamzah, “Pornografi Dalam Hukum Pidana: Suatu Studi Perbandingan”, Cet I, (Jakarta: Bima Mulia, 1987), hal. 31

12

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht), diterjemahkan oleh R. Soesilo, cet.10, (Bogor;Politeia, 1995), Buku III bab VI

13

Lihat penjelasan Pasal 281KUHP, diterjemahkan oleh R. Soesilo, cet.10, (Bogor;Politeia, 1995), hal. 204

Sianturi menjelaskan pengertian kesusilaaan, sebagai berikut:

“yang dimksud kesusilaan adalah dalam arti yang bukan hanya

menyangkut soal kebirahin atau sex saja. Akan tetapi mempunyai kebiasaan hidup yang pantas dan berahlak dalam suatu kelompok masyarakat (tertentu)

yang sesuai dengan sifat msyarakat yang bersangkutan.”14

Pengertian yang diberikan oleh Sianturi ini lebih jelas, namun sulit dipahami. Akan tetapi, ada suatu titik temu dari pendapat R. Soesilo dan Sianturi, yaitu bahwa kedua pendapat itu melihat kesusilaan sebagai suatu hal yang berhubungan dengan nafsu kelamin dan seksualitas.

Demikianlah KUHP telah menggolongkan delik pornografi sebagai delik kesusilaan, dimana permasalahan pornografi lebih dilihat sebagai persoalan moralitas.

3. Perumusan Pasal-Pasal KUHP yang Mengatur Delik Pornografi a. Delik Pornografi dalam Buku II KUHP tentang Kejahatan

Andi Hamzah menyatakan bahwa di dalam buku II KUHP Bab XIV terdapat pasal-psal yang langsung dan tidak langsung terkait dengan delik pornografi.15 disebutkan oleh Andi Hamzah bahwa pasal 282 dan pasal 283 KUHP adalah pasal-pasal yang lansung terkait dengan

14

S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perempun, cet.4, (Jakarta: ALUMNI AHAEM-PETEHAEM, 1996), hal. 26

15 Andi Hamzah, “Pornografi Dalam Hukum Pidana: Suatu Studi Perbandingan”, Cet I, (Jakarta: Bima Mulia, 1987), hal. 32

38

pornografi.16 Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Tindak-Tindak Pidana Tetentu di Indonesia, memsukkan Pasal 282 dan 283 KUHP dalam pembahsannya di sub bab pornografi.17

Untuk lebih memahami pasal 281,282,283 KUHP, berikut ini adalah perumusan Pasal-Pasal KUHP itu dan pembahasannya:

Pasal 281 KUHP

Di hukum penjara selama-selamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,- :

1e. Barangsiapa sengaja merusak kesopanan di muka umum;

2e. Barangsiapa sengaja merusak kesopanan dimuka orng lain, yang hadir tidak karena kemauannya sendiri.

Unsur-unsur Pasal 281 (1) KUHP :

Barangsiapa : Setiap orang dapat dikenai Pasal ini. Unsur “barangsiapa”

menerangkan bahwa semua orang yang terbukti memenuhi semua unsur dari Pasal 281 (1) KUHP, maka ia dapat dipandang sebagai dader atau pelaku dari tindak pidana yang diancam Pasal 281 (1) ini.

Dalam perkembangan ilmu hukum pidana, terdapat teori yang

menjelasan mengenai gradasi “kesengajaan”, sebagaimana diuraikan oleh

Sianturi sebagai berikut18:

16 Andi Hamzah, “Pornografi Dalam Hukum Pidana: Suatu Studi Perbandingan”, Cet I, (Jakarta: Bima Mulia, 1987), hal. 32

17

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, edisi kedua, (bandung: PT Eresco,1989), hal. 112-114.

