• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.10 Tes Potensi Akademik Plus

Tes potensi akademik plus adalah alat tes yang digunakan oleh Universitas Sanata Dharma Yogyakarta untuk menyeleksi calon mahasiswa yang akan diterima. Tujuan tes potensi akademik plus yaitu mengetahui potensi (bakat) belajar yang dimiliki oleh calon mahasiswa baru yang pada akhirnya digunakan untuk memprediksi. Sedangkan tujuan seleksi mahasiswa baru yaitu memperoleh calon mahasiswa yang kelak dapat berprestasi secara akademik. Dengan demikian setelah mengetahui potensi calon mahasiswa baru maka dipilih mahasiswa yang diprediksi memiliki potensi paling baik untuk dapat berprestasi setelah menjadi mahasiswa.

Calon mahasiswa yang memperoleh skor tes potensi akademik plus tinggi berarti calon mahasiswa tersebut mempunyai potensi atau kemampuan belajar yang tinggi. Dengan kemampuan belajar yang baik akan memudahkan mahasiswa untuk menguasai setiap kuliah yang diikutinya, sehingga setelah mengikuti evaluasi hasil belajar kemungkinan memperoleh indeks prestasi yang baik.

Alat tes ini merupakan kombinasi antara tes bakat dan tes prestasi, sehingga alat tes ini disebut tes potensi akademik plus. “Plus”-nya itu adalah Tes Bahasa Inggris yang merupakan tes prestasi. Sedangkan sub tes dari Tes Potensi Akademik ada empat, yaitu Tes Penalaran Verbal, Tes Penalaran Mekanik, Tes Hubungan Ruang, dan Tes Kemampuan Numerik.

Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru USD yang bertugas menyediakan alat tes ini adalah P2TKP. Untuk dapat memperoleh alat tes yang baik, P2TKP harus memperhatikan kualitas-kualitas aitem yang tergabung dalam alat tes tersebut dan reliabilitas setiap set soal sejenis, yaitu dengan memperhatikan nilai koefisien reliabilitas, indeks kesukaran aitem, dan indeks diskriminasi aitem. Dengan memperhatikan ketiga nilai tersebut, P2TKP dapat mengetahui aitem mana yang sudah tidak layak untuk diujikan dan harus diganti, sehingga dapat menjadi satu alat tes yang lebih baik dan dapat digunakan utuk tes seleksi calon mahasiswa berikutnya.

2.11 Kualitas Aitem

Kualitas dari suatu tes yang baik tidak dapat dilepaskan dari kualitas aitem-aitem yang menyusunnya. Tujuan dari analisis aitem adalah untuk mengidentifikasi aitem-aitem yang tidak memuaskan dari tes sebelumnya sehingga aitem-aitem tersebut dapat direvisi, dihilangkan, atau digantikan dengan aitem baru. Analisis terhadap aitem-aitem dalam suatu tes penting untuk dilakukan karena kualitas dari aitem-aitem yang menyusun sebuah tes sangat berpengaruh terhadap kualitas tes secara keseluruhan.

Analisis aitem / soal dapat dilakukan secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Analisis aitem secara kualitatif meliputi pertimbangan terhadap validitas isi dan evaluasi aitem-aitem berkenaan dengan prosedur penulisan aitem yang efektif. Sedangkan analisis aitem secara kuantitatif meliputi kualitas-kualitas statistik aitem yang terdiri dari pengukuran terhadap indeks kesukaran aitem dan indeks diskriminasi aitem. Kedua perhitungan tersebut dihitung secara terpisah. Namun dalam evaluasi / analisa terhadap aitem, keduanya tidak berdiri secara sendiri-sendiri melainkan dilihat sebagai kesatuan komponen yang akan menentukan apakah suatu aitem dapat dianggap baik atau tidak.

