• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN TAPANULI TENGAH

3.4 Potensi Pariwisata Kabupaten Tapanuli Tengah

Secara umum potensi pariwisata di Kabupaten Tapanuli Tengah sangat besar. Dengan panjang garis pantai di pesisir barat Pulau Sumatera + 200 km memiliki pantai-pantai yang indah, pulau-pulau kecil yang tersebar di Samudera Hindia lebih dari 25 pulau dengan keindahan pantai dan pesona ekosistem bawah lautnya seperti terumbu karang dan ikan hias di gugus Pulau Mursala dan Pulau Unggas.

Selain itu, objek wisata sejarah atau cagar budaya di sekitar daerah Barus dan sekitarnya kaya dengan bahan-bahan arkeologi dan makam-makam yang menjadi bukti sejarah kebesaran masa lampau dimana Barus menjadi salah satu pelabuhan besar di Pantai Barat Pulau Sumatera. Alam pegunungan bukit barisan, air terjun dan sungai yang banyak terdapat di Kabupaten Tapanuli Tengah serta Danau Pandan menambah daya saing wisata Kabupaten Tapanuli Tengah.

Kabupaten Tapanuli Tengah terus dengan giat mempromosikan kekayaan yang tersembunyi di wilayah Tapanuli Tengah dengan “ Tapanuli Tengah, Negeri Wisata Sejuta Pesona”. Selain pesona obyek wisata, Tapanuli Tengah juga kaya dengan beragam budaya karena wilayahnya dihuni oleh multi etnis yang berbaur dalam harmoni. (Sumber : Sjawal. 2014. Budaya dan Pariwisata Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga).

BAB IV

PAKAIAN ADAT PADA PESTA PERKAWINAN MASYARAKAT SUMANDO PESISIR SEBAGAI ATRAKSI WISATA DI KABUPATEN

TAPANULI TENGAH 4.1. Asal Usul Adat Sumando

Menurut asal mulanya, suku atau etnik Sumando yang berasal dari Poncan Ketek, datang ke Sibolga, pada tahun 1851. Dengan perpindahan penduduk dari Poncan Ketek, ke Sibolga ini, mereka juga membawa adat isti adat meraka yang disebut dengan adat Sumando dan selanjutnya berkembang ke Tapanuli Tengah. Pengertian kata “Sumando” adalah pertambahan suku dari satu keluarga dengan keluarga lain dengan ikatan pernikahan secara Islam dan adat Pesisir.

Dalam pengertian yang lebih luas, yang sumando adalah ke yang dimaksud dengan “ Sumando “ adalah satu kesatuan ruang lingkup kebudayaan suku Pesisir yang terdiri dari adat istiadat Pesisir, Kesenian Pesisir, Bahasa Pesisir, dan makanan Pesisir. Sedangkan dalam pembagian pengelompokan, suku Pesisir yang dimaksud terdapat di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Namun, perlu diketahui bahwa kebudayaan Pesisir tidak hanya berlaku di wilayah Tapanuli Tengah tetapi juga di Kabupaten Mandailing Natal, Nias, dan Singkil / Meulaboh ( Aceh ).

Sumando Pesisir ini sedikit banyaknya memang berbeda jika dibandingkan dengan ikatan kekeluargaan Dalihan Na Tolu seperti yang terkandung dalam adat masyarakat Batak pada umumnya. Dalihan Na Tolu ini mengatur sedemikian rupa sehingga sebuah komunitas terkecil masyarakat Batak haruslah sekurang-kurangnya

terdiri dari tiga marga sehingga dalam setiap peristiwa adat ada marga yang berperan sebagai boru.

Bagi masyarakat Batak yang masih memegang teguh Dalihan Na Tolu, pelanggaran terhadap aturan ini baik di sengaja maupun tidak akan dihadapkan kepada sanksi adat. Dalihan Na Tolu merupakan inti dasar kebudayaan Batak ( Core Culture ) yang menjadi dasar dan acuan bagi masyarakat Batak. Bahkan terdapat satu ungkapan bahwa apabila sekelompok orang Batak mininggalkan Dalihan Na Tolu, mereka dianggap hidup dalam lingkaran “ pinahan “.

