• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanaman bambu di Indonesia ditemukan mulai dari dataran rendah sampai pegunungan. Pada umumnya ditemukan di tempat-tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air. Tanaman bambu hidup merumpun, mempunyai ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini tumbuh akar-akar

sehingga pada bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan ruasnya, disamping tunas-tunas rumpunnya.

Bambu merupakan tanaman yang memiliki manfaat sangat penting bagi kehidupan. Semua bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun bahkan rebungnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Pada prinsipnya, pengembangan tanaman bambu di negara kita ini sangat prospek, disamping dapat memenuhi kebutuhan bambu dalam negeri juga dapat memenuhi kebutuhan luar negeri. Selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi tanaman bambu juga dapat sebagai salah satu kantong penyerap air, akar-akar pada bambu sangat baik dalam hal menahan dan menjaga ketersediaan air dalam tanah (Soekartawi, 1995)

Berdasarkan hasil analisis karakteristik fisiografi wilayah dan analisis sampel tanah yang dilakukan di wilayah Kecamatan Patuk, wilayah Kecamatan Patuk merupakan kawasan yang memiliki potensi sebagai kawasan pengembangan budidaya tanaman bambu, khususnya jenis bambu petun (Dendrocalamus asper back), bambu wulung (Gigantochloa atrovilacae Widjaja) dan bambu apus (Gigantrochloa apus). Dari hasil survei di empat desa memberikan hasil bahwa daerah penelitian memiliki ketinggian antara 148 meter hingga 363 m dengan jumlah rata-rata 258,5 m. dpl. Secara umum bambu dapat tumbuh pada ketinggian 0 –2.000 m. dpl. Kondisi topografi di empat desa yang menjadi titik lokasi penelitian berupa berbukit, berombak dan bergunung. Tanaman bambu dapat tumbuh diberbagai kondisi topografi baik itu dengan kondisi lahan yang datar sampai berlereng maupun perbukitan. Curah hujan dilokasi penelitian sebesar 2.323 mm/tahun dengan rata-rata 193 hari/tahun. Curah

hujan yang dibutuhkan tanaman bambu yaitu curah hujan minimal 1.020 mm/tahun. Lokasi penelitian memiliki kandungan unsur hara seperti N total, kalium dan posfor dengan jumlah yang berbeda-beda dapat dilihat pada tabel 12. Kandungan hara N total memiliki fungsi sebagai mempercepat pertumbuhan, tanaman terlihat hijau dan anakkan bambu atau tunas bambu akan lebih cepat muncul. Kalium dapat membantu penyerapan air dan unsur hara dari tanah oleh tanaman dan posfor berfungsi sebagai pemicu pertumbuhan akar dan memperkuat perakaran tanaman bambu. Jenis tanah yang ada di empat titik lokasi penelitian yaitu latosol, secara umum tanaman bambu dapat tumbuh subur pada jenis tanah latosol.

Potensi yang ada dapat diketahui berdasarkan data yang telah di peroleh dari hasil penelitian yang berupa hasil analisis karakteristik wilayah dan kandungan unsur hara pada tanah di wilayah Kecamatan Patuk. Hasil analisis dipadukan dengan data yang diperoleh dari literatur persyaratan tumbuh tanaman bambu. Data yang sudah dianalisis kemudian disesuaikan dengan kebutuhan syarat tumbuh tanaman bambu sehingga dapat diketahui karakteristik lahan yang sesuai untuk kebutuhan tanaman bambu.

Kecamatan Patuk merupakan salah satu wilayah di Gunungkidul yang berpotensi menjadi kawasan pengembangan tanaman bambu. Hal ini terlihat dari sebaran tanaman bambu yang ada dikawasan dan hasil analisis yang telah dilakukan. Hal tersebut juga didukung kondisi karakteristik wilayah yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman bambu.

60

di Kecamatan Patuk yaitu desa Patuk, desa Ngoro-oro, desa Beji dan desa Putat memiliki potensi serta syarat tumbuh untuk tanaman bambu yang sesuai dan Kecamatan Patuk memiliki potensi sebagai kawasan pengembangan budidaya tanaman bambu. Ada tiga jenis tanaman bambu yang tumbuh subur di Kecamatan Patuk yaitu bambu petung (Dendrocalamus asper back), bambu wulung (Gigantochloa atrovilacae Widjaja) dan bambu apus (Gigantrochloa apus).

B. Saran

Masih terbatasnya informasi tentang kesesuaian lahan untuk tanaman bambu, untuk itu perlu dilakukan penelitian yang mendasar tentang bambu yang menyangkut budidaya, terutama untuk kesesuaian lahan tanaman bambu.

61

Adhi Sudibyo. 2011. Zonasi Konservasi Mangrove di Kawasan Pesisir Pantai Kabupaten Pati. Skripsi Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.101 halaman.

Agus, I., Krisdianto, Sumarni G. 2006. Sari Hasil Penelitian Bambu.http://www.dephut.go.id/INFORMASI/litbang/teliti/bambu.htm (online). Diakses pada tanggal 12 desember 2015.

Alamendah, 2011.Jenis-jenis Bambu di Indonesia.Diakses 27 Oktober 2011 dari http://alamendah.wordpress.com/2011/01/28/jenisjenis-bambu-di-

indonesia/.

Alamsyah Ridho, Oding Affandia, Ridwanti Batubara. 2012. Analisis potensi ketersediaan dan pemasaran bambu balangke (gigantochloa pruriens Widjaja) dihutan rakyat bambu desa timbang lawan kecamatan bahorok kabupaten langkat dalam industry dupa bambu. Fakultas Pertanian USU, Medan.