2.11.1 Indeks Kesukaran Aitem

Taraf kesukaran suatu aitem dinyatakan oleh suatu indeks yang disebut dengan indeks kesukaran aitem yang disimbolkan oleh huruf p (Supratiknya,1999). Indeks kesukaran aitem merupakan rasio antara subjek

yang dapat menjawab aitem dengan benar dengan total keseluruhan subjek. Formulasi dari indeks kesukaran aitem adalah:

p = ni / N

ni = Banyaknya subjek yang menjawab aitem dengan benar N = Banyaknya subjek yang menjawab aitem

Tujuan dari pengukuran taraf kesukaran aitem adalah untuk memilih aitem-aitem yang memiliki level kesukaran yang sesuai. Sebagian besar tes-tes bakat yang terstandarisasi disusun dengan tujuan untuk mengukur seakurat mungkin tingkat pencapaian individu dalam kemampuan-kemampuan atau bakat-bakat khusus. Apabila semua subjek dapat menjawab aitem tersebut dengan benar atau sebaliknya tidak ada subjek yang dapat menjawab aitem tersebut dengan benar maka aitem tersebut harus direvisi karena sama sekali tidak dapat mencerminkan perbedaan tingkat kemampuan antar individu.

Indeks kesukaran aitem semakin mendekati 1,00 atau 0,00 maka semakin kecil kontribusi aitem tersebut dalam memberikan informasi mengenai perbedaan kemampuan antar individu. Sebaliknya, semakin indeks kesukaran aitem mendekati atau sekitar 0,50, maka semakin besar kontribusi aitem tersebut dalam memberikan informasi mengenai perbedaan kemampuan antar individu.

2.11.2 Indeks Diskriminasi Aitem

Daya diskriminasi aitem mengacu pada sejauh mana suatu aitem dapat membedakan kemampuan antara individu satu dengan individu yang lain berkaitan dengan kemampuan yang ingin diukur oleh suau tes. Pengukuran terhadap daya diskriminasi aitem dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain dengan menghitung indeks diskriminasi aitem.

Indeks diskriminasi aitem merupakan indeks statistik yang menyatakan seberapa efisien suatu aitem dapat membedakan antara individu-individu yang memperoleh skor yang tinggi dan rendah dalam suatu tes. Indeks diskriminasi aitem disimbolkan dengan huruf d. Indeks daya diskriminasi aitem dapat dihitung dengan menggunakan formulasi sebagai berikut:

d = niT / NT – niR / NR

niT = Banyaknya penjawab aitem dengan benar dari Kelompok Tinggi NT = Banyaknya penjawab dari Kelompok Tinggi

niR = Banyaknya penjawab aitem dengan benar dari Kelompok Rendah NR = Banyaknya penjawab dari Kelompok Rendah

Suatu aitem dikatakan mempunyai daya diskriminasi tinggi apabila dijawab dengan benar oleh semua atau sebagian besar subjek Kelompok Tinggi dan tidak dapat dijawab dengan benar oleh semua atau sebagian besar subjek Kelompok Rendah. Semakin besar perbedaan antara porposi penjawab benar dari Kelompok Tinggi dan dari Kelompok Rendah, semakin besarlah daya diskriminasi suatu aitem.

Apabila proporsi penjawab benar dari dua kelompok tersebut sama maka artinya aitem tersebut tidak mampu membedakan subjek yang memiliki kemampuan tinggi dan subjek yang memiliki kemampuan rendah. Terlebih lagi apabila proporsinya terbalik, dimana penjawab benar dari Kelompok Tinggi lebih sedikit daripada penjawab dari Kelompok Rendah. Seorang ahli psikometri, Ebel (dalam Supratiknya,1999) menyarankan kriteria evaluasi indeks diskriminasi dalam empat kategori. Kriteria evaluasi indeks diskriminasi dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Indeks Diskriminasi Evaluasi

0,4 atau lebih Bagus sekali

0,3 – 0,39 Lumayan bagus tapi mungkin masih perlu peningkatan

0,2 -0,29 Belum memuaskan, perlu diperbaiki Kurang dari 0,2 Jelek dan harus dibuang

Tabel 2.1 Tabel Kriteria Evaluasi Indeks Diskriminasi

Dokumen terkait