Sumando Pesisir sebagai kesatuan adalah suatu pertambahan dan pencampuran satu keluarga dengan keluarga lain yang seiman dengan ikatan tali pernikahan menurut hukum Islam dan disahkan memakai upacara adat Pesisir. Maka yang dimaksud sebagai “ orang Sumando “ adalah seseorang menantu atau abang ipar maupun adik ipar yang telah menjadi keluarga sendiri sehingga segala sesuatu urusan baik atau buruk menjadi tanggung jawab bersama orang Sumando. Pandangan hidup dan ikatan adat istiadat masyarakat Pesisir Tapanuli Tengah sangat kuat dan hubungan kekerabatan Sumando merupakan jalur dalam menjembatani persaudaraan. Masyarakat Pesisir sangat menghargai ikatan kekeluargaan. Itu sebabnya tidak ada satu keputusan adat pun yang di tempuh tanpa melibatkan musyawarah semua anggota keluarga. Orang Sumando mempunyai Motto : Bulek ai dek dipambulu, Bulek kato dek mufakat. Dek saiyo mangko sakato, Dek sakato mangko sepakat.

Jika langkah-angkah pergaulan lebih jauh yang di tempuh pernikahan yang tidak dapat dilangsungkan, karena pihak pemuda menganut adat Minangkabau yang matrinialchaat. Akhirnya diadakanlah musyawarah di antara orangtua kedua belah pihak guna mencari jalan keluar dari kesulitan-kesulitan yang ada. Kedua pihak menganut sistem adat yang ketat dan tentu sulit bagi seseorang untuk mengalah penuh.

Akhirnya toleransi tercapai dengan mengendurkan beberapa ketegangan adat dari kedua belah pihak, karena orang Minang laki-laki di jemput atau dibeli sedangkan Sumando hanya membayar jinamu atau mahar yang merupakan campuran dari hukum Islam adat Minangkabau dan adat Sumando. Hal-Hal yang baik di terima dan yang tidak sesuai dengan tata karma dan sikap hidup sehari-hari diabaikan. Itulah yang disebut dengan “ Adat Bersendi sara’ dan sara’ bersendi Kitabullah “.

Adapun langkah-langkah tata cara perkawinan ( ketentuan-ketentuan ) Sumando disebut sebagai berikut :

a. Pernikahan dapat terjadi apabila pria meminang wanita terlebih dahulu dengan

menyerahkan sejumlah uang atau barang. Uang atau barang disebut dengan Jinamu sebagai tanda pengikat bahwa pada waktu tertentu akan dilangsungkan pernikahan nantinya dan dilaksanakan ijab qabul dihadapan wali saksi. Adat Sumando tidak mengenal Tuhor atau Jurjuranseperti dalam pernikahan adat Batak.

b. Tanggung jawab rumah tangga dan keluarga berada pada pihak pria. Anak yang

c. Mengenai pembagian harta pusaka berlaku pribahasa “ Berjenjang naik bertangga turun “. Jumlah harta pusaka di terima seseorang bergantung pada jauh dekatnya hubungan kekeluargaan namun demikian harta pusaka tempat tinggal ( rumah ) diprioritaskan menjadi bagian hak wanita. Pembagian harta warisan di antara yang bersaudara pria dan wanita menjadi 1 : 1. Namun apabila anak laki – laki tidak setuju maka jatuh pada hukum Faraid.

d. Apabila terjadi perceraian di antara suami istri maka suami meninggalkan rumah kediaman sedangkan istri tetap tinggal menempati rumah itu. Mengenai harta pembawaan dan yang diperoleh selama pernikahan ( harta gono-gini ) ditentukan kemudian.

Berikut merupakan penuturan para ahli mengenai asal usul Adat Sumando antara lain:

Perkembangan adat Sumando diwarnai oleh adat kebiasaan dari kebudayaan luar baik lokal maupun asing sebagai akses dari pernikahan dan pergaulan. Asimilasi dan akulturasi menambah semarak budaya adat Sumando. dalam sejarah peradatan, eksistensi merupakan keharusan sebagai antisipasi terhadap tantangan yang terjadi ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang terdiri dari berbagai adat, marga ( suku ) dan etnis. Ada tiga unsur yang berperan dalam menentukan adat Sumando menjadi Tri Sakti antara lain adalah Adat, Sara, dan Qitabullah atau dengan perkataan lain “ Adat Bersendi Sara, Sara Bersendi Qitabullah “.

MenurutPanggabean dalam Paggebean (1995), Sumando itu konotasi dari Suman + Do artinya serupa. Do artinya saja, Sumando berarti serupa saja. Maksudnya serupa saja Adat Batak dengan Melayu Minangkabau atau sebaliknya.

