• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam di Wonorejo Ekosistem magrove Wonorejo memiliki berbagai potensi yang dapat

dikembangkan menjadi suatu bentuk ekosistem mangrove yang dikelola secara terpadu. Sumber daya manusia dan sumber daya alam merupakan salah satu faktor penting sebagai penunjang dalam menntukan arah pengelolaan suatu lingkungan. Berdasarkan penelitian ini, terdapat dua potensi besar di ekosistem mangrove Wonorejo yang dapat dikembangkan menjadi pengelolaan berbasis masyarakat secara berkelanjutan yaitu kelompok masyarakat dan ekowisata.

Kelompok Masyarakat (Sumber Daya Manusia)

Kelompok masyarakat merupakan sumber daya manusia yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Wonorejo. Kelompok masyarakat Wonorejo merupakan organisasi masyarakat yang diperuntukkan sebagai wadah kegiatan masyarakat yang bergerak dibidang pengelolaan dan pemanfaatan potensi lingkungan mangrove. Terdapat dua kelompok besar masyarakat di Wonorejo yaitu: (a) Kelompok Masyarakat Mina Tani mangrove; (b) Kelompok Masyarakat Trunojoyo.

(a) Kelompok Masyarakat Mina Tani Mangrove

Kelompok Masyarakat Mina Tani Mangrove merupakan organisasi masyarakat yang bergerak dalam bidang pelestarian lingkungan magrove. Ciri khas dari kelompok ini adalah pemanfaatan buah-buahan mangrove menjadi produk olahan makanan. Selain itu juga, kelompok ini banyak memberikan pelatihan pengolahan buah mangrove, pembibitan, dan penanaman tanaman

mangrove. Kelompok ini tidak hanya bekerja di Kelurahan Wonorejo, mereka juga banyak melakukan kegiatan di berbagai wilayah.

Keahlian kelompok masyarakat ini banyak menjadi sorotan dari berbagai kalangan, mulai dari institusi pemerintahan, swasta, perguruan tinggi, sekolah dan LSM. Sehingga banyak dari kalangan ini yang memanfaatkan jasa Kelompok Masyarakat Mina Tani Mangrove untuk bekerjasama dalam melakukan pelatihan, pendidikan, dan penanaman mangrove. Hal inilah yang menjadi daya tarik dari kelompok ini sebagai potensi besar untuk pengembangan lingkungan mangrove, terutama di Wonorejo. Berikut merupakan contoh kegiatan Kelompok Tani Mangrove yang bekerjasama dengan pihak swasta atau pemerintah (Profil Kelompok Tani Mangrove 2014).

Edukasi

Kelompok ini menjadi rujukan bagi pelajar, pemerintahan, dan masyarakat dari kelompok tertentu untuk menjadi fasilitator pengetahuan lingkungan mangrove. komunitas-komunitas tersebut tidak hanya berasal dari Suranaya, beberapa tempat di luar jawapun tertarik dengan keterampilan yang dimilki oleh kelompok tani mangrove di Wonorejo ini seperti dari kalimantan, kepulauan riau dan sulawesi. Kegiatan yang ditawarkan dalam wisata edukasi ini adalah pengenalan tanaman mangrove, cara penanaman mangrove, cara pembibitan mangrove dan pengolahan buah mangrove (Gambar 23).

(23a) (23b) Sumber: Profil Kelompok Mina Tani Mangrove Wonorejo

Gambar 23 (a) pengenalan mangrove dan produk olahannya untuk smp cita berkat surabaya; (b)pengenalan mangrove kepada pelajar di surabaya

Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

Kegiatan pelatihan juga ditujukan untuk komunitas masyarkat pesisir di wilayah lainnya. Kegiatan ini dilakukan dengan berbagai jenis pelatihan, seperti: budidaya, pembibitan, pengolahan hasil laut maupun non laut (Gambar 24). Kegiatan ini ditujukan sebagai pemberdayaan masyarakat pesisir dalam pengelolaan dan pemanfaatan di wilayah ekosistem mangrove secara bijaksana.

