• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Konflik Antara Peternak Babi Dengan Masyarakat Sekitar Daerah Simalingkar B di Medan (Studi Kasus di Daerah Gang Maju III Lingkungan X Simalingkar B,Kwala Bekala, Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Potensi Konflik Antara Peternak Babi Dengan Masyarakat Sekitar Daerah Simalingkar B di Medan (Studi Kasus di Daerah Gang Maju III Lingkungan X Simalingkar B,Kwala Bekala, Medan)"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI KONFLIK ANTARA PETERNAK BABI

DENGAN MASYARAKAT SEKITAR DAERAH

SIMALINGKAR B DI MEDAN

(Studi Kasus di Daerah Gang Maju III Lingkungan X Simalingkar B,Kwala Bekala, Medan)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana

DISUSUN OLEH

Muhammad Ridho Riyansyah 090901002

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebab atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul POTENSI KONFLIK ANTARA PETERNAK BABI DENGAN MASYARAKAT SEKITAR SIMALINGKAR B DI MEDAN (Studi Kasus di Daerah Gang Maju III Lingkungan X Simalingkar

B,Kwala Bekala, Medan)”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati, baik berupa ide, semangat, doa, bantuan moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya dan tiada henti-hentinya penulis ucapkan kepada kedua orangtua tercinta Ayahanda Ridwan Yahya SE dan Ibunda Suriyantie yang telah merawat dan membesarkan serta mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Akhirnya inilah persembahan yang dapat ananda berikan sebagai tanda ucapan terimakasih dan tanda bakti ananda. Dalam penulisan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terimakasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini kepada:

(3)

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi

FISIP USU serta selaku dosen penguji penulis yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga, ide-ide dan pemikiran dalam membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Muba Simanuhurk, M.Si, selaku Dosen Pembimbing,

mengucapkan terima kasih kepada beliau atas kesediaannya dalam memberikan pengarahan-pengarahan ataupun masukkan bagi skripsi penulis.

4. Segenap dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Kak Fenni Khairifa, dan Kak Betty serta bang Abel yang telah cukup banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dalam hal administrasi

5. Kepada kedua orang tua ku tersayang papah Ridwan Yahya SE dan mamak Suriyanti terimakasi atas kasisayang yang tulus kepada saya dari kecil sampai saat ini, tidak henti-hentinya memberikan semangat, tidak pernah putus asa untuk mendorong saya menyelesaikan skripsi

yang sudah lama ini, terimakasi juga atas dukungannya, do’anya dan

dananya selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga penulis dapat membanggakan kedua orangtua penulis.

(4)

7. Kepada seluruh keluarga penulis bude Ningsih ,wak Hajjah , kak Wid

,kak Put, serta keluarga penulis yang tidak bisa penulis ungkapkan semuanya yang selalu memberikan arahan serta nasihat untuk mengerjakan skripsi

8. Kepada Kepala Lingkungan yakni Bapak Asnadi, yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian Lingkungan X Kwala Bekala.

9. Para Informan yang ada di Gang Maju yang bersedia memberikan waktunya, untuk memberikan informasi mengenai Potensi Konflik Antara Masyarakat Dan Peternak Babi, terimakasih untuk pengertiannya yang telah bersedia menerima kehadiran penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

10. Kepada yang tersayang Riya Badriyah dan keluarga, yang selalu

membantu dan memberikan semangat, motivasi kepada penulis.

11. Buat teman-teman stambuk penulis di Departeman Sosiologi FISIP USU yakni Mai Yuliarti, Siti Rukmana, Winda Kataren, Winda purwani, risman, Nova, Irvin, Dede, Bima, Dewi, Kiki, Nasrul, Tian dan semua teman-teman Sosiologi 09 yang tidak biasa saya sebutkan namanya satu-persatu, yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk dapat menyelasaikan skripsi ini.

(5)

Atas dukungan berbagai pihak tersebut, penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi berbagai pihak yang membutuhkan.

Medan, 24 April 2015

Penulis

(6)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Potensi Konflik Antara Peternak Babi

Dengan Masyrakat Sekitar Daerah Simalingkar B di Medan (Studi Deskriftif di Daerah Gang Maju III Lingkungan X Simalingkar B,Kwala Bekala, Medan), berawal dari ketertarikan penulis terhadap adanya kemajemukan yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya potensi konflik di masyrakat. Salah satunya adalah Kota Medan Kota Medan adalah salah satu dari beberapa kota besar yang ada diIndonesia. Masyarakat kota Medan yang terdiri dari berbagai etnis, suku bangsa dan agama dapat hidup rukun. Masyarakat ini mencerminkan kondisi masyarakat Indonesia yang plural dan memiliki keanekaragaman budaya. Mereka juga hidup seperti halnya masyarakat lainnya dengan saling ketergantungan, saling menghargai dan menghormati, saling menjaga keharmonisan satu dengan yang lain.

Dengan beragamnya masyarakat kota Medan, mustahil tidak ada konflik dikota Medan. Apalagi konflik yang berhubungan dengan masalah perbedaan kepentingan. Di kota Medan banyak masyarakat yang mengandalkan hidup dalam sektor peternakan. Baik peternakan hewan berkaki dua maupun hewan berkaki empat. Peternakan itu sendiri banyak terdapat di pinggiran kota Medan. Peternakan yang terdapat dikota Medan sendiri tidak jarang dapat menimbulkan permasalahan yang dapat memicu potensi konflik dikalangan masyarakat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisa dan informan dalam penelitian ini adalah masyarakat di sekitra peternakan babi serta tokoh agama yang merupakan warga Gang Maju Kelurahan Kwala Bekala. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan data-data yang didapat dari hasil observasi, wawancara mendalam, dan diinterpretasikan berdasarkan dukungan kajian pustaka sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi konflik antara peternak babi dan masyarakat sekitar di Kelurahan Kwala Bekala muncul karena adanya keresahan di masyrakat terhadap peternakan babi yang berada di dekat pemukimam warga. Potensi konflik yang terjadi di sebabkan oleh beberapa factor diantaranya aoma bau yang disebabkan limbah kotoran babi yang menumpuk dikandang sehingga menyebarkan aroma yang sangat menyengat serta pakan yang diperuntukkan untuk ternak babi mempunyai aroma yang dapat menimbulkan polusi udara. Pencemaran air sungai yang di sebabkan oleh pembuangan limbah kotoran ternak kedalam sungai membuat air sungai Kwala tidak dapat dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL……… BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusa Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penulisan ... 8

1.4 Manfaat Penulisan ... 9

1.5 Defenisi Konsep ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...11

2.1 Interaksi Sosial ...11

2.2 Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial……..…….……….12

2.3 Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ……….… ... 14

2.3.1 Proses Disosiatif... 14

(8)

2.3.3 Ciri-ciri Interaksi Sosial………... 22

2.3.4 Faktor-faktor Interaksi Sosial……… 23

2.4 Konflik………...…... 31

2.5 Jenis Konflik………... 41

2.6 Faktor Penyebab Konflik………... 42

2.7 Tahapan Konflik………... 46

2.8 Jenis Konflik………. 47

2.9 Dampak Konflik………... 49

BAB III METODE PENELITIAN ... 53

3.1 Jenis Penelitian ... 53

3.2 Lokasi Penelitian ... 54

3.3 Unit Analisis dan Informan ... 54

3.3.1 Unit Analisis ... 54

3.3.2 Informan ... 54

3.4 Tehnik Pengumpulan Data ... 55

3.5 Interpretasi Data ... 57

(9)

3.7 Keterbatasan Penelitian ... 58

BAB IV DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA

4.1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 60 4.2. Interprestasi Data ... 62

