• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kasus Posisi PT. Mandala Airlines

PT.Mandala Airlines adalah perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang angkutan udara yang dipimpin oleh Paul Rombeek selaku Presiden Direktur yang pada tanggal 9 Desember 2014 mengajukan permohonan pailit atas perseroannya (voluntary petition of self bankruptcy) melalui kuasa hukumnya dari kantor Jakarta Legal Group dengan ditandatanganinya surat kuasa tertanggal 6 November 2014.215

Adapun berdasarkan Anggaran Dasar, kegiatan usaha dari PT.Mandala Airlines adalah sebagai berikut:216

1. Menjalankan usaha menggunakan kapal udara untuk mengangkut penumpang, barang dan muatan (padat, cair, benda, pos, hewan, dll) di dalam negeri dan luar negeri untuk saru perjalanan atau lebih dengan penerbangan berjadwal tetap atau tidak tetap (tremper);

2. Menjalankan usaha-usaha dan bertindak sebagai perwakilan dan/atau peragenan dari perusahaan - perusahaan penerbangan di dalam negeri;

215Pengadilan ………Niaga……..Jakarta……Pusat,…....Putusan………..Nomor 48/Pdt.Sus.PAILIT/2014/PN.Niaga.JKT.PST, hal. 1.

216Ibid.,hal. 2.

3. Menjalankan perusahaan perbengkelan serta servis dari pesawat-pesawat terbang;

4. Menyelenggarakan pendidikan-pendidikan serta kursus di lapangan penerbangan untuk keperluan perusahaan.

Latar belakang diajukannya permohonan pailit PT.Mandala Airlines menurut kuasa hukumnya adalah karena perusahaan tersebut mengalami kesulitan finansial yang berlarut-larut akibat mengalami pasang surut dan berulang kali menghadapi kesulitan-kesulitan keuangan mengingat begitu ketatnya persaingan usaha dalam kegiatan angkutan udara niaga di Indonesia.217

Bahwa meskipun PT.Mandala Airlines pernah mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) melalui Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk melakukan restrukturisasi atas utang-utangnya kepada kreditor pada itu dan dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui Putusan No. 01/PKPU/2011/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 17 Januari 2011 jo. Putusan Mahkamah Agung No.070/PK/Pdt.Sus/2011 tanggal 20 Juli 2011. Adapun pokoknya adalah rencana restrukturisasi yang ditawarkan dalam Rencana Perdamaian tersebut adalah pelaksanaan konversi atas utang-utang perusahaan kepada para kreditor konkuren menjadi kepemilikan saham atas PT.Mandala Airlines dan diikuti dengan masuknya investor strategis sebagai salah satu pemegang saham dari PT.Mandala Airlines. Setelah selesainya proses PKPU, dan perusahan kembali melanjutkan kegiatan usaha angkutan udara niaga berjadwal di Indonesia, ternyata perusahaan tetap mengalami kesulitan finansial (keuangan) dan tidak mampu untuk membayar utang-utangnya kepada para

217Ibid.

kreditor yang timbul setelah selesainya proses PKPU bahkan tidak pernah memperoleh keuntungan atau mendekati untung pada kuartal operasi manapun.

Kesulitan keuangan tersebut tercermin dalam laporan keuangan per tanggal 31 Desember 2013 yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Purwantono, Suherman & Surja.218

Adapun hal-hal yang menyebabkan kesulitan keuangan dan ketidakmampuan Mandala Airlines untuk melunasi utang-utangnya kepada para kreditur adalah:219

1. Biaya yang besar yang timbul untuk perawatan (maintenance) pesawat-pesawat milik pihak ketiga yang digunakan oleh Mandala Airlines berdasarkan perjanjian leasing;

2. Kenaikan tajam biaya pembelian bahan bakar pesawat sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang;

3. Infrastruktur airport yang belum memadai untuk menyokong operasi penerbangan domestik Mandala Airlines yang berkesinambungan;

4. Slot yang terbatas pada banda udara-bandar udara utama yang kemudian membatasi skala operasi ekonomi perusahaan;

5. Penumpukan biaya-biaya operasional yang terakumulasi dalam waktu yang panjang sehingga mencapai jumlah yang sangat besar;

6. Depresiasi mata uang Rupiah terhadap mata uang Dollar Amerika Serikat, dimana sebagian besar atau hampir seluruh biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Mandala Airlines sebagaimana disebutkan di atas menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat.

218Ibid., hal.3.

219Ibid.