(24a) (24b) Sumber: Profil Kelompok Mina Tani Mangrove Wonorejo

Konservasi

Kegiatan konservasi yang dilakukan oleh kelompok tani mangrove Wonorejo salah satunya adalah penanaman. Jangkauan penanaman tidak hanya dilakukan di sekitar Wonorejo. Penanaman juga dilakukan diberbagai daerah diantaranya: pada tahun 2013-2014 penanaman dilakukan di wilayah Kota Surabaya (Greges, Romokkalisari, Teluk lamong, Perak); kota Gresik, Madura (Tajungan, Labuhan, Kecamatan Sepoloh), Banyuwangi (Muncar), serta di Kota malang selatan (Sumbermanjing). Kegiatan penanaman ini banyak bekerjasam dengan instansi dan organisasi-organisasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri (Gambar 25).

(25a) (25b)

Kelompok Masyarakat Trunojoyo

Kelompok Masyarakat Trunojoyo merupakan kelompok masyarakat yang sebagian besar memiliki latar belakang pekerjaan sebagai petani tambak dan nelayan harian. Awalnya kelompok masyarakat ini dibentuk dengan tujuan sebagai pengelola dan wadah bagi petani tambak untuk meningkatkan kesejahteraan dalam bentuk koperasi. Seiring dengan berjalannya waktu penuruanan kualitas lingkungan yang berdampak pada penurunan produksi mengakibatkan para petani tambak mulai berfikir akan pentingnya kelestarian lingkungan sebagai penunjang keberlanjutan pekerjaan mereka. Secara tidak langsung kegiatan ini juga memberikan efek domino kepada perkembangan

Sumber: Profil Kelompok Mina Tani Mangrove Wonorejo

Gambar 25 (a) pelatihan rehabilitasi ekosistem pulau pulau kecil; (b) penanaman mangrove di Teluk Lamong kerjasama dengan NGO

Gambar 24 (a) pelatihan masyarakat pesisir romokalisari; (b) pengenalan mangrove untuk ibu PKK.

lingkungan pesisir yang lebih baik. Masyarakat petani tambak dapat lebih mengerti manfaat lingkungan dan cara memanfaatan lingkungan pesisir dengan bijak. Berikut merupakan kegiatan diluar pertambakan yang dilakukan Kelompok Trunodjoyo dengan berbagai mitranya:

 Program pembibitan 150.000 buah Rhizophora apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza, yang bekerjasama dengan Sampoerna melalui IDEPTH (2011).

 Program penanaman 70.000 bibit mangrove (Rhizophora apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza) oleh Sampoerna melalui IDEPTH (2012).

 Mangrove Green Parade oleh UNAIR (2012).

 Program penanaman 500 bibit mangrove oleh perusahaan elektronik SHARP.

 Program perawatan tanaman mangrove dari kegiatan penanaman 70.000 bibit mangrove oleh Sampoerna melalui IDEPTH (2013).

 Pendampingan komunitas burung di Surabaya (UNAIR,ITS,UPN, dll) guna penelitian burung air yang ada pada kawasan tambak di Wonorejo (2000- sekarang).

 Penelitian kerapatan mangrove yang ada di kawasan wonorejo bekerjasama dengan BLH Surabaya (2013).

 Penelitian pembibitan, penanaman dan pemanfaatan mangrove dengan narasumber dari KESEMAT, yang diselenggarakan oleh IDEPTH (2013).  Penanaman 200 bibit mangrove dengan SMA swasta di Surabaya (2013)  Program Abdimas Universitas Terbuka, program penanaman 30.000 pohon

(Bogor) dan 30.000 bibit mangrove (Surabaya), melalui Yayasan Kanopi Indonesia (2013)

 Kegiatan lainnya yang sampai saat ini masih sering dilakukan dalam hal penanaman dan pendampingan komunitas burung di Surabaya.

Kedua kelompok masyarakat di Wonorejo ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi wisata pendidikan. Konsep wisata pendidikan sesuai dengan potensi alam yang ada dan keahlian atau keterampilan yang dimiliki oleh masing-masing kelompok.

