HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Lokasi Penelitian
6. Bapak izul (38 Tahun)
4.5 Potensi Konflik di Masyarakat
Gambar 1
Keterangan:
Dua aktor utama yang bersitegang disini adalah antara masyrakat dengan peternak babi. Dari sisi peternak babi, sumber konflik yang diperebutkan menyangkut materi untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Coser dalam Poloma mengatakan bahwa isu yang bersifat realistik (materi) lebih mudah mengarah kepada perdamaian daripada konflik non realistik karena dapat dianalisis dengan jelas permasalahan mendasar yang menjadi tujuan yang ingin dicapai atau dimiliki oleh aktor konflik. Namun dalam kasus ini, sumber konflik yang ingin dicapai menyangkut kebutuhan yang sangat mendasar dan krusial bagi masyarakat desa
masyarakat Peternak
Babi
ini, sehingga konflik terbuka tidak dapat dihindari, karena peternak babi di daerah ini tidak memiliki sumber penghidupan lain. Sementara dari sisi masyarakat kebersihan lingkungan serta kehidupan yang lebih baik juga berhak dimilik oleh masyrakat itu sendiri. Oleh masyarakat, Isu yang dilihat peternak babi adalah masalah dimana peternak babi tidak memiliki kesadaran akan lingkungan yang bersih serta kehidupan yang layak, sehingga membuat masyarakat seakan jenuh dengan permasalahan ini.
Selain dua aktor utama tersebut, ada aktor lain yang berhubungan dengan aktor utama konflik dan menjadi penyebab konflik. Dalam kasus konflik ini, pihak pemerintah memperlihatkan hubungan yang kurang baik dengan peternak babi. Pemerintah selaku pengawas beranggapan bahwa mereka bertindak sesuai tugas dan kewenangan yang mereka miliki. Acuan dalam bertindak adalah Undang-Undang, Akibat nya pemerintah serta peternak babi pun terjadi konflik diantara mereka, seperti yang diungkapkan Bapak Asnadi:
”Pemerintah sudah melakukan upaya penertiban kandang babi disekitar pemukiman masyarakat, tapi apa daya penertiban itu sendiri mendapat perlawanan dari pemilik ppeternakan babi itu sendiri. Banyak ibu-ibu yang melawan dengan membuks psksisnnys di tengah jalan sehingga membuat para Polisi Pamong Praja memilih mundur.“(Wawancara Tanggal 17 juni 2015)
Hal yang sama juga dikatakan Ibu Nurmawati :
“Ketika pemerintah melakukan penertiban ternak babi , banyak ibu-ibu yang seumuran saya melawan agar babi mereka tidak diangkut kedalam truk, karean tidak adanya ketegasan dari aparat pemerintah membuat pternakan babi disni semakin banyak.” (Wawancara Tanggal 8 juni 2015)
Dapat diketahui bahwa masyarakat tidak menyukai ketidak tegasan pemerintah dalam upaya penertiban ternak babi itu sendiri. Dalam hal ini akibat ketidak tegasan dari pemerintah membuat peternakan babi semakin banyak di daerah ini. Seharusnya realisai dari peraturan Walikota itu dijalan kan dengan baik. Hal ini ditegaskan oleh Bapak Hamdan :
“Buat apa dibuat undang-undang kalau belum dibuat kalau tidak dijalankan dengan benar. Sedikit ada perlawanan dari masyarakat pemerintah langsung mundur.” (Wawancara Tanggal 11 juni 2015)
Selain Bapak Hamdan yang menampakkan ketidaksukaan akan ketidaktegasan pemerintah. Bapak ijul pun menegaskan hal yang sama :
“Anak saya masih kecil-kecil bang , takutnya kena penyakit karena rumah saya sangat dekat dengan kandang babi. Kalau pemerintah belum bisa tegas menertibkan saya takut terjadi apa apa dengan anak saya” (Wawancara: 11 juni 2015)
Rasa saling tidak percaya yang ditunjukkan oleh masyarakat terhadap pemerintah. Dapat dilihat dari pernyatan yang ungkapkan oleh bapak Hamdan dan Bapak Ijul. Akibat ketidak tegasan pemerintah sehingga masyarakat hanya dapat tinggal diam. Realisasi dari Peraturan Walikota pun belum dapat dijalankan dengan baik. Pemerintah sendiri belum dapat meminimalisir jika terjadi konflik terbuka dimasyarakat.
Keadaan seperti ini menimbulkan potensi konflik yang baru , yaitu konflik antar masyarakat dengan pemerintah. Dimana pemerintah belum dapat menjalankan peraturan yang dibuat pemerintah sendiri, sehingga kejenuhan didalam diri masyarakat akan keadaan yang seperti tidak akan pernah berubah akan dapat memicu konflik terbuka.