4.2. Pakaian Adat pada Pesta Perkawinan Masyarakat Sumando Pesisir

Potensi kebudayaan yang dimaksud disini ialah kebudayaan dalam arti luas tidak hanya meliputi “kebudayaan tinggi” seperti kesenian atau perikehidupan keraton dan sebagainya, akan tetapi meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan yang hidup di tengah-tengah suatu masyarakat : pakaian, caranya berbicara, kegiatan di pasar dan sebagainya. Pokoknya act dan artifact (tingkah laku dan hasil karya) sesuatu masyarakat, dan tidak hanya kebudayaan yang masih hidup, akan tetapi juga kebudayaan yang berupa peninggalan-peninggalan atau tempat-tempat bersejarah. (Soekadijo, 2002:54)

Dalam perkawinan masyarakat Pesisir Sumando, pengantin akan memakai baju pakaian adat perkawinan masyarakat Pesisir Sumando, ada beberapa pernak-pernik hiasan busana pengantin perempuan dan laki-laki pada etnis Pesisir (Anak Daro) di antaranya sebagai berikut :

Gambar 4.1 Pengantin Adat Sumando Pesisir

(Sumber : Nauli, 2006)

Gambar 4.2 Pengantin Wanita Adat Sumando Pesisir

B. Perlengakapan busana wanita 1. Alas Kaki 2. Kain 3. Baju 4. Selendang 5. Korset/Longtorso 6. Sanggu gadang

C. Perhiasan busana wanita

1. Kalung 2. Tali pinggang 3. Gelang siku 4. Gelang tangan 5. Gelang kaki 6. Anting-anting

D. Cara pemakaian busana wanita

1. Alas kaki

Alas kaki pengantin perempuan model tertutup bagian depan, terbuka bagian belakang memakai tumit, warna warni sesuai busana, diberikan hiasan sulaman benang emas / peyet-peyet terbuat dari bahan beludu.

2. Kain

Kain pengantin perempuan disebut dengan kain anak daro terbuat dari bahan songket Batubara, warna : merah, biru, dan kuning disesuaikan dengan warna hijau. Pada zaman dahulu warna menentukan status kedudukan didalam masyarakat Etnis Pesisir. Warna merah, biru dipakai oleh masyarakat biasa, sedangkan warna kuning dipakai oleh raja maupun keturunan bangsawan. Arah belitan kain menghadap ke kanan, kepala kain berada pada bagian depan, tinggi kain tertutup mata kaki yang melambangkan kehormatan.

Gambar 4.3 Kain Pengantin Perempuan Adat Sumando

(Sumber : Pasaribu, 2014)

3. Baju

Pengantin perempuan mengenakan busana kebaya pendek yang terbuat dari bahan renda, brohat dan songket warna baju merah, biru, dan kuning disesuaikan dengan warna kain. Model kebaya tidak memakai bef, memakai kerah selendang,

tangan tidak terlalu longer dapat diberi hiasan dari benang emas, peyet-peyet untuk menambah keindahan busana, melambangkan kehormatan.

Gambar 4.4 Baju Pengantin Adat Sumando

(Sumber : Pasaribu, 2014)

4. Selendang

Fungsi selendang sebagai penutup tubuh di bagian atas yang disebut dengan selendang manduaro / kendang-kendang terbuat dari bahan tenun benang emas, warna disesuaikan dengan warna busana melambangkan kehormatan. Cara memakainya, selendang diletakkan di atas bahu kiri dan bahu kanan dengan ujung keduanya berada bagian depan, selendang bagian belakang ditekuk ke dalam hingga bentuk rapi dan terletak di atas bahu.

Gambar 4.5 Selendang Pengantin Adat Sumando

(Sumber : Pasaribu, 2014)

5. Kalung

Kalung yang dipakai pengantin perempuan terdiri dari bertingkat-tingkat. Pada masa kerajaan zaman dahulu, kalung lima tingkat dipakai untuk masyarakat biasa. Kalung tujuh tingkat dipakai untuk kaum golongan bangsawan, sembilan tingkat untuk golongan keturunan raja-raja.

Gambar 4.6 Kalung Pengantin Adat Sumando

Motif pada mainan kalung melahirkan nama kalung tersebut yang terdiri dari beberapa nama sebagai berikut :

• Kalung dari bintang mempunyai motif bintang-bintang

• Kalung dari bungan mempunyai motif dari bunga-bunga

• Kalung dari bulan mempunyai motif bulan-bulan

• Kalung nago-nago mempunyai motif kepala naga

• Kalung panjang terbuat dari bahan manik-manik

Kalung terbuat dari bahan imitasi dan permata, melambangkan perdatuan dan status.