18

S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perempun, cet.4, (Jakarta: ALUMNI AHAEM-PETEHAEM, 1996), hal.170-178

a. Kesengajaan sebagai maksud (oorgmerk) :

Kesengajaan sebagai maksud berarti, terjadinya suatu tindakan atau akibat tertentu (yang sesuai dengan perumusan-perumusan undang-undang hukum pidana), adalah betul-betul sebagai perwujudan dari maksud atau tujuan dan pengetahuan dari pelaku. Contoh: dalam delik material, misalnya menghilangkan jiwa orang lain seperti tersebut dalam pasal 338 KUHP, matinya seorang tersebut adalah merupakan perwujudan dari mksud dan tujuan dari pelaku.19

b. Kesengajaan dengan kesadaran pasti atau keharusan

Yang menjadi pokok dari gradasi kesengajaan ini adalah seberapa jauh pengetahuan atau kesadaran pelaku tentang tindakan atau akibat yang merupakan salah satu unsur dari pada suatu delik yang telah terjadi. Dalam hal ini yang termasuk tindakan atau akibat-akibat yang pasti/harus terjadi

c. Kesengajaan dengan menyadari kemungkinan

Kesengajaan dengan kesadaran kemungkinan ini disebut juga dengan kesadaran bersyarat. Sering sukar memperbedakan dengan kealpaan (culpa) . Dalam kesengajaan kemungkinan ini, yang menjadi sandaran adalah sejauh mana pengetahuan atau kesadaran pelaku tentang tindakan dan akibat terlarang (beserta tindakan atau akibat lainnya) yang mungkin akan terjadi. Termasuk juga dalam jenis kesengajaan ini, kesadaran pelaku mengenai

19

Contoh ilustrasi; misalnya seseorang menghujamkan pisau ke dada seseorng lain dengan tujuan bahwa jantung seseorng lain itu tertusuk dan supaya hilang nyawanya (meninggal).

40

kemungkinannya suatu tindakan dan akibat setelah melalui beberapa syarat-syarat tertentu.

Jadi harus dibuktikan untuk unsur sengaja ini adalah apakah sipetindak mengetahui ia telah melanggar kesusilaan, dan menyadari bahwa dengan berbuat begitu ada orang lain yang melihatnya kemudian tersinggung perasaan malunya.

Jika sama sekali ia tidak mengetahuinya dan ia tidak berkehendak melnggar kesusilaan, maka ia tidak akan melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal KUHP.

Merusak kesusilaan disini adalah perbuatan yang melanggar kesoponan dibidang kesusilaan yang berhubungan dengan kelammin dan/atau bagian badan tertentu lainnya yang pada umumnya dapat menimbulkan perasaan malu, perasaan jijik atau terangsangnya nafsu birahi orng lain. Yang dimaksud di muka umum adalah di suatu tempat dimana umum dapat mendatangi tempat itu atau di suatu tempat yang dapat dilihat, didengar atau disaksikan oleh umum (yang berada di tempat itu atau di tempat lainnya).

Rumusan Pasal 281 KUHP mengatur mengenai perbuatan melanggar kesusilaan atau perbuatan cabul di muka umum. Menurut penulis, pasal 281 KUHP tidak dapat dikatakan sebagai Pasal yang mengatur delik pornografi secara langsung (khusus), sebab Pasal ini tidak menyebutkan/mengatur dalam rumusannya mengenai atau tulisan, gambar, dan barang (graphos, graphein) secara langsung.

Pasal 281 KUHP tidak mengatur delik pornografi secara langsung. Akan tetapi, pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa Pasal 281 KUHP adalah delik yang mengatur pornografi secara umum (lex generalis) atau Pasal 282 adalah delik yang mengatur secara khusus (lex specilis) adalah pendapat-pendapat yang benar.

Untuk memahami hubungan antara Pasal 281 dan Pasal terlebih dahulu perlu untuk membahas unsur-unsur dalam Pasal 282 KUHP, yaitu:

(1) Barang siapa yang menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan dengan berterang-terangan suatu tulisan yang diketahui isinya atau suatu gambar atau barang yang dikenalnya melanggar perasaan kesusilaan, maupun membuat, membantu masuk, mengirimkan langsung membawa keluar atau menyidiakan tulisan, gambar atau barang untuk disiarkan, dipertontonkan atau ditempelkan sehingga kelihatan orang banyak, ataupun dengan menyiarkan sesuatu surat, gambar, atau barang itu boleh didapat, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 45.000,- (empat puluh lima ribu rupiah).