Untuk mengantisipasi kesulitan keuangan tersebut Mandala Airlines telah telah mengurangi biaya dengan cara mengurangi jumlah armada dari 9 menjadi hanya 5 pesawat dan berikutnya hingga 4 pesawat dan mengurangi pengeluaran dengan mensyaratkan bahwa seluruh pengeluaran harus disetujui oleh 1 pemegang saham. Untuk meningkatkan pendapatan pun, Mandala Airlines telah mengkombinasikan penerbangan internasional dan domestik serta memperkenalkan rute yang lebih popular seperti Hongkong ke Denpasar.220

Namun ternyata, dengan berlanjutnya over kapasitas di sektor penerbangan Indonesia, Mandala Airlines terus menghadapi tekanan dari sisi bisnis dan tidak dapat meningkatkan pendapatan dibandingkan dengan pengeluaran yang harus dikeluarkan. Kerugian terus berlanjut tanpa dapat dihindari, dan sebagai dampak kesulitan finansial (keuangan) tersebut, PT.Mandala Airlines melakukan penghentian kegiatan usaha per tanggal 1 Juli 2014 dengan tujuan untuk mengurangi penambahan beban finansial, karena jika diteruskan maka akan memperburuk kondisi keuangan perusahaan dengan bertambahnya beban biaya operasional dan biaya-biaya lainnya.221

Kuasa hukum PT.Mandala Airlines mengklaim bahwa permohonan pailit untuk menyelamatkan kepentingan pemegang saham dan kreditor. Diakibatkan utang Mandala Airlines kepada pemegang saham mencapai Rp 1,5 Triliun dan kepada Kreditor lain Rp 7 Miliar. Meskipun sudah ada beberapa investor yang melirik Mandala, menurut kuasa hukumnya mereka mundur karena melihat kondisi utang Mandala yang besar. Terlebih lagi, aset Mandala tidak sebanding

220Ibid.,hal. 4.

221Ibid.

dengan utang dan kemampuan operasionalnya. Jadi, ke depan, Mandala diperkirakan tidak mampu mengembalikan uang pemegang saham dan kreditor.222

Pengajuan permohonan pailit didasarkan dengan adanya utang PT.Mandala Airlines kepada kreditor yang telah jatuh waktu dan belum dibayar, dengan perincian sebagai berikut:223

1. PT. Duta Kaliangga Pratama, memiliki piutang sebesar USD 18.661,50 dan telah jatuh tempo per tanggal 14 Juli 2014 (Invoice No.AA.14.1403416).

2. Nurjadi Sumono Mulyadi & Partners (NSMP), memiliki piutang sebesar USD 10.422,56 dan telah jatuh tempo dengan diterimanya 3 (tiga) invoice pada tanggal 4 Agustus 2014 (Invoice No.0254/NSMP/INV/14; Invoce No.0255/NSMP/INV/14; Invoice No.0256/NSMP/INV/14; dan Invoice No.0297/NSMP/INV/14).

3. PT. Dinamika Praxis Komunikasi, memiliki piutang sebesar Rp 65.824.000,- dan telah jatuh tempo tanggal 16 Juli 2014 (Invoice No.

MDL-DPK/VII/2014/046).

4. PT.GNV Consulting Services, memiliki piutang sebesar Rp 34.909.002 dan telah jatuh tempo pada tanggal 30 Juni 2014 (Invoice No.346/GCS/VI/2014).

5. PT. Tiga Cipta Pariwara, memiliki total piutang sebesar Rp 276.509.750 dan telah jatuh tempo sejak tanggal 3 Mei 2014 melalui 2 (dua) Invoice (Invoice No.FP.MDA. 1.14040008; Invoice No.

222 Bambang…….Priyo….... Jatmiko,…....“Tak….... Sanggup……..Bayar…….. Utang,

Mandala….. Air Ajukan Pailit”, Artikel, diakses dari:

https://ekonomi.kompas.com/read/2014/12/23/094743226/Tak.Sanggup.Bayar.Utang.Mandala.Air .Ajukan.Pailit pada 25 April 2018.

223Op.Cit., hal.8-9.

FP.MDA.1.14040009) kemudian 1 (satu) invoice yang jatuh tempo pada tanggal 30 Juni 2014 (Invoice No. FP.MDA.1.14040011).

6. PT. Jaringan Delta Female Indonesia, memiliki piutang sebesar Rp.

76.032.000,- dan telah jatuh tempo pada tanggal 14 April 2014 (Invoice No. DNAS1IV1424).