4.2.1 Profil Informan ... 62 4.2.2 Munculnya Peternakan Babi di Kelurahan Kwala Bekala

………... 69

4.2.3 Pro dan Kontra Kemunculan Peternakan Babi di Kwala Bekala………... 71 4.2.4 Sumber Potensi Konflik……….. 73

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan... 84 5.2. Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin... ….. 37

Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencahrian... 39

Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 41

(11)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Potensi Konflik Antara Peternak Babi

Dengan Masyrakat Sekitar Daerah Simalingkar B di Medan (Studi Deskriftif di Daerah Gang Maju III Lingkungan X Simalingkar B,Kwala Bekala, Medan), berawal dari ketertarikan penulis terhadap adanya kemajemukan yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya potensi konflik di masyrakat. Salah satunya adalah Kota Medan Kota Medan adalah salah satu dari beberapa kota besar yang ada diIndonesia. Masyarakat kota Medan yang terdiri dari berbagai etnis, suku bangsa dan agama dapat hidup rukun. Masyarakat ini mencerminkan kondisi masyarakat Indonesia yang plural dan memiliki keanekaragaman budaya. Mereka juga hidup seperti halnya masyarakat lainnya dengan saling ketergantungan, saling menghargai dan menghormati, saling menjaga keharmonisan satu dengan yang lain.

Dengan beragamnya masyarakat kota Medan, mustahil tidak ada konflik dikota Medan. Apalagi konflik yang berhubungan dengan masalah perbedaan kepentingan. Di kota Medan banyak masyarakat yang mengandalkan hidup dalam sektor peternakan. Baik peternakan hewan berkaki dua maupun hewan berkaki empat. Peternakan itu sendiri banyak terdapat di pinggiran kota Medan. Peternakan yang terdapat dikota Medan sendiri tidak jarang dapat menimbulkan permasalahan yang dapat memicu potensi konflik dikalangan masyarakat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisa dan informan dalam penelitian ini adalah masyarakat di sekitra peternakan babi serta tokoh agama yang merupakan warga Gang Maju Kelurahan Kwala Bekala. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan data-data yang didapat dari hasil observasi, wawancara mendalam, dan diinterpretasikan berdasarkan dukungan kajian pustaka sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi konflik antara peternak babi dan masyarakat sekitar di Kelurahan Kwala Bekala muncul karena adanya keresahan di masyrakat terhadap peternakan babi yang berada di dekat pemukimam warga. Potensi konflik yang terjadi di sebabkan oleh beberapa factor diantaranya aoma bau yang disebabkan limbah kotoran babi yang menumpuk dikandang sehingga menyebarkan aroma yang sangat menyengat serta pakan yang diperuntukkan untuk ternak babi mempunyai aroma yang dapat menimbulkan polusi udara. Pencemaran air sungai yang di sebabkan oleh pembuangan limbah kotoran ternak kedalam sungai membuat air sungai Kwala tidak dapat dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Konflik dapat diartikan sebagai hubungan antar dua pihak atau lebih (individu maupun kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Pengertian ini harus dibedakan dengan kekerasan, yaitu sesuatu yang meliputi tindakan, perkataan, sikap atau berbagai struktur dan sistem yang mengakibatkan kerusakan secara fisik, mental, sosial dan lingkungan dan atau menghalangi seseorang meraih potensinya secara penuh. (Fisher,et.al., 2001) .

Dalam bentuknya yang ekstrem, konflik itu dilangsungkan tidak hanya sekedar untuk mempertahankan hidup dan eksistensi (jadi bersifat defensif), akan tetapi juga bertujuan sampai ke taraf pembinasaan eksistensi orang atau kelompok lain yang dipandang sebagai lawan atau saingannya. Dari catatan sejarah kita dapat melihat bagaimana orang-orang Roma yang berkonflik dan memusnahkan penduduk carthago; dan bagaimana imigran-migran eropa membinasakan eksistensi suku-suku india (Narwoko 2004;68-69).

(13)

pemusnahan simbolik alias melenyapkan pikiran-pikiran lawan yang tak disetujui).

Kecuali perbedaan pendirian, perbedaan kebudayaan pun menimbulkan konflik. Perbedaan kebudayaan tidak hanya akan menimbulkan konflik antar individu, akan tetapi malahan antar kelompok. Pola-pola kebudayaan yang berbeda akan menimbulkan pola-pola kepribadian dan pola-pola perilaku yang berbeda pula dikalangan khalayak kelompok yang luas, sehingga apabila terjadi konflik-konflik karena alasan ini, konflik-konflik itu akan bersifat luas dan karenanya akan bersifat konflik antar kelompok.

Kepentingan-kepentingan yang berbeda pun memudahkan terjadinya konflik. Mengejar tujuan kepentingan masing-masing yang berbeda-beda, kelompok-kelompok akan bersaing dan berkonflik untuk memperebutkan kesempatan dan sarana. Kepentingan para peternak babi dengan masyarakat sekitar misalnya jelas berbeda dan salah-salah bisa berbenturan kedalam suatu konflik yang keras (suyanto 2004;68-69).

Untuk mengatasi hal itu, cara terbaik menyelesaikan konflik bukanlah meredamnya dengan kekerasan (penggunaan satuan tentara) karena potensi konflik akan tetap hidup seperti api dalam sekam yang sewaktu-waktu dapat meledak bila ada kesempatan melainkan dengan memahaminya guna menemukan penyebab-penyebabnya (Suparlan 2003:27).

(14)

Indonesia yang plural dan memiliki keanekaragaman budaya. Mereka juga hidup seperti halnya masyarakat lainnya dengan saling ketergantungan, saling menghargai dan menghormati, saling menjaga keharmonisan satu dengan yang lain.

Dengan beragamnya masyarakat kota Medan, mustahil tidak ada konflik dikota Medan. Apalagi konflik yang berhubungan dengan masalah perbedaan kepentingan. Di kota Medan banyak masyarakat yang mengandalkan hidup dalam sektor peternakan. Baik peternakan hewan berkaki dua maupun hewan berkaki empat. Peternakan itu sendiri banyak terdapat di pinggiran kota Medan. Peternakan yang terdapat dikota Medan sendiri tidak jarang dapat menimbulkan permasalahan yang dapat memicu potensi konflik dikalangan masyarakat. Pasalnya keberadaan ternak babi ini sangat mengganggu masyarakat muslim yang berada di sekitar petenakan. Selain mengeluarkan bau yang tidak sedap, kotoran berupa limbah cair dan padat yang dikeluarkan juga mencemari lingkungan karena tidak diolah secara tuntas. Selain itu ternak babi tersebut berada di daerah padat penduduk serta dekat dengan rumah ibadah masyarakat muslim.

(15)

Kecamatan Medan johor juga terdapat peternakan babi yang berada di daerah padat penduduk. Peternakan babi tersebut berada tidak jauh dari rumah warga yang ada disekitarnya. Contohnya saja peternakan yang berada didaerah Gang Maju Lingkungan X Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor.

Kelurahan kwala bekala merupakan salah satu kelurahan yang ada di kecamatan Medan johor. Jumlah penduduk kelurahan kwala bekala sebanyak 35529 jiwa. Dimana jumlah penduduk yang beragama islam sendiri berjumlah 10.687 jiwa. Sedangkan penduduk yang beragama Kristen berjumlah 17120 jiwa dan yang beragama katolik berjumlah 6803 jiwa . Kelurahan Kwala Bekala sendiri banyak terdapat kandang babi yang berada di dekat rumah penduduk (Kelurahan Kwala Bekala, 2011).

