Skripsi
Oleh:
Dwi Yuda Lian Saputra 20100210029
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
Skripsi
Oleh:
Dwi Yuda Lian Saputra 20100210029
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
ii Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh
Derajat Sarjana Pertanian
Oleh:
Dwi Yuda Lian Saputra 20100210029
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
iii
mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun diperguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.
3. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya setelah mendapatkan arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh karena itu, saya menyetujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah, maupun pengembangannya dalam bentuk karya ilmiah lain oleh Tim Pembimbing
4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis sengaja dengan jelas dicantumkan dalam daftar pustaka.
5. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku diperguruan tinggi ini.
Yogyakarta, 4 September 2016 Yang membuat pernyataan ini
iv
Syukur Alhamdulillah kepadamu ya Rabb... segala puji, syukur dan sanjungan hanya kepadaMu ya Allah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan studi. Tak lupa shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Karya ini, ku persembahkan untuk: Kedua Orangtuaku, Ibu Bapak, Kak Asep (Septi Artanto),
Dek Adi (Adi Romadhani Prakasa), Dek Lintang (Dewi Lintang Sari),
Bibi Hartini Alm. Dan Keluarga Besarku dimanapun kalian berada.
v
DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR ... viii INTISARI...Error! Bookmark not defined. ABSTRACT...Error! Bookmark not defined. I. PENDAHULUAN ...Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang ...Error! Bookmark not defined. B. Perumusan Masalah ...Error! Bookmark not defined. C. Tujuan Penelitian ...Error! Bookmark not defined. D. Manfaat Penelitian ...Error! Bookmark not defined. E. Batasan Studi...Error! Bookmark not defined. F. Kerangka Pikir Penelitian ...Error! Bookmark not defined. II. TINJAUAN PUSTAKA ...Error! Bookmark not defined. A. Bambu (Bambusa Sp.)...Error! Bookmark not defined. B. Budidaya Tanaman Bambu ...Error! Bookmark not defined. C. Karakteristik Lahan Tanaman Bambu ...Error! Bookmark not defined. D. Jenis Tanaman Bambu ...Error! Bookmark not defined. III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI...Error! Bookmark not defined. A. Letak Geografis dan Fisiografis ...Error! Bookmark not defined. B. Iklim ...Error! Bookmark not defined. C. Sosial Ekonomi dan Kependudukan Kecamatan PatukError! Bookmark not defined.
vi
vii
Tabel 3. Karakteristik Lahan...Error! Bookmark not defined. Tabel 4.Karakteristik Lahan Penduga ...Error! Bookmark not defined. Tabel 5.Luas, status dan klasifikasi Kecamatan Patuk kabupaten Gunungkidul ...Error! Bookmark not defined. Tabel 6.Curah hujan rata-rata tahunan selama tiga puluh (30) tahun ...Error! Bookmark not defined.
Tabel 7.Jumlah penduduk di Kecamatan PatukError! Bookmark not defined. Tabel 8.Mata pencaharian di Kecamatan Patuk ....Error! Bookmark not defined. Tabel 9.Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenjang Pendidikan ...Error! Bookmark not defined.
viii
Gambar 3. Peta Curah Hujan Kecamatan Patuk ....Error! Bookmark not defined. Gambar 4. Peta Administratif Kecamatan Patuk ...Error! Bookmark not defined. Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian ...Error! Bookmark not defined. Gambar 6. Tegakkan Tanaman Bambu Petung...Error! Bookmark not defined. Gambar 7. Tegakkan Tanaman Bambu Apus ...Error! Bookmark not defined. Gambar 8. Tegakan Tanaman Bambu Wulung/Hitam...Error! Bookmark not defined.
Identification of Potencies of Plant Bamboo Development Zone in Gunungkidul
Dwi Yuda Lian Saputra
Lis Noer Aini, S.P, M.Si / Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P Agrotechonolgy Departement Faculty og Agriculture
Muhammadiyah University of Yogyakarta
Abstract
IDENTIFICATION OF POTENCIES OF PLANT BAMBOO DEVELOPMENT ZONE IN GUNUNGKIDUL. A research entitled “Identification of Potencies of Plant bamboo Development Zone in Gunungkidul” was held in Sub-district of Patuk from February up to May 2016. This study aims to assess the potential for the cultivation of bamboo in the Sub-district of Patuk, Gunungkidul. This research was conducted using of observation method trhough primary and secondary data collection. The primary data obtained through interview techniques and analysis of soil samples in determining soil characteristics. While secondary data obtained from a review of the literature and relevant government agencies. The results showed that the Sub-district of Patuk had potency of adequate fertility for the development of bamboo cultivation.
1
manfaat yang dapat diambil dari pohon bambu, hal ini terlihat dari produk-produk yang dihasilkan. Setiap provinsi di Indonesia mempunyai tanaman bambu, baik tumbuh secara liar, ataupun sengaja ditanam di lahan perkebunan. Bambu dapat menjadi salah satu alternatif dalam pengurangan penggunaan kayu di hutan yang semakin terbatas keberadaannya. Di desa-desa, pemanfaatan bambu seringkali terlihat pada perlengkapan rumah tangga. Namun, sekarang makin berkembang menjadi berbagai macam keperluan industri, sehingga bagi masyarakat di pedesaan dikategorikan sebagai penunjang utama perekonomian masyarakat desa.
Soendjoto (1997) dalam Kementerian Perdagangan (2011) menyatakan bahwa salah satu bentuk penurunan, pengrusakan dan pemusnahan ragam hayati adalah pemanenan tanpa upaya budidaya penebangan dan mengintroduksi jenis baru. Belum membudayanya usaha pelestarian terhadap bambu disebabkan tegakkan-tegakkan bambu yang umumnya hidup pada lahan-lahan rakyat nampaknya masih dianggap cukup. Selain itu, informasi dan pengetahuan tentang budidaya jenis-jenis bambu masih sangat kurang, demikian pula pengenalan terhadap jenis-jenis bambu yang ada di Indonesia serta pemanfaatannya. Untuk itu, diperlukan suatu sarana pengembangan tanaman bambu khususnya pada jenis-jenis yang umumnya telah digunakan maupun yang belum dikenal oleh masyarakat namun mempunyai banyak manfaat.
Selain untuk mengatasi lahan kritis, budidaya juga untuk memenuhi bahan baku industri kerajinan tangan berbahan dasar anyaman. Dari data yang dimiliki Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gunungkidul, permintaan kerajinan bambu ke luar negeri mencapai 2.000 kontainer, tetapi bambu dapat dipenuhi sebanyak 730 kontainer. Menurut Bambang Wisnu Broto (2015), prospek bambu sangat bagus, sehingga dimasukkan dalam budidaya di Gunungkidul. Budidaya ini dilakukan karena Gunungkidul masih kekurangan bambu untuk bahan anyaman. Dari luas lahan yang ada, baru bisa memasok 30% saja, sedang kekurangan tersebut para pengrajin banyak mendatangkan bahan baku dari luar daerah.
fisiografi berlereng dan berbukit. Pengembangan budidaya bambu di kecamatan ini diharapkan selain dapat memenuhi sebagian kebutuhan bambu di kabupaten Gunungkidul, juga dapat digunakan tanaman konservasi pencegah tanah longsor. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi terhadap potensi kawasan sebagai daerah pengembangan tanaman bambu alternatif di Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul.
B. Perumusan Masalah
Maka dari itu diperlukan upaya identifikasi potensi kawasan untuk pengembangan budidaya tanaman bambu (Studi Kasus Di Kecamatan Patuk).
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi budidaya tanaman bambu di Kecamatan Patuk, Gunungkidul.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karakteristik, memberikan informasi mengenai tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman bambu serta mengetahui kawasan-kawasan yang berpotensi digunakan untuk budidaya tanaman bambu di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Potensi produksi tanaman bambu diharapkan dapat mengatasi kebutuhan pasar dan menjadi tanaman konservasi yang dapat dipenuhi dengan baik.
E. Batasan Studi
F. Kerangka Pikir Penelitian
Proses pelaksanaan penelitian secara lengkap disajikan dalam Gambar 1 berikut:
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Tanaman bambu merupakan komoditas yang memiliki prospek cukup menjanjikan bila dikembangkan dalam skala luas di sektor kehutanan, Kecamatan Patuk merupakan daerah yang berada di sebelah barat Kabupaten Gunungkidul yang memiliki potensi sumberdaya alam, namun potensi yang ada belum
Kec. Patuk Kabupaten Gunungkidul Derah Istimewa Yogyakarta
Karakterisasi fisiografi
Persyaratan tumbuh
Analisis sampel tanah
Karakteristik Lahan
Potensi Kawasan Untuk Budidaya Tanaman Bambu
dimanfaatkan dengan maksimal sebagai kawasan pengembangan tanaman bambu. Upaya pengembangan tanaman bambu dapat dimulai dengan ketersediaan lahan potensial untuk pengembangan tanaman bambu.