Ekowisata (Sumber Daya Alam)

Ekowisata pada dasarnya merupakan suatu konsep wisata yang berbasis pada konservasi sumberdaya alam. Menurut Ecotourism Society (1990), ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Dalam definisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa penekanan utama dari ekowisata adalah pada upaya konservasi lingkungan yang bermakna luas. Menurut UU Nomor 5 Tahun 1999 telah dijelaskan bahwa pada hakekatnya konservasi mencakup berbagai aspek positif dalam pelestarian lingkungan, yaitu perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan secara berkelanjutan. Berdasarkan dari beberapa definisi tersebut maka dapat di simpulkan bahwa keberhasilan wisata dengan konsep ekowisata dapat dinilai dari berhasil atau tidaknya upaya konservasi yang dilakukan.

Wonorejo merupakan salah satu kelurahan di Kota Surabaya yang terletak di wilayah ekosistem mangrove. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi warga

Kota Surabaya dalam rangka mencari tempat wisata alam. Sehingga, tepat apabila potensi alam yang dimiliki Wonorejo dapat dikembangkan dalam bentuk ekowisata mangrove.

Saat ini Wonorejo telah memiliki ekowisata mangrove dibawah pengelolaan Forum Kemitraan Polisi Masyarakat Nirwana Eksekutif (FKPM NE) Kelurahan Wonorejo, yang bekerjasa sama dengan Pemerintah Desa dan Dinas Pertanian Kota Surabaya. Ekowisata ini disahkan berdasarkan Keputusan Lurah Wonorejo nomor 556/167/436.11.155/2009 tanggal 1 Juli 2009. Berdasarkan pantauan dari aktivis lingkungan (LSM Nol Sampah), ekowisata yang ada saat ini banyak menyalahi aturan konservasi. Wawan Some sebagai koordinator LSM Nol Sampah Wonorejo dan Soni Muchson (Ketua Kelompok Masyarakat Mina Tani Mangrove) juga mengungkapkan ekowisata yang digadang-gadang sebagai langkah konservasi di wilayah ekosistem mangrove Wonorejo tidak lebih hanya menjadi label saja, pasalnya berbagai kegiatan yang dilakukan oleh ekowisata ini justru berdampak buruk bagi lingkungan mangrove di Wonorejo. Hal-hal yang tidak sesuai dengan prinsip ekologi diantaranya:

a. Pemakaian perahu yang besar menimbulkan suara yang bising dan gelombang yang relatif besar. Suara mesin perahu yang lalu lalang dari Busem ke muara berpengaruh pada satwa liar terutama burung. Gelombang besar yang dihasilkan berdampak terhadap tepi sungai dan tebing tambak. Bisa menyebabkan erosi. Satu fakta lain yang membuktikan keberadaan perahu ekowisata adalah berkurang dratis jumlah udang dan kepiting yang ditangkap penunggu tambak. Jika sebelumnya penunggu tambak bisa dapat udang sampai 10 kg dari buwung yang dipasang di pintu tambak saat ini hanya bisa maksimal 2 kg bahkan tidak mendapatkan hasil harian udang liar. Mereka juga sudah lagi bisa memasang perangkap kepiting di sungai karena sudah tidak ada lagi. Perahu Ekowisata yang besar menyebabkan gelombang besar dan mengganggu ekosistem

b. Pembangunan Gasebo di sisi timur hutan mangrove. Selain melanggar aturan tentang garis sempadan pantai semestinya tidak dilakukan. Karena secara alami hutan mangrove di Pamurbaya akan tumbuh ke arah laut (arah timur).

Melihat potensi ekosistem mangrove yang baik untuk dijadikan wisata bagi masyarakat Kota Surabaya serta untuk pengembangan Kelurahan Wonorejo itu sendiri, maka kondisi ekosistem mangrove yang telah ada saat ini perlu ditinjau ulang. Upaya ini penting dilakukan untuk merumuskan kebijakan yang tepat dalam menjawab tantangan sebagaimana dijelaskan diatas dan mengembangkan potensi-potensi yang ada. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, terdapat dua potensi besar di ekosistem mangrove Wonorejo yang dapat dikembangkan menjadi pengelolaan berbasis masyarakat secara berkelanjutan yakni kelompok masyarakat dan ekowisata. Berdasarkan potensi lingkungan dan masyarakat di Wonorejo, konsep ekowisata dapat dilakukan dengan menggabungkan kedua potensi ini. Selain daya dukung lingkungan yang dapat menjadi daya tarik tersendiri, potensi masyarakat sebagai fasilitator pendidikan lingkungan juga dapat menjadi andalan dalam ekowisata di Wonorejo. Sehingga konsep ekowisata dapat dilakukan dengan konsep ekowisata berbasis masyarakat. Ekowisata

berbasis masyarakat memiliki tujuan utama yaitu memberikan peran kepada masyarakat untuk dapat ikut serta dalam melakukan pengelolaan lingkungan. 2. Kepentingan Pemangku kepentingan