(2) Barang siapa menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan dengan berterang-terangan sesuatu tulisan, gambar atau barang yang melanggar perasaan kesusilaan, maupun membawa masuk, mengirimkan terus, membawa keluar atau menyediakan surat atau gambar atau barang itu untuk disiarkan, dipertontonkan atau ditempelkan, sehingga kelihatan oleh orang banyak ataupun dengan berterang-terngan atau dengan menyiarkan bahwa tulisan, gambar atau barang itu boleh didapat di hukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 45.000 (empat puluh lima ribu rupiah), jika ia ada alasan yang sungguh-sungguh untuk menduga, bahwa tulisan, gambar atau barang itu melanggar perasaan kesusilaan.

(3) Jika melakukan kegiatan yang diterangkan dalam ayat pertama itu dijadikan suatu pencarian atau kebiasaan, oleh tersalah, dapat dijadikan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 75.000,- (tujuh puluh lima ribu rupiah).

Unsur-unsur tindak pidana yang tercantum baik pada ayat (1) maupun ayat (2) dalam pasal ini adalah:

42

1) Menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan dengan terang-terangan tulisan yang diketahui isinya, gambar atau barang yang dikenalnya yang melanggar perasaan kesusilaan.

2) Membuat, membawa masuk, mengirimkan langsung, membawa keluar atau menyediakan tulisan dan sebagainya, untuk diserahkan, dipertontonkan atau ditempelkan dengan terang-terangan.

3) Dengan terang-terangn atau dengan menyiarkan suatu tulisan dengan tidak diminta atau menunjukkan, bahwa tulisan dan sebagainya itu boleh didapat.

Bedanya ayat (1) dan ayat (2) adalah pada ayat (1) orang yang berbuat

harus “mengetahui” bahwa isi tulisan dan sebagainya itu melanggar perasaan

kesusilaan, sedangkan pada ayat (2) orang itu tidak perlu mengetahuinya, cukup apabila padanya ada alasan yang sungguh-sungguh untuk menduga, bahwa tulisan dan sebagainya itu melanggar perasaan kesusilaan.

Perbedaan utama antara Pasal 281 dan 282 bahwa sesuatu yang melanggar kesusilaan itu tidak secara langsung orangnya yang melanggar itu dilihat, melainkan hanya berupa tulisan, gambar atau denda. Karena itulah tindak pidana ini disebut sebagai pornografi. Sedangkan Pasal 282 ayat (3) menitikberatkan bahwa perbuatan melawan hukum yang tersebut pada Pasal 282 ayat (1) sudah menjadi mata pencarian (penghasilan) kehidupannya atau telah dilakukan berulang-ulang sebagai suatu kebiasaan, meskipun perbuatannya itu tidaklah menjadi mata pencarian kehidupannya, perbuatannya itu tidak terlepas dari proses penuntutan pidana.

Pasal 283 KUHP

(1) Dengan hukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyak Rp. 9000,- dihukum barang siapa menawarkan, menyerahkan buat selama-lamanya atau buat sementara waktu, menyampaikan ditangan atau mempertunjukan kepada orng yang belum dewasa yang diketahuainya atau patut disangkanya bahwa orang itu belum cukup umurnya 17 tahun sesuatu tulisan, suatu gambar atau suatu barang yang menyinggung perasaan kesopanan, atau sesuatu cara yang dipergunakan untuk mencegah atau mengganggu hamil, jika isi surat itu diketahuinya atau jika gambar, barang dan cara itu di ketahuinya.

(2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum barangsiapa dihadapan seseorang yang belum dewasa seperti tersebut dalam ayat diatas memperdengarkan isi surat atau tulisan yang melanggar perasaan kesopanan.

(3) Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat bulan atau kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 9000,- dihukum barangsiapa menawarkan, menyerahkan, buat selama-lamanya atau buat sementara waktu, menyampaikan ditangan atau memperlihatkan kepada seorang yang belum dewasa sebagai tersebut dalam ayat pertama, sesuatu surat (tulisan) suatu gambar atau suatu barang yang melanggar kesopanan, demikian pula memperdengarkan dihadapan seorng yang belum dewasa sebagai tersebut dalam ayat pertama, isi surat yang menyinggung perasaan kesopanan, jika ia ada alasan yang cukup untuk menyangka, bahwa tulisan, gambar atau barang itu melanggar perasaan kesopanan atau cara itu ialah cara untuk mencegah atau mengganggu hamil.