7. Hanafiah Ponggawa & Partners, memiliki piutang sebesar USD 3.300 (Invoice No. 1091/2014).

Terdapat keberatan yang diajukan oleh pihak Komisaris PT.Mandala Airlines yang memohon agar permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh Jakarta Legal Group selaku kuasa hukum dari Direksi ditolak karena telah adanya kekosongan jabatan Direksi sejak tanggal 17 Desember 2014, sehingga berdasarkan Pasal 13 ayat (5) Anggaran Dasar Perseroan dan Pasal 118 Undang-Undang Perseroan Terbatas yang berhak mengisi kekosongan jabatan Direksi adalah Dewan Komisaris. Kemudian Dewan Komisaris melalui kuasanya juga mengajukan keberatan pailit, karena masih adanya potensi bagi Perseroan untuk tetap melangsungkan usahanya, terdapat penolakan permohonan pernyataan pailit oleh mayoritas pemegang saham salah satunya PT. Karya Surya Prima yang memiliki kurang lebih 55% saham, dan sudah ada rencana pengambilalihan/akusisi 91,3% saham PT.Mandala Airlines dengan nilai Rp 0 oleh PT.Bumi Nusa Permai.224

Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 9 Februari 2015 mengesampingkan keberatan komisaris tersebut dan mengabulkan permohonan pailit dengan menyatakan PT.Mandala Airlines Pailit

224Ibid. hal.19.

dengan segala akibat hukumnya serta menunjuk Titik Tejaningsih,S.H. MH Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai hakim pengawas dan mengangkat Anthony LP Hutapea S.H.,M.H. sebagai Kurator dalam kepailitan ini.225

Dalam akta tersebut, juga disebutkan bahwa direksi diberi kewenangan sebanyak 6 poin, salah satunya adalah menyetujui pemberian kewenangan kepada Direksi atau pihak lain yang ditunjuk oleh Direksi Perseroan untuk mengajukan permohonan pailit terhadap perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sesuai B. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pailit PT.Mandala Airlines

Sebelum Majelis Hakim mempertimbangkan permohonan pailit PT.Mandala Airlines, majelis hakim menanggapi keberatan dari Pemohon Keberatan yaitu Dewan Komisaris yang mempermasalahkan legal standing dari permohonan pailit PT.Mandala Airlines oleh direktur PT.Mandala Airlines Paul Rombeek selaku Direksi perseroan.

Berdasarkan bukti di persidangan, berupa Akta No.24 tanggal 11 Agustus 2014 Pernyataan Keputusan Rapat PT.Mandala Airlines yang didalamnya tercatat nama Paul Rombeek sebagai direktur. Dimana menurut UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tertulis dalam pasal 1 angka 5 menyebutkan Direksi adalah Organ Perseroan Terbatas yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik didalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

225Ibid.,hal. 38.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Dengan mempertimbangkan bahwa Akta tersebut merupakan RUPS yang adalah keputusan tertinggi dalam PT.Mandala Airlines sebagaimana diatur dalam UU Perseroan Terbatas dan Majelis Hakim tidak menemukan satu alat bukti apapun yang dapat melemahkan Akta No.24 tanggal 11 Agustus 2014 maka Majelis Hakim menyatakan Permohonan Pailit Paul Rombeek sebagai direktur PT.Mandala Airlines mempunyai alas hak yang sah sehingga keberatan dari Pemohon Keberatan (Dewan Komisaris) dapat dikesampingkan.226

Dengan mempertimbangkan unsur-unsur dari pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, agar seorang dinyatakan pailit adalah:227

1. Debitor mempunyai dua atau lebih kreditor;

Dari permohonan pernyataan pailit, PT.Mandala Airlines telah menghadirkan kreditor-kreditor, antara lain:

a. Lee Lik Hsin, mewakili Roar Aviation Private Limited yang memberikan pinjaman sebesar SGD 100.000.000;

b. Leonardo Rico, mewakili Hanafiah Ponggawa & Partners;

c. Naresh Kumar Jevanmall, mewakili PT.Duta Kaliangga Pratama yang menerangkan PT. Duta Kaliangga Pratama mempunyai tagihan sebesar USD 18.661,50;

d. Robert Hasian Aritonang, mewakili Arrive Interported yang menerangkan bahwa Arrive Interported memiliki tagihan sebesar USD 32.400.

226Ibid. hal. 30.

227Ibid., hal. 31-37.