Kajian terhadap strategi kebijakan matapencaharian masyarakat sebagai arahan dalam pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan diperuntukkan untuk mengoptimalkan dan menambah nilai manfaat lingkungan ekosistem mangrove. Salah satu faktor penentu pelaksana pengelolaan berkelanjutan dapat berjalan dengan lancar adalah pemenuhan kepentingan pemangku kepentingan. Dalam penentuan kepentingan pemangku kepentingan menggunakan analisis pemangku kepentingan yang dikembangkan oleh Reed et al (2009). Menurut Reed et al.(2009) untuk mempermudah dalam melakukan identifikasi konflik kepentingan serta pengaruh pemangku kepentingan terhadap objek penelitian perlu dibuat sebuah matriks yang nantinya akan menggambarkan hasil analisis pemangku kepentingan (Gambar 2) dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi pemangku kepentingan dan kepentingannya.

2. Membuat kelompok dan kategori para pemangku kepentingan. 3. Menyelidiki hubungan antar pemangku kepentingan.

Hasil identifikasi pemangku kepentingan dalam pengelolaan mata pencaharian masyarakat berkelanjutan pada ekosistem mangrove di Wonorejo adalah masyarakat desa (kelompok tani mangrove, dan kelompok petani tambak); pemerintah kota; pemerintah pusat (Kehutanan dan lingkungan); investor; LSM; dan perguruan tinggi. Dalam menentukan pemangku kepentingan ini dipermudah dengan adanya Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD). sehingga penyatuan persepsi dan masukan-masukan terhadap kepentingan pada masing-masing pihak tersampaikan. Hanya saja pada rapat berlangsung pihak swasta dan pemerintah kota yang dalam hal ini langsung menangani pemanfaatan lahan di Wonorejo tidak ikut serta (Dinas Pertanian Kota Surabaya). Berdasarkan hasil identifikasi berikut merupakan kepentingan dari masing-masing pemangku kepentingan dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Wonorejo:

Tabel 12 Kepentingan pemangku kepentingan dalam pengelolaan ekosistem mangrove Wonorejo

Tingkat Kategori pemangku kepentingan Kepentingan Nasional dan Internasional 1. Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (UPT BKSDA Jawa Timur) 2. Lembaga donor

Pengembangan pengelolaan ekosistem mangrove ke arah konservatif dengan pembentukan kawasan ekosistem esensial

Konservasi dan pemanfaatan jasa lingkungan Regional

Propinsi Jawa Timur

1. Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Bagian SDA) 2. Bappeda Provinsi Jawa

Timur

3. Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur

4. Perguruan Tinggi Provinsi Jawa Timur (Universitas Brawijaya)

5. Investor (Pengusaha)

Perencana pengembangan dan pengelolaan sumber daya alam (ekosistem mangrove)

Perencana pengembangan wilayah

Pengembangan pengelolaan ekosistem mangrove ke arah konservatif dengan pembuatan kebun bibit mangrove

Pengembangan ilmu teknologi di bidang konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam Pemanfaatan sumber daya alam untuk kepentingan bisnis dan keberlanjuutan usaha

Tabel 12 Kepentingan pemangku kepentingan dalam pengelolaan ekosistem mangrove Wonorejo (lanjutan)

Tingkat Kategori pemangku kepentingan

Kepentingan

Regional Kota Surabaya

1. Bappeda Kota Surabaya 2. Dinas Pertanian Kota

Surabaya

3. Perguruan Tinggi di Kota Surabaya (UNAIR, ITS, UNITOMO)

Perencana pengembangan wilayah

Perencana pengembangan wilayah

Pengembangan ilmu teknologi di bidang konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam

Lokal 1. Camat 2. Lurah 3. Wisatawan 4. Petani mangrove 5. Petambak 6. Nelayan harian 7. LSM dan Pers