Pengamatan dan pengukuran di lapangan serta dilengkapi dengan analisis sampel tanah di laboratorium dilakukan untuk memperoleh data tentang sifat tanah pada setiap satuan lahan. Data yang diperoleh digunakan untuk mengetahui karakteristik dan kualitas lahan pada masing-masing satuan lahan.
Kecocokkan suatu lahan dipengaruhi oleh beberapa sifat tanah, diantaranya sifat fisik, sifat kimia, topografi serta ketingian tempat. Untuk mengetahui potensi lahan sebagai kawasan budidaya untuk tanaman bambu harus diketahui syarat tumbuh tanaman bambu terlebih dulu, persyaratan tersebut terdiri dari jenis tanah, pH, ketinggian tempat, iklim dan topografi.
di lapangan dapat diketahui karakteristik lahan yang ada di Kecamatan Patuk. Karakteristik lahan tersebut, disesuaikan dengan kebutuhan syarat tumbuh tanaman bambu, yang selanjutnya digunakan untuk mengetahui potensi pengembangan budidaya tanaman bambu.
8
Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 3-4 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas berongga, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang (Otjo dan Atmadja, 2006). Salah satu jenis bambu yang sudah banyak dikenal dan sering dimanfaatkan oleh masyarakat adalah bambu tali atau bambu apus. Bambu ini termasuk dalam genus Gigantochloa, Berikut ini urutan klasifikasi bambu tersebut.
Devisi :Spermatophyta Subdivisi :Angiospermae Kelas :Monocotiledonae Ordo :Graminales Famili :Gramineae Subfamili :Bambusoideae
Tanaman bambu yang sering kita kenal umumnya berbentuk rumpun. Padahal dapat pula bambu tumbuh sebagai batang soliter atau perdu. Tanaman bambu yang tumbuh subur di Indonesia merupakan tanaman bambu yang simpodial, yaitu batang-batangnya cenderung mengumpul didalam rumpun karena percabangan rhizomnya di dalam tanah cenderung mengumpul (Agus, dkk. 2006). Batang bambu yang lebih tua berada ditengah rumpun, sehingga kurang menguntungkan dalam proses penebangannya. Arah pertumbuhan biasanya tegak, kadang-kadang memanjat dan batangnya mengayu. Jika sudah tinggi, batang bambu ujungnya agak menjuntai dan daun-daunya seakan melambai. Tanaman ini dapat mencapai umur panjang dan biasanya mati tanpa berbunga (Berlin dan Estu, 1995).
Oleh karena itu besar kemungkinan untuk bambu dapat tumbuh dengan subur. Selain itu, juga dapat mengatasi erosi dan tanah longsor.
B. Budidaya Tanaman Bambu 1. Pembukaan Lahan
Sebelum ditanami maka tanah harus dibersihkan dari semak belukar dan atau alang-alang harus dibabat jika ada pohon harus ditebang. Tinggi babatan rata dengan tanah. Hasil babatan dikumpulkan untuk disiapkan sebagai bahan kompos pupuk hijau dan yang berkayu dibakar. Pembukaan lahan ini dilakukan pada bulan menjelang musim hujan, yaitu kira-kira bulan Oktober.
2. Jarak Tanam
Pengaturan jarak tanam sangat penting untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi dan mudah melakukan pemanenan/penebangan. Jarak tanam bambu yang dianjurkan untuk industri adalah 8x8 m dan 8x6 m. Tetapi jika tanahnya miring/berbukit maka maka jarak tanam mengikuti arah kontur dengan jarak antara kontur dapat dibuat > 2 meter dan jarak tanam di dalam kontur 8 meter. 3. Pembibitan
4. Penanaman
Penanaman bambu bias dilakukan di kebun, tanah yang latar, tepi sungai atau di pakarangan. Sebelum dilakukan penanaman sebaiknya dilakukan persiapan lahan seperti pembersihan areal dari semak belukar, bebatuan dan kotoran lain.
Penanaman bambu sebaiknya dilakukan pada musim penghujan dan bibit yang digunakan sebaiknya dalam keadaan segar. Pada saat menanam bibit hendaknya ditambahkan pupuk buatan yaitu Urea, TSP dan KCl, dengan perbandingan 3 : 2 : 1 sebaiknya 600 Kg/ha. Pupuk diberikan melingkari tanaman karena rumpun akan tumbuh di sekeliling tanaman induknya. Setelah itu tanah disekitar bibit dipadatkan dan ditinggikan sekitar 5 – 10 cm (Berlin dan Estu, 1995).
5. Pemeliharaan
Tanaman bambu yang dibudidayakan perlu juga pemeliharaan. Meskipun demikian pemeliharaan tanaman bambu tidak perlu intensif, sehingga tidak terlalu merepotkan pemiliknya. Tindakan pemeliharaan tanaman bambu antara lain meliputi pemangkasan, penyiangan, pembumbunan dan pemupukkan (Berlin dan Estu, 1995).
Jenis pupuk dapat menggunakan urea (N) dan TSP dan kompos atau
pupuk kandang dengan dosis tergantung dari umur rumpun seperti terlihat pada
tabel berikut:
Tabel 1. Jenis dan dosis pupuk tanaman bambu Jenis dan dosis pupuk
mengelilingi rumpun. Sedangkan pupuk kandang diberikan dengan cara
ditaburkan di tengah rumpun agar pada musim hujan akan tersebar ke samping.
6. Penjarangan (Thinning)
Penjarangan dilakukan dengan cara menghilangkan batang yang tidak
produktif/rusak/tidak dikehendaki. Tujuannya mengatur kerapatan batang dan
memperoleh batang berkualitas. Kegiatan penjarangan bambu pertama kali dapat
dimulai pada umur rumpun 4 (empat) tahun yang ditujukan terhadap batang
pertama (yang sangat kecil) dan batang lain yang rusak atau tumbuh tidak teratur.
7. Mengatur struktur dan komposisi batang dalam rumpun
Pengaturan struktur dan komposisi batang dalam rumpun sangat penting
berkualitas, seumur dan lestari. Makin basah tipe iklim (A,B) makin banyak
kelompok generasi umur batang yang harus dibuat dan makin kering (C, D) makin
sedikit generasi batang yang harus dibuat. Bambu industri yang ditanam di daerah
basah bertipe iklim A (sangat basah) yang akan digunakan untuk bambu lamina,
playbambu, tusuk gigi, tusuk sate, sumpit, tangkai dupa dan arang bambu harus
diatur dalam satu rumpun ada 5 (lima) generasi umur batang yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5
tahun. Demikian juga bambu yang ditanam di daerah bertipe iklim B (basah)
harus diatur dalam satu rumpun paling tidak ada 4 (empat) struktur generasi umur
batang yaitu 1, 2, 3, dan 4 tahun.
8. Pengaturan drainase
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa bambu industri yang
tergolong jenis yang tidak tahan tergenang air sehingga di lapangan perlu
dibuatkan drainase. Oleh karena itu terutama di lahan yang datar, pengaturan
drainase harus direncanakan dengan baik. Sedangkan, untuk jenis-jenis bambu
industri yang tahan tergenang pengaturan drainase juga dilakukan agar mudah
melakukan pemeliharaan dan pemanenan.
9. Penebangan atau pemanenan
Tanaman bambu dipanen pertama kali pada umur 5 tahun yang dilakukan
terhadap batang generasi ketiga. Setelah itu panen dilakukan setiap tahun terhadap
batang-batang bambu generasi keempat, kelima dan seterusnya. Penebangan
dilakukan pada musim kemarau agar diperoleh kualitas batang yang baik. Batang
ditebang pada bagian pangkal (5 – 10 cm) dengan kapak atau golok dan setelah
Selanjutnya batang dipotong-potong sekitar 4 (empat) meter dari pangkal
untuk memudahkan pengangkutan. Bersamaan dengan kegiatan penjarangan
sebenarnya bambu sudah dimulai penebangan pertama.
Batang-batang yang ditebang adalah batang-batang generasi pertama dan
kedua. Penebangan pertama ini sebenarnya produk dari kegiatan pemeliharaan
sehingga batang-batang yang ditebang tergolong masih kecil-kecil. Penebangan
kedua, ketiga dan seterusnya akan dilakukan setiap tahun dan batang-batang yang
ditebang adalah batang-batang dari generasi ketiga, keempat dan seterusnya.
C. Karakteristik Lahan Tanaman Bambu
Lahan yang akan ditanami bambu dapat di lahan kering yang tidak pernah
tergenang air atau lahan basah yaitu tanah-tanah yang sering atau sesekali
tergenang air. Jenis-jenis yang harus di lahan kering adalah dari kelompok
Dendrocalamus dan Gigantochloa seperti bambu petung (D. asper), bambu apus
(G. apus), bambu legi (G, atter), dan bambu surat (G. pseudoarundinacae).