Dengan adanya keterangan dari masing-masing perwakilan kreditor dan pemohon unsur debitor harus mempunyai dua atau lebih kreditor terpenuhi.

2. Debitor tidak membayar setidaknya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih:

Dengan merunjuk pada yurisprudensi tetap Mahkamah Agung Republik Indonesia yang menyatakan Debitor dinyatakan berhenti membayar tidak harus diartikan sebagai keadaan dimana debitor tidak mempunyai kesanggupan lagi untuk membayar utang-utangnya kepada salah seorang atau lebih kreditor akan tetapi termasuk pada keadaan dimana debitor tidak berprestasi lagi pada saat permohonan pailit diajukan ke Pengadilan. Bahwa yurisprudensi Mahkamah Agung dalam putusan perkara Nomor 010 PK/N/1999 memberikan penafsiran yang dimaksud utang adalah segala bentuk kewajiban untuk membayar sejumlah orang tertentu baik yang timbul karena perikatan maupun karena Undang-Undang. Dengan demikian, dapat dipahami segala bentuk kewajiban yang dapat dinilai dengan uang adalah merupakan utang.

Bahwa terkait pengertian utang, Majelis Hakim merunjuk pada ketentuan pasal 1 angka 6 UU Kepailitan dan PKPU yang menyatakan utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena pernjanjian atau undang-undang dan yang wajib

dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.

Bahwa sesuai dalil PT.Mandala Airlines mempunyai utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih kepada:

a. Roar Aviation Private Limited sebesar SGD 100.000.000 sebagaimana keterangan oleh Lee Lik Hsin selaku Direktur;

b. Hanafiah Ponggawa & Partners sebesar USD 3.300 sebagaimana keterangan yang diwakili oleh Leonardo Rico;

c. PT. Duta Kaliangga Pratama sebesar USD 18.661,50 sebagaimana keterangan yang diwakili oleh Naresh Kumar Jevanmall;

d. PT.Dinamika Praxis Komunikasi sebesar Rp 65.824.000 sebagaimana keterangan yang diwakili oleh Sofyan Herbowo;

e. Arrive Interported sebesar USD 32.400 sebagaimana keterangan yang diwakili oleh Robert Hasian Aritonang.

Dengan diajukan 5 orang masing-masing mewakili para kreditor dari PT.Mandala Airlines yang menerangkan bahwa PT.Mandala Airlines mempunyai hutang yang telah jatuh waktu dan belum dibayar, sehingga Majelis Hakim berpendapat unsur debitor tidak membayar sedikitnya 1 (satu) utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih telah terpenuhi.

Majelis hakim mengesampingkan keberatan yang diajukan oleh Dewan Komisaris yang menyatakan hutang-hutang PT.Mandala Airlines belum terlalu signifikan sehingga belum adanya alasan mengajukan permohonan pailit karena Majelis Hakim berpendapat undang-undang

tidak menentukan berapa limit jumlah hutang yang harus dapat ditagih sebagai alasan permohonan pailit.

3. Atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan seorang atau lebih kreditor:

PT.Mandala Airlines mengajukan permohonan pailit untuk diri sendiri adalah karena mengalami kesulitan finansial yang berlarut-larut yang dimulai dengan pernah mengajukan permohonan PKPU pada tahun 2011 yang berdampak pada penghentian kegiatan usaha per tanggal 1 Juli 2014 dengan tujuan untuk mengurangi penambahan beban finansial PT.Mandala Airlines.

Keadaan fakta tersebut dibenarkan oleh Direktur Roar Aviation Private Limed yaitu Lee Lik Hsin yang menerangkan bahwa sangat setuju bila PT.Mandala Airlines dipailitkan begitu juga 4 (empat) orang kreditor lain.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas telah dipenuhi ketiga unsur dapat seorang debitor dinyatakan pailit sesuai ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.