Perencana pengembangan wilayah untuk penambahan pendapatan dan kemajuan wilayahnya

Perencana pengembangan wilayah untuk penambahan pendapatan dan kemajuan wilayahnya

Keindahan alam dan pengetahuan lingkungan Memanfaatkan sumber daya alam untuk memperoleh pendapatan dan melestarikan lingkungan

Memanfaatkan sumber daya alam untuk memperoleh pendapatan dan melestarikan lingkungan

Memanfaatkan sumber daya alam untuk memperoleh pendapatan dan melestarikan lingkungan

Memanfaatkan sumber daya alam untuk memperoleh pendapatan dan melestarikan lingkungan serta mempublikasikan isu lingkungan untuk publik

Kepentingan pemangku kepentingan yang mengarah pada kepentingan pemanfaatan sumber daya alam dengan latar belakang hanya untuk mencari keuntungan yang sebesar-sebesarnya menjadi pemicu konflik kepentingan antar pemangku kepentingan. Konflik yang terjadi berawal dari kepentingan investor yang melakukan pembangunan perumahan elit di wilayah ekosistem mangrove Wonorejo. Lahan perumahan ini berasal dari tambak masyarakat yang dijual kepada pihak pengembang perumahan. Tambak ini merupakan tambak yang dimiliki oleh orang luar Desa Wonorejo, masyarakat yang bekerja di tambak hanya sebagai penunggu tambak. Sehingga banyak masyarakat yang kehilangan mata pencaharian sebagai penunggu tambak.

Peran investor tidak hanya berhenti pada pengembangan perumahan. Setelah melihat prospek perumahan yang berkembang pesat di wilayah Desa Wonorejo, para investor bekerjasama dengan pemerintah (dinas pertanian) untuk mengembangkan ekowisata mangrove. Pada awalnya konsep ekowisata mangrove berbasis pada pemanfaatan sumberdaya alam untuk pelestarian ekologi dan mengembangkan ekonomi rakyat. Pembuatan ekowisata ini juga melibatkan perguruan tinggi untuk menilai kelayakan lingkungan dan ekonomi. Akan tetapi, menurut masyarakat pemerhati lingkungan yang tergabung dalam kelompok tani dan LSM ekowisata yang dikembangkan hanya berbasis pada ekonomi. Hal ini terbukti dengan pengembangan pembangunannya tidak sejalan dengan prinsip keberlanjutan lingkungan.

Dampak kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh ekowisata dalam segi lingkungan dan ekonomi dari matapencaharian masyarakat (petani tambak), ekowisata juga mendorong para investor untuk mengembangkan perumahan elit yang berada pada wilayah ekosistem mangrove. Saat ini terdapat dua perumahan besar yang sedang dalam pembangunan. Dampak pembangunan dalam jangka panjang akan berpengaruh pada keberadaan ekosistem mangrove.

Pada prinsipnya ekowisata mangrove merupakan salah satu jalan keluar untuk memanfaatkan dan memaksimalkan potensi dalam bidang ekologi dan ekonomi. Akan tetapi apabila ekowisata hanya dijadikan label wisata berbasis lingkungan oleh para investor untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dalam aspek ekonomi, hal ini justru akan berdampak pada rusaknya lingkungan sekitarnya. Berdasarkan keterangan masyarakat dan LSM, untuk kasus Desa Wonorejo ekowisata yang dikembangkan selain berdampak pada satwa liar juga berdampak pada penghasilan petani tambak. Berdasarkan hal tersebut ekowisata yang ada saat ini harus dilakukan pengkajian ulang terhadap dampak lingkungan oleh para ahli yaitu perguruan tinggi dan pemerintah. Selain itu pemerintah juga diharapkan memberikan peran kepada masyarakat didalam pengelolaan ekowisata tersebut.

Pemerintah memiliki peranan yang penting dalam pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan. berdasarkan hasil pertemuan melalui Kelompok Kerja Mangrove, daerah Purabaya yang termasuk didalamnya adalah ekosistem mangrove di Desa Wonorejo, wilayah ini akan direncakanan menjadi kawasan essential. Kawasan essential adalah suatu ekosistem atau kawasan yang memiliki keunikan habitat dan/atau jenis tumbuhan dan satwa liar dan/atau mempunyai fungsi penting sebagai sistem penyangga kehidupan (P67/Menhut-II/2013). Bentuk kawasan essential di Desa Wonorejo masih dalam proses pertimbangan para pemangku kepentingan. Sehingga dengan adanya wacana dan komitmen pemerintah bahwasannya kawasan tersebut akan dilindungi dengan dijadikan kawasan essential diharapkan akan dapat memberikan bentuk pengelolaan yang berkelanjutan pada ekosistem mangrove.