Sedangkan jenis-jenis bambu yang dapat ditanam di lahan basah adalah
kelompok bambusa seperti bambu ampel gading (B. vulgaris v. striata), bambu
ampel hijau (B, vulgaris v. vitata) dan bambu ori (B. blumeana). Kelompok
Bambusa selain dapat di tanam di lahan basah juga dapat ditanam di lahan kering.
Pemilihan jenis bambu dan lahan yang akan ditanami sangat tergantung dari jenis
produk yang akan dihasilkan karena berkenaan kesesuaian jenis bahan baku
1. Lahan Topografi
Bambu tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi 100 –
2.200 m. dpl. Walaupun demikian, tidak semua jenis bambu dapat tumbuh dengan
baik di tempat yang tinggi. Namun, pada tempat-tempat yang lembab atau yang
kondisi curah hujannya tinggi dapat mencapai pertumbuhan terbaik, seperti di tepi
sungai, di tebing-tebing yang curam. Pada tempat-tempat yang disenangi, umur
tanaman 4 tahun perumpunan sudah dapat terjadi secara normal, yang mana
jumlah rumpun sudah dapat mencapai 30 batang dengan diameter rata-rata di atas
7 cm. Bentuk topografi lahan pengembangan bambu secara umum dapat dibagi 3
macam: berombak, bergelombang dan bergunung. Satuan topografi berombak
mempunyai kemiringan 3%–8%, bergelombang 9%–15% dan bergunung > 30%.
2. Ketinggian Tempat
Tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah maupun
dataran tinggi yaitu antara ketinggian tempat, 0 – 2.000 m. dpl (Departemen
Kehutanan, 1992) bahkan jenis –jenis yang berbatang kecil dijumpai tumbuh pada
ketinggian antara 2.000 m.dpl – 3.750 m. dpl. Pada ketinggian 3.750 m dari atas
permukaan laut, habitatnya berbentuk rumput.
3. Tanah
Bambu dapat tumbuh baik pada semua jenis tanah terutama jenis tanah
asosiasi latosol cokelat dengan regosol kelabu. pH tanah yang dikehendaki antara
5,6 – 6,5. Semua jenis tanah dapat ditumbuhi bambu kecuali tanah-tanah yang
terdapat dekat pantai, karena lahan yang berada dekat dengan pantai merupakan
tidak terkontrol dan air dalam tanah mudah hilang. Untuk memperbaiki kondisi
lahan marjinal tersebut ada beberapa upaya yang dilakukan agar lahan tersebut
dapat ditanami bambu, seperti pemberian bahan organik/pupuk. Jenis-jenis tanah
yang ditumbuhi pusat bambu adalah jenis tanah asosiasi latosol merah, latosol
merah kecokelatan, dan laterit, jenis tanah latosol cokelat kemerahan dan jenis
tanah asosiasi latosol dan regosol untuk daerah bogor (Sutiyono, dkk. 1996).
Latosol merupakan suatu jenis tanah yang terbentuk pada daerah yang
bercurah hujan sekitar 2.000 sampai 4.000 mm tiap tahun, bulan kering lebih
kecil tiga bulan dan tipe iklim A, B (Schmidt/Ferguson). Di Indonesia latosol
umumnya terdapat pada bahan induk volkan baik berupa tufa volkan maupun
batuan beku di daerah tropika basah, tersebar pada daerah-daerah dengan
ketinggian antara 10 – 1.000 meter dengan curah hujan antara 2.000 – 7.000 mm
pertahun dan bulan kering < 3 bulan, dijumpai pada topografi berombak hingga
bergunung, dengan vegetasi utama adalah hutan tropika lebat (Goeswono
Soepardi, 1983).
Tanah latosol merupakan jenis tanah yang banyak digunakan dalam
budiaya pertanian. Tanah ini mempunyai sifat fisik (struktur) yang baik tetapi
berkemampuan rendah untuk menahan kation (sangat mirip dengan tanah
berpasir), bertekstur lempung sampai liat, struktur remah sampai menggumpal
dan konsistensi gembur. Warna tanah kemerahan tergantung dari susunan
mineralogi bahan induknya, draenasi, umur, keadaaniklimnya dan membutuh
Warna seragam dengan batas-batas horizon yang kabur, solum dalam
(lebih dari 150 cm) kejenuhan basa kurang dari 10%. Struktur dan tekstur tanah
latosol tersaji pada tabel berikut.
Tabel 2.Struktur dan tekstur tanah latosol
No. Jenis tanah Tekstur tanah Struktur tanah
1. Asosiasi latosol merah Lempung sampai liat Remah sampai menggumpal
mana-mana, walaupun dalam pertumbuhannya dapat dipengaruhi oleh keadaan
iklim. Unsur-unsur iklim meliputi sinar matahari, suhu, curah hujan dan
kelembaban. Tempat yang disukai tanaman bambu adalah lahan yang terbuka di
mana sinar matahari dapat langsung memasuki celah-celah rumpun sehingga
proses fotosintesis dapat berjalan lancar, selain itu juga dapat mencegah
tumbuhnya cendawan yang akan mengganggu kesuburan tanaman bambu dan
dapat berakibat merubah warna bambu tersebut menjadi kurang baik. Lingkungan
yang sesuai untuk tanaman bambu adalah bersuhu 8,8°C - 36°C. Tipe iklim untuk
tumbuhan bambu mulai dari A, B, C, D sampai E (mulai dari iklim basah sampai
kering). Semakin basah tipe iklim, makin banyak jenis bambu yang dapat tumbuh.
Sebab, tanaman bambu termasuk tanaman yang banyak membutuhkan air, yaitu
(Kementerian Perdagangan, 2011). Faktor yang mempengaruhi adalah curah
hujan, suhu udara dan kelembapan udara. Adapun kondisi yang baik adalah
sebagai berikut Suhu 8,8 - 36°C, curah hujan tahunan minimal 1.020 mm,
sedangkan kelembaban 80%. (Departemen Kehutanan, 1992).
D. Jenis Tanaman Bambu
Tanaman bambu termasuk ke dalam famili Poaceae, ordo Poales dan
kelas Monokotil. Di dunia diketahui ada 1.500 jenis bambu yang berasal dari 75
marga (Sharma, 1980). Diantara hutan bambu di dunia benua Asia mempunyai
area yang terluas, dengan luas hutan bambu di Asia Tenggara lebih dari 10.000
Hektar (ITTO, 1994). Di Indonesia bambu paling banyak dibudidayakan di pulau
Jawa, Bali dan Sulawesi. Pulau Jawa merupakan pengguna bambu paling banyak
dengan konsumsi perbulan sekitar 456 juta batang, dimana 350 juta diantaranya
digunakan untuk perumahan.
Menurut laporan FAO (1961) diacu dalam Sastrapradja, dkk. (1977) di
pulau Jawa 80 % penggunaan bambu adalah untuk bahan-bahan bangunan dan
20 % lagi untuk keperluan lain. Karena panjang, kuat dan tegar, maka buluh
bambu dapat digunakan untuk tiang andang-andang (gandar tiang) perahu dan
tiang rumah.
Beberapa jenis tanaman bambu yang tumbuh dipulau jawa seperti
Bambusa horsfieldiiMunro, (Bambu Embong), Bambusa multiplex(Bambu
Cendani; Mrengenani), Dendrocalamus asper(Bambu Petung), Gigantochloa
apusKurz. (Bambu Apus; Bambu Tali), Gigantochloa atroviolacea(Bambu
Jepang), Gigantochloa manggongWidjaja. (Bambu Manggong) dan lain-lain.
(Alamendah, 2011).
E. Karakteristik lahan
Menurut Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), karakteristik
lahan (land characteristics) mencakup faktor-faktor lahan yang dapat diukur
atau ditaksir besarnya seperti lereng, curah hujan, tekstur tanah, air tersedia,
dan sebagainya (Tabel 3). Satu jenis karakteristik lahan dapat berpengaruh
terhadap lebih dari satu jenis kualitas lahan, misalnya tekstur tanah dapat
berpengaruh terhadap tersedianya air, mudah tidaknya tanah diolah, kepekaan
erosi, dan lain-lain. Bila karakteristik lahan digunakan secara langsung dalam
evaluasi lahan, maka kesulitan dapat timbul karena adanya interaksi dari
beberapa karakteristik lahan. Contohnya, bahaya erosi tidak hanya disebabkan
oleh curamnya lereng saja, melainkan merupakan interaksi antara curamnya
lereng, panjang lereng, permeabilitas, struktur tanah, interaksi curah hujan, dan
sifat-sifat lain.