6. Tali pinggang

Tali pinggang disebut kabek patah sambilan / ponding. Hal ini melambangkan tali pengikat kebersatuan dan keutuhan khususnya kepada kedua pengantin, bentuknya patah-patah terdiri dari sembilan bagian, bahan terbuat dari perak dan imitasi, dipakaikan pada pinggang dengan posisi di atas selendang manduaro.

Gambar 4.7 Tali Pinggang Perkawinan Adat Sumando

7. Gelang di atas siku

Gelang di atas siku disebut gelang nago-nago. Gelang ini berjumlah dua buah ( siku kanan dan siku kiri ), terbuat dari bahan imitasi dan busana dengan motif ular yang melingkar, melambangkan kehormatan.

Gambar 4.8 Gelang Perkawinan Adat Sumando

(Sumber : Pasaribu, 2014)

8. Gelang pada pergelangan tangan

Gelang yang di pakai pada pergelangan tangan terdiri atas :

• Gelang keroncong terbuat dari bahan imitasi, berjumlah dua buah

• Gelang piccak jumlahnya dua buah, menik-menik jumlahnya dua buah

yang diletakkan pada sehelai kain. Semua gelang berada di atas ujung lengan ( di luar )

9. Gelang kaki

Gelang kaki dikenakan pada pergelangan kaki. Gelang mempunyai lambang kehormatan, gelang tidak berbunyi dipakai pada orang kebanyakan. Gelang yang

berbunyi dipakai oleh keturunan bangsawan maupun keturunan raja-raja, sehingga ke mana pun puteri raja melangkah akan diketahui orang lain.

10. Anting-anting

Anting-anting pengantin pada etnis Pesisir bentuknya menjurai yang terbuat dari bahan imitasi / permata yang melambangkan kehormatan.

11.Sanggul / Perhiasan

• Rambut

Seluruh rambut diisir ke arah Top Crown kemudian diikat lalu dijepit dengan jepitan lidi, dirapikan dengan memakai hair spray.

• Sanggu Gadang

Sanggu gadang merupakan penutup kepala pengantin perempuan dan dikenakan pada kepala pengantin perempuan yang dibuat dari lempengan – lempengan emas dilapisi kain terbuat dari bahan imitasi, perak dihiasi beberapa bentuk hiasan lainnya untuk memperindah. Sanggu Gadang melambangkan kebesaran dan kemuliaan.

Gambar 4.9 Sanggu Gadang

Hiasan-hiasan yang dipakai pada Sanggu Gadang sebagai berikut :

- Piso-piso

Bentuknya menyerupai pisau, jumlahnya sembilan buah, posisi berdiri tegak lurus, ujungnya agak melengkung sedikit, posisi diletakkan di sekeliling Sanggu Gadang.

- Layang-layang

Terdiri dari sepasang buah gombak yang bermotif buah gombak, terbuat dari bahan imitasi, dipakai pada sisi kanan dan sisi kiri. Sanggu Gadang melambangkan kehormatan.

- Goyang-goyang

Bentuk tusuk konde yang terjurai ke bawah dan mempunyai tingkat-tingkat, dipakai pada ujung piso-piso.

Gambar 4.10 Goyang-goyang

- Sunting

Dikenakan di sebelah atas Sanggu Gadang dengan motif kembang, bintang, dan matahari.

Gambar 4.11 Sunting

(Sumber : Pasaribu, 2014)

- Garak Gampo

Sabagai hiasan Sanggu Gadang bentuknya meyerupai sunting dan lebih besar. Jumlahnya satu buah, dikenakan di belakang Sanggu Gadang, fungsinya sebagai tusuk sanggul.

Gamabar 4.12 Garak Gampo

- Tatak Konde

Bentuknya menyerupai Crown terbuat dari bahan imitasi dan dikenakan pada kening di atas alis dan mempunyai tali untuk mengikat ke belakang Sanggu Gadang. Posisi letak di luar dari tepi Sanggu Gadang. Zaman dahulu tatak konde ini terbuat dari kain bewarna merah sebagai alat Sanggu Gadang.

Gambar 4.13 Tatak Konde

(Sumber : Pasaribu, 2014) E. Perlengkapan Busana Pria dan Cara Memakainya

1. Sepatu

Sepatu terbuat dari bahan kulit, model pansus bewarna hitam dan memakai kaus kaki.