Unsur-unsur Pasal 283 (1) KUHP

(1) Barangsiapa20

(2) Menawarkan : unsur ini cukup jelas.

(3) Memberikan untuk seterusnya maupun untuk sementara : Lamintang menyatakan bahwa unsur ini dapat dengan ditafsirkan melalui tata

20

44

bahasa.21 Peulis menafsirkan unsur ini sebagai “memberikan” atau “meminjamkan”.

(4) Menyampaikan di tangan atau mempertunjukkan : unsur ini cukup jelas.

(5) Tulisan, gambar, atau barang yang menyinggung perasaan kesopanan dimaksud adalah tulisan, gambar, dan barang yang berisi mengenai hal-hal yang berkenan dengan kehidupan seksual yang menurut

pendapat umum di Indonesia dianggap “cabul”.

(6) Alat untuk mencegah atau menggugurkan kandungan dimaksud dengan alat untuk mencegah kehamilan itu ialah alat yang menurut sifatnya memang dimaksudkan untuk mencapai tujuan tersebut.

(7) Pada seorang yang belum dewasa, atau patut disangkanya bahwa orang itu belum cukup umurnya 17 tahun: unsur ini cukup jelas dan dengan mudah dipahami.

(8) Kalau isi surat ini diketahuinya atau jika gambar, barang, dan cara itu diketahuinya: Menurut I. N. Suwandha, unsur ini merupakan syarat bagi dapat dipidananya pelaku yang telah melakukan tindak pidana-tindak pidana seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 283 (1) KUHP, yang apabila syarat tersebut ternyata tidak dapat dibuktikan, akan menyebabkan Hakim memberikan putusan bebas bagi pelaku.

21

Lamintang, Delik-Delik Khusus:Tindak Pidana-Tindak Pidana-Tindak Pidana melanggar norma-Norma Kesusilaan Dan Norma-Norma kepatutan, cet.1, (Bandung:Mandar Maju,1990),hal.71.

Menurut Lamintang, unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 283 (1), yaitu

“yang diketahuinya” dan “yang patut disangka” menandakan bahwa tindak pidana

yang diatur dalam pasal 283 (1) KUHP merupakan suatu tindak pidana yang mempunyai unsur subjektif pro parte dolus pro parte culpa.

Penjelasan Pasal 283 (2) KUHP

1. Barangsiapa22

2. Dihadapan orang yang belum dewasa seperti tersebut dalam ayat diatas :

Unsur ini cukup jelas.

3. Memperdengarkan isi surat (tulisan) yang melanggar perasaan kesopanan : Menurut Lamintang, unsur ini diterjemhkan dari kata-kata “ten gehore brengen”, yang arti sebenarnya adalah “membuat orang mendengar”.23

sehingga lebih lanjut dijelaskan oleh Lamintang bahwa

kata-kata ““ten gehore brengen” ini hanya tepat jika diartikan sebagai

“membacakan” atau “membicarakan”.24

Namun demikian, patut juga diperhatikan mengenai kemungkinan perbuatan melanggar

kesusilaan/kesopanan itu. Dilakukan dengan “ memperdengarkan suatu rekaman”, sehingga unsur ini perlu diterjemahkan sebagai “mendengarkan”25

22

Lihat penjelasan di skripsi ini,hal. 39

23

Lamintang, Delik-Delik Khusus:Tindak Pidana-Tindak Pidana-Tindak Pidana melanggar norma-Norma Kesusilaan Dan Norma-Norma kepatutan, cet.1, (Bandung:Mandar Maju,1990),hal. 73-74.

24

Lamintang, Delik-Delik Khusus:Tindak Pidana-Tindak Pidana-Tindak Pidana melanggar norma-Norma Kesusilaan Dan Norma-Norma kepatutan, cet.1, (Bandung:Mandar Maju,1990),hal. 75.