Tabel 3.Karakteristik Lahan
No. Kualitas Lahan Keterangan
1. Temperatur Udara
Temperatur udara tahunan dan dinyatakan dalamoC.
2. Curah Hujan Curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan dalam mm.
3. Lamanya Masa Kering
Jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun dengan jumlah curah hujan kurang dari 60 mm. 4. Kelembaban
Udara
Kelembaban udara rerata tahunan dan dinyatakan dalam %.
5. Drainase Pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah.
6. Tekstur Menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran < 2 mm.
8. Kedalaman Tanah
Menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat dipakai untuk perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi.
9. Ketebalan Gambut
Digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tebalnya lapisan gambut dalam cm dari permukaan. 10. Kematangan
Gambut
Digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tingkat kandungan seratnya dalam bahan saprik, hemik atau fibrik, semakin banyak seratnya menunjukan belum matang atau mentah (fibrik). 11. Kapasitas Tukar
Kation (KTK) liat
Menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat.
12. Kejenuhan Basa Jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh tanah.
13. Reaksi Tanah (pH)
Nilai pH tanah di lapangan. Pada lahan kering dinyatakan dengan data laboratorium atau pengukuran lapangan, sedang pada tanah basah diukur di lapangan.
14. C-organik Kandungan karbon organik tanah.
15. Salinitas Kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya hantar listrik.
16. Alkalinitas Kandungan natrium dapat ditukar.
17. Lereng Menyatakan kemiringan lahan diukur dalam %. 18. Bahaya Erosi Bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan
adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) per tahun.
19. Genangan Jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun.
Tersedianya air tawar untuk keperluan tambak guna mempertahankan pH dan salinitas air tertentu. 23. Amplitude
Pasang-Surut
Perbedaan permukaan air pada waktu pasang dan surut (dalam meter).
24. Oksigen Ketersediaan oksigen dalam tanah untuk keperluan pertumbuhan tanaman atau ikan.
Karakteristik lahan sebagai penduga potensi kawasan pengembangan
budidaya tanaman bambu dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.Karakteristik Lahan Penduga
No. Lingkup Pengertian/Satuan
1. Topografi Topografi merupakan bentuk lanskap yang ditentukan oleh aspek lereng dan ketinggian.
Topografi dinyatakan dalam %.
2. Ketinggian tempat Ketinggian tempat merupakan ketinggian permukaan bumi yang dilihat atau diukur dari permukaan laut. Ketinggian tempat memiliki satuan m. dpl atau meter diatas permukaan laut.
3. Tanah Tanah merupakan medium alam tempat
tumbuhnya tumbuhan dan tanaman yang tersusun dari bahan-bahan padat, gas dan cair. Bahan penyusun tanah dapat dibedakan atas partikel meneral, bahan organik, jasad hidup, air dan gas. Fungsi tanah bagi tanaman sebagai tempat berdiri tegak dan bertumpunya tanaman, tempat tumbuh yang menyediakan unsur hara dan pertukaran unsur hara antara tanaman dengan tanah dan sebagai penyediaan dan gudangnya air bagi tanaman.
4. Iklim Iklim merupakan kebiasaan alam yang digerakkan oleh gabungan beberapa unsur yaitu, radiasi matahari, temperatur, kelembapan awan, presipitasi, evaporasi, tekanan udara dan angin.Pengaruh iklim terhadap tanaman diawali
oleh pengaruh langsung cuaca
terutamaradiasidansuhuterhadap fotosintesis, respirasi, transpirasi dan proses-proses metabolisme di dalam sel organ tanaman.
a. Tipe iklim Tipe iklim merupakan pengklasifikasian iklim berdasarkan suhu, temperatur dan kelembapan udara serta berdasarkan vegetasi disuatu tempat. Menurut koeppen dan geiger ada lima tipe iklim yang sudah diklasifikasikan, yaitu:
1. Iklim Aiklim tropika basah
2. Iklim B iklim kering atau setengah kering 3. Iklim C iklim dengan variasi suhu tahunan
yang jelas
b. Suhu/temperatur Suhu/temperatur merupakan ukuran kuantitatif terhadap temperatur; panas dan dingin dinyatakan dalam oC, diukur dengan termometer. Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, seperti buka dan menututupnya stomata, transpirasi, penyerapan air dan nutri (unsur hara), fotosintesis, respirasi dan pembentukan primordia bunga.
c. Curah hujan Curah hujan merupakan faktor penyuplai ketersediaan air bagi tanaman. Curah hujan (mm) mempengaruhi tanaman melalui proses evaporasi (proses kesediaan air pada pori-pori tanah yang menguap karena peningkatan suhu dan radiasi surya).
5. pH tanah pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas keasaman, bukan ukuran total asam yang ada di tanah tersebut. Nilai pH tanah tidak sekedar menunjukkan suatu tanah asam atau alkali, tetapi juga memberikan informasi tentang sifat-sifat tanah yang lain, seperti ketersediaan fosfor, status kation-kation basa, status kation atau unsur racun. 6. Hara tersedia Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman tersedia
baagi tanaman dalam bentuk ion (anion dan kation, seperti Nitrogen dalam bentuk NO3- dan NH4+.,
23
pertumbuhan tanaman secara tidak langsung. Dari fisiografi memberikan
informasi tentang bentuk wilayah dan batuan dominan pembentuk tanah. Misal
perbukitan karst berarti bentuk wilayahnya perbukitan dan batuannya karst.
Bentuk wilayah dibagi menurut kecuraman lerengnya misal datar,
berombak, bergelombang, berbukit dan bergunung. Bentuk wilayah ini
menentukan cara penggunaan lahan misalnya untuk tanaman semusim, wanatani
atau tanaman keras. Dari bentuk wilayah dapat diketahui apakah suatu, lahan
mempunyai kemungkinan untuk mekanisasi, keadaan air tanah, pengaruhi
infiltrasi (peresapan) atau keadaan tergenang air. Peranan langsung dari bentuk
wilayah pada potensi pertanian suatu lahan adalah melalui pengaruh lereng yakni
terhadap kerusakan lahan karena erosi, dan biaya konservasi. Tidak semua lahan
yang berbentuk datar dapat digunakan untuk usaha pertanian, hal ini dikarenakan
oleh keadaan perbatuannya (lithology) dan tanahnya sering tidak mendukung
contoh dataran pasir kwarsa. Sebaliknya tanah yang subur diperbukitan yang
kaya abu vulkan dan mineral, masih banyak diusahakan untuk pertanian yang
intensif.
Kecamatan Patuk merupakan bagian wilayah dari Kabupaten Gunungkidul
yang berada dizona utara atau disebut sebagai wilayah Batur Agung dengan
Keadaan topografi berupa perbukitan, terdapat sumber air tanah
kedalaman 6m-12m dari permukaan tanah.
Jenis tanah didominasi latosol dengan batuan induk vulkanik dan sedimen
taufan.
Sumber: BAPPEDA Gunungkidul, 2015
Gambar 1. Peta Jenis Tanah Kecamatan Patuk
Kecamatan Patuk merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten
Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah Kecamatan Patuk
72,04 km2. Wilayah Kecamatan Patuk dibagi menjadi 11 kelurahan, secara rinci
pembagian wilayah desa di Kecamatan Patuk dapat dilihat pada tabel 6.
Kecamatan Patuk secara geografis terletak dibagian utara wilayah Kabupaten
Gunungkidul dengan 070 55’ 11,4” Lintang Selatan dan 1100 31’ 11,0” Bujur
Kecamatan Patuk terletak di wilayah dengan batas-batas sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Kecamatan Gedangsari
2. Sebelah Selatan : Kecamatan Playen
3. Sebelah Timur : Gedangsari
4. Sebelah Barat : Kecamatan Piyungan, Bantul.
Tabel 1.Luas, status dan klasifikasi Kecamatan Patuk kabupaten Gunungkidul Kelurahan/Desa Luas/Area (km2) Kota/Desa Klasifikasi
Semoyo 5,76 2 4
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi D.I Yogyakarta, 2015
Keterangan:
1. Status Potensi Desa 2011 2. Sensus Penduduk-2010
Klasifikasi Kota/Desa: 1 = Kota Besar, 2 = Kota Sedang, 3 = Kota Kecil, 4 = Desa
B. Iklim
Wilayah Kecamatan Patuk termasuk daerah beriklim tropis dengan
topografi wilayah yang didominasi dengan daerah kawasan perbukitan karst.
Kondisi umum klimatologi Kecamatan Patuk secara umum menunjukkan dengan
curah hujan berjumlah 2.323 per30 tahun dengan rata-rata 193 hari/ tahun. Bulan
basah 7 bulan sedangkan bulan kering berkisar 5 bulan. Kecamatan Patuk
maksimum 32,4oC. Kelembaban nisbi berkisar antara 80% - 85%, tidak terlalu
dipengaruhi oleh tinggi tempat, tetapi lebih dipengaruhi oleh musim. Berikut data
tabel curah hujan untuk wilayah Kecamatan Patuk.