Mengenai telah terdapat keputusan dari PT. Karya Surya Prima selaku pemegang saham mayoritas yang telah disampaikan kepada Roar Aviation Pte.,Ltd. Untuk menunda pengajuan permohonan pailit, faktanya dalam persidangan keberatan tersebut bertolak belakang dengan keterangan Lee Lik Hsin, selaku Direktur Roar Aviation Pte.,Ltd. yang setuju bila PT.Mandala Airlines dinyatakan pailit, mengingat kerugian yang sudah dialami dan apabila ditunda kepailitannya Roar Aviation Pte.,Ltd. yang menanggung akibatnya sebab

perusahaan tersebut menanggung operasional PT.Mandala Airlines sejak berhenti beroperasi bulan Juli 2014. PT. Karya Surya Prima dipersidangan menerangkan tidak setuju, tetapi tidak mengetahui keadaan keuangan dari PT.Mandala Airlines dan faktanya yang menanggung operasional adalah Roar Aviation Pte.,Ltd.228

Majelis hakim juga menilai terkait adanya surat dari beberapa calon Investor yang hendak mengambil alih perseroan, tidak harus dengan menunda atau menolak permohonan pailit, tetapi hal ini dapat dibicarakan dalam proses kepailitan bersama kurator dan para kreditor lain dari PT.Mandala Airlines.

Sedangkan bukti fotocopy Perjanjian Jual Beli Saham Bersyarat antara PT. Cardig International Aviation, PT.Karya Surya Prima dan Roar Aviation Pte,Ltd (Penjual) dengan PT.KPM Oil dan Gas (Pembeli) belum merupakan perjanjian karena belum ditandatangani oleh salah satu pihak atau pemegang saham yang berkepentingan yaitu Roar Aviation Private Limited sehingga baru merupakan wacana. Nantinya bila terealisasi membutuhkan waktu dan sikap kehati-hatian baik dari pihak investor maupun kreditor dari PT.Mandala Airlines. Sehingga keberatan dari Dewan Komisaris PT.Mandala Airlines tidak dapat diterima dan Majelis Hakim menilai tidak beralasan hukum karenanya harus ditolak.229

Berdasarkan keseluruhan uraian pertimbangan hukum diatas , Majelis Hakim berpendapat permohonan pernyataan pailit PT.Mandala Airlines harus dikabulkan karena telah terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (4) Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.230

228Ibid., hal. 36.

229Ibid.

230Ibid. hal.37.

C. Penerapan Prinsip Commercial Exit From Financial Distress dalam Putusan Pailit PT.Mandala Airlines

PT. Mandala Airlines mengajukan permohonan pailit atas perseroannya (voluntary petition) karena perusahaan tersebut mengalami kesulitan finansial yang berlarut-larut akibat mengalami pasang surut dan berulang kali menghadapi kesulitan-kesulitan keuangan mengingat begitu ketatnya persaingan usaha dalam kegiatan angkutan udara niaga di Indonesia. Permohonan tersebut diajukan oleh Paul Rombeek selaku Presiden Direktur melalui kuasa hukumnya dari kantor Jakarta Legal Group.

Permohonan tersebut berlandaskan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU bahwa permohonan pailit dapat diajukan oleh Debitor sendiri (voluntary petition). Undang-Undang Kepailitan dan PKPU tidak mengatur secara lebih lanjut mengenai apabila permohonan pailit diajukan oleh Debitor yang berbentuk Perseroan Terbatas, melalui Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai ketentuan anggaran dasar dan dalam Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan:

(6) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada pengadilan niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Artinya permohonan pailit atas Perseroan sendiri hanya dapat diajukan setelah mendapatkan persetujuan dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).

Dalam permohonan pailit PT.Mandala Airlines, pengajuan permohonan pailit tersebut sudah memiliki landasan hukum yang kuat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena didasarkan dengan Akta No.24 tanggal 11 Agustus 2014 Pernyataan Keputusan Rapat PT.Mandala Airlines yang didalamnya tercatat nama Paul Rombeek sebagai direktur dan disebutkan bahwa direksi diberi kewenangan sebanyak 6 (enam) poin, salah satu diantaranya menyetujui pemberian kewenangan kepada Direksi untuk mengajukan permohonan pailit.

Terkait dengan keberatan yang diajukan oleh Dewan Komisaris terkait legal standing Paul Rombeek selaku Direksi Perseroan, karena telah terjadi kekosongan jabatan Direksi sejak tanggal 17 Desember 2014 dimana hal tersebut terjadi sesudah diajukannya permohonan pailit pada tanggal 09 Desember 2014.

Sehingga keputusan Majelis Hakim yang mengesampingkan keberatan Dewan Komisaris karena Majelis tidak menemukan satu alat bukti apapun yang dapat melemahkan Akta No.24 tanggal 11 Agustus 2014 sudah tepat.