Berdasarkan hasil analisis kepentingan pemangku kepentingan (Tabel 12) dapat menjadi acuan untuk menentukan tahapan analisis kedua. Analisis kedua berdasarkan Reed et al (2009) adalah membagi kelompok dan kategori para pemangku kepentingan. Pembagian ini dikategorikan kedalam tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh dalam pengelolaan ekosistem mangrove Wonorejo (Tabel 13). Pembagaian kategori kedalam tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh akan dijadikan acuan dalam pembuatan matrik analisis pemangku kepentingan (Gambar 26). Matrik ini memberikan gambaran dalam penentuan kelompokkan menjadi: Key player, pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi; Context setters, pemangku kepentingan yang memiliki pengaruh yang tinggi tapi kepentingannya rendah; Subjects, pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan yang tinggi tetapi pengaruhnya rendah; dan Crowd, pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang rendah.

Tabel 13 Tingkat kepentingan dan pengaruh para pemangku kepentingan dalam keberlanjutan matapencaharian masyarakat pada ekosistem mangrove Wonorejo. No. Kategori pemangku kepentingan Tingkat

kepentingan

Tingkat Pengaruh

1.

Nasional dan Internasional

Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (UPT BKSDA Jawa Timur)

4 4

2 Lembaga donor (WWF) 2 2

3

Provinsi Jawa Timur

Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Bagian Sumber Daya Alam)

2 3

4 Bappeda Provinsi Jawa Timur 2 3

5 Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur 2 4 6 Perguruan Tinggi Provinsi Jawa Timur

(Universitas Brawijaya)

2 3

7 Investor (Pengusaha) 3 3

8

Kota Surabaya

Bappeda Kota Surabaya 2 3

9 Dinas Pertanian Kota Surabaya 4 4 10 Perguruan Tinggi di Kota Surabaya (UNAIR,

ITS,UNITOMO) 2 3 11 Lokal Camat 2 3 12 Lurah 2 3 13 Wisatawan 2 3 14 Petani mangrove 5 2 15 Petambak 5 3 16 Nelayan harian 5 2 17 LSM dan Pers 5 2

Keterangan: 1= Rendah; 2= Kurang tinggi; 3= Cukup tinggi; 4= Tinggi; 5= Sangat tinggi

Gambar 26 Matrik analisis pemangku kepentingan berdasarkan Reed et al (2009)

K E P E N T ING AN TINGGI PENGARUH RENDAH TINGGI Subject 1. Petani mangrove 2. Petani tambak 3. Nelayan harian 4. LSM dan pers Key Player 1. BKSDA Jatim 2. Dinas Pertanian Kota Surabaya 3. Investor Crowd 1. Lembaga donor (WWF) 2. Wisatawan Context setter 1. Dishut Jatim 2. Pemprof Jatim 3. Bappeda Jatim 4. Bappeda Kota 5. Perguruan tinggi 6. Camat 7. Lurah

Key players yang merupakan pemangku kepentingan yang aktif karena mempunyai kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap keberlanjutan mata pencaharian masyarakat ekosistem mangrove di Wonorejo. Kelompok ini terdiri dari pemerintah pusat yaitu Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Propinsi Jawa Timur, Dinas Pertanian Kota Surabaya serta investor. Kedua pemerintahan ini memiliki kapasitas besar baik dalam kepentingan dan pengaruhnya terhadap keberlangsungan mata pencaharian masyarakat. BKSDA merupakan salah satu anggota dari KKMD yang berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan ekosistem mangrove di Wonorejo. UPT ini juga memiliki rencana program kerja untuk menjadikan kawasan ini menjadi kawasan esensial. Kawasan. Context setters/Actors merupakan pemangku kepentingan yang memiliki pengaruh yang tinggi tetapi sedikit kepentingan. Kelompok pemangku kepentingan ini didominasi oleh pemerintahan. Crowd/Bystanders merupakan pemangku kepentingan yang memiliki sedikit kepentingan dan pengaruh terhadap hasil yang diinginkan dan menjadi pertimbangan untuk mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan yang termasuk kedalam kelompok ini yaitu Lembaga donor dan wisatawan. Untuk Subjects merupakan pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan tinggi tetapi pengaruhnya rendah. Hal ini menunjukkan pemangku kepentingan tersebut mendukung kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove berbasis masyarakat diantaranya petani mangrove, petani tambak, nelayan harian serta LSM dan pers.