Tabel 2.Curah hujan rata-rata tahunan selama tiga puluh (30) tahun periode 1981-2010 di Kecamatan Patuk
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Yogyakarta, 2016
Sumber: BAPPEDA Gunungkidul, 2015
Gambar 2. Peta Curah Hujan Kecamatan Patuk Curah Hujan (Millimeter)
C. Sosial Ekonomi dan Kependudukan Kecamatan Patuk
Perkembangan pertanian tidak terlepas dari faktor sosial ekonomi seperti
penduduk sebagai sumber tenaga kerja dan potensi pasar, prasarana dan
kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Setelah lahan disuatu tempat atau wilayah
ditentukan pilihan-pilihan penggunaannya, maka pilihan yang paling tepat apabila
mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi dan sosial. Teknologi pertanian dapat
berkembang dan berkelanjutan adalah karena secara teknis dapat dilaksanakan dan
aman pada lingkungan serta secara ekonomi layak (menguntungkan) dan secara
sosial dapat diterima oleh masyarakat dan secara administratif dapat dikelola.
Lahan yang subur dapat menjadi kurang berarti bila berada pada daerah
yang sulit dijangkau dan jauh dari pasar. Untuk daerah yang jauh dari pasar maka
ukuran luas lahan usahataninya harus lebih luas/besar sehingga dapat
berkembang lebih jauh dengan tidak hanya menghasilkan bahan mentah tetapi
juga bahan olahan sehingga lebih menguntungkan. Usaha pertanian tertentu akan
sulit berkembang apabila komoditas atau cara pengelolaannya tidak disukai
masyarakat. Ada kecenderungan mereka tetap mempertahankan kebiasaan yang
mungkin dulu merupakan cara yang terbaik, tetapi karena perubahan tatanan
ekonomi maka sekarang sudah tidak tepat lagi. Selain itu sikap masyarakat juga
tidak selalu rasional sehingga perlu usaha-usaha khusus untuk membina
masyarakat sebelum suatu usaha pertanian di kembangkan. Jumlah penduduk di
Kecamatan Patuk berdasarkan BPS Kabupaten Gunungkidul 2015 sebanyak
33.768 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 8.787 KK. Rincian jumlah
Tabel 3.Jumlah penduduk di Kecamatan Patuk
No Desa Jumlah Penduduk KK
Laki-laki Perempuan Total
1 Semoyo 1264 1467 2731 718
2 Pengkok 1624 1516 3140 861
3 Beji 1322 1646 2968 719
4 Bunder 1406 1486 2892 895
5 Nglegi 1591 1613 3204 751
6 Putat 1933 2043 3976 1009
7 Salam 1540 1512 3052 786
8 Patuk 1329 1295 2624 705
9 Ngoro-oro 1821 1874 3695 932
10 Nglanggeran 1222 1296 2518 687
11 Terbah 1453 1515 2968 724
29
No. Jenis Pekerjaan
Kelurahan
Bunder Beji Pengkok Semoyo Salam Patuk Ngoro-oro Nglanggeran Putat Nglegi Terbah
(jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa)
1. Belum Bekerja 612 403 638 473 554 534 617 456 822 478 411
2. Mengurus Rumah
Tangga 509 312 392 263 473 472 242 256 474 378 160
3. Pelajar/mahasiswa 504 388 417 373 437 4155 502 349 567 545 348
4. Pensiunan 47 28 48 14 28 43 17 10 36 25 0
5. PNS 72 33 33 19 26 63 24 29 43 34 10
6. TNI 2 4 3 0 1 3 4 1 3 2 0
7. POLRI 6 8 1 1 3 4 2 0 5 8 0
8. Buruh/keahlian
khusus 174 131 321 146 314 258 102 196 353 100 206
9. Sektor pertanian 646 652 787 798 662 338 1.228 829 911 1.057 1.065
10. Karyawan
BUMN/BUMD 5 0 0 1 1 6 2 1 3 4 1
11. Karyawan Swasta 216 116 261 253 245 332 194 200 280 324 60
12. Wiraswasta 544 520 257 266 330 298 707 166 626 216 324
13. Tenaga medis 3 1 3 0 2 2 2 0 0 3 0
14. Pekerjaan lainnya 17 11 16 18 15 15 18 16 19 21 17
JUMLAH 3.357 2.607 3.177 2.625 3.091 2.783 3.661 2.509 4.142 3.104 2.602
30 No. Tingkat
Pendidikan
Kelurahan
Bunder Beji Pengkok Semoyo Salam Patuk
Ngoro-oro Nglanggeran Putat Nglegi Terbah (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) ( jiwa) (jiwa)
1. Tidak
Sekolah 646 497 791 519 596 544 839 493 831 554 560
2. Belum
Tamat SD 307 256 271 261 286 246 288 209 340 332 236
3. Tamat SD 772 564 547 612 699 544 1.039 720 1.063 855 966
4. SLTP 708 602 838 705 782 586 821 562 955 713 582
5. SLTA 768 612 651 485 630 689 603 466 826 574 237
6. Diploma I/II 29 14 22 12 18 35 14 12 21 11 3
7. Akademi/D3 42 17 13 13 36 44 17 12 36 15 7
8. Diploma
IV/Strata I 81 43 44 17 43 87 39 35 65 49 10
9. Strata II 3 1 0 1 1 6 1 0 5 1 1
10. Strata III 1 1 0 0 0 2 0 0 0 0 0
JUMLAH 3.357 2.607 3.177 2.625 3.091 2.783 3.661 2.509 4.142 3.104 2.602
31
Kecamatan Patuk yang terletak di Kabupaten Gunungkidul. Analisis tanah
dilakukan di Laboratorium LPPT UGM dan Laboratorium Tanah FP UMY.
B. Metode Penelitian dan Analisis Data 1. Jenis penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, yang teknis pelaksanaanya
dilakukan dengan observasi, wawancara, dan pengumpulan data sekunder. Metode
survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari
gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual (Arikunto dan Suharsimi.
1998).
2. Metode pemilihan lokasi
Observasi dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi
eksisting wilayah yang menggambarkan keadaan awal kawasan tersebut.
Pemilihan lokasi observasi dengan carapurposiveyaitu pengambilan sampel yang
secara sengaja dipilih berdasarkan tujuan penelitian (Masri Singarimbun, 1989).
Pemilihan lokasi didasarkan pada alternatif pengembangan bambu karena
permintaan yang tinggi, juga karena Kecamatan Patuk merupakan salah satu
kawasan pegunungan Batur Agung yang berpotensi terjadinya bencana seperti
tanah longsor. Dengan adanya pengembangan tanaman bambu pada kawasan
Sumber: BAPPEDA Gunungkidul, 2015
Gambar 1. Peta Administratif Kecamatan Patuk
3. Metode penentuan sampel tanah
Sampel tanah diambil pada beberapa titik di lokasi penelitian, hal ini
dilakukan guna untuk mewakili dari beberapa jenis tanah yang berada pada
beberapa titik di tempat penelitian tersebut. Sampel tanah tersebut digunakan
untuk pengujian analisis kadar hara tersedia dalam tanah dan pengamatan jenis
tanah di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Titik lokasi pengambilan sampel tersebar di 4 Desa di Kecamatan
Patuk Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta berjumlah 20 titik,
masing –masing sampel tanah diambil lima titik pada setiap satu desa, kemudian
ke lima sampel tanah tersebut disatukan secara komposit guna untuk mewakili
karakteristik pada satu kawasan tesebut.
Sampel tanah diambil pada beberapa titik di lokasi pengambilan sampel
Patuk. Titik lokasi pengambilan sampel tanah terletak didesa Desa Beji, Desa
Patuk, Desa Ngoro-oro dan Desa Beji. Tujuan dilakukan penentuan sampel
supaya tanah yang diambil merupakan sampel tanah yang akan mewakili jenis
tanah pada lokasi penelitian (Universitas Negeri Lampung atau UNILA, 2014).
Sampel tanah tersebut digunakan untuk pengujian analisis kadar hara tersedia
dalam tanah dan retensi hara di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian UMY.
4. Analisis Sampel
Analisis sampel dilakukan di Laboratorium LPPT UGM dan Laboratotium
Tanah FP UMY 2016. Uji analisis kandungan Kalium (K2O) dan Phospat (P2O5)
menggunakan metode SSA (Spektrometri Serapan Atom). Spektrometri
merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan
banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi atom atau
molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah Spektrometri Serapan
Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara kuantitatif yang
pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang
tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et. al., 2000). Sedangkan
untuk uji analisis pH tanah menggunakan Elektrometri, N total menggunakan
Kjedahl dan bahan organik menggunakan metode Walkley and Black.
5. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dengan menggunakan metodematching,
yaitu dengan cara mencocokkan serta mengevaluasi data karakteristik lahan yang
diperoleh di lapangan dan analisis di laboratorium dengan kriteria kesesuaian
Analisis laboratorium dilakukan terhadap parameter berikut:
a. ph-Tanah menggunakan metode Elektrometri
b. N Total menggunakan metode Walkley and Black
c. P2O5menggunakan metode SSA (Spektrometri Serapan Atom)
d. K2O menggunakan metode SSA (Spektrometri Serapan Atom)
Data-data yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif (Adhi
Sudibyo, 2011). Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran,
penjelasan, dan uraian hubungan antara satu faktor dengan faktor lain berdasarkan
fakta, data dan informasi kemudian dibuat dalam bentuk tabel atau gambar.
C. Jenis Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil observasi secara
langsung dan hasil wawancara langsung di lapangan. Data sekunder merupakan
data yang diperoleh dari hasil studi pustaka dan penelusuran ke berbagai instansi
terkait dengan penelitian (Adhi Sudibyo, 2011).
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung baik melalui
penyelidikan di lapangan maupun di laboratorium. Data primer meliputi tanah,
iklim dan topografi.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi literatur sebagai
pendukung dan pelengkap dari data-data primer. Berupa kondisi lapangan saat
percobaan-percobaan sebelumnya dan buku-buku literatur lainnya. Penyajian jenis
data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 10 berikut:
Tabel 1.Jenis Data Penelitian
No. Jenis data Lingkup Bentuk data Sumber
1. Temperatur Rata-rata
5. Hara tersedia Total N Hard & soft copy
Bentuk luaran penelitian berupa laporan penelitian, serta naskah akademik
36
fisik daerah penelitian, karakteristik kondisi demografis daerah penelitian dan
karakteristik kondisi sosial ekonomi daerah penelitian. Karakteristik kondisi
daerah penelitian meliputi letak, luas, dan batas penelitian, kondisi topografi,
kondisi jenis tanah, kondisi hidrologi, dan iklim. Karakteristik demografis daerah
penelitian meliputi jumlah penduduk sedangkan karakteristik kondisi sosial
ekonomi daerah penelitian meliputi tingkat pendidikan dan mata pencaharian.
Kecamatan Patuk merupakan bagian wilayah dari Kabupaten Gunungkidul
yang berada dizona utara atau disebut sebagai wilayah Batur Agung dengan
ketinggian 200m-700m diatas permukaan laut. Luas wilayah kecamatan Patuk
72,04 km2, terbagi kedalam 11 kelurahan. Kecamatan Patuk secara geografis
terletak dibagian utara wilayah Kabupaten Gunungkidul pada 070 55’ 11,4”
Lintang Selatan dan 1100 31’ 11,0” Bujur Timur. Wilayah Kecamatan Patuk
termasuk daerah beriklim tropis dengan topografi wilayah yang didominasi
dengan daerah kawasan perbukitan karst.
Kondisi topografi adalah gambaran yang menjelaskan tentang tingkat
kemiringan lereng dan ketinggian tempat yang diukur dari permukaan air laut.
Hasil survei lapangan pada tabel 11 di empat desa di Kecamatan Patuk, bahwa
daerah penelitian memiliki topografi yang beragam yaitu desa Patuk berbukit,
Bambu petung tumbuh mulai dataran rendah 0 m. dpl sampai ketinggian
1.500 m. dpl. Tumbuh terbaik pada ketinggian 400 – 500 m. dpl. Bambu apus,
tumbuh di dataran rendah, tinggi, sampai 1.500 m dpl, di tanah liat berpasir.
Bambu wulung/ hitam (Gigantochloa atroviolacea Widjaja) tumbuh di dataran
rendah. Tumbuh di tempat kering berbatu atau tanah merah. Di daerah kering,
warna hitam semakin jelas. Ketinggian tempat di daerah penelitian memiliki garis
kontur interval 100 meter yang diperoleh dari hasil survei dengan menggunakan
alat GPS garmin. Dari hasil survei di empat desa memberikan hasil bahwa
daerah penelitian memiliki ketinggian antara 148 meter hingga 363 meter di atas
permukaan air laut dengan jumlah rata-rata 258,5m. dpl. Berdasarkan data pada
tabel 11, ketinggian kebun bambu sampel sesuai dengan syarat tumbuh
tanaman. Secara keseluruhan kebun bambu tidak ada yang melebihi batas
ketinggian kesesuaian pertanaman bambu, yaitu 0 m. dpl -1.500 m. dpl. Hal
tersebut juga didukung dengan data pada karakteristik wilayah studi, yakni
ketinggian wilayah Kecamatan Patuk berdasarkan luas wilayah menurut
ketinggian dari permukaan laut yaitu 200 m. dpl–700 m. dpl.
Tanaman bambu merupakan salah satu tanaman berjenis pohon konifer,
dengan bentuk daunnya kecil, batang pohon tinggi dan tajuk berbentuk kerucut.
Ciri-ciri ini identik dengan ciri-ciri jenis pohon konifer atau daun jarum. Untuk
itu jenis vegetasi pada daerah elevasi tinggi banyak didominasi oleh jenis daun
jarum. Jumlah daun jarum pada suatu pohon jumlahnya lebih banyak bila
dibandingkan dengan jumlah daun pada jenis pohon daun lebar. Jumlah daun yang
daun menjadi banyak, sehingga pohon tersebut mampu memanfaatkan intensitas
sinar matahari yang tidak terlalu tinggi untuk kegiatan fotosintesis secara optimal.
Dengan kondisi tersebut di atas maka jenis tanaman bambu mempunyai
daerah sebaran hidup berdasarkan ketinggian tempat yang beragam yang mampu
hidup dengan baik mulai ketinggian 0 m. dpl sampai 1.500 m. dpl.
Sumber: Peta Kecamatan Patuk Dalam Angka 2013
Keterangan:
* lokasi penelitian
Gambar 1.Peta Lokasi Penelitian
Daerah yang digunakan sebagai tempat penelitian berada di empat desa
yang ada di Kecamatan Patuk, yaitu desa Patuk, desa Ngoro-oro, desa Putat dan
desa Beji. Daerah penelitian merupakan wilayah dengan bentuk lahan pegunungan
dan berbukit. Memiliki kemiringan lahan dari yang landai hingga curam, suhu
rata-rata harian berkisar antara 27,7oC sampai 32 oC. Ketinggian tempat wilayah
Curah hujan rata-rata 2.300 mm/tahun sampai 2.323 mm/tahun. Dari hasil
survei lapangan yang dilakukan diempat desa di Kecamatan Patuk ada tiga jenis
tanaman bambu yang tumbuh berkembang yaitu bambu Apus (Gigantrochloa
apus), bambu Petung (dendrocalamus asper Back.) dan bambu Wulung
(Gigantochloa atrovilacae Widjaja).
1.
Bambu Petung (Dendrocalamus asper back).Gambar 2. Tegakan Tanaman Bambu Petung
Menurut Widjaja (1995), bambu petung mempunyai tipe simpodial dengan
rumpun yang cukup rapat, tinggi buluh mencapai 20 - 30 meter, diameter pangkal
20 - 30 cm dengan panjang ruas 40 - 60 cm, dinding buluh cukup tebal 11 - 38
mm dan panjang pelepah 20 - 25 cm, serta memiliki cabang primer yang lebih
besar dibandingkan dengan cabang lainnya. Adapun klasifikasi taksonomis
Rhegnum : Plantae (Tumbuhan)
Divisi :Magnoliophyta(Tumbuhan berbunga)
Kelas :Liliopsida(tumbuhan berkeping satu/monokotil)
Ordo :Poales
Famili :Poaceae atau Gramineae
Genus :Dendrocalamus
Spesies :Dendrocalamus asper
a. Karakteristik :
Tempat tumbuh : tumbuh pada tempat dataran rendah, daerah
berbukit-bukit mulai ketinggian 10-1.000 m. dpl. Termasuk jenis tidak tahan
genangan air sehingga jika dibudidayakan harus dipilih di lahan kering.
Pertumbuhan paling baik pada tempat-tempat dengan tipe hujan A dan
B dengan curah hujan < 2.000 mm/tahun.
b. Penyebaran: Patuk, Ngoro-oro, Beji dan Putat.