Arikunto dan Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.

Bambang Wisnu Broto. 2015 arikel gununkidul galakan budidaya bambu. http://harianjogja.bisnis.com/read/20151007/1/5253/gunungkidul-

galakkan-budidaya-tanaman-bambu. Diakses tanggal 12 januari 2016. Berlin, N. V. A., dan Estu, R. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar

Swadaya. Jakarta.

BPS Kabupaten Gunungkidul, 2010.Data administatif kabupaten Gunungkidul. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1992. Manual Kehutanan.

Depertemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.

Goeswono Soepardi. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor : Departemen Ilmu-Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Hendy Indra Setiawan. 2013. Skripsi : Kajian Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jati di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UniversitasMuhammadiyah Purwokerto. http//hydrast88.blogspot.com// 2013/03/ proposal-skripsi.html. 29 halaman. Diakses pada tanggal 26 Desember 2015.

ITTO. 1994. Subtitude Bamboo for Timber in China . A Final Report of Project PD124/91 REV. I (M).Bamboo Information Center.Chinese Academy of Forestry, Beijing, China.

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2011. Menggali Peluang Ekspor Untuk Produk Bambu. SST: DJPEN/MJL/002/12/2011 Edisi Desember. RidwantiBatubara2002.PemanfaatanBambudiIndonesia.

http://library.usu.ac.iddownload//fp/hutan-ridwanti4/pdf(softfile). Diakses pada tanggal 10 januari 2016.

Muthukumar T., Udaiyan K., 2006. Growth of nursery-grown bamboo inoculated with arbuscular mycorrhizal fungi and plant growth promoting rhizobacteria in two tropical soil types with and without fertilizer application. New Forests (2006) Volume: 31, Issue: 3, pp. 469-485.

N. Berlian, V.A. dan E. Rahayu. 1995. Budidaya dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Masri Singarimbun dan Sofian Efendi.1989. Metodelogi Penelitian Survei. LP3ES: Jakarta.Halaman 156

Otjo dan Atmadja, 2006. Bambu, Tanaman Tradisional Yang Terlupakan. http://www.freelists.org/archives/ppi/09-2006/msg00010.html. Diakses pada 25 Desember 2015.

Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sastrapradja, S,.Niniek W.S., Sarkat D., Rukmini S. (1977).Jenis - Jenis Kayu

Indonesia.LembagaBiologi Nasional-LIPI. Bogor. Hal 49.

Sharma YML. 1980. Bamboo in the Asia Pacific Region . Bamboo Research in Asia.Procceding of Workshop held in Singapore, 28-30 Mei 1980, hal :99-120.

Skoog. D. A., Donald M. West, F. James Holler, Stanley R. Crouch, 2000. Fundamentals of Analytical Chemistry .Hardcover: 992 pages, Publisher: Brooks Cole.

Suharjito, D. 2007. Hutan Rakyat: Kreasi Budaya Bangsa. WALHI, Jawa Barat. Sutiyono. 2002. Budidaya bambu. Peniliti pusat penelitian dan pengembangan

peningkatan produktifitas hutan, Bogor.

Sutiyono, Hendromono, Marfu’ah, Ihak. 1996.Teknik Budidaya Tanaman Bambu. Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor.

Sutiyono.2012. Budidaya Bambu. Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan produktivitas Hutan, Bogor.

Sutiyono, 2010. Tanaman bambu petung taiwan (Dendrocalamus latiflorus) di Kaliurang,Yogyakarta. Komunikasi personal.

Widjaja, W. S. 1995. Perilaku Mekanika Batang Struktur Komposit Lamina Bambu dan Phenol Formaldehida, Thesis S2, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (tidak diterbitkan). http://mediats.uns.ac.id [10 Oktober 2013]

Wikipedia.2014.PathukGunungKidul.https://id.wikipedia.org/wiki/Patuk,_Gunun g_Kidul. Diakses pada 10 Januari 2016.

1

(STUDI KASUS DI KECAMATAN PATUK) SKRIPSI

Oleh:

Dwi Yuda Lian Saputra 20100210029

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA

2

yang dihasilkan. Setiap provinsi di Indonesia mempunyai tanaman bambu, baik tumbuh secara liar, ataupun sengaja ditanam di lahan perkebunan. Bambu dapat menjadi salah satu alternatif dalam pengurangan penggunaan kayu di hutan yang semakin terbatas keberadaannya. Di desa-desa, pemanfaatan bambu seringkali terlihat pada perlengkapan rumah tangga. Namun, sekarang makin berkembang menjadi berbagai macam keperluan industri, sehingga bagi masyarakat di Pedesaan dikategorikan sebagai penunjang utama perekonomian masyarakat desa.

Bambu menjadi salah satu komoditas yang memiliki prospek cukup menjanjikan bila dikembangkan dalam skala luas di sektor kehutanan. Tanaman bambu merupakan tanaman yang mudah untuk dibudidayakan dan memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi. Akan tetapi masyarakat masih menganggap bambu sebagai tananam yang kurang komersil sehingga pengusahaan bambu kurang diminati (Diniaty dan Sofia, 2000). Dari aspek sosial dan ekonomi, tanaman bambu yang telah merata di daerah-daerah pedesaan dan dapat dikatakan merupakan tanaman yang merakyat telah mampu mengangkat perekonomian masyarakat sebagai penghasilan yang utama atau tambahan (Batubara, 2002).

Dokumen terkait