Konflik terbuka inilah yang dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat , apabila tidak dapat dicegah oleh pihak penguasa. Konflik terbuka yang menyebabkan korban jiwa dan kerugian materil ini melibatkan dua aktor utama konflik. Perasaan benci yang bersifat laten hanya akan berkembang pada tahap kekerasan bila timbul oleh pengaruh-pengaruh yang disebutkan di atas sehingga konflik hanya bersifat fluktuatif. Efek konflik yang telah mencapai pada tahap kekerasan dan menelan korban diidentifikasi bersifat positif dan negatif.
Pemerintah yang seharusnya sebagai institusi yang memberikan rasa aman kepada warganya justru mendapat tantangan dari warganyacuntuk menunjukan realisasi peraturan yang dibuat oleh warga nya sendiri. Pemerintah yang seharusnya menjadi penengah diantara masyarakat justru belum dapat menjalan kan peran nya sebagai institusi yang mempunyai wewenang.
Bapak mahadi mengungkap kan hal sebagai berikut :
“Setidak nya apa bila belum bisa menertibkan ternak babi , yah maunya di berikan sosialisasi tentang kesehatan lingkungan, agar para peternakan babi menjaga kebersihan lingkungan disekitarnya. Mana lagi nanti ada mushola yang akan dibangun di dekat sini, mungkin membuat kekhusukan para jemaah akan berkurang dalam menjalan kan ibadah.” (Wawancara: 11 juni 2015)
Realisasi dana yang di kucurkan pemerintah untuk memindahkan peternakan babi yang berada dekat dengan permukiman penduduk ke daerah pinggiran kota . Namun hal itu belum dapat dilaksanakan di daerah ini. Seperti yang diungkapkan Bapak Hamdan :
“ Saya pernah membaca Koran tentang dana yang dikucurkan pemerintah untuk memindahkan peternakan yang berada di tengah permukiman penduduk ke daerah pinggiran kota , namun itu belum terjadi didaerah ini.” (Wawancara: 11 juni 2015).
Tidak adanya tindakan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah membuat masyarakat menjadi ambigu. Karena dari keseluruhan informan yang diwawancarai hampir kesemuanya menyatakan hal yang sama tentang timbulnya potensi konflik antara masyarakat dengan peternak babi serta masyarakat dengan pemerintah.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari data yang diperoleh dan diuraikan di atas, maka peneliti menarik kesimpulan penting sebagai berikut :
a. Faktor-faktor yang menyebabkan potensi konflik antara masyarakat dengan peternak babi adalah :
Tidak adanya sosialisasi tentang kebersihan kandang yang memenuhi standar, membuat kandang-kandang babi yang ada disekitar masyarakat menjadi tidak layak digunakan sehingga dapat mengundang wabah penyakit
Penggunaan cairan kimia untuk pembersihan kandang ternak babi menimbulkan limbah yang berbahaya bagi manusia dan hewan yang ada di sekitar. Pembuangan limbah langsung kesungai dapat merusak ekosistem yang ada disekitar kandang babi
Kurangnya ketegasan dari pemerintah untuk menertibkan peternakan yang berada dekat dengan pemukiman penduduk membvat masyarakat kehilangan rasa percaya terhadap pemerintah Pencemaran air yang ditimbulkan dari limbah kotoran babi
membuat air yang ada disungai tidak dapat digunakan untuk membantu kegiatan sehari-hari masyarakat.
Bau yang tidak enak yang ditimbulkan dari kandang babi Keberadaan peternakan yang terlalu dekat dengan pemukiman
Tidak adanya kesadaran dari peternak babi tentang kebersihan lingkungan
b. factor yang menyebakan kemunculan peternak babi adalah permasalahan ekonomi, dimana para peternak babi perlu kehidupan yang lebih layak dan serba berkecukupan.
5.2 Saran
Untuk mencegah terjadinya potensi konflik yang akan terjadi antara masyarakat dengan para peternak babi, diharapkan pemerintah menjalankan peraturan yang dibuat.
Pemerintah harus lebih ekstra memberikan sosialisasi terhadap masyarakat baik para peternak babi atau pun warga tentang kesadaran akan kebersihan lingkungan mereka. Agar terhindar dari penyebaran wabah penyakit.
Untuk para peternak babi sebaiknya tidak membuang limbah bekas membersihkan kandang ke sungai , dikarenakan dapat merusak kelangsungan hidup ekosistem yang ada di sekitar peternakan. Pemerintah harus berkonsultasi dengan para peternak babi agar
para peternak babi mau memindahkan peternakan nya ke daerah yang tidak padat penduduk