2. Bambu Apus/ Bambu Tali (Gigantrochloa apus)
Gambar 3. Tegakan Tanaman Bambu Apus
Berikut klasifikasi bambu apus:
Divisi : Spermatophyla
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Poales
Suku : Gramineae
Marga : Gigantolochloa
Jenis : Gigantolochloa apus Kurz.
a. Karakteristik : rumpun padat, 2 (dua) macam yaitu tegak dan doyong,
batang berukuran sedang, diameter berukuran 7-12 cm, tinggi 14-16 meter,
tebal dinding 11-14 mm. Batang muda, tertutup oleh bulu warna cokelat
dan merata, setelah tua menghilang dan batang lebih terlihat hijau
4-12 cm, percabangan mulai batang bagian tengah, terdiri dari 5-10
cabang, satu cabang berukuran besar dan menonjol jelas, pelepah batang
tertutup bulu warna cokelat, tidak mudah luruh sampai umur 2 tahun, dari
jauh tampak berbelang-belang teratur antara warna hijau batang dengan
warna cokelat tua pelepah batang, daun 13-49 x 2-9 cm, bagian bawah
permukaan daun agak berbulu. Rebung hijau tertutup pelepah rebung
berbulu cokelat dan sangat pahit.
b. Tempat tumbuh: pada tanah kering, tidak tahan tergenang air. Tumbuh
pada berbagai ketinggian mulai dari dataran rendah agak jauh dari pantai
sampai ketinggian > 1.700 m. dpl dengan sebaran tipe iklim A yang sangat
basah, tipe iklim B yang basah kering sampai tipe iklim C yang kering.
c. Penyebaran: Patuk, Ngoro-oro, Beji dan Putat
d. Pemanfaatan: Bahan anyaman dan kontruksi bangunan.
3. Bambu Wulung/Hitam (Gigantochloa atrovilacae Widjaja).
Bambu hitam (Gigantochloa atroviolaceae Widjaja) dikenal juga dengan
sebutan bambu wulung, pring wulung, pring ireng, atau awi hideung. Jenis ini
disebut bambu hitam karena warna batangnya hijau kehitam-hitaman atau
ungu tua (Berlian & Rahayu, 1995). Berlian dan Rahayu (1995), melanjutkan
bahwa rumpun bambu hitam agak panjang. Pertumbuhannya pun agak lambat.
Buluhnya tegak dengan tinggi 20 m. Panjang ruas-ruasnya 40 – 50 cm, tebal
dinding buluhnya 8 mm, dan garis tengah buluhnya 6 – 8 cm. Pelepah batang
selalu ditutupi miang yang melekat berwarna cokelat tua. Pelepah ini mudah
gugur, kuping pelepah berbentuk bulat dan berukuran kecil
Berikut klasifikasi bambu wulung/hitam:
Kingdom :Plantae(Tumbuhan)
Subkingdom :Tracheobionta(Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi :Spermatophyta(Menghasilkan biji)
Divisi :Magnoliophyta(Tumbuhan berbunga)
Kelas :Liliopsida(berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas :Commelinidae
Ordo :Poales
Famili :poaceae(suku rumput-rumputan)
Genus :Gigantochloa
Spesies :Gigantochloa atroviolacea Widjaja
a. Karakteristik
Bambu wulung mempunyai batang berwarna hitam sampai hitam
bercampur dengan hijau. Ruas-ruas agak sedikit membengkok pada buku.
Percabangan dimulai dari buku bagian tengah sampai jujung, terdapat akar-akar
areal di buku bagian tengah sampai ujung, terdapat akar-akar area buku bagian
bawah. Tinggi batang dapat mencapai 14 meter dengan diameter 11 cm.
b. Tempat Tumbuh
tumbuh baik di daerah bertipe iklim A,B dan C dengan curah hujan >
1.800 mm/tahun, pada tanah-tanah tidak tergenang air, dari dataran rendah sampai
ketinggian > 1.000 m. dpl. Penyebaran: Patuk, Beji, Ngoro-oro dan Putat.
Pemanfaatan: Sebagai bahan kerajinan musik
B. Analisis Kesesuaian Budidaya Tanaman Bambu
Salah satu tahapan penting dalam penelitian adalah menentukan sumber
data. Karena pada dasarnya, penelitian merupakan suatu bentuk kegiatan ilmiah
untuk mendapatkan pengetahuan atau kebenaran. Penelitian menjadi tidak
bermakna dan bahkan akan menghasilkan kesimpulan yang salah, manakala data
yang dihasilkannya tidak valid. Untuk memperoleh data yang valid, selain harus
digunakan instrumen yang baik (valid dan reliabel), juga harus dipertimbangkan
cara pengambilan sampel yang benar-benar representatif terhadap jumlah dan
karakteristik populasi. Maka, peneliti wajib untuk mengerti seperti apa cara-cara
pengambilan sampel untuk populasi dan apa yang dimaksud dengan sumber data
Tabel 1.Karakteristik Fisik Lokasi Penelitian
Sumber: Hasil Survei Lapangan di Kecamatan Patuk, 2016
1. Kemiringan atau lereng
Lereng adalah sisi bidang yang landai atau miring atau kenampakkan
permukaan alam disebabkan adanya beda tinggi apabila beda tinggi, dua tempat
tersebut dibandingkan dengan jarak lurus mendatar akan diperoleh besarnya
kelerengan atau kemiringan. Bentuk lereng tergantung pada proses erosi, gerakkan
tanah, dan pelapukan.
Kemiringan lereng di daerah penelitian cukup bervariasi mulai dari datar
hingga sangat curam. Kemiringan lereng berpengaruh terhadap tingkat erodibilitas
karena kemiringan lereng berhubungan dengan kemampuan tanah untuk menahan
tetesan air hujan yang jatuh.
No. Karakteriktis
Lahan Lokasi Pengamatan (Desa)
Desa Patuk Desa Beji Desa Putat Desa Ngoro-Oro
4. Jenis tanah Latosol Latosol Latosol Latosol
5. Temperatur
Bulan Kering 5 bulan 5 bulan 5 bulan 5 bulan
Dari hasil survei pada tabel 11 dari keempat desa memiliki kemiringan
lereng yang berbeda-beda yaitu desa Patuk 5% - 55% (sedang), desa Ngoro-oro
23% - 55% (curam), desa Beji 4% - 24% (landai), desa Putat 9% - 45% (curam).
Menurut (Sastrapradja 1977) tanaman bambu dapat dijumpai dari daerah rendah
sampai dataran tinggi, dari pegunungan berbukit-bukit dengan kelerengan curam
sampai landai, dari pernyataan ini menunjukkan bahwa daerah penelitian yang
ada di empat desa di Kecamatan Patuk memiliki potensi yang cukup baik terhadap
pertumbuhan tanaman bambu, hal ini juga dibuktikan banyaknya tanaman bambu
yang tumbuh baik di lahan yang curam maupun di lahan yang landai.
2. Iklim
a. Temperatur
Temperatur atau suhu menunjukkan tinggi rendahnya derajat panas pada
suatu wilayah tertentu. Tinggi rendahnya temperatur sangat dipengaruhi oleh
ketinggian tempat. Semakin tinggi tempat dari permukaan air laut, maka
temperatur akan semakin menurun. Temperatur yang rendah dan kelembaban
yang tinggi, akan menyebabkan proses transpirasi (penguapan) terhambat,
sedangkan di sisi lain jumlah air yang terserap oleh akar dan digunakan untuk
proses metabolisme banyak. Dengan jumlah penampang daun yang besar tersebut
serta bentuk tajuk yang kerucut akan membantu percepatan proses penguapan,
sehingga proses penguapan dapat berlangsung dengan baik.
Menurut Kementerian Perdagangan 2011, Lingkungan yang sesuai untuk
tanaman bambu adalah bersuhu 8,8°C - 36°C. Hasil survei yang ada pada tabel 11,
yakni suhu tertinggi terdapat di desa Beji yaitu 320C, kemudian Desa Ngoro-oro
300C, desa Patuk 270C dan desa Putat 270C. Dari keempat desa yang menjadi
daerah penelitian, pertumbuhan tanaman bambu terlihat cukup baik, karena di
setiap masing-masing desa memiliki jumlah suhu rata-rata yang cukup untuk
pertumbuhan tanaman bambu.
Tanaman bambu termasuk tanaman yang dapat tumbuh baik di suhu yang
tinggi maupun yang rendah. Suhu merupakan faktor lingkungan yang penting
bagi pertumbuhan tanaman bambu karena berhubungan dengan kemampuan
melakukan fotosintesis, translokasi, respirasi, dan transpirasi.
Sebagian besar tumbuhan memerlukan temperatur sekitar 10°–38°C untuk
pertumbuhannya. Kondisi lain pada daerah yang memiliki elevasi tinggi adalah
jumlah konsentrasi CO2 yang relatif lebih kecil bila dibandingkan pada daerah
yang lebih rendah. Padahal CO2 adalah bahan baku dalam proses fotosintesis
untuk diubah menjadi karbohidrat. Dengan jumlah klorofil yang banyak, maka
dapat dimungkinkan jumlah CO2 yang tertangkap juga lebih banyak, sehingga
hasil fotosintesis juga menjadi banyak.
b. Curah Hujan
Curah hujan berperan dalam pengisian air pada pori tanah yang
mengakibatkan tanah mengembang dan jenuh air sehingga berat tanah menjadi
bertambah. Curah hujan menjadi dasar pengklasifikasian tipe iklim oleh para ahli.
air hujan yang menjadi aliran permukaan adalah unsur utama penyebab erosi.