Prinsip commercial exit from financial distress dari kepailitan merupakan prinsip yang ditemukan dalam kepailitan Perseroan Terbatas. Prinsip ini memberikan makna bahwa kepailitan adalah merupakan solusi dari masalah penyelesaian utang debitor yang sedang mengalami kebangkrutan dan bukan sebaliknya bahwa kepailitan digunakan sebagai pranata hukum untuk membangkrutkan suatu usaha. Kepailitan adalah merupakan salah satu pranata hukum untuk melakukan percepatan likuidasi terhadap subjek hukum yang

mengalami kesulitan keuangan yang menyebabkan utang lebih besar dari aset subjek hukum tersebut.231

Pada kasus Permohonan Pailit oleh debitor sendiri, yakni PT.Mandala Airlines, kepailitan merupakan jalan terbaik untuk menyelesaikan kewajiban pembayaran utang terhadap para kreditornya. Perusahaan yang semula diprediksikan akan berjalan sesuai dengan business forecasting / planning ternyata dalam perjalanannya tidak sesuai dengan harapan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi PT.Mandala Airlines yang sebelumnya pernah mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dikabulkan melalui Putusan No. 01/PKPU/2011/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 17 Januari 2011 jo. Putusan Mahkamah Agung No.070/PK/Pdt.Sus/2011 tanggal 20 Juli 2011. PKPU diajukan dengan tujuan untuk melakukan restrukturisasi yang ditawarkan dalam Rencana Perdamaian dengan mengkonversi utang-utang perusahaan kepada para kreditor konkuren menjadi kepemilikan saham atas PT.Mandala Airlines dan diikuti dengan masuknya investor strategis sebagai salah satu pemegang saham PT.Mandala Airlines. Namun, setelah selesainya proses PKPU dan perusahaan kembali melanjutkan kegiatan usaha angkutan udara niaga berjadwal di Indonesia, ternyata perusahaan tetap mengalami kesulitan finansial (keuangan) dan tidak mampu untuk membayar utang-utangnya kepada para kreditor yang timbul setelah selesainya proses PKPU bahkan tidak pernah memperoleh keuntungan atau mendekati untung pada kuartal operasi manapun.

Kesulitan keuangan tersebut tercermin dalam laporan keuangan per tanggal 31

231 M.Hadi Shubhan, Op.Cit., hal.315.

Desember 2013 yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Purwantono, Suherman & Surja.

Tindakan yang dilakukan oleh PT.Mandala Airlines secara teoritis baik dari segi ilmu hukum dan ilmu ekonomi sudah tepat. PT.Mandala Airlines menjadikan kepailitan sebagai pilihan terakhir (ultimum remedium) dan lebih mengedepankan reorganisasi perusahaan yang merupakan premium remedium (the first resort). Niat untuk melakukan reorganisasi perusahaan tersebut terlihat dengan PT.Mandala Airlines yang sebelumnya mengajukan PKPU terlebih dahulu untuk tujuan restrukturisasi. Hal ini menjadi penting, karena mengingat peran sebuah Perseroan Terbatas yang berdampak luas terhadap perekonomian suatu negara, karena bukan hanya korban pailitnya debitor, tetapi seperti Negara, yang terpaksa kehilangan subjek pajak; Para Pegawai, yang kehilangan pekerjaannya;

Para Pensiunan, yang tidak lagi dapat memperoleh pembayaran pensiunnya; dan Masyarakat, yang kehilangan produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan debitor. Secara makro, “pertumbuhan ekonomi negara” akan terpengaruh pula.232

Kondisi keuangan PT.Mandala Airlines ternyata setelah dilaksanakannya PKPU tetap mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Berbagai macam penyebab seperti biaya perawatan (maintenance), kenaikan bahan bakar pesawat sejak tahun 2008, infrastruktur airport yang belum memadai untuk menyokong operasi, penumpukan biaya-biaya operasional yang terakumulasi, dan depresiasi mata uang Rupiah terhadap mata uang Dollar menyebabkan perusahaan tidak dapat beroperasi secara optimal. Bahkan meskipun telah dilakukan penghematan dengan mengurangi jumlah armada pesawat (dari 9 pesawat menjadi 5 pesawat),

232Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hal.147.

mengurangi pengeluaran, dan mengkombinasikan penerbangan internasional dengan domestik yang populer yaitu rute Hongkong-Bali, ternyata tidak membaya perubahan yang signifikan dan bahkan berujung kepada penghentian kegiatan

mengurangi pengeluaran, dan mengkombinasikan penerbangan internasional dengan domestik yang populer yaitu rute Hongkong-Bali, ternyata tidak membaya perubahan yang signifikan dan bahkan berujung kepada penghentian kegiatan

Dokumen terkait