2. Celana

Celana pengantin laki-laki disebut sarawa gunting Aceh model mengecil ke bawah ( gunting Portugis ). Ujung celana diberi hiasan sulaman benang emas dan memakai hiasan tabur-tabur warna merah, biru, dan kuning. Warni ini melambangkan kebesaran dan kemuliaan.

3. Baju dalam

Baju yang dipakai di dalam merupakan kemeja bewarna putih, posisinya di dalam celana.

4. Otto

Otto berupa baju yang dipakai di atas dada sebagai penutup dada yang diberi hiasan sulaman benang emas pada bagian dada, memakai tali ke belakang dan tidak memakai tangan. Otto terbuat dari bahan beludu dan bewarna, dipakai di atas kemeja putih, mempunyai lambang memberi perlindungan kepada kedua pengantin agar terhindar dari gangguan-gangguan berupa guna-guna dan gaib.

5. Kain

Nama kain yaitu samping Bugis ( anak daro / manduaro ), terbuat dari bahan tenunan Songket Batubara ( Songket Banang Ameh ). Warna kain sesuai dengan warna kain pengantin perempuan yaitu merah, biru, dan kuning, dipakai sebatas ± 10 cm di bawah lutut, arah lipatan sisi kiri arah ke tengah dan sisi kanan ke arah ke tengah ( kedua sisi menghadap ke tengah / lipatan berhadapan ) di tengah pusat, satu lipat dipakai oleh rakyat biasa, tiga lipat dipakai oleh keturunan bangsawan, dan lima lipat dipakai oleh keturunan raja-raja. Kain adalah melambangkan status kedudukan.

6. Jas luar

Baju jas luar yaitu jas Turki, terbuat dari bahan beludu. Warna merah, biru, kuning, motip diberi hiasan tabur-tabur berbentuk koin-koin / paun-paun yang terdiri dari bahan imitasi. Bentuknya model jas yang memakai krah yang diberi

hiasan sulaman benang emas bentuk lengan agak longgar bagi pemakaiannya di luar pada otto. Melambangkan sosial dan kekayaan.

Gambar 4.14 Baju dan Celana Pria

(Sumber : Pasaribu, 2014)

Hiasan / Ornamen Busana Pria diantaranya adalah

1. Kalung

Nama kalung Bijo Batik. Terbuat dari bahan imitasi. Model bulat-bulat saling bertautan. Motif biji betik / papaya dipakai di atas dari pada jas Turki, melambangkan persatuan dan kesatuan.

2. Ikat pinggang

Tali pinggang pengantin pria di sebut kabek pinggang Patah Sembilan ( Ponding ). Disebut patah sembilan bentuknya putus-putus berjumlah sembilan bagian yang ditautkan di antara satu dengan yang lain. Motif hiasannya motif bunga-bunga, melambangkan tali pengikat batin di antara kedua mempelai sebagai suami istri.

3. Keris / Seo

Keris diselipkan pada tali pinggang yang terbuat dari mahan imitasi dan punya gagang, jumlahnya satu buah. Posisi keris dipakai pada pinggang bagian depan, gagang keris ke kanan. Lambang kekuatan dan harga diri untuk mempertahankan martabat keluarga, khususnya istri.

4. Penutup kepala

Penutup kepala dinamakan Ikkek. Terbuat dari bahan beludu. Bentuknya bulat melingkar pada kepala dan memakai simpul pada ujungnya dengan warna hitam. Ikkek diberi hiasan berupa satu buah gombak ( hiasan berjurai ke bawah dengan hiasan layang-layang ) ( motif layang-layang ) melambangkan persatuan dan kesatuan antara kedua pengantin di dalam mengarungi rumah tangga dan juga melambangkan keutuhan adat yang berlaku sesama manusia. Ikkek diberi hiasan tabur-tabur maupun sulaman benang emas.

(Sumber : Sjawal. 2014. Budaya dan Pariwisata Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga).

4.3. Pakaian Adat pada Pesta Perkawinan Masyarakat Sumando Pesisir sebagai Atraksi Wisata

Sebagai bangsa yang memiliki kepribadian yang kuat dan memiliki ketahanan budaya, kita percaya bahwa akibat tingkah laku yang dibawa oleh wisatawan asing itu pasti akan dapat kita atasi. Yang juga tidak kalah pentingnnya adalah memelihara lingkungan hidup kita karena lingkungan hidup dan warisan

budaya serta kepribadian kita merupakan modal dasar yang dapat menarik arus wisatawan dari luar. Tanpa itu mereka akan kehilangan minat untuk datang kemari karena kita telah kehilangan daya tarik.