Menurut Kementerian Perdagangan (2011), tanaman bambu termasuk
tanaman yang banyak membutuhkan air, yaitu curah hujan minimal 1.020
mm/tahun. Dari hasil survei di BMKG DIY, curah hujan rata-rata pertahun selama
30 tahun didaerah penelitian memiliki jumlah rata-rata relatif sama yaitu desa
Patuk 2.323 mm/tahun, desa Ngoro-oro 2.300 mm/tahun, desa Putat 2.323
mm/tahun dan desa Beji 2.323 mm/tahun. Dari hasil data tersebut menunjukkan
bahwa pertumbuhan tanaman bambu yang ada di daerah penelitian berpotensi
untuk pertumbuhan tanaman bambu, mengingat tanaman bambu dapat tumbuh
dengan rata-rata hujan pertahun minimal yaitu 1.020 mm/tahun.
c. Lama Masa Kering
Bulan kering dapat menstabilkan kebutuhan air tanaman bambu, tanaman
bambu dapat tumbuh baik dengan jumlah bulan kering atau dengan curah hujan
minimal 1.020 mm/pertahun berjumlah 5 bulan. Bulan kering yang diinginkan
oleh pertanaman bambu adalah 3-4 bulan. Berdasarkan data Kecamatan Patuk
pada tabel 11, daerah penelitian yang ada di desa Patuk, desa Ngoro-oro, desa Beji
dan desa Putat terdapat 5 bulan kering setiap tahunnya, sehingga bulan kering
tidak berpengaruh nyata sebagai pembatas dalam kegiatan budidaya di wilayah
studi karena tanaman bambu merupakan tanaman yang tidak membutuhkan air
banyak, selain itu tanaman bambu juga memiliki akar yang mampu menyimpan
cadangan air dalam waktu lama.
3. Media Perakaran
Media perakaran merupakan salah satu parameter kualitas lahan yang
negatif kepada zona akar tanaman bambu dan berpengaruh langsung terhadap
pertumbuhan dan perkembangan vegetatif dan generatif tanaman bambu.
Tanaman mendapatkan hara tersedia dan bereaksi dengan retensi hara melalui
tanah.
a. Kedalaman efektif
Kedalaman efektif tanah diukur dari permukaan tanah sampai lapisan
kedap air yang bisa ditembus akar tanaman. Karakteristik ini mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman, unsur hara dan air. Kedalaman
efektif tanah dinyatakan dalam bentuk cm, merupakan kedalaman yang mampu
dicapai oleh akar tanaman. Ditentukan oleh jenis dan kisaran panjang akar
tanaman bambu. Akar tanaman bambu termasuk akar serabut tidak panjang yang
tumbuh dari cincin tunas anakkan. Pada fase pertumbuhan batang, terbentuk pula
akar dibagian yang lebih atas akibat pemberian tanah sebagai tempat tumbuh.
Pengumpulan data dari kedalaman efektif tanah didapatkan dengan cara
mengebor tanah disekeliling perakaran tanaman bambu, kemudian hasil
pengeboran dapat diketahui. Dari hasil pengeboran untuk panjang akar tanaman
bambu dapat dilihat pada tabel 11, hasil survei menunjukkan bahwa setiap daerah
penelitian memiliki kedalaman akar efektif yang beragam yaitu desa Patuk 70 cm,
desa Ngoro-oro 65 cm, desa Beji 65 cm dan desa Putat 75 cm. Dari keempat desa
yang disurvei kedalaman efektif terpanjang terdapat di desa Putat yaitu 75 cm,
sedangkan desa Patuk 70 cm, desa Ngoro-oro dan desa Beji memiliki kesamaan
panjang akar yang efektif yaitu 65 cm, dari hasil survei lapangan tersebut yang
panjang akar tersebut hal ini menunjukan bahwa aktivitas zona akar tanaman
dalam menangkap unsur hara yang dibutuhkan untuk tanaman bambu cukup
efektif.
Bambu simpodial memiliki sistem perakaran luas mirip jaring yang
muncul dari rimpang bawah tanah. Perakaran menyebar ke luar 15 meter dari
pusat rumpun. Perakaran yang terdekat dengan rumpun (< 5 m) menyerap air dan
unsur hara sementara perakaran yang terjauh (> 5m) utamanya berfungsi
menyerap air. Sistem perkakaran relatif dangkal, walau kadang-kadang mereka
bisa masuk 2 meter ke dalam tanah.
Gambar 5. Pengeboran tanah dan hasil
Faktor penting lain yang menyumbang pada pertumbuhan luar biasa
bambu simpodial adalah aktifitas jaringan akar dan rizoma. Sistem akar dan
rizoma yang dangkal tersebar luas dibawah permukaan tanah. Sistem perakaran
ini berperan memperbaiki struktur tanah. Akar bambu menyebar jauh di tanah
ini berperan dalam menahan air, menjadikan tanah disekeliling bambu seperti
spons. Ketika akar mati dan membusuk, tanah yang ditempatinya akan menjadi
berporos dan memiliki cukup udara, yang juga baik untuk penyerapan air. Sangat
sedikit tumbuhan lain yang memiliki sistem akar seperti bambu. Sistem akar
rimpangnya yang kuat dan luas memecah tanah yang tidak dijangkau oleh
tumbuhan lain. Aktifitas ini menciptakan lapisan tanah berporos dengan drainase
yang baik.
4. Tekstur
Tekstur rmerupakan ukuran dan proporsi kelompok butir-butir primer pada
bagian mineral tanah. Butir-butir primer tanah terbagi dalam liat (clay), debu (silt)
dan pasir (sand). Tanah-tanah bertekstur kasar seperti pasir dan pasir berkerikil
mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi, dan jika tanah tersebut dalam, maka
erosi dapat diabaikan. Tanah bertekstur pasir halus juga mempunyai kapasitas
infiltrasi cukup tinggi, akan tetapi jika terjadi aliran permukaan maka butir-butir
halus akan mudah terangkut.
Hasil survei dari keempat desa yang ada pada tabel 11, daerah penelitian
memiliki tekstur tanah yang relatif sama yaitu desa Patuk tekstur lempung liat
berdebu sampai lempung berpasir, desa Ngoro-oro tekstur lempung liat berdebu
sampai lempung berpasir, desa Beji tekstur lempung liat berdebu sampai lempung
berpasir dan desa Putat tekstur lempung liat berdebu sampai lempung berpasir.
5. Jenis Tanah
Berdasarkan hasil observasi di Kecamatan Patuk dari keempat desa yang
latosol. Secara rinci hasil survei jenis tanah di empat desa yang ada di Kecamatan
Patuk dapat dilihat pada tabel 11, yaitu desa Patuk tanah berjenis latosol, desa
Ngoro-oro latosol, desa Putat latosol dan desa Beji berjenis tanah Latosol. Di
Indonesia latosol umumnya terdapat pada bahan induk volkan baik berupa tufa
volkan maupun batuan beku di daerah tropika basah, tersebar pada daerah-daerah
dengan ketinggian antara 10 – 1.000 meter dengan curah hujan antara 2.000 –
7.000 mm pertahun dan bulan kering < 3 bulan, dijumpai pada topografi
berombak hingga bergunung, dengan vegetasi utama adalah hutan tropika lebat
(Goeswono Soepardi, 1983). Tanah latosol adalah tanah hasil pelapukan batuan
kapur keras dan batuan sedimen. Warna tanah ini berkisar antara merah sampai
kecokelatan. Tanah mediteran banyak terdapat pada dasar-dasar dolina (cekungan
batuan kapur) dan merupakan tanah pertanian yang subur di daerah kapur
daripada jenis tanah kapur yang lainnya.
Menurut (Sutiyono, dkk. 1996), bambu dapat tumbuh baik pada semua
jenis tanah terutama jenis tanah asosiasi latosol cokelat dengan regosol kelabu.
Semua jenis tanah dapat ditumbuhi bambu kecuali tanah-tanah yang terdapat
dekat pantai. Jenis-jenis tanah yang ditumbuhi pusat bambu adalah jenis tanah
asosiasi latosol merah, latosol merah kecokelatan, dan laterit, jenis tanah latosol
cokelat kemerahan dan jenis tanah asosiasi latosol. Dari hasil survei menunjukkan
bahwa desa Patuk, desa Ngoro-oro dan desa Putat memiliki kesesuaian jenis tanah
yang dikehendaki tanaman bambu yaitu tanah latosol sedangkan di desa Beji tidak