Salah satu daerah yang paling banyak dikelilingi ternak babi adalah daerah Gang Maju dimana hampir disetiap lokasi padat penduduk terdapat kandang babi yang berdiri disekitar mereka. Setiap harinya masyarakat disekitar sini mendapatkan dampak yang sangat terasa dengan adanya peternakan babi ini sendiri. Misalnya masyarakat sekitar setiap harinya harus mencium aroma yang tidak sedap dari kandang babi tersebut.

(16)

Banyak penduduk kelurahan Kwala Bekala menganut agama islam. Dalam ajaran agam islam, babi merupakan hewan yang diharamkan. Baik itu dagingnya, darahnya serta yang berhubungan dengan hewan berkaki empat ini. banyak masyarakat yang mengeluh dengan adanya ternak babi disekitar mereka, pasalnya dalam menjalankan ibadah puasa setiap harinya mereka harus menghirup udara yang tidak sedap yang dikeluarkan oleh peternakan babi yang ada disekitar mereka.

Oleh karena itu banyak masyarakat yang mulai berontak dengan keberadaan ternak babi tersebut, dikarenakan ternak babi tersebut memberikan dampak yang negative bagi penduduk sekitar. Seperti pencemaran udara, pencemaran air juga dapat memberikan wabah penyakit pada masyarakat sekitar.

Sejarah awalnya daerah tersebut merupakan daerah lahan garapan. Penduduk lokal yang menghuni daerah tersebut merupakan orang-orang melayu. Dimana penduduk lokal tersebut merupakan pemeluk agama islam. Banyak dari orang-orang tersebut menjadi tuan tanah. Dikarenakan penduduk lokal tersebut hampir keseluruhan memiliki tanah yang luas.

(17)

tua memberikan warisan untuk anak-anaknya untuk digunakan membangun rumah serta menunjang kehidupan mereka.

Tidak disangka pada awal tahun 1984 salah seorang pendatang yang sudah mengawini putri penduduk lokal tersebut mendirikan peternakan babi didaerah ini. Namun peternakan tersebut tidak berada dekat dengan penduduk lokal. Peternakan ini terletak jauh dan terkesan sembunyi-sembunyi, dikarenakan saat itu untuk memlihara babi para peternak masih tidak berani. Semakin memasuki tahun 90-an banyak dari para penduduk lokal yang menjuali tanahnya kepada pendatang dikarenakan kebutuhan ekonomi yang mendesak.

Diiringi dengan penjualan tanah didaerah ini peternakan babi pun semakin bertumbuh didaerah ini. Para peternak babi tidak lagi sembunyi-sembunyi dalam memelihara babinya namun mereka semakin terang-terangan beternak babi diderah ini. Bahkan kandangnya berdekatan dengan rumah penduduk lokal. Oleh karena itu semakin banyaknya kandang babi yang terdapat didaerah ini sering menimbulkan problem bagi kelompok masyarakat lainnya. Dikarenakan masyarakat sekitar yang sudah gerah akan polusi yang didapat serta dampak yang diterima.

(18)

Selain itu hal ini juga membuat kerukunan antar umat beragama menjadi berkurang. Pasalnya dalam memandang para peternak babi ini, masyarakat beranggapan bahwa peternak babi ini tidak mengerti akan kehidupan yang layak dan sehat. Dikarenakan kurangnya kesadaran peternak babi ini dalam menjaga lingkungan yang asri.

Pemerintah pun tidak tinggal diam dengan keresahan warganya. Pemerintah mengeluarkan peraturan peraturan Walikota nomor 23 Tahun 2009 tentang larangan dan pengawasan usaha peternakan hewan berkaki empat. Peraturan ini dibuat untuk melarang masyarakat ataupun kelompok untuk memelihara ternak berkaki empat di daerah kota Medan.

(http://www.pemkoMedan.go.id/info_detail.php?id=261desember2013). Tidak hanya dengan peraturan semata Pemko Medan langsung bergerak dengan melakukan razia terhadap ternak babi yang ada didaerah tersebut. Namun razia tersebut mendapatkan perlawanan dari para pemilik peternakan babi tersebut. Banyak dari kaum laki-laki membawa senjata tajam untuk melawan petugas yang merazia sedangkan kaum ibu-ibunya melawan dengan melakukan aksi membuka pakaian mereka dihapadan petugas Satpol PP.

(19)

sehingga timbul berbagai tuntutan kepada pemerintah baik dari masyarkat itu sendiri maupun organisasi yang ada di kota Medan.

.Oleh karena itu kurangnya rasa kebersamaan serta tidak terciptanya interaksi yang baik antara masyarakat sekitar peternakan babi dengan para peternak babi yang seharusnya manusia itu merupakan mahluk sosial yang tidak

dapat hidup sendiri, membuat peneliti tertarik mengambil judul “ Potensi Konflik

Antara Peternak Babi dengan Masyarakat sekitar”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi perumusan masalah adalah:

1. Bagaimana potensi konflik yang terjadi dikalangan masyarakat peternak babi dengan masyarakat sekitarnya?

2. Bagaimana interaksi social masyarakat dengan para peternak peternak babi disekitar mereka?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis sumber potensi konflik yang terjadi di daerah Lingkungan X

Kelurahan Kwala Bekala Medan

2. Untuk mengetahui interaksi social masyarakat sekitar terhadap masyarakat peternak terjadi di daerah Lingkungan X Kelurahan Kwala Bekala Medan

1.4. Manfaat Penelitian

(20)

1. Manfaat Teoritis

Untuk menambah referensi hasil penelitian yang juga dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian bagi mahasiswa sosiologi selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas cakrawala pengetahuan dibidang ilmu sosial.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat karya ilmiah, serta diharapkan dapat menambah wawasan pembaca guna mengetahui potensi konflik yang terjadi.

1.5. Defenisi konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep peneliti diharapkan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya

1. Potensi konflik adalah suatu proses sosial di mana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan. 2. masyarakat sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INTERAKSI SOSIAL

Pengertian Interaksi Sosial Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya.

Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process.

Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan

(22)

Interaksi Sosial Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat (Soerjono Sukanto) yaitu: adanya kontak sosial, dan adanya komunikasi.

1. Kontak Sosial

Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum yang berarti bersama-sama dan tango yang berarti menyentuh. Jadi secara harfiah kontak adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan tanpa harus menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara berbicara dengan orang yang bersangkutan. Dengan berkembangnya teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu sama lain dengan melalui telepon, telegraf, radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan sentuhan badaniah.

Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk (Soerjono Soekanto : 59) yaitu sebagai berikut :

(23)

b. Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau

sebaliknya. Kontak sosial ini misalnya adalah apabila seseorang merasakna bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat.

c. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya. Umpamanya adalah dua partai politik yang bekerja sama untuk mengalahkan partai politik lainnya. Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontal sosial positif dan kontak sosial negative. Kontak sosial positif adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negative mengarah kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan kontak sosial. Selain itu kontak sosial juga memiliki sifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu perantara. 2. Komunikasi

(24)

kemudain merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya.

Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Dengan demikian komunikasi memungkinkan kerja sama antar perorangan dan atau antar kelompok. Tetapi disamping itu juga komunikasi bisa menghasilkan pertikaian yangterjadi karena salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah.

2.3 Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

2.3.1 Proses Disosiatif

(25)

Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawanseseoran atau sekelompok manusia, untuk mencapai tujuan tertentu. Terbatasnya makanan, tempat tinggal serta lain-lain factor telah melahirkan beberapa bentuk kerja sama dan oposisi. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle for existence). Perlu dijelaskan bahwa pengertian struggle for existence juga dipakai untuk menunjuk kepada suatu keadaan di mana manusia yang satu tergantung pada kehidupan manusia yang lainnya, keadaan mana menimbulkan kerja sama untuk dapat tetap hidup.

Perjuangan ini mengarah pada paling sedikit tiga hal yaitu perjuangan manusia melawan sesame, perjuangan manusia melawan makhluk-makhluk jenis lain serta perjuangan manusia melawan alam. Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahuan, oposisi atau proses-proses yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu :

1. Persaingan (competition)

(26)

1) Persaingan ekonomi. Timbul karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan jumlah konsumen.

2) Persaingan kebudayaan. Menyangkut persaingan kebudayaan, keagamaan, lembaga kemasyarakatan seperti pendidikan, dan sebagainya.

3) Persaingan kedudukan dan peranan. Di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan-keingian untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan yang terpandang.

4) Persaingan ras. Perbedaan ras baik karena perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, maupun corak rambut dan sebagainya, hanya merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap atas perbedaanperbedaan dalam kebudayaan.

Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat memiliki beberapa fungsi, antara lain :

1) Menyalurkan keinginan-keinginan individu ata u kelompok yang bersifat kompetitif

(27)

3) Merupakan alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan social

4) Alat untuk menyaring para warga golongan karya (fungsional) yang akhirnya akan menghaslkan pembagian kerja yang efektif.

Hasil suatu persaingan terkait erat dengan berbagai factor, antara lain :

1) Kepribadian seseorang

2) Kemajuan masyarakat

3) Solidaritas kelompok

4) disorganisasi

2. Kontravensi (contravention)

Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses social yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian.

1. Bentuk-bentuk kontravensi

(28)

menghalang-halangi, protes, gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan, dan mengacaukan rencana pihak lain.

b) Yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di depan umum, memaki melalui selembaran surat, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian kepada pihak lain, dan sebagainya.

c) Yang intensif mencakup penghasutan, menyebarkan desasdesus, mengecewakan pihak lain, dsb.

d) Yang rahasia, seperti mengumumkan rahasia pihak lain, perbuatan khianat, dll.

e) Yang taktis, misalnya mengejutkan lawan, mengganggu atau membingungkan pihak lain, seperti dalam kampanye parpol dalam pemilihan umum.

2. Tipe-tipe Kontravensi

(29)

mayoritas dengan minoritas dalam masyarakat baik yang menyangkut hubungan mereka di dalam lembaga-lembaga legislative, keagamaan, pendidikan, dan seterusnya).

Selain tipe-tipe umum tersebut ada ada pula beberapa kontravensi yang sebenarnya terletak di antara kontravensi dan pertentangan atau pertikaian,yang dimasukkan ke dalam kategori kontravensi, yaitu :

a) Kontravensi antar masyarakat

b) Antagonism keagamaan

c) Kontravensi intelektual

d) Oposisis moral

Kontravensi, apabila dibandingkan dengan persaingan dan pertentangan bersifat agak tertutup atau rahasia.

3. Pertentangan atau pertikaian (conflict)

Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses social di mana individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan. Peyebab terjadinya pertentangan, yaitu :

1) Perbedaan individu-individu

(30)

3) Perbedaan kepentingan

4) Perbedaan sosial

Pertentangan-pertentangan yang menyangkut suatu tujuan, nilai atau kepentingan, sepanjang tidak berlawanan dengan pola-pola hubungan social di dalam srtuktur social tertentu, maka pertentangan-pertentangan tersebut bersifat positif. Masyarakat biasanya mempunyai alat-alat tertentu untuk menyalurkan benih-benih permusuhan, alat tersebut dalam ilmu sosiologi dinamakan safety-valve institutions yang menyediaka objek-objek tertentu yang dapat mengalihkan perhatian pihak-pihak yang bertikai ke arah lain. Bentuk-bentuk pertentangan antara lain :

1) Pertentengan pribadi

2) Pertentangan rasial

3) Pertentangan antara kelas-kelas social, umumnya disebabkan oleh karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan.

4) Pertentangan politik

5) Pertentangan yang bersifat internasional.

Akibat dari bentuk-bentuk pertentangan adalah sebagai berikut :

1) Bertambahnya solidaritas “in-group” atau malah sebaliknya

(31)

2) Perubahan kepribadian

3) Akomodasi, dominasi dan takluknya satu pihak tertentu

2.3.4 Jenis-jenis Interaksi Sosial Ada tiga jenis interaksi sosial, yaitu:

1. Interaksi antara Individu dan Individu

Pada saat dua individu bertemu, interaksi sosial sudah mulai terjadi. Walaupun kedua individu itu tidak melakukan kegiatan apa-apa, namun sebenarnya interaksi sosial telah terjadi apabila masing-masing pihak sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan dalam diri masing-masing. Hal ini sangat dimungkinkan oleh faktor-faktor tertentu, seperti bau minyak wangi atau bau keringat yang menyengat, bunyi sepatu ketika sedang berjalan dan hal lain yang bisa mengundang reaksi orang lain.

2. Interaksi antara Kelompok dan Kelompok.

(32)

2.3.5 Ciri-ciri Interaksi Sosial

Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Ada pelaku dengan jumlah lebih dari satu orang

2. Ada komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbol-simbol

3. Ada dimensi waktu (masa lampau, masa kini, dan masa mendatang) yang menentukan sifat aksi yang sedan berlangsung

4. Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan oleh pengamat.

Tidak semua tindakan merupakan interaksi. Hakikat interaksi terletak pada kesadaran mengarahkan tindakan pada orang lain. Harus ada orientasi timbal-balik antara pihak-pihak yang bersangkutan, tanpa menghiraukan isi perbuatannya: cinta atau benci, kesetiaan atau pengkhianatan, maksud melukai atau menolong.

2.3.6 Faktor-faktor Interaksi Sosial

(33)

1. Faktor Imitasi

Gabriel Tarde beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial sebenarnya berdasarkan faktor imitasi. Walaupun pendapat ini ternyata berat sebelah, peranan imitasi dalam interaksi sosial itu tidak kecil. Misalnya bagaimana seorang anak belajar berbicara. Mula-mula ia mengimitasi dirinya sendiri kemudian ia mengimitasi kata-kata orang lain. Ia mengartikan kata-kata juga karena mendengarnya dan mengimitasi penggunaannya dari orang lain.

Lebih jauh, tidak hanya berbicara yang merupakan alat komunikasi yang terpenting, tetapi juga cara-cara lainnya untuk menyatakan dirinya dipelajarinya melalui proses imitasi. Misalnya, tingkah laku tertentu, cara memberikan hormat, cara menyatakan terima kasih, cara-cara memberikan isyarat tanpa bicara, dan lain-lain. Selain itu, pada lapangan pendidikan dan perkembangan kepribadian individu, imitasi mempunyai peranannya, sebab mengikuti suatu contoh yang baik itu dapat merangsang perkembangan watak seseorang.

(34)

kolektif yang meliputi jumlah serba besar. Selain itu, adanya proses imitasi dalam interaksi sosial dapat menimbulkan kebiasaan di mana orang mengimitasi sesuatu tanpa kritik, seperti yang berlangsung juga pada faktor sugesti.

Dengan kata lain, adanya peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat memajukan gejala-gejala kebiasaan malas berpikir kritis pada individu manusia yang mendangkalkan kehidupannya. Imitasi bukan merupakan dasar pokok dari semua interaksi sosial seperti yang diuraikan oleh Gabriel tarde, melainkan merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku di antara orang banyak.

2. Faktor Sugesti

(35)

Secara garis besar, terdapat beberapa keadaan tertentu serta syarat-syarat yang memudahkan sugesti terjadi, yaitu:

a. Sugesti karena hambatan berpikir Dalam proses sugesti terjadi gejala bahwa orang yang dikenainya mengambil alih pandangan-pandangan dari orang lain tanpa memberinya pertimbangn-pertimbangan kritik terlebih dahulu. Orang yang terkena sugesti itu menelan apa saja yang dianjurkan orang lain.

Hal ini tentu lebih mudah terjadi apabila ia – ketika terkena sugesti – berada dalam keadaan ketika cara-cara berpikir kritis itu sudah agak terkendala. Hal ini juga dapat terjadi – misalnya – apabila orang itu sudah lelah berpikir, tetapi juga apabila proses berpikir secara itu dikurangi dayanya karena sedang mangalami rangsangan-rangsangan emosional. Misalnya: Rapat-rapat Partai Nazi atau rapat-rapat raksasa seringkali diadakan pada malam hari ketika orang sudah cape dari pekerjaannya. Selanjutnya mereka pun senantiasa memasukkan dalam acara rapat-rapat itu hal-hal yang menarik perhatian, merangsang emosi dan kekaguman sehingga mudah terjadi sugesti kepada orang banyak itu. b. Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah (disosiasi)

(36)

pun mudah terjadi pada diri seseorang apabila ia mengalami disosiasi dalam pikirannya, yaitu apabila pemikiran orang itu mengalami keadaan terpecah-belah. Hal ini dapat terjadi

– misalnya – apabila orang yangbersangkutan menjadi

bingung karena ia dihadapkan pada kesulitan-kesulitan hidup yang terlalu kompleks bagi daya penampungannya. Apabila orang menjadi bingung, maka ia lebih mudah terkena sugesti orang lain yang mengetahui jalan keluar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapinya itu.

Keadaan semacam ini dapat pula menerangkan mengapa dalam zaman modern ini orang-orang yang biasanya berobat kepada dokter juga mendatangi dukun untuk memperoleh sugestinya yang dapat membantu orang yang bersangkutan mengatasi kesulitan-kesulitan jiwanya.

c. Sugesti karena otoritas atau prestise Dalam hal ini, orang cenderung menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila pandangan atau sikap-sikap tersebut dimiliki oleh para ahli dalam bidangnya sehingga dianggap otoritas pada bidang tersebut atau memiliki prestise sosial yang tinggi.

(37)

besar dari golongannya, kelompknya atau masyarakatnya.

e. Sugesti karena ”will to believe” Terdapat pendapat

bahwa sugesti justru membuat sadar akan adanya sikap-sikap dan pandangn-pandangan tertentu pada orang-orang. Dengan demikian yang terjadi dalam sugesti itu adalah diterimanya suatu pandangan tertentu karena sikap-pandangan itu sebenarnya sudah tersapat padanya tetapi dalam kedaan terpendam. Dalam hal ini, isi sugesti akan diterima tanpa pertimbangan lebih lanjut karena pada diri pribadi orang yang bersangkutan sudah terdapat suatu kesediaan untuk lebih sadar dan yakin akan hal-hal disugesti itu yang sebenarnya sudah terdapat padanya.

3. Fakor Identifikasi

Identifikasi adalah sebuah istilah dari psikologi Sigmund Freud. Istilah identifikasi timbul dalam uraian Freud mengenai cara-cara seorang anak belajar norma-norma sosial dari orang tuanya. Dalam garis besarnya, anak itu belajar menyadari bahwa dalam kehidupan terdapat norma-norma dan peraturan-peraturan yang sebaiknya dipenuhi dan ia pun mempelajarinya yaitu dengan dua cara utama.

(38)

norma-normanya. Lambat laun anak itu memperoleh pengetahuan mengenai apa yang disebut perbuatan yang baik dan apa yang disebut perbuatan yang tidak baik melalui didikan dari orangtuanya. Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang lain.

Kecenderungan ini bersifat tidak sadar bagi anak dan tidak hanya merupakan kecenderungan untuk menjadi seperti seseorang secara lahiriah saja, tetapi justru secara batin. Artinya, anak itu secara tidak sadar mengambil alih sikap-sikap orangtua yang diidentifikasinya yang dapat ia pahami norma-norma dan pedoman-pedoman tingkah lakunya sejauh kemampuan yang ada pada anak itu. Sebenarnya, manusia ketika ia masih kekurangan akan norma-norma, sikapsikap, cita-cita, atau pedoman-pedoman tingkah laku dalam bermacammacam situasi dalam kehidupannya, akan melakukan identifikasi kepada orang-orang yang dianggapnya tokoh pada lapangan kehidupan tempat ia masih kekurangan pegangan.

(39)

batin yang lebih mendalam daripada ikatan antara orang yang saling mengimitasi tingkah lakunya.

Di samping itu, imitasi dapat berlangsung antara orang-orang yang tidak saling kenal, sedangkan orang-orang tempat kita mengidentifikasi itu dinilai terlebih dahulu dengan cukup teliti (dengan perasaan) sebelum kita mengidentifikasi diri dengan dia, yang bukan merupakan proses rasional dan sadar, melainkan irasional dan berlangsung di bawah taraf kesadaran kita.

4. Faktor Simpati

Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses identifikasi. Akan tetapi, berbeda dengan identifikasi, timbulnua simpati itu merupakan proses yang sadar bagi manusia yang merasa simpati terhadap orang lain. Peranan simpati cukup nyata dalam hubungan persahabatan antara dua orang atau lebih.

(40)

merasa berpikir dan bertingkah laku seakan-akan ia adalah orang lain itu.

Sedangkan dalam hal identifikasi terdapat suatu hubungan di mana yang satu menghormati dan menjunjung tinggi yang lain, dan ingin belajar daripadanya karena yang lain itu dianggapnya sebagai ideal. Jadi, pada simpati, dorongan utama adalah ingin mengerti dan ingin bekerja sama dengan orang lain, sedangkan pada identifikasi dorongan utamanya adalah ingin mengikuti jejaknya, ingin mencontoh ingin belajar dari orang lain yang dianggapnya sebagai ideal.

Hubungan simpati menghendaki hubungan kerja sama antara dua atau lebih orang yang setaraf. Hubungan identifikasi hanya menghendaki bahwa yang satu ingin menjadi seperti yang lain dalam sifat-sifat yang dikaguminya. Simpati bermaksud kerja sama, identifikasi bermaksud belajar.

2.2 Konflik

(41)

tujuan untuk memenangkan sesuatu yang ingin dicapai menjadi tidak sepenting keinginan untuk menghancurkan pihak lawan. Konflik sosial yang merupakan perluasan dari konflik individual, biasanya terwujud dalam bentuk konflik fisik atau perang antar dua kelompok atau Iebih, yang biasanya selalu terjadi dalam keadaan berulang.

Menurut Soerjono Soekanto, konflik sosial adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan Menurut teori konflik, masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang di tandai oleh pertentangan yang terus menerus diantara unsur-unsurnya. Teori konflik melihat bahwa setiap elemen memberikan sumbangan terhadap adisintegrasi sosial. Teori konflik melihat bahwa keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan karena adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas golongan yang berkuasa.

Sesuatu konflik fisik atau perang biasanya berhenti untuk sementara karena harus istirahat supaya dapat melepaskan lelah atau bila jumlah korban pihak lawan sudah seimbang dengan jumlah korban pihak sendiri. Setelah istirahat konflik diteruskan atau diulang lagi pada waktu atau kesempatan yang lain setelah itu.

(42)

masyarakat yang bersangkutan. Usaha-usaha pencapaian kepentingan-kepentingan itu didorong oleh konflik-konflik antar individu dan kelompok sebagai aspek-aspek yang biasa ada dalam kehidupan sosial manusia. Sedangkan model lain yang bertentangan tetapi relevan dengan model konflik adalah model ketaraturan yang digunakan untuk melihat berbagai bentuk kompetisi dan konflik dalam olahraga dan politik sebagai sebuah bentuk keteraturan.

(43)

Bila kita mengikuti model Dahrendorf diatas, maka secara hipotetis kita ketahui bahwa dalam setiap masyarakat terdapat potensi-potensi konflik karena setiap warga masyarakat akan mempunyai kepentingan yang harus dipenuhi yang dalam pemenuhannya akan harus mengorbankan kepentingan warga masyarakat lainnya. Upaya pemenuhan kepentingan yang dilakukan oleh seseorang yang mengorbankan kepentingan seseorang lainnya dapat merupakan potensi konflik, bila dilakukan tanpa mengikuti aturan main (yang terwujud sebagai hukum, warga masyarakat akan mempunyai kepentingan yang harus dipenuhi yang dalam pemenuhannya akan harus mengorbankan kepentingan warga masyarakat lainnya. Upaya pemenuhan kepentingan yang dilakukan oleh seseorang yang mengorbankan kepentingan seseorang lainnya dapat merupakan potensi konflik, bila dilakukan tanpa mengikuti aturan main (yang terwujud sebagai hukum, hukum adat, adat, atau konvensi sosial yang berlaku setempat) yang dianggap adil dan beradab. Sedangkan bila dalam masyarakat tersebut ada aturan-aturan main yang diakui bersama oleh warga masayarakat tersebut sebagai adil dan beradab, maka potensi-potensi konflik akan mentransformasikan diri dalam berbagai bentuk persaingan. Jadi, potensi-potensi konflik tumbuh dan berkembang pada waktu dalam hubungan antar individu muncul dan berkembang serta mantapnya perasaan-perasaan yang dipunyai oleh salah seorang pelaku akan adanya perlakuan sewenang-wenang dan tindakan-tindakan tidak adil serta biadab yang dideritanya yang diakibatkan oleh perbuatan pihak lawannya.

(44)

keadaan mana si pelaku tidak mampu untuk melawan atau menolaknya, dan bahkan tidak mampu untuk menghindarinya. Dalam keadaan tersebut si pelaku mengembangkan perasaan kebencian yang terpendam terhadap pihak Iawan, yang perasaan kebencian tersebut bersifat akumulatif oleh perbuatan-perbuatan lain yang merugikan dari pihak Iawannya. Kebencian yang mendaiam dari si pelaku yang selalu kalah biasanya terwujud dalam bentuk menghindar atau melarikan diri dari si pelaku. Tetapi kebencian tersebut secara umum biasanya terungkap dalam bentuk kemarahan atau amuk, yaitu pada waktu si pelaku yang selalu kalah tidak dapat menghindar lagi dari pilihan harus melawan atau mati, yang dapat dilihat dalam bentuk konflik fisik dan verbal diantara dua pelaku yang berlawanan tersebut.

Konflik fisik yang menyebabkan kekalahannya oleh lawan akan menghentikan tindakan perlawanannya. Tidak berarti bahwa berhentinya perlawanan tersebut menghentikan kebenciannya ataupun dorongannya untuk menghancurkan pihak lawannya. Kebencian yang mendalam masih disimpan dalam hatinya, yang akan merupakan landasan semangat untuk menghancurkan pihak lawan. Sewaktu-waktu bila pihak lawan lengah atau situasi yang dihadapi memungkinkan maka dia akan berusaha untuk menghancurkannya. Yaitu, agar merasa telah menang atau setidak-tidaknya telah seimbang dengan kekalahan yang telah dideritanya dari pihak lawan tersebut.

(45)

dan komuniti atau masyarakatnya. Sesuatu pelanggaran atau perampasan atas hak milik yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang akan dapat diterima oleh seseorang atau sekelompok orang tersebut bila sesuai menurut norma -norma dan nilai-nilai budaya yang berlaku daiam masyarakat setempat, atau memang seharusnya demikian. Tetapi tidak dapat diterima oleh yang bersangkutan bila perbuatan tersebut tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai budaya yang berlaku. Dalam hubungan antar sukubangsa, konsep hipotesa kebudayaan dominan dari Bruner (lihat Suparlan 1999d : 13-20) menjadi relevan sebagai acuan untuk memahami keberadaan aturan-aturan main atau konvensi-konvensi sosial yang berlaku diantara dua sukubangsa atan lebih yang bersama-sama menempati sebuah wilayah dan membentuk kehidupan bersama dalam sebuah masyarakat setempat.

(46)

Konflik sosial terjadi antara dua kelompok atau lebih, yang terwujud dalam bentuk konflik fisik antara mereka yang tergolong sebagai anggota-anggota dari kelompokkelompok yang berlawanan. Dalam konfik sosial, jatidiri dari orang perorang yang terlibat dalam konflik tersebut tidak lagi diakui keberadaannya. Jatidiri orang perorang tersebut diganti oleh jatidiri golongan atau kelompok. Dengan kata-kata lain, dala konflik sosial yang ada bukanlah konflik antara orang perorang dengan jatidiri masingmasing tetapi antara orang perorang yang mewakili jatidiri golongan atau kelompoknya. Atribut-atribut yang menunjukkan ciri-ciri jatidiri orang perorang tersebut berasal dari stereotip yang berlaku dalam kehidupan antar golongan yang mewakili oleh kelompok-kelompok konflik. Dalam konflik sosial tidak ada tindakan memilah-milah atau menyeleksi siapa-siapa pihak lawan yang harus dihancurkan. Sasarannya adalah keseluruhan kelompok yang tergolong dalam golongan yang menjadi musuh atau lawannya, sehingga penghancuran atas diri dan harta milik orang perorang dari pihak Iawan mereka lihat sama dengan penghancuran kelompok pihak lawan.

(47)

pihak lawan akan digolongkan sebagai lawan dan tanpa permisi atau meminta penjelasan mengenai jatidiri golongannya akan juga dihancurkan.

Konflik merupakan kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan, berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya bisa diselesaikan tanpa kekerasaan, dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian besar atau semua pihak yang terlibat (Fisher, 2001:4).

Konflik sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Ketika orang memperebutkan sebuah area, mereka tidak hanya memperebutkan sebidang tanah saja, namun juga sumber daya alam seperti air dan hutan yang terkandung di dalamnya. Upreti (2006) menjelaskan bahwa pada umunya orang berkompetisi untuk memperebutkan sumber daya alam karena empat alasan utama. Pertama,

karena sumber daya alam merupakan “interconnected space” yang memungkinkan

perilaku seseorang mampu mempengaruhi perilaku orang lain. Sumber daya alam

juga memiliki aspek “sosial space” yang menghasilkan hubungan-hubungan

tertentu diantara para pelaku. Selain itu sumber daya alam bisa menjadi langka atau hilang sama sekali terkait dengan perubahan lingkungan, permintaan pasar dan distribusi yang tidak merata. Yang terakhir, sumber daya alam pada derajat tertentu juga menjadi sebagai simbol bagi orang atau kelompok tertentu.

(48)

hanyalah karena ada tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari golongan yang berkuasa. Adanya perbedaan peran dan status di dalam masyarakat menyebabkan adanya golongan penguasa dan yang dikuasi. Distribusi kekuasaan dan wewenang yang tidak merata menjadi faktor terjadinya konflik sosial secara sistematis (Ritzer, 2002:26).

Dahrendrof membedakan golongan yang terlibat konflik atas tiga tipe kelompok, yaitu kelompok semu (Quasi Group) atau sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama atau merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan .kelompok yang kedua adalah kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas, mempunyai struktur, organisasi program, tujuan, serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan ini lah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik .

(49)

saling berhadapan dan bertentangan denganm kepentingan, tujuan dan nilai yang di pegang oleh masing-masing individu.

Secara teoritis, konflik yang terjadi dalam masyarakat dapat dibedakankedalam dua bentuk, yaitu konflik sosial vertikal dan horizontal. Konflik sosial vertikal adalah konflik yang terjadi antara masyarakat dan Negara dan dapat dikatakan konflik laten, sebab benih-benih konflik sudah ada dan telah terpendam pada masa sebelumnya. Konflik sosial horizontal, disebabkan karena konflik antar etnis, suku, golongan, agama, atau antar kelompok masyarakat yang dilatar belakangi oleh kecemburuan sosial yang memang sudah terbentuk dan eksis sejak masa kolonial.

Pola konflik dibagi kedalam tiga bentuk ; pertama, konflik laten sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan sehingga dapat ditangani secara efektif. Kedua, konflik terbuka adalah konflik yang berakar dalam dan sangat nyata, dan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai macam efeknya. Dan yang ketiga adalah, konflik di permukaan memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sesuatu yang dapat diatasi dengan menggunakan komunikasi (Fisher,2001:6).

(50)

teoritisnya lebih pada fenomenologis. Menurut Collins, konflik sebagai fokus berdasarkan landasan yang realistik dan konflik adalah proses sentral dalam kehidupan sosial.

Salah satu penyebab terjadinya konflik adalah karena ketidakseimbangan antara hubungan-hubungan manusia ,seperti aspek sosial, ekonomi, dan kekuasaan. Konflik dapat juga terjadi karena adanya mobilisasi sosial yang memupuk keinginan yang sama. Menurut perspektif sosiologi (Soekanto, 2002:98), konflik di dalam masyarakat terjadi karena pribadi maupun kelompok menyadari adanya perbedaan-perbedaan badaniah, emosi, unsure-unsur kebudayaan, pola perilaku dengan pihak lain. Konflik atau pertentangan adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan/ atau kekerasan.

2.3 Jenis-Jenis Konflik

Soerjono Soekanto membagi konflik sosial menjadi lima bentuk khusus, yaitu sebagai berikut:

1. Konflik atau pertentangan pribadi, yaitu konflik yang terjadi antara dua individu atau lebih karena perbedaan pandangan dan sebagainya.

2. Konflik atau pertentangan rasial, yaitu konflik yang timbul akibat perbedaan-perbedaan ras.

(51)

4. Konflik atau pertentangan politik, yaitu konflik yang terjadi akibat adanya

kepentingan atau tujuan politis seseorang atau kelompok.

5. Konflik atau pertentangan yang bersifat internasional, yaitu konflik yang terjadi karena perbedaan kepentingan yang kemudian berpengaruh pada kedaulatan Negara.

2.4 Faktor Penyebab Konflik

Konflik merupakan suatu kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan. Berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya diselesaikan tanpa kekerasan dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagain besar atau semua pihak yang terlibat. Penyebab konflik menurut Dahrendorf adalah kepemilikan wewenang (otoritas) dalam kelompok yang beragam. Jadi, konflik bukan hanya materi (ekonomi saja).

(52)

rantai yang memiliki potensi kekuatan untuk menghadirkan perubahan, baik yang konstruktif maupun yang destruktif.

Dahrendorf memahami relasi-relasi dalam struktur sosial ditentukan oleh kekuasaan. Ia mendefinisikan kekuasaan menjadi penyebab timbulnya perlawanan. Esensi kekuasaan yang dimaksud oleh Dahrendorf adalah kekuasaan kontrol dan sanksi sehingga memungkinkan mereka yang memiliki kekuasaan memberi berbagai perintah dan mendapatkan apa yang mereka inginkan dari mereka yang tidak memiliki kekuasaan. Jadi, konfik kepentingan menjadi fakta tidak terhindarkan dari mereka yang memiliki kekuasaan dan tidak memiliki kekuasaan.

Dahrendorf menjelaskan penyebab konflik dalam 6 teori utama. Teori hubungan masyarakat menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Teori negosiasi prinsip menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak yang mengalami konflik. Teori kebutuhan manusia berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia baik fisik, mental maupun sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan dalam konflik.

(53)

berpandangan berbeda, teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dan cara-cara komunikasi diantara berbagai budaya yang berbeda. Teori transformasi konflik berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi.

Konflik menurut Dahrendorf akan muncul karena adanya suatu isu tertentu yang memunculkan dua kelompok untuk berkonflik. Dasar pembentukan kelompok adalah otoritas yang dimiliki oleh setiap kelompok yaitu kelompok yang berkuasa dan kelompok yang dikuasai. Kepentingan kelompok yang berkuasa adalah mempertahankan kekuasaanya sedangkan kelompok yang dikuasai adalah menentang legitimasi otoritas yang ada.

Dahrendorf memandang wewenang dalam masyarakat modern dan industrial sebagai kekuasaan. Relasi wewenang yaitu selalu relasi antara super dan subordinasi. Dimana ada relasi wewenang, kelompok-kelompok superordinasi selalu diharapkan mengontrol perilaku kelompok subordinasi melalui permintaan dan perintah serta peringatan dan larangan. Berbagai harapan tertanam relative permanent dalam posisi sosial pada karakter individual. Saat kekuasaan merupakan tekanan satu sama lain, maka kekuasaan dalam hubungan kelompok terkoordinasi ini memeliharanya menjadi legitimasi.

(54)

individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuann ya dengan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan.

Adapun yang menjadi faktor penyebab konflik, antara lain yaitu:

1. Adanya perbedan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan, karena setiap manusia unik, dan mempunyai perbedaan pendirian, perasaan satu sama lain. Perbedaan pendirian dan perasaan ini akan menjadi satu faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial seorang individu tidak selalu sejalan dengan individu atau kelompoknya.

2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadipribadi yang berbeda-beda, individu sedikit banyak akanterpengaruh oleh pola pemikiran dan pendirian kelompoknya, dan itu akan menghasilkan suatu perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok, individu memiliki latar

perasaan, pendirian dan latar belakang budaya yang berbeda. Ketika dalam waktu yang bersamaan masing-masing individu atau kelompok memilki kepentingan yang berbeda. Kadang, orang dapat melakukan kegiatan yang sama, tetapi tujuannya berbeda. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyengkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antar kelompok dengan individu. 4. Faktor terjadinya konflik juga dapat disebabkan karena perubahanperubahan

(55)

2.3 Tahapan Konflik

Fisher, dkk menyebutkan ada beberapa alat bantu unntuk menganalisis situasi konflik, salah satunya adalah penahapan konflik. Konflik berubah setiap saat, melalui tahap aktivitas, intensitas, ketegangan dan kekerasan yang berbeda (Fisher,2001:19-20). Tahap-tahap ini adalah :

1. Pra-Konflik : merupakan periode dimana terdapat suatu ketidaksesuain

sasaran diantara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik tersembunyi dari pandangan umum, meskipun salah satu pihak atau lebih mungkin mengetahui potensi terjadi konfrontasi. Mungkin terdapat ketegangan hubungan diantara beberapa pihak dan/ atau keinginan untuk menghindari kontak satu sama lain.

2. Konfrontasi : pada saat ini konflik menjadi semakin terbuka. Jika hanya satu pihak yang merasa ada masalah, mungkin para pendukungnya mulai melakukan demonstrasi atau perilaku konfrontatif lainnya.

3. Krisis : ini merupakan puncak konflik, ketika ketegangan dan/ kekerasan terjadi paling hebat. Dalam konflik skala besar, ini merupakan periode perang, ketika orang-orang dari kedua pihak terbunuh. Komunikasi normal diantara dua pihak kemungkinan putus, pernyataan-pernyataan umum cenderung menuduh dan menentang pihak lainnya.

(56)

5. Pasca-Konflik : akhirnya situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri berbagai

konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan mengarah lebih normal diantara kedua pihak. Namun jika isu-isu dan masalah-masalah yang timbul karena sasaran mereka saling bertentangan tidak diatasi dengan baik, tahap ini sering kembali lagi menjadi situasi prakonflik.

2.6 Jenis Konflik

Secara teoritis, konflik yang terjadi dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu konflik sosial vertikal dan konflik sosial horizontal. Konflik sosial vertikal adalah konflik yang terjadi antara masyarakat dan Negara dan dapat dikatakan konflik latent, sebab benih-benih konflik sudah ada dan telah terpendam pada masa sebelumnya.

Seperti di Indonesia, konflik sosial vertikal ini dapat dicermati dari beberapa upaya daerah yang melepaskan diri dari belenggu pemerintahan pusat. Konflik ini semakin tidak akan terkendali karena pendekatan penyelesaian masalah diwarnai dengan pendekatan militer. Peranan aparat militer masih mendominasi daripada diplomasi politik dan kultural. Ada beberapa hal yang menjadi akar permasalahan terjadinya intensitas konflik vertikal, khususnya di Indonesia antara lain:

(57)

2. Pemerintah pusat dengan berdalih pembangunan seringkali semena-mena

merampas dan menduduki hak-hak penduduk lokal di suatu daerah. Menurunya kepercayaan masyarakat daerah pada pemerintah karena pemerintah tidak lagi memihak dan melayani kepentingan-kepentingan tuntutan masyarakat tetapi secara terencana memperdaya masyarakat. 3. Terbukannya ruas sosial (sosial space). Hal ini merangsang terjadinya

konflik vertikal dan tanpa disadari mendorong masyarakat untuk bereuphoria sebagai bentuk balas dendam atau sekedar melepas rasa ketidakpuasan pada pejabat pemerintah.

4. Tidak tertutup kemungkinan konflik vertikal ini terjadi karena ditunggangi oleh sekelompok elit yang rakus dan haus kekuasaan.

Konflik sosial horizontal, disebabkan karena konfik antar etnis, suku, golongan , agama, atau antar kelompok masyarakat yang dilatarbelakangi oleh kecemburuan sosial yang memang sudah terbentuk dan eksis sejak masa kolonial. Adapun hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya konflik horizontal adalah:

1. Saling mengklaim dan menguasai sumber daya alam yang mulai terbatas akibat tekanan penduduk dan kerusakan lingkungan. 2. Kecemburuan sosial yang bersumber dari

(58)

pasar dan peluang ekonomi sering dilihat sebagai penjajahan ekonomi.

3. Dorongan emosional kesukuan karena ikatan-ikatan norma tradisional. Konflik ini dapat juga muncul disebabkan karena kefanatikan ajaran ideologi tertentu .

4. Mudah dibakar dan dihasut oleh para dalang kerusuhan, elit

politik dan orang-orang yang haus kekuasaan.hal ini didorong oleh kualitas sumber daya manusia yang rendah, juga diikuti oleh rendahnya kesadaran social.

2.7 Dampak Konflik

Menurut Soerjono Soekanto (1989:90), akibat negatif yang timbul dari sebuah konflik sosial sebagai berikut.

1. Bertambahnya Solidaritas Anggota Kelompok yang Berkonflik

Jika suatu kelompok terlibat konflik dengan kelompok lain, maka solidaritas antarwarga kelompok tersebut akan meningkat dan bertambah berat. Bahkan, setiap anggota bersedia berkorban demi keutuhan kelompok dalam menghadapi tantangan dari luar.

2. Jika Konflik Terjadi pada Tubuh Suatu Kelompok maka akan Menjadikan Keretakan dan Keguncangan dalam Kelompok Tersebut

(59)

3. Berubahnya Kepribadian Individu

Dalam konflik sosial biasanya membentuk opini yang berbeda, misalnya orang yang setuju dan mendukung konflik, ada pula yang menaruh simpati kepada kedua belah pihak, ada pribadi-pribadi yang tahan menghadapi situasi konflik, akan tetapi ada yang merasa tertekan, sehingga menimbulkan penderitaan pada batinnya dan merupakan suatu penyiksaan mental. Keadaan ini dialami oleh orang-orang yang lama tinggal di Amerika Serikat. Sewaktu Amerika Serikat diserang mendadak oleh Jepang dalam Perang Dunia II, orang-orang Jepang yang lahir di Amerika Serikat atau yang telah lama tinggal di sana sehingga mengambil kewarganegaraan Amerika Serikat, merasakan tekanan-tekanan tersebut. Kondisi ini mereka alami karena kebudayaan Jepang masih merupakan bagian dari hidupnya dan banyak pula saudaranya yang tinggal di Jepang, sehingga mereka pada umumnya tidak dapat membenci Kerajaan Jepang seratus persen seperti orang-orang Amerika asli.

4. Hancurnya Harta Benda dan Jatuhnya Korban Jiwa

(60)

menyebabkan penderitaan yang berat bagi pihakpihak yang bertikai. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban jiwa wujud nyata akibat konflik.

5. Akomodasi, Dominasi, dan Takluknya Salah Satu Pihak

Jika setiap pihak yang berkonflik mempunyai kekuatan seimbang, maka muncullah proses akomodasi. Akomodasi menunjuk pada proses penyesuaian antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok guna mengurangi, mencegah, atau mengatasi ketegangan dan kekacauan. Ketidakseimbangan antara kekuatan-kekuatan pihak yang mengalami konflik menyebabkan dominasi terhadap lawannya. Kedudukan pihak yang didominasi sebagai pihak yang takluk terhadap kekuasaan lawannya.

(61)
(62)

BAB III

METEDOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan nilai-nilai, secara holistik dan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2006: 1). Penelitian kualitatif digunakan untuk melihat secara utuh serta berusaha untuk menggambarkan fenomena yang terjadi. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif maka peneliti akan lebih mudah mendapatkan informasi dan data yang jelas serta terperinci mengenai potensi konflik Antara peternak babi dengan masyarakat sekitar.

(63)

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan didaerah Gang Maju lingkungan X Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Simalingkar B Medan Sumatera utara.

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1.Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Adapun unit analisis dalam penelitian adalah:

1. Masyarakat sekitar peternakan babi 2. Tokoh adat / orang yang dituakan 3. Perangkat desa

3.3.2. Informan

Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin, 2007: 76). Adapun yang menjadi informan sebagai sumber informasi bagi penelitian adalah sebagai berikut:

(64)

a. Tokoh Agama, untuk mendapatkan informasi mengenai sejarah peternakan

babi didaerah tersebut.

b. Kepala Lingkungan, untuk mendapatkan informasi mengenai struktur penduduk di Kelurahan Kwala Bekala

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data sebuah penelitian dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.

a) Data Primer

Data primer adalah data yang di peroleh secara langsung dari objek penelitian melalui observasi dan wawancara baik secara partisipatif maupun wawancara secara mendalan, oleh karena itu untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi yaitu pengamatan langsung terhadap berbagaihal yang tampak pada saat penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengenal secara lebih dekat kondisi situasi suatu objek penelitian. Dengan observasi peneliti mengamati kondisi masyarakat disekitar peternakan babi.

2. Wawancara mendalam (in-depth interview)

Gambar

Tabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencahrian.
Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama
+2

Referensi

Dokumen terkait

Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses social, di mana individu atau kelompok manusia yang bersaingan mencari keuntungan melalui bidang-bidang

Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari suatu keuntungan

Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui

Merupakan proses sosial yang melibatkan individu atau kelompok dalam mencapai keuntungan melalui bidang kehidupan yang pada suatu saat tertentu menjadi pusat

 Sebuah proses sosial dimana antar orang perorangan atau antar kelompok saling bersaing untuk mencari keuntungan dalam bidang kehidupan tertentu (ekonomi, kebudayaan, kedudukan