Arahan Kebijakan

Berdasarkan pertimbangan permasalahn yang ada di Desa Wonorejo dan faktor kunci yang mempengaruhi pengelolaan berkelanjutan, penelitian ini memberikan alternatif strategi melalui analisis SWOT. Hasil alternatif strategi didapatkan melalui pertimbangan dari peneliti dan para pakar yang diantaranya masyarakat (kelompok tani), LSM,dan pemerintah (BKSDA dan Dinas kehutanan Jawa Timur yang), para pakar ini sebagian tergabung dalam Kelompok Kerja Mangrove Daerah Provinsi Jawa Timur (KKMD) yang bertanggung jawa atas pengelolaan ekosistem magrove di wilayahnya. Berdasarkan pertimbangan dengan membagi faktor internal kedalam kekuatan serta kelemahan, dan faktor internal kedalam peluang serta ancaman, didapatkan alternatif strategi sebagai berikut:

Tabel 14 Alternatif Strategi SWOT

Kekuatan (S)

1. Kesesuaian pemanfaatan lahan sebagai usaha masyarakat berkelanjutan 2. Ketrampilan petani dan

nelayan

3. Keberadaan kelompok tani (pola komunitas antar anggota) 4. Kualitas produk 5. Ketersediaan pakan Kelemahan (W) 1. Kondisi vegetasi 2. Kualitas air

3. Status kepemilikan lahan 4. Pendapatan

5. Kelayakan usaha 6. Biaya produksi

Peluang (O)

1. Sarana jalan dan transportasi

2. Peran LSM dan pers 3. Peran perguruan tinggi 4. Komitmen pemerintah

Strategi S-O

Mengoptimalkan keterampilan masyarakat kedalam bentuk usaha yang berkelanjutan dengan dukungan pemangku kepentingan.

Membuat desain matapencaharian berkelanjutan dengan menyatukan kepentingan antar pemangku kepentingan.

Strategi W-O

Hak kepemilikan lahan dapat diambil alih oleh pemerintah. Hal ini ditujukan agar pengelolaan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan lingkungan dan masyarakat.

Ancaman (T) 1. Sarana pengairan

2. Konflik yang terjadi akibat pembangunan (alih fungsi lahan)

3. Peran investor

4. Koordinasi antar pemangku kepentingan

Strategi S-T

- Penghentian alih fungsi lahan tambak menjadi perumahan atau pemanfaatan lainnya yang berbentuk bangunan.

- Pemanfaatan sumberdaya alam mengarah pada pengelolaan berbasis masyarakat dengan memanfaatkan keterampilan yang dimiliki oleh masing- masing kelompok tani

Strategi W-T

Memperbaiki kondisi lingkungan yang ada saat ini terutama pada tambak dan sepadan sungai dengan desain pengelolaan ramah lingkungan.

(a) Alternatif strategi peluang dan kekuatan

Masyarakat merupakan sumberdaya yang berperan penting bagi keberlangsungan ekosistem mangrove di Desa Wonorejo. Sehingga, kepentingan masyarakat yang dalam hal ini adalah mencari mata pencaharian yang layak untuk mendapatkan pendapatan harus diberikan ruang dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan penelitian ini mata pencaharian yang dimiliki masyarakat saat ini berstatus cukup berkelanjutan, yang mana mata pencaharian ini layak untuk dikembangkan di wilayah ekosistem mangrove. Mata pencaharian yang cukup berkelanjutan ini dapat dikembangkan menjadi sangat berkelanjutan apabila dikemas dalam pengelolaan yang strategis dan mendapat dukungan dari pemangku kepentingan.