25

Lamintang, Delik-Delik Khusus:Tindak Pidana-Tindak Pidana-Tindak Pidana melanggar norma-Norma Kesusilaan Dan Norma-Norma kepatutan, cet.1, (Bandung:Mandar Maju,1990),hal. 75.

46

Pasal 283 KUHP ini bertujuan untuk melindungi anak dibawah umur atau anak muda dari materi pornografi (meteri yang melanggar kesopanan). Dalam Pasal 283 (1) KUHP ditetapkan bahwa yang patut dilindungi itu adalah yang berusia dibawah umur 17 tahun. Di negara-negara lain, seperti misalnya di Belanda, Jerman, Dernmark, dan lain-lain menyatakan bahwa mereka yang belum cukup umur adalah yang berusia dibawah 16 tahun. Hal ini perlu dikji ulang, mengingat definisi anak sangat rancu dalam peraturan perundangan di Indonesia, sehingga perlu di definisikan mengenai siapa yang disebut sebagai anak.

Pasal 283 bis

“Jika tersalah melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 282 dan 283 itu dalam pekerjaannya dan pada waktu melakukan kejahatan itu belum lagi liwat 2 tahun sesudah tetap hukumanya yang dahulu karena salah satu kejahatan yang tersebut, maka ia dapat dipecat dari menjalankan pekerjaannya.”

Pasal 283 bis mengatur mengenai pemberatan pidana karena mengulang kejahatan . syarat-syarat supaya dapat dilakukan pemberatan pidana berdasarkan Pasal 283 bis adalah:

1. Melakukan kejahatan yang diterangkan pasal 282 dan 283 dalam pekerjaannya.

2. Pada melakukan kejahatan itu belum lagi liwat 2 tahun sesudah tetap hukumanya yang dahulu karena salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal 282 dan 283.

Pengulangan kejahatan sebagaimana diatur dalam pasal 283 bis adalah dapat dipecat dari pekerjaanya.

b. Delik Pornografi dalam buku III tentang Pelanggaran

Selain diatur dalam Pasal 281,282, dan 283 yang terdapat dalam buku II KUHP tentang kejahatan, delik pornografi juga diatur dalam Pasal 532, 533, 534, dsebanyak-banyaknya 535 Buku III KUHP tentang pelanggaran.

Pasal 532 KUHP

Dengan kurungan selama-lamanya tiga hari atau benda sebanyak-banyaknya Rp. 225,-, dihukum:

1e. Barangsiapa di muka umum menyayikan lagu-lagu yang melanggar perasaan kesopanan;

2e. Barangsiapa di muka umum berpidato yang melanggar perasaan kesopanan; 3e. Barangsiapa di tempat yang dapat kelihatan dari jalan umum mengadakan tulisan atau gambar yang melanggar perasaan kesopanan.

Dalam Pasal 532 KUHP ini, yang mengatur delik pornografi adalah Pasal 532 (e). Pasal 532 (1e) dan 532 (2e) lebih mengatur mengenai pelnggaran kesusilaan di muka umum atau hampir sama dengan Pasal 281 KUHP.

Alasan perbuatan pada Pasal 532 tersebut digolongkan sebagai pelanggaran, menurut A. Hamzah adalah:

Sering nyanyian atau pidato tersebut dilakukan sebagai humor atau kenakalan; sedangkan perbuatan mencoret-coret tembok dan lain-lain seringkali merupakan perbuatan kenakalan remaja dan tidak ada kaitanya dengan keinginan mencari untung.26

26

Andi Hamzah, “Pornografi Dalam Hukum Pidana: Suatu Studi Perbandingan”, Cet I, (Jakarta: Bima Mulia, 1987), hal. 69

48

Pasal 533 KUHP

Dengan hukuman kurangan selama-lamanya dua bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 3.000,-, dihukum:

1e. Barangsiapa pada tempat yang diperuntukkanbagi lalu lintas umum, mempertunjukan atau menempelkan sesuatu ulisan yang namanya (kepalanya), sampulnya (kulitnya) atau isinya yang terbaca itu dapat menimbulkan nafsu birahi anak-anak muda, ataupun mempertunjukan atau menempelkan sesuatu

Dokumen terkait