Maka satu-satunya pilihan adalah membuka setiap wawasan nenek moyang kita untuk dapat dilihat dan disaksikan oleh wisatawan asing. Di samping itu diusahakan pula untuk menggali warisan-warisan yang masih belum sempat diperkenalkan atau dengan cara melakukan pemeliharaan yang berkesinambungan.

Salah satu warisan peninggalan nenek moyang kita yang dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata khususnya di Tapanuli Tengah adalah pakaian adat pesta perkawinan Sumando Pesisir Tapanuli Tengah yang menganut Adat Sumando.

Perkembangan adat Sumando diwarnai oleh adat kebiasaan dan kebudayaan luar baik lokal maupun asing sebagai akses dari pernikahan pergaulan. Ada tiga unsur yang berperan dalam menentukan adat Sumando menjadi Tri Sakti antara lain adalah Adat, Sara, Qitabullah atau dengan perkataan lain “Adat Bersendi Sara, Sara bersendi Qitabullah”. Adapun Tahapan Pernikahan dalam adat sumando adalah :

1. Marisik

2. Pertunangan

3. Malam Berinai

4. Akad Nikah

5. Makan Beradat

6. Resepsi Pernikahan Bagala Duo Baleh

Tahapan pada pesta perkawinan ini juga memiliki keunikan dan keanekaragaman dengan tata acara yang penuh nuansa budaya yang tinggi, penggunaan pakaian adat Sumando dimulai setelah akad nikah berlangsung, kedua pengantin mengenakan pakaian kebesarannya dan disandingkan di atas pelaminan. Rombongan kaum laki-laki yang mengantar duduk dengan berkeliling atau melingkar di depan pelaminan dan terpisah dari kaum perempuan untuk melaksanakan rangkaian kegiatan makan beradat. Setelah rangkaian makan beradat selesai kedua pengantin melaksanakan resepsi pernikahan Bagala Duo Bale.

Pakaian adat pada perkawinan Adat Sumando merupakan salah satu dari kebudayaan nasional yang bersifat khas dan bermutu, yang dapat mengidentifikasi diri dan menimbulkan rasa bangga, selain itu terdapat pula fungsi-fungsi menurut pesan-pesan nilai budaya yang terkandung di dalam pakaian Adat Sumando. Pemahaman nilai budaya yang di pesankan itu lahir melalui simbol-simbol dari hiasan yang ditampilkan dan memiliki fungsi-fungsi etika, keagamaan, sosial dan simbolis. Keelokan pakaian adat Sumando ini merupakan aset budaya yang memiliki nilai budaya serta nilai jual yang tinggi serta dapat dijadikan sebagai atraksi wisata kebudayaan Kabupaten Tapanuli Tengah yang patut diperhitungkan.

Dalam UU. No 10 Tahun 2009 disebutkan “Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan”. Jadi dapat disimpulkan bahwa atraksi wisata merupakan

sesuatu yang dapat menimbulkan daya tarik bagi wisatawan dan merupakan alasan utama untuk mengunjungi objek dan tujuan wisata.

Dampak positif yang dapat diperoleh dari pelaksanaan pesta perkawinan Adat Sumando ini antara lain :

a) Menjaga kelestarian budaya pestaperkawinan adat Sumando

b) Mengundang daya tarik wisatawan

c) Meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar.

Di Kabupaten Tapanuli Tengah hingga saat ini belum memiliki sarana untuk memfasilitasi pesta adat perkawinan ini, salah satu langkah awal yang bisa dilakukan pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah adalah dengan membangun sebuah rumah adat, di mana rumah adat ini dilengkapi pakaian adat dan seluruh perlengkapan yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan adat yang disajikan di kabupaten Tapanuli Tengah. Rumah adat ini juga menyediakan jasa sewa pakaian adat, baik untuk pesta perkawinan, maupun kepada wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Tapanuli Tengah.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu maka penulis membuat suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Pakaian adat pada pesta perkawinan masyarakat Sumando Pesisir di Kabupaten

Tapanuli Tengah merupakan potensi yang sangat besar dalam pariwisata untuk menjadi sebuah atraksi wisata di Kabupaten Tapanuli Tengah.

2. Bagi masyarakat pesisir dalam melaksanakan adat perkawinan menganut adat

Sumando, yakni suatu pertambahan percampuran satu keluarga dengan kelurga lain yang seiman dengan ikatan tali pernikahan menurut hukum Islam dan diresmikan dengan upacara adat yang sesuai dengan tradisi masyarakat pesisir

